narkotika 2











halaman  2



walau  beberapa zat yang dipakai  sebagai obat yaitu  senyawa alami, seperti noradrenalin (norepinephrine... , atau molekul esensial, contoh nya oksigen, kebanyakan obat dan  racun lainnya asing bagi tubuh maka istilah umum xenobiotik (senyawa asing...    dipakai . Hampir semua zat bisa beracun,  memicu  efek merusak pada  fungsi tubuh, tidak hanya tergantung pada dosis, namun  juga  cara paparan, apakah subjek sudah terpapar pada senyawa baru-baru ini, atau apakah racun  lain masuk ke dalam pada waktu yang sama. sebab  itu, untuk memahami peran  pengukuran xenobiotik dan pengukuran lainnya pada specimen  klinis atau forensik dalam  diagnosa , perawatan, prognosis dan pencegahan keracunan, perlu  memahami proses yang mana  obat dan racun lainnya diserap, disebarkan , dimetabolisme,  diekskresikan dan dikeluarkan dari tubuh. Tidak semua 
xenobiotik melalui  semua tahap ini ,riset  tentang penyerapan , sebaran , metabolisme dan ekskresi dinamakan  akronim ADME; dalam bidang farmasi, pelepasan obat dari sediaan farmasi juga ditambah 
sehingga menjadi LADME. Istilah disposisi  dipakai  untuk mengacu  pada berbagai  proses yang terjadi sesudah  pemberian, atau pemaparan senyawa tertentu. Istilah  farmakokinetik (untuk obat-obatan) dan toksikokinetik (untuk bahan toksik) dipakai  untuk
menerangkan  tingkat di mana berbagai proses ini terjadi, walaupun istilah farmakokinetik lebih dikenal,
Dua segi  yang perlu diperhatikan dalam mengkaji  interaksi xenobitika dengan  organisme hidup yaitu: kerja xenobiotika pada organisme dan reaksi atau efek yang  dimunculkan . Kerja toksik   yaitu  hasil sebagian besar  proses fisika, biokimia dan biologi yang komplek.   kerja toksik dijelaskan  dalam rantai  kerja yang terdiri dari: fase eksposisi, toksokinetik dan fase toksodinamik  FASE EKSPOSISI
Fase eksposisi terjadi saat  ada kontak  antara xenobiotika dengan organisme atau   terjadi paparan xenobiotika pada organisme. Paparan ini muncul 
melalui kulit, oral, saluran pernafasan (inhalasi) atau transfer  xenobiotika langsung  ke dalam tubuh organisme ,bila  suatu objek biologik terpapar oleh sesuatu xenobiotika, maka, kecuali senyawa radioaktif, efek biologik atau toksik akan muncul, bila  xenobiotika itu  sudah   terserap   menuju sistem sistemik.   hanya xenobiotika yang terlarut,  tersebaran  molekular, yang diserap  .  ini  akan terjadi pelepasan 
xenobiotika dari bentuk farmaseutikanya. contoh nya paparan xenobiotika melalui oral (contoh  sediaan dalam bentuk padat: tablet, kapsul, atau serbuk), maka terlebih dahulu kapsul atau tablet akan terdistegrasi (hancur), sehingga xenobiotika akan telarut di dalam
cairan saluran pencernaan. Xenobiotika yang terlarut akan siap terserap   secara normal dalam duodenal dari usus halus dan transportasikan   melalui pembuluh kapiler mesenterika menuju vena porta hepatika menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik , Penyerapan xenobiotika   tergantung pada konsentrasi dan lamanya kontak 
antara xenobiotika dengan permukaan organisme yang berkemampuan untuk menyerap  xenobiotika itu .     laju penyerapan  dan jumlah xenobitika yang terserap    menentukan potensi efek biologik atau toksik. Pada pemakaian obat,  fase ini dinamakan  fase farmaseutika, yaitu semua proses yang berkaitan dengan pelepasan senyawa obat dari bentuk farmasetikanya (tablet, kapsul, salep,  ). Bagian  dosis dari senyawa obat, yang tersedia untuk diserap   dinamakan  ketersediaan 
farmaseutika. faktanya  ditemui , bahwa sediaan tablet dengan kandungan zat aktif yang sama dan dibuat oleh pabrik farmasi yang berbeda, dapat berpotensi  efek farmakologik yang berbeda. ini  dipicu   oleh 
perbedaan ketersediaan farmaseutikanya. Perbedaan ketersediaan farmaseutika suatu  sediaan ditentukan oleh sifat fisiko-kimia, umpaman ya ukuran dan bentuk kristal,  juga  jenis zat pembantu (tambahan pada tablet) dan metode fabrikasi.  Disamping bentuk farmaseutika yang berpengaruh jelas pada  penyerapan  dan juga  tingkat toksisitas, sifat fisiko-kimia dari xenobiotika (seperti bentuk dan ukuran kristal, kelarutan dalam air atau lemak, konstanta disosiasi) tidak boleh diabaikan dalam  ini . Laju penyerapan  suatu xenobiotika ditentukan juga oleh sifat membran biologi dan aliran kapiler darah area  kontak 
Suatu xenobiotika, agar dapat diserap    di area  kontak, maka harus melalui  membran sel di area  kontak. Suatu membran sel biasanya terdiri atas lapisan 
biomolekular yang dibentuk oleh molekul lipid dengan molekul protein yang tersebar  diseluruh membran ,
Jalur utama bagi penyerapan xenobiotika yaitu  saluran cerna, paru-paru, dan  kulit. Namun pada keracunan aksidential, atau penelitian toksikologi, paparan
xenobiotika muncul melalui jalur injeksi, seperti injeksi intravena, intramuskular,  subkutan, intraperitoneal, dan jalur injeksi lainnya.
a...Eksposisi melalui jalur saluran cerna
Pemejanan xenobiotik melalui saluran cerna muncul bersama makanan,  minuman, atau secara sendiri baik sebagai obat maupun zat kimia murni. Pada jalur 
ini mungkin xenobiotik terserap dari rongga mulut (sub lingual), dari lambung sampai  usus halus, atau eksposisi xenobiotik dengan sengaja melalui jalur rektal. Kecuali zat  yang bersifat basa atau asam kuat, atau zat yang merangsang mukosa, pada
  tidak akan berdampak  toksik kalau tidak diserap.
Cairan getah lambung bersifat   asam, sehingga senyawa asam   lemah akan berada dalam bentuk non-ion yang lebih mudah larut dalam lipid dan mudah terdifusi, sehingga senyawa itu  akan mudah terserap di dalam  lambung. Berbeda dengan senyawa basa lemah, pada cairan getah lambung akan  terionkan maka  akan lebih mudah larut dalam cairan lambung. Senyawa basa  lemah, sebab  cairan usus yang bersifat basa, akan berada dalam bentuk non-ioniknya,  sehingga senyawa basa lemah akan lebih mudah terserap melalui usus dibandingkan  lambung.  xenobiotik melintasi membran saluran pencernaan menuju 
sistem sistemik dengan difusi pasif, yaitu transportasi  dengan perbedaan konsentrasi  sebagai daya dorongnya. Namun disamping difusi pasif, juga dalam usus, ada  juga  transportasi  aktif, seperti tranpor yang difasilitasi dengan zat pembawa (carrier), atau 
pinositosis ,
b... Melalui kulit
Eksposisi (pemejanan) yang paling mudah dan paling lazim pada  kita   atau hewan dengan segala xenobiotika, seperti contoh nya kosmetik, produk rumah 
tangga, obat topikal, cemaran lingkungan, atau cemaran industri di area  kerja, yaitu  pemejanan sengaja atau tidak sengaja pada kulit. Kulit terdiri atas epidermis (bagian  paling luar) dan dermis, yang terletak di atas jaringan subkutan. Tebal lapisan 
epidermis yaitu  relatif tipis, yaitu rata-rata sekitar 0,1-0,2 mm, sedang  dermis sekitar 2 mm. Dua lapisan ini dipisahkan oleh suatu membran basal (lihat gambar 2.3). Lapisan epidermis terdiri atas lapisan sel basal (stratum germinativum), yang  memberi  sel baru bagi lapisan yang lebih luar. Sel baru ini menjadi sel duri (stratum spinosum) dan,  menjadi sel granuler (stratum granulosum). juga  sel ini juga menghasilkan keratohidrin yang nantinya menjadi keratin dalam stratum corneum  terluar, yaitu  lapisan tanduk. Epidermis juga mengandung melanosit yang 
memicu  pigmen dan juga sel langerhans yang bertindak sebagai makrofag dan limfosit. Dua sel ini diketahui yang terlibat dalam berbagai tanggapan  imun
dan mastosit. Di bawah dermis ada  jaringan subkutan. juga , ada beberapa struktur lain contoh nya folikel rambut, kelenjar keringan, kelenjar sebasea, kapiler 
pembuluh darah dan unsur syaraf. Pejanan kulit pada  xenobiotik sering memicu  berbagai lesi (luka), namun tidak jarang xenobiotik dapat juga  terserap   dari permukaan kulit menuju sistem sistemik ,
c... Eksposisi melalui jalur inhalasi
Pemejanan xenobiotika yang berada di udara muncul melalui penghirupan  xenobiotika itu . Xenobiotik yang ada  di udara berada dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan partikel padat dengan ukuran yang berbeda-beda.   bahwa saluran pernafasan yaitu  sistem yang komplek, yang secara alami dapat menseleksi partikel berdasar  ukurannya. maka  ambilan dan efek toksik dari xenobiotik yang dihirup tidak saja tergantung pada sifat toksisitasnya  namun  juga pada sifat fisiknya.
Saluran pernafasan terdiri atas nasofaring, saluran trakea dan bronkus, dan  acini paru-paru, yang terdiri atas bronkiol pernafasan, saluran alveolar, dan alveoli 
 Nasofaring berfungsi membuang partikel besar dari udara yang  dihirup, menambahkan uap air, dan mengatur suhu.   partikel besar (>10 µm) tidak memasuki saluran napas, kalau masuk akan diendapkan di hidung dan  dienyahkan dengan diusap, dihembuskan dan berbangkis. Saluran trakea dan bronkus berfungsi sebagai saluran udara yang menuju alveoli. Trakea dan bronki dibatasi  oleh epiel bersilia dan dilapisi oleh lapisan tipis lendir yang disekresi dari sel tertentu dalam lapisan epitel. Dengan silia dan lendirnya, lapisan ini dapat mendorong naik  partikel yang mengendap pada permukaan menuju mulut. Partikel yang mengandung  lendir itu  lalu  dibuang dari saluran pernafasan dengan diludahkan atau  ditelan. Namun, butiran cairan dan partikel padat yang kecil juga dapat diserap lewat  difusi dan fagositosis. Fagosit yang berisi partikel-partikel akan diserap ke dalam sistem limfatik. Beberapa partikel bebas dapat juga masuk ke saluran limfatik. Partikel-partikel yang terlarut mungkin diserap lewat epitel ke dalam darah , Alveoli yaitu  area  utama terjadinya penyerapan  xenobiotika yang  berbentuk gas, seperti carbon monoksida, oksida nitrogen, belerang dioksida atau uap cairan, seperti bensen dan karbontetraklorida. Kemudahan penyerapan  ini berkaitan  dengan luasnya permukaan alveoli, cepatnya aliran darah, dan dekatnya darah dengan udara alveoli. Laju penyerapan  bergantung pada daya larut gas dalam darah. Semakin  mudah larut akan semakin cepat diserap  .


C. FASE TOKSOKINETIK 

Efek toksik muncul  bila  xenobiotik terserap   lalu  ditransfer bersama sistem peredaran darah menuju reseptor, hasil interaksi xenobiotik dengan reseptor akan  memicu  efek. Untuk mengakhiri efek yang muncul , oleh tubuh xenobiotik akan  dimetabolisme dan dieliminasi dari dalam tubuh. Proses penyerapan , sebaran , metabolisme dan  eliminasi (ADMe...  terangkum dalam fase toksokinetik. Toksokokinetik melibatkan proses invasi (masuknya xenobiotika ke tubuh), trasportasi  dan sebaran  (pergerakan xenobiotika di dalam tubuh), dan  proses eliminasi (proses  hilangnya xenobiotika dari dalam tubuh). Proses ini semua menentukan efikasi (kemampuan
xenobiotika memicu  efek), efektifitas dari xenobiotika, konsentrasi xenobiotika pada  reseptor, dan durasi dari efek farmakodinamiknya. sifat  farmakokinetik suatu  xenobiotika dipakai  oleh farmakolog, untuk  membuat obat  untuk memahami  faktor yang mendorong 
penyalahgunaan xenobiotika itu , dan  dijadikan dasar untuk mengetahui kapan dan  dalam bentuk apa xenobiotika itu  masih dapat dideteksi sesudah  selang waktu  pemakaian dan menginterpretasikan efek-efek xenobitika itu ,

1. penyerapan  (Proses Invasi) 
Semua proses transfer xenobiotik dari lingkungan menuju sistem peredaran darah  dirangkum kedalam proses invasi, proses ini juga dijelaskan  sebagai resorpsi. Xenobiotik  dapat teresorpsi   berada dalam bentuk terlarut atau terdispersi molekular. Laju 
resorpsi xenobiotik ditentukan oleh area  paparan (topikal, oral, inhalasi atau injeksi),  bentuk farmasetik xenobiotik (tablet, salep, sirop, aerosol, suspensi atau larutan), proses resorpsi, sifat fisikokimia xenobiotik dan konsentrasinya. Proses invasi dinamakan 
penyerapan , ditandai  masuknya xenobiotika dari area  kontak (paparan) menuju  sirkulasi sistemik tubuh. Laju penyerapan  xenobiotika ditentukan oleh sifat membran biologis dan  aliran kapiler darah area  kontak dan  sifat fisiko kimia dari xenobiotika itu sendiri. Pada 
pemakaian oral (contoh  sediaan dalam bentuk padat), maka terlebih dahulu kapsul atau tablet akan 
terdistegrasi, sehingga xenobiotika akan telarut di dalam cairan saluran pencernaan.  Xenobiotika yang terlarut ini akan terserap   secara normal dalam duodenal dari usus halus  dan transportasikan  t melalui pembuluh kapiler mesenterika menuju vena porta hepatika menuju  hati sebelum ke sirkulasi sistemik. Kelarutan xenobiotika akan   mempengaruhi laju 
penyerapan nya, bila  xenobiotika terlalu non polar, maka dia akan terlarut cukup kuat dalam  lapisan lipofil dari membran sel. juga bila  terlalu polar xenobiotika ini akan mudah  terlarut di dalam saluran cerna namun transportasi t melalui membran biologis akan terhambat ,Paparan xenobiotika (rute administrasi) dapat melalui oral, inhalasi, topikal, rektal,  atau vaginal. sedang  pemasukan xenobiotika langsung ke sirkulasi sistemik (injeksi),  bahwa xenobiotika tidak mengalami proses penyerapan . Rute pemaparan akan 
mempengaruhi onset dari aksi, durasi efek, intensitas dan qualitas efek dari xenobiotik. Pada  pemakaian intravenus  obat langsung  transportasikan   ke reseptor, rute pemakaian ini  tentunya akan berdampak  yang paling maksimum dan onset aksi yang singkat. Namun 
pemakaian intravena pada penyalahgunaan obat terlarang lebih banyak memicu  resiko  yang berbahanya, maka  pada masalah  ini pemakaian melalui inhalasi dan merokok  yaitu  alternatif yang lebih poluler dikalangan junkies. bila  drug dihisap melalui hidung  atau bersamaan dengan rokok, maka drug akan   cepat terserap   di alveoli paru- paru,
dan lalu   melalui pembuluh darah arteri dibawa ke otak. maka  efek akan lebih cepat muncul . Pemakaian   crack   (bentuk kokain yang dipakai  secara merokok) dengan  menghisap memicu  onset aksi yang   singkat, sehingga intesitas eforia akan  cepat tercapai. juga pada pemakaian  heroin secara inhalasi, efek euforia akan relatif  sama tercapainya dibandingkan dengan pemakaian secara intravena. Heroin biasanya dipakai  dengan cara menguapkan dan lalu  uap dihirup, 
dengan merokok, atau injeksi secara intravena. sesudah  heroin sampai di sirkulasi sistemik,  maka heroin   cepat menuju otak. sebab    cepatnya muncul nya efek pada 
pemakaian intravenus, maka rute pemakaian ini   digemari  . Namun  pemakaian  ini   berisiko ketimbang pemakaian secara inhalasi atau merokok, sebab  
sering ditemui muncul penyakit bawaan lain pada pemakaian injeksi, seperti infeksi HIV,  hepatitis ,
Pada paparan melalui oral bentuk farmasetik (tablet, kapsul,  ) akan terdispersi dan  melarut di dalam cairan saluran pencernaan. Bentuk terlarut melalui pembuluh kapiler pada  saluran pencernaan akan terserap  . penyerapan  ini sebagaian besar berlangsung di pembuluh  kapiler usus halus, lalu  melalui pembuluh kapiler mesenterika menuju vena porta 
hepatika menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik, dari sini akan tersebaran  ke seluruh  tubuh. 

2. sebaran  
sesudah  xenobiotik mencapai sistem peredahan darah, bersama darah akan tersebaran   ke seluruh tubuh. membagi sebaran  ke dalam konveksi (transportasi  xenobiotik  bersama peredaran darah) dan difusi (difusi xenobiotik di dalam sel atau jaringan). Transprot 
xenobiotik intra dan inter organ di dalam tubuh diprasaranai oleh sistem peredaran darah.  Difusi berperan perlu dalam transportasi t suatu xenobiotik diantara ekstra dan intra selular.  Difusi xenobiotik melalui membran biologi dapat berlangsung melalui berbagai proses difusi,  seperti: difusi pasif, difusi aktif (melalui sistem transportasi t tertentu,  carrier  , melalui 
pinocitosis, atau fagositosis) atau melalui poren. Laju difusi suatu xenobiotik    ditentukan oleh sifat fisikokimianya (lipofilik, ukuran melekul, derajat ionisasi, ikatan dengan  protein plasma). Sirkulasi sistemik   berperan dalam transportasi t xenobiotika 
antar organ dan jaringan di dalam tubuh. Sehingga laju peredaran darah di dalam organ atau  jaringan juga akan menentukan kecepatan sebaran  xenobiotika di dalam tubuh.  Organ tubuh seperti ginjal, hati, otak, paru-paru, jantung, lambung dan usus, yaitu   organ  yang memiliki laju aliran darah (perfusi) yang baik. sebab  laju aliran darah dalam  organ  ini   baik, maka xenobiotika akan   cepat tersebaran  homogen di  dalam organ itu , bila  dibandingkan pada organ  yang memiliki laju aliran darah  relatif lambat. Pada pemodelan farmakokinetik, tubuh dibagi menjadi berbagai ruang difusi  (kompartemen). Pembagian ruang ini hanya didasarkan pada laju sebaran  xenobiotika.  bahwa, pembagaian kompartimen ini hanya yaitu  langkah abstraksi  guna mempermudah pemahaman ruang sebaran  (difusi) xenobiotika di dalam tubuh. Model 
yang paling sederhana untuk memahami jalu difusi xenobiotika di dalam tubuh yaitu  model 
kompartimen tunggal. Pada model ini tubuh dipandang seperti satu ember besar, yang mana   difusi xenobiotika hanya ditentukan oleh daya konveksi di dalam ember. faktanya , agar xenobitika dapat transportasikan  dari saluran kapiler pembuluh darah 
menuju sel-sel pada jaringan tubuh, harus  melalui  membran biologis, yaitu membran yang menyelimuti  sel-sel di dalam tubuh.  Laju penetrasi xenobiotika melalui  membran biologis akan ditentukan oleh struktur .membran basal dan juga sifat lipofilitasnya. senyawa lipofil dapat menembus  membran biologis dengan baik, sedang  senyawa yang polar (larut air) harus  melalui   lubang  di membran biologis, yang dinamakan    poren  . Jumlah poren dalam 
membran biologis yaitu  terbatas, maka   senyawa lipofil  akan tersebaran  lebih cepat dibandingkan senyawa hidrofil. Difusi xenobiotika melalui  membran biologis dapat berlangsung melalui  proses, seperti: difusi pasif, difusi aktif,  melalui poren dan  jembatan intraseluler.  saat  xenobiotika mencapai pembuluh darah, maka bersama darah melalui sirkulasi 
sistemik siap untuk disebarkan  ke reseptor dan ke seluruh tubuh. Untuk memudahkan  memahami sejauh mana suatu xenobiotika tersebaran  di dalam tubuh, peneliti   farmakokinetik mengumpamakan bahwa xenobitika di dalam tubuh akan tersebaran  di 
dalam suatu ruang, yang memiliki beberapa  volume tertentu. Jadi kemampuan suatu  xenobiotika untuk tersebaran  di dalam tubuh dinyatakan sebagian parameter dinamakan   dengan volume sebaran .
ada  banyak faktor yang mempengaruhi proses sebaran  dari suatu xenobiotika,  yang mana  faktor itu  dapat digolongkan  menjadi dua, yaitu 

1. faktor biologis, meliputi laju aliran darah dari organ dan jaringan, sifat membran biologis  dan perbedaan pH antara plasma dan jaringan

2. faktor sifat molekul xenobiotika, meliputi ukuran molekul, ikatan antara protein plasma  dan protein jaringan, kelarutan dan sifat kimia Senyawa yang larut lemak akan lebih mudah tersebaran  ke seluruh jaringan tubuh,  sehingga   senyawa lipofil akan berpotensi volume sebaran  yang jauh lebih  besar dibandingkan  senyawa yang hidrofil. Tetra-hidro-canabinol (THc...  (zat halusinogen dari  tanaman ganja... yaitu    larut lemak
-- Laju aliran darah di organ dan jaringan,Sirkulasi sistemik   berperan dalam transportasi  xenobiotika 
antar organ dan jaringan di dalam tubuh. Sebelum mencapai kesetimbangan sebaran ,  sebaran  sebagian besar ditentukan oleh pasokan darah dari organ dan jaringan. Organ tubuh  seperti ginjal, hati, otak, paru- paru, jantung, lambung dan usus, yaitu  organ  yang 
memiliki laju aliran darah (perfusi) yang baik. Akibat aliran darah yang cepat dan maka  jangka waktu kontaknya yang   singkat dalam kapiler (sekitar 2 detik) maka  awalnya  xenobiotika akan tersebaran  dengan cepat pada organ atau jaringan dengan perfusi yang baik. Ini berarti organ atau jaringan yang berpotensi banyak kapiler darah pada  awal
-- Sifat membran biologis,Difusi berperan perlu dalam transportasi  suatu xenobiotika diantara ekstra dan intra 
selular. Xenobiotika agar dapat transportasikan  dari saluran kapiler pembuluh darah menuju  sel-sel pada jaringan tubuh, harus  melalui  membran biologis, yaitu membran yang menyelimuti  sel-sel di dalam tubuh. Secara keseluruhan luas permukaan kapiler tubuh (pasien   dewasa... diperkirakan berkisar antara 6000-8000 m2, dengan panjang keseluruhan diduga 
sekitar 95000 km. Di bagian luar kapiler-endotel ini diselimuti oleh membran basal yang    halus dan elastis. Struktur membran basal   dibedakan menjadi: 
---kapiler yang terbuka, tidak ada  hubungan antar sel-sel endotel, sehingga pada kapiler  ini ada  lubang-lubang yang besar, yang dilewati oleh plasma darah (contoh: hati)
---kapiler yang   tertutup (contoh: barier atau sawar darah otak = blood brain barrier) 
---kapiler yang berjendela (fenestrata), pada jendela ini terjadi pertukaran cairan yang   intensif, jarak jendela dalam kapiler ini yaitu  tidak beraturan (contoh: tubulus 
ginjal), 
Laju penetrasi xenobiotika melalui  membran biologis ditentukan oleh struktur  membran basal dan juga sifat lipofilitasnya. senyawa lipofil dapat menembus 
membran biologis dengan baik, sedang  senyawa yang polar (larut air) harus  melalui   lubang-lubang pada membran biologis, yang dinamakan    poren  . Jumlah poren dalam  membran biologis yaitu  terbatas,  bahwa senyawa lipofil  akan tersebaran  lebih cepat dibandingkan senyawa hidrofil.  Kapiler khusus yang memasok darah ke otak memiliki selaput yang terdiri dari sel  endotel yang rapat yang diartikan   sawar darah otak (blood brain barrier= BBb...  dan 
hanya senyawa lipofilik yang menyebar di dinding sel, atau molekul yaitu    substrat untuk sistem transportasi aktif yang ada, untuk mentransfer bahan endogen ke dalam  otak, biasanya bisa masuk SSP ,
 Ikatan protein
Faktor lain yang yang berpengaruh pada sebaran  yaitu  ikatan pada protein  terutama protein plasma, protein jaringan dan sel darah merah. Ikatan xenobiotika pada 
protein   relatif tidak khas. Sesuai dengan struktur kimia protein, ikatan  xenobiotika pada protein terlibat ikatan ion, ikatan jembatan hidrogen dan ikatan dipoldipol dan  interaksi hidrofob. Beragamnya mungkin  ikatan yang terlibat  memungkinkan berbagai xenobiotika yang terikat pada protein, maka   ikatan xenobiotika pada protein dikatakan tidak khas. Ikatan protein yaitu  bolak-balik   reversibel  . Ikatan tak bolak-balik   irreversibel   (contoh  ikatan kovalen), contoh  ikatan reaksi  sitostatika yang mengalkilasi protein, tidak termasuk ke dalam ikatan protein Albumin yaitu  protein plasma yang paling banyak terlibat pada pembentukan  ikatan pada protein plasma. Xenobiotika yang relatif lipofil, sedikit atau sedang  kelarutannya dalam air, beredar di dalam plasma terutama terikat pada protein.  Kekuatan ikatan pada protein ditentukan oleh tetapan afinitas xenobiotika pada  protein. Sejauh tetapan afinitas ini berbeda pada  berbagai protein tubuh (protein  plasma, protein jaringan,  ), maka akan mempengaruhi kesetimbangan sebaran  dari 
xenobiotika itu .   xenobiotika akan terikat lebih kuat pada protein dengan  tetapan afinitas yang lebih besar, sehingga kesetimbangan akan bergeser ke protein 
dengan tetapan afinitas yang lebih besar. Sebagai ilustrasi, bila   suatu xenobiotika  berpotensi tetapan afinitas yang besar dengan protein plasma dibandingkan dengan  protein jaringan, maka xenobiotika itu  akan lebih banyak berada dalam cairan 
plasma dibandingkan di jaringan. contoh: , karbonmonoksida terikat hampir  seluruhnya pada hemoglobin dan mioglobin sebab  afinitas yang tinggi terhadap heme, sehingga pola sebaran  dari karbonmonoksida sesuai dengan protein-protein 
itu . Beberapa turunan akridin tertimbun  dalam struktur jaringan basofil, terutama  ke dalam inti sel. Arsen trioksida berpotensi afinitas yang tinggi pada  jaringan yang  mengandung  keratin (kulit, kuku dan rambut), sebab  banyak berpotensi gugus sulfhidril  (-SH). 
Ikatan protein berpengaruh juga pada intensitas kerja, lama kerja toksik dan  eliminasi xenobiotika dari dalam tubuh.   xenobiotika yang terikat pada protein  akan susah melalui  membran sel, sehingga xenobiotika itu  akan sulit dieliminasi  (biotransformasi dan ekstresi) sebab  xenobiotika yang terikat tidak mampu menuju 
area  metabolisme (  di dalam sel hati) atau tidak dapat melalui  filtrasi  glumerulus di ginjal. Xenobiotika itu  akan berada di dalam cairan plasma dalam 
waktu yang lebih lama. ini  akan berpengaruh pada lama kerja toksiknya , Jumlah xenobiotika yang terikat pada protein juga ditentukan oleh konsentrasi 
protein plasma. Seperti pada kelainan hati atau ginjal sering  terjadi  penurunan kadar protein plasma, akibat penurunan sintesa protein. Pemakaian dosis yang 
sama, pada penderita hati atau ginjal,  meningkatkan konsentrasi obat bebas di dalam  darah, sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan potensi toksik. sebab  ketidak khasan ikatan xenobiotika pada protein, ditemui  kompetisi area  ikatan baik  antar xenobiotika maupun dengan senyawa endogen. Seperti pada bayi prematur bila    ditangani dengan kemoterapi tertentu, contoh  sulfonamida, muncul  kompetisi  antara obat dan bilirubin, yang  memicu  ikterus neonatorum.   bahwa terjadi kematian yang tinggi pada bayi prematur yang ditangani  dengan senyawa sulfonamida (ibarat:  sulfisosazol). Disamping itu presentase kernikterus di dalam kelompok ini mencolok tinggi akibat akumulasi bilirubin di  dalam sel otak. Disamping faktor di atas ikatan pada protein juga dipengaruhi oleh faktor lain, 
seperti sifat fisikokimia xenobiotika, pH cairan plasma, dan usia . contoh:  pada pH  plasma bersifat  asam (asidosis) bagian barbiturat yang terikat pada protein 
menurun. Pada bayi yang baru lahir berpotensi kemampuan ikatan protein yang lebih  rendah dibandingkan  ikatan protein pada kita  dewasa. Faktor besar molekul, kelarutan,  dan sifat kimia lainnya juga berpengarui pada laju transportasi  melintasi suatu membran 
3. Eliminasi 
Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum ke dalam eliminasi, yaitu proses hilangnya  xenobiotika dari dalam tubuh organisme. Eliminasi suatu xenobiotika dapat melalui reaksi  biotransformasi (metabolisme...  atau ekskresi xenobiotika melalui ginjal, empedu, saluran  pencernaan, dan jalur eksresi lainnya (kelenjar keringat, kelenjar mamae, kelenjar ludah, 
paru-paru). Jalur eliminasi yang  perlu yaitu  eliminasi melalui hati (reaksi  metabolisme...  dan eksresi melalui ginjal ,
a. Biotransformasi 
Xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem enzim tubuh,  sehingga senyawa itu  akan mengalami perubahan struktur kimia dan   dapat dieksresi dari dalam tubuh. Proses biokimia yang dialami oleh xenobiotika dinamakan  reaksi biotransformasi dinamakan  reaksi metabolisme. Biotransformasi  atau metabolisme   berlangsung di hati dan sebagian kecil di organ  lain  seperti: ginjal, paru-paru, saluran pencernaan, kelenjar mamae, otot, kulit atau di dalam  darah.   proses biotransformasi dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase I (reaksi 
fungsionalisasi) dan fase II (reaksi konjugasi). Dalam fase pertama ini xenobiotik akan  mengalami pemasukan gugus fungsi baru, pengubahan gugus fungsi yang ada atau reaksi  penguraian melalui reaksi oksidasi (dehalogenasi, dealkilasi, deaminasi, desulfurisasi,  pembentukan oksida, hidroksilasi, oksidasi alkohol dan oksidasi aldehida); reaksi reduksi 
(reduksi azo, reduksi nitro reduksi aldehid atau keton) dan hidrolisis (hidrolisis dari ester  amida). Pada fase II ini xenobiotik yang sudah  siap atau termetabolisme melalui fase I akan  terkopel (membentuk konjugat) atau melalui proses sintesis dengan senyawa endogen tubuh,  seperti: Konjugasi dengan asam glukuronida asam amino, asam sulfat, metilasi, alkilasi, dan 
pembentukan asam merkaptofurat. Enzim-enzim yang terlibat dalam biotransformasi pada   tidak khusus  pada  substrat. Enzim ini (seperti monooksigenase, glukuronidase...    terikat pada membran dari retikulum endoplasmik dan sebagian terlokalisasi juga pada mitokondria, disamping itu ada bentuk terikat sebagai enzim terlarut (seperti esterase,  amidase, sulfoterase... . Sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase I   ada  di 
dalam retikulum endoplasmik halus, sedang  sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase II  sebagian besar ditemukan di sitosol. Disamping memetabolisme xenobiotika, sistem enzim ini juga terlibat dalam reaksi biotransformasi senyawa endogen (seperti: hormon steroid,  biliribun, asam urat ). Selain organ  tubuh, bakteri flora usus juga dapat melakukan  reaksi metabolisme, khususnya reaksi reduksi dan hidrolisis Tidak bisa  dihindari, bahwa setiap harinya kita  akan terpapar oleh berbagai xenobiotika, baik secara 
sengaja maupun tidak disengaja untuk tujuan tertentu. Beberapa xenobiotika tidak  memicu  bahaya namun  sebagian besar lagi memicu   tanggapan  biologis, 
baik  menguntungkan atau merugikan bagi organisme itu . tanggapan  biologis itu   bergantung pada perubahan kimia yang dialami  xenobiotika di dalam tubuh  organisme. Perubahan biokimia yang terjadi dapat mengakhiri tanggapan  biologis atau mungkin 
terjadi pengaktifan.   reaksi biotransformasi merubah xenobiotika lipofil menjadi senyawa  yang lebih polar sehingga akan lebih mudah diekskresi dari dalam tubuh organinsme. sebab   sel   lebih lipofil dibandingkan  lingkungannya, maka senyawa lipofil cenderung  tertimbun  di dalam sel. Bioakumulasi xenobiotika di dalam sel pada tingkat yang  lebih tinggi yang memicu  keracunan sel (sitotoksik), namun melalui reaksi 
biotransformasi terjadi penurunan kepolaran xenobiotika sehingga akan lebih mudah  diekskresi dari dalam sel, maka  keracunan sel dapat dihindari. 
Hampir semua senyawa aktif biologis yaitu  senyawa organik yang bersifat lipofil, yang   sulit dieksresi melalui ginjal, bila  tanpa mengalami perubahan biokimia di dalam  tubuh. senyawa lipofil sesudah  terfiltrasi glumerulus biasanya  dapat  diserap   melalui tubuli ginjal menuju sistem peredaran darah. Ekskresi senyawa ini akan  berlangsung   lambat. bila  senyawa itu  tidak mengalami perubahan kimia,  mungkin  memicu  bahaya yang   serius. Senyawa lipofil ini akan tinggal  dalam waktu yang cukup lama di dalam tubuh, yaitu terdeposisi di jaringan lemak. intinya  senyawa yang hidrofil mudah  terekskresi melalui ginjal. 
Ekskresi ini yaitu  jalur utama eliminasi xenobiotika dari dalam tubuh, maka  oleh  tubuh sebagian besar senyawa lipofil terlebih dahulu dirubah menjadi senyawa yang  lebih bersifat hidrofil, agar dapat dibuang dari dalam tubuh.  mulanya  toksikolog berharap melalui berbagai proses reaksi biokimia tubuh akan  terjadi penurunan atau pengilangan toksisitas suatu toksikan, sehingga mulanya  reaksi  biokimia ini diartikan  dengan reaksi   detoksifikasi  . toksikolog kearah  bagaimana dan  berapa banyak sistem enzim yang terlibat pada proses detoksifikasi dan metabolisme dari suatu   endotoksik  . Endotoksik yaitu  senyawa toksik hasil samping dari proses biokimia 
normal tubuh dalam mempertahankan kelangsungan hidup. contoh:   enzim  oksidatif yang terlibat reaksi oksigenase selama metabolisme aerob pada detoksifikasi suatu  xenobiotik  memicu  depresi oksidatif dan kerusakan pada jaringan. pasien   
toksikolog seharusnya memiliki pengetahuan dasar dari suatu proses detoksifikasi guna  memahami,  potensi  toksisitas dari suatu senyawa. proses reaksi detoksifikasi atau metabolisme akan mengakhiri efek 
farmakologi dari xenobiotika (detoksifikasi atau inaktivasi). Namun faktanya   ada  beberapa xenobiotika, justru sesudah  mengalami reaksi metabolisme terjadi  peningkatan aktivitasnya (bioaktivasi), seperti bromobenzen melalui oksidasi membentuk  bentuk bromobenzen epoksid. Bromobenzen epoksid akan terikat secara kovalen pada 
makromlekul jaringan hati dan memicu  nekrosis hati. maka    istilah detoksifikasi kurang tepat dipakai .  lebih tepat memakai   istilah biotransformasi untuk menerangkan  reaksi biokimia yang dialami oleh xenobiotika di dalam tubuh.  Biotransformasi belangsung dalam dua tahap, yaitu reaksi fase I dan fase II. reaksi  pada fase I biasanya mengubah molekul xenobiotika menjadi metabolit yang lebih polar 
dengan menambahkan atau memfungsikan suatu kelompok fungsional (-OH, -NH2, -SH, -COOH), melibatkan reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Kalau metabolit fase I cukup  terpolarkan, maka ia mungkin nya akan mudah diekskresi. Namun, banyak produk reaksi  fase I tidak segera dieliminasi dan mengalami reaksi berikutnya dengan suatu subtrat 
endogen, seperti: asam glukuronida, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino ditempelkan  pada gugus polar tadi. maka  reaksi fase II dinamakan  juga reaksi pengkopelan atau reaksi  konjugasi ,Sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase I   ada  di dalam retikulum 
endoplasmik halus, sedang  sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase II sebagian besar  ditemukan di sitosol. Disamping memetabolisme xenobiotika, sistem enzim ini juga terlibat  dalam reaksi biotransformasi senyawa endogen (seperti: hormon steroid, biliribun, asam urat, 
 ). Selain organ  tubuh, bakteri flora usus juga dapat melakukan reaksi metabolisme,  khususnya reaksi reduksi dan hidrolisis. 
1.. Reaksi Fase I 
Reaksi fase I ini  dinamakan   reaksi fungsionalisasi, sebab melalui reaksi fase ini (oksidasi, reduksi atau hidrolisis) menghasilkan suatu gugus fungsi, yang lalu   pada fase  ke II akan terkonjugasi
a... Oksidasi biologis 
1--.Sistem Monooksigenase yang tergantung pada Sitokrom P450  Sitem monooksigenase yang tergantung pada sitokrom P450 yaitu  inti dari 
metabolisme dari kebanyakan xenobiotika. Reaksi monooksigenase ini berpotensi peranan  perlu dalam reaksi biotransformasi, sebab  sistem ini tidak hanya yaitu  sistem enzim dasar   primer   dalam metabolisme bagi berbagai xenobiotika, namun  juga sebagai langkah  fungsionalisasi awal bagi reaksi metabolisme lalu  . Sistem ini dikenal juga dengan nama
lainnya seperti: 
- sitem sitokrom P450 (cytochrome-P450=CYP-450)
- sistem monooksigenase yang bergantung pada sitokrom P450 ,- oksidasi fungsi-campur (mixed function oxidation=MFO),
Sekarang ini lebih banyak dipakai  sistem monooksigenase yaitu untuk menerangkan   bahwa sistem memasukkan satu atom oksigen ke dalam molekul xenobiotika   substrat  . 
(a... Reaksi oksidasi 
Reaksi oksidasi berpotensi peranan perlu pada biotransformasi, khususnya  reaksi-reaksi yang melibatkan sistem enzim oksidase, monooksigenase dan dioksigenase.  Oksidase mengoksidasi melalui masuknya oksigen (elektron). Melalui mono-oksigenase  akan dimasukkan satu atom oksigen ke dalam xenobiotika dan molekul oksigen yang 
lainnya akan direduksi menjadi air. Berbeda dengan dioksigenase, kedua atom oksigen  akan dimasukkan ke dalam xenobiotika. Sistem enzim yang yang mengkatalisis rekasi  oksigenase ini memerlukan sistem sitokrom P-450 dan NADPH-sitokrom P-450 reduktase, 
NADPH dan molekul oksigen. 
Oksidasi pada sitokrom P-450   berperan dalam 
biotransformasi xenobiotika. Sitokrom P-450 yaitu  hemoprotein dengan suatu ciri khas puncak penyerapan  dari bentuk terreduksi CO-kompleknya pada panjang gelombang 450 nm.  Enzim sitokrom P-450 terletak dalam retikulum endoplasmik dari beberapa jaringan. 
Sistem enzim yang mengkatalisis reaksi ini dinamakan  mikrosomal oksidasi fungsi  campur (MFO).
Substrat xenobiotika bereaksi dengan bentuk teroksidasi CYP-450Fe3+ membentuk  komplek enzim-subtrat. Sitokrom P-450 reduktase memperoleh  satu elektron dari  NADPH, yang  mereduksi komplek dari CYP-450Fe3+— xenobiotika. Bentuk reduksi 
dari komplek CYP-450Fe2+—xenobiotika bereaksi dengan molekul oksigen dan lalu   memperoleh  elektron yang ke dua dari NADPH, yang diperoleh dari flavoprotein  reduktase yang sama, membentuk spesies oksigen teraktivasi. Langkah terakhir satu atom 
oksigen terlepas sebagai H2O dan atom oksigen yang lain ditransfer ke dalam substrat dan  bentuk teroksidasi CYP-450-Fe3+ terregenerasi. 
Sistem enzim CYP-450 monooksigenase mengkatalisis reaksi seperti berikut:
(I: inaktivasi efek toksik, A: aktivasi efek toksik) : 
i. Hidroksilasi dari rantai karbon dan alkil: 
contoh:
I : Butan→ Butanol
Etilbenzol→ Fentilbenzol 
Tetrahidrokanabinol (THc... → 11-OH-THC 
A: Hexan→ 2,6-Hexandiol (→ Hexandion) 
ii. Hidroksilasi dari aromatik menjadi fenol 
I: Fenitoin → Hidroksifenition 
iii. Hidroksilasi alkilamin 
I: Imipramin → Desimipramin
Diazepam → Nordiazepam
Lidokain → Monoetilglisinsilidid
Cocain → Norcocain
A: Dimetilnitroamin→ Metilnitrosoamin 
iv. Hidroksilasi dari alkileter, alkiltiol 
I : Papaverin→ O-Desmetilpapaverin 
A : kodein → morfin
v. Epoksidasi dari alifatis atau aromatis rantai ganda 
I : Karbamazepin→ Karbamazepinepoksid
A:Trikloretilen→ [Trikloretilenepoksid]
Benzo(a)piren-7,8-dihidridiol→ Bezo(a)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksid 
vi. Deaminasi Oksidatif 
I : Amfetamin  fenilaseton
vii. Desulfurasi Oksidatif 
A: Paration→ Paraokson
viii. Dehalogenasi
I: Benzilklorid→ Benzaldehid
 Lindan→ Triklorfenol
ix. S-oksidatif membentuk sulfoksida dan sulfonat
I : Fenotiasin→ Solfoksid→ Sulfon
A: Temefos→ Temefos-S-oksid
x. N-oksidatif membentuk N-oksida atau Hidroksil-amin
I : Amitriptilin→ Amitriptilin-N-oksid
A: Naftilamin→ Naftilaminhidroksilamin

2...Flavinmonooksigenase
Disamping oksidatif yang dikatalisis oleh CYP-450 ada  juga reaksi oksidatif  yang tidak tergantung pada CYP-450, yaitu sistem enzim flavonmonooksigenase. Sistem  enzim ini merubah amin sekunder menjadi hidroksilamin dan amin tersier menjadi Noksida. 
3...Sistem enzim oksidatif lainnya
Sistem enzim oksidatif selain dua sistem di atas yaitu : 
-Alkoholdehidrogenase, khususnya mendehidrasi etanol menjadi aldehid. 
-Aldehid oksidase, merubah aldehid menjadi asam karboksilat 
-Monoaminoksidase, mengoksidasi amin-biogen (seperti: Catekolamin)
(b...  Reduksi
Dibandingkan dengan reaksi oksidasi, reaksi reduksi berpotensi peran minor dalam  biotransformasi. Gugus karbonil melalui alkoholdehidrogenase atau citoplasmik aldo-ketoreduktase direduksi menjadi alkohol. Pemutusan ikatan azo menjadi amin primer melalui  pembentukan hidrazo melibatkan banyak enzim-enzim, diantaranya: NAD PH-C YP-45 0 -
reduktase. Reduktif dehalogenasi   beperan perlu dalam detoksifikasi dari senyawasenyawa alifatis halogen (Cl, Br dan I), seperti: senyawa karbon tetraklorida atau halotan. 
(c...  Biohidrolisis 
Banyak xenobiotika yang mengandung ikatan jenis ester dapat dihidrolisis,  diantaranya ester, amid dan fosfat. Ester atau amida dihidrolisis oleh enzim yang sama,  namun pemutusan ester jauh lebih cepat dibandingkan  amida. Enzim-einzim ini berada di intradan juga ekstraselular, baik dalam keadaan terikat dengan mikrosomal maupun terlarut.  Enzim hidrolitik ada  juga di saluran pencernaan. Enzim-enzim ini akan 
menghidrolisis metabolit fase II (bentuk konjugat menjadi bentuk bebasnya). lalu    bentuk bebas ini dapat kembali terserap   menuju sistem peredaran darah. Proses ini dikenal  dengan siklus entero-hepatik. 
2) Reaksi fase II 
Reaksi fase II melibatkan beberapa jenis metabolit endogen yang mungkin  membentuk konjugat dengan xenobiotika atau metabolitnya. Pembentukan konjugat 
memerlukan adanya pusat-pusat reaktif dari substrat, biasanya gugus -OH, -NH2 dan -COOH. 
Reaksi-reaksi perlu pada fase II yaitu  kunjugasi dengan: asam glukuronat, sulfat, asam amino (khususnya glisin),oligopeptida dan ikatan dengan turunan asam merkapturat,  asam asetat,metilasi,
Hasil reaksi konjugasi bersifat   polar, sehingga   cepat tereksresi melalui  ginjal bersama urin dan atau melalui empedu menuju saluran cerna.   melalui  reaksi fase II, xenobitika atau metabolit fase I mengalami deaktivasi. beberapa metabolit fase II justru mengalami aktivasi, seperti morfin-6-glukuronida berpotensi aktivitas antianalgesik yang lebih poten dibandingkan  morfin. 
a... Glukuronidasi
Glukuronidasi yaitu  jenis konjugasi biasa  dan perlu. Glukuronidasi  dari gugus alkohol atau fenol yaitu  reaksi konjugasi yang paling sering pada reaksi fase 
II, disamping itu juga asam  karboksilat, senyawa sulfidril dan senyawa amin. 
b...  Konjugasi Sulfat
Reaksi ini dikatalisis oleh sulfotranferase, yang diketemukan dalam fraksi sitosolik  jaringan hati, ginjal dan usus. Koenzimnya yaitu  PAPS (3’- fosfoadenosin-5’-fosfosulfat).  Konjugasi ini yaitu  untuk gugus fungsional: fenol, alkohol alifatik dan amin aromatik.  Konjugasi sulfat biasanya sebagian besar pada  senyawa endogen dan relatif jarang dengan xenobiotika. 
c...  Konjugasi dengan Asam amino (glisin)
Konjugasi ini dikatalisis oleh konjugat asam amino dan koenzim-A. Asam karboksilat,  asam arilasetat dan asam akrilat yang mengalami substitusi aril dapat membentuk  konjugat dengan asam amino, terutama glisin. 
d...  Ikatan dengan turunan asam merkaptofurat (konjugasi glutation) Reaksi konjugasi ini berlangsung dalam beberapa tingkat, sebagian belangsung  secara spontan dan juga dikatalisis oleh glutation-S-transferase. mulanya  terbentuk  konjugat glutation-substrat lalu  mengalami pemecahan enzimatik dari kedua asam  amino. Melalui asetilasi dari sistein membentuk produk akhir berupa turunan Nasetilsistein (asam merkaptofurat) yang mudah diekskresi. Glutation dapat berkonjugasi  dengan epoksid yang terbentuk akibat oksidasi dari halogen aromatik. Epoksida ini bersifat   elektrofilik yang   reaktif. Metabolit ini dapat bereaksi dengan unsur-unsur .sel dan memicu  kematian sel atau pembentukan tumor. Konjugasi glutation akan  berikatan dengan metabolit elektrofilik, maka  akan mencegah metabolit ini  berikatan dengan sel. maka  konjugasi glutation   berperanan perlu 
dalam pencegahan tembentukan tumor (sel kanker). juga  glutation dapat  berkonjugasi dengan senyawa alifatik tak jenuh dan menggantikan gugus nitro dalam 
suatu senyawa kimia. 
e...  Asetilasi
Xenobiotika yang memiliki gugus amin aromatik, yang tidak dapat dimetabolisme  secara oksidatif, biasanya akan diasetilisasi dengan bantuan enzim N-asetil transferase dan asetil koenzim A. Asetilasi yaitu  fransfer gugus asetil ke amin aromatik primer, 
hidrazin, hidrazid, sulfoamid dan gugus amin alifatik primer tertentu.   bahwa ada  dua kelompok isoenzim N-asetil  transferase (NAT1 dan NAT2). Genotip isoenzim NAT2 memiliki sifat polimorfisme,  sehingga memicu  perbedaan laju asetilasi (asetilasi cepat dan lambat). ini  bermakna  toksikologis perlu pada populasi tertentu pada  laju eliminasi  dari substratnya, seperti: isoniazid, hidralazin, atau prokainamid. 
f...  Metilasi
Di dalam biotransformasi, reaksi metilasi relatif   jarang, sebab  UDPGA  tersidia lebih luas sehingga lebih mudah terbentuk glukuronid. Reaksi ini dikatalisis oleh 
metiltransferase. Koenzimnya yaitu  SAM (S-adenosinmetionin). Contoh N-metilasi  (noradrenalin, nicotinamid, metadon) ,

faktor yang mempengaruhi metabolisme xenobiotika.Genetik, lingkungan dan psikologi yaitu  faktor- faktor yang mempengaruhi reaksi  biotransformasi (metabolisme... . Faktor penting  yaitu  genetik yang menentukan  polimorfisme dalam oksidasi dan konjugasi dari xenobiotika, pemakaian dengan obat  secara bersamaan, paparan polutan atau bahan kimia lain dari lingkungan, keadaan  kesehatan 
dan usia . faktor ini  bertanggungjawab pada  penurunan efisiensi  biotransformasi, perpanjangan efek farmakologi dan peningkatan toksisitas.  Induksi enzim, banyak xenobitika dapat meningkatkan sintesa sistem enzim metabolisme  (induksi), induksi sistem enzim tertentu dapat meningkatkan laju biotransformasi senyawa  tertentu. Contoh xenobiotika yang bersifat inkduksi enzim yaitu  fenobarbital. Fenobarbital 
dapat meningkatkan jumlah CYP450 dan NADPH-sitokromc reduktase.  Inhibisi enzim, penghambantan sistem enzim biotransformasi akan memicu  
perpanjangan efek farmakologi dan meningkatnya efek toksik. Inhibisi sistem enzim CYP2D6  oleh quinidin, menekan metabolime spartain, debrisoquin atau kodein.
bahwa variabilitas genetik berperan  pada reaksi metabolisme. Perbedaan variabilitas  ini dipicu   oleh genotipe dari masing- masing sel, sehingga memicu   kekurangan atau kelebihan suatu sistem enzim. faktanya  perbedaan aktivitas metabolisme ditentukan oleh fenotipe, yang tergantung pada genotipe dan satuan dari  ekspresinya.  Perbedaan fenotipe ini memicu  penggolongan  personal  ke dalam  populasi pematabolit cepat   extensive metabolizer   dan pemetabolit lambat   poor  metabolizer  .  penekanan metabolisme melalui pengendalian  laju 
polimorfisasi dari enzim memicu   peningkatnya efek samping (efek toksik) pada pemetabolit lambat.
contoh:  faktor genetik yaitu  cacat pada system enzim glukuse-6-fosfatdihidrogenase, ini  dipicu  oleh kerusakan genetik dari X- kromosomal. contoh 
yaitu  polimorfismus dari sistem enzim CYP2D6 yang lebih dinamakan  polimorfismus spartain atau debrisoquin, polimorfismus sistem enzim CYP2C19 (polimorfismus mefenitoin  dan polimorfismus N-asetil-transferase... . Hampir 10% dari pasien  eropa memiliki gangguan  dalam polimorfismus sistem enzim CYP2D6, yang memicu  lambatnya metabolisme dari  spartain, debrisoquin, kodein.  Penyakit Hati yaitu  organ utama yang bertanggungjawab pada reaksi biotransfromasi. 
Penyakit hepatitis akut atau kronis, sirosis hati dan nekrosis hati secara menonjol    menurunkan laju metabolisme xenobiotika. Pada sakit hati terjadi penurunan sintesa sistem  enzim dan penurunan laju aliran darah melalui hati. Senyawa yang memiliki clearance hati (eliminasi persatuan volume...  yang tinggi, penurunan laju aliran darah di hati secara menonjol  
 menurunkan laju metabolismenya. sedang  senyawa dengan clearance hati  rendah, penurunan laju metabolisme pada masalah  ini lebih ditentukan oleh penurunan aktivitas enzim metabolisme.  usia , pada bayi diketahui :  sistem enzim biotranformasi belum sempurna terbentuk. Pada bayi yang baru lahir (fetus) sistem enzim-enzim, yang penting  (seperti: 
CYP-450, glukoronil-trensferase dan acetil-transferase...  belum berkembang sempurna . Pada tahun pertama sistem enzim ini berkembang lebih sempurna, dan pada tahun ke lima  fungsi sistem enzim biotransformasi sudah  mendekati sempurna seperti pada pasien  dewasa.  Namun pada pasien  lanjut usia terjadi degradasi fungsi organ, ini  juga memicu  penurunan laju metabolisme.
3) Ekskresi 
sesudah  diserap   dan disebarkan  di dalam tubuh, xenobiotika atau xenobiotik dapat  dikeluarkan dengan capat atau perlahan. Xenobiotika dikeluarkan baik dalam bentuk asalnya  maupun sebagai metabolitnya. Jalur ekskresi utama yaitu  melalui ginjal bersama urin, namun   hati dan paru-paru juga yaitu  alat ekskresi perlu bagi xenobiotik tertentu.  ada juga jalur ekskresi lain yang kurang perlu seperti, kelenjar keringat, kelenjar ludah, dan kelenjar mamae.Ekskresi urin. Ginjal   berperan dalam mengekskresi baik senyawa  eksogen (xenobiotika... maupun seyawa endogen, yang   tidak diperlukan lagi  oleh tubuh. Proses utama ekskresi renal dari xenobiotika yaitu : filtrasi glumerulus, sekresi 
aktif tubular, dan resorpsi pasif tubular. Pada filtrasi glumerular, ukuran melekul berperan . molekul  dengan diameter yang lebih besar dari 70 Ã… atau dengan 
berat lebih besar dari 50 kilo Dalton (k Da... tidak dapat melalui  filtrasi glumerular. sebab  itu hanya senyawa dengan ukuran dan berat lebih kecil dapat terekskresi. Xenobiotika yang terikat dengan protein plasma tentunya tidak dapat terekskresi melalui ginjal. Resorpsi  pasif tubular ditentukan oleh gradien konsentrasi xenobitika antara urin dan plasma di dalam 
pembuluh tubuli. Berbeda dengan resorpsi tubular, sekresi tubular melibatkan proses  transportasi  aktif. Suatu xenobiotik dapat juga dikeluarkan lewat tubulus ke dalam urin dengan  difusi pasif. Ekskresi empedu. Hati juga yaitu  alat tubuh yang perlu untuk ekskresi xenobiotika,  terutama untuk senyawa dengan polaritas yang tinggi (anion dan kation), konjugat  yang terikat pada protein plasma, dan senyawa dengan berat molekul lebih besar dari 300 , begitu senyawa itu  ada  dalam empedu, mereka tidak akan diserap  kembali ke dalam darah dan dikeluarkan lewat feses. Namun ada  pengecualian konjugat  glukuronida, yang mana  konjugat ini oleh mikroflora usus dapat dipecah menjadi bentuk  bebasnya dan lalu    diserap kembali menuju sistem sirkulasi sistemik.   perlunya ekskresi empedu sudah  ditunjukkan oleh ujicoba  yang mana  toksisitas  dietilstibestrol meningkat 130 kali pada tikus  yang saluran empedunya diikat. Ekskresi paru-paru. Zat yang pada suhu badan berbentuk gas terutama diekskresikan lewat  paru-paru. Cairan yang mudah menguap juga mudah keluar lewat udara ekspirasi. Cairan yang   mudah larut lemak seperti kloroform dan halotan mungkin diekskresikan    lambat, sebab   tertimbun dalam jaringan lemak dan sebab  keterbatasan volume  ventilasi. Ekskresi xenobiotika melalui paru-paru terjadi secara difusi sederhana lewat 
membran sel. Jalur lain. Jalur ekskresi ini   berpotensi    kecil dibandingkan  jalur utama di atas, jalur-jalur ekskresi ini seperti, ekskresi cairan bersama feses, ekskresi  xenobiotik melalui kelenjar mamae (air susu ibu, ASI), keringat, dan air liur. Jalur ekskresi lewat 
kelenjar mamae menjadi   perlu saat  kehadiran zat-zat racun dalam ASI akan  terbawa oleh ibu kepada bayinya atau dari susu sapi ke kita . sebab  air susu bersifat agak  asam, maka senyawa basa akan mencapai kadar yang lebih tinggi dalam susu dibandingkan  dalam 
plasma, dan sebaliknya untuk senyawa yang bersifat asam. Senyawa lipofilik, contoh nya DDT  dan PCB juga mencapai kadar yang lebih tinggi dalam susu sebab  kandungan lemaknya dalam  susu yang relatif tinggi ,
Penimbunan xenobiotik
Sifat dan intensitas efek suatu xenobiotik di dalam tubuh bergantung pada kadar nya  di area  kerjanya.   konsentrasi xenobiotik di area  organ sasaran yaitu  
fungsi kadar xenobiotik di dalam darah (plasma). Namun, ditemui  kadar xenobiotik di  organ sasaran tidak selalu sama dengan kadarnya dalam darah. bila   terjadi ikatan yang  kuat antara jaringan dengan xenobiotik, maka konsentrasi xenobiotik pada jaringan itu    lebih tinggi bila  dibandingkan dengan di darah.
Jaringan lemak yaitu  depot penyimpanan bagi senyawa yang larut lemak. DDT  yaitu  salah satu xenobiotik yang bersifat   lipofil, dia akan terikat kuat   terdeposisi  ,  sehingga jaringan lemak yaitu  depo. Ini berarti konsentrasi di jaringan akan lebih tinggi 
dibandingkan  di darah, lalu   senyawa itu  akan terlepas secara perlahan-lahan.  Penetapan konsentrasi xenobiotik di darah   lebih mudah diukur dibandingkan di  jaringan, terutama pada jangka waktu tertentu, maka  konsentrasi di darah   plasma    yang  dipakai  dalam penelitian toksokinetik.  Hati dan ginjal memiliki kapasitas lebih tinggi untuk mengikat zat-zat kimia, antara lain  sebab  adanya protein khusus metalotiotenin. Protein ini mengikat logam  seperti  cadmium dan timbal, sehingga kadarnya akan tinggi pada organ hati dan ginjal. Tulang yaitu  area  timbunan utama untuk fluorida, timbal dan stronsium. 
Penimbunan ini terjadi dengan cara penjerapan silang antara toksikan dengan cairan  interstisial dan kristal hidroksiapatit dalam mineral tulang. sebab  ukuran dan muatan yang sama, ion Fluoride (F-) dengan mudah menggantikan ion hidroksil (OH-), dan kalsium 
digantikan oleh timbal atau stronsium. Zat-zat yang ditimbun ini akan dilepaskan lewat  pertukaran ion dan dengan pelarutan kristal tulang lewat aktivitas osteoklastik , bagaimana  senyawa  xenobiotik mempengaruhi tubuh. bila  senyawa itu  bersifat toksik, maka fase  toksodinamik yaitu  proses saat  senyawa itu  mempengaruhi tubuh hingga  memicu  efek toksik. Efek toksik   bervariasi dalam sifat, organ sasaran,  gejalanya.  toksodinamika ini  untuk menilai bahaya suatu racun  bagi kesehatan,  meneliti  usaha  pencegahan dan terapi. Semua efek toksik terjadi sebab  interaksi biokimiawi antara toksikan dan atau 
metabolitnya dengan struktur sasaran yaitu reseptor tertentu dalam tubuh. Struktur ini   bersifat khusus  dan nonkhusus . Reseptor non khusus  seperti jaringan tubuh yang berkontak  langsung dengan bahan korosif. sedang  reseptor khusus  contoh nya struktur seluler 
reseptor morfin.
Mekanisme Kerja Toksik
Mekanisme kerja toksik yaitu   interaksi antara molekul xenobiotik dengan area  kerja atau reseptor.Organ target dan area  kerja tidak selalu sama, contoh: : suatu zat kimia toksik  yang bekerja pada sel ganglion pada sistem saraf pusat juga memicu   efek kejang pada otot seran lintang. Konsentrasi zat toksik menentukan kekuatan efek biologi yang dimunculkan .   dapat ditemukan konsentrasizat kimia toksik yang cukup tinggidalam hepar (hati) dan ren (ginjal) sebab  pada kedua organ itu  zat toksik dimetabolisme dan diekskresi.  sedang  efek toksik yaitu  hasil  proses, hingga adanya perubahan  fungsional yang dipicu  interaksi bolak-balik (reversible...  antara zat asing (xenobiotik) dengan substrat biologi. Pengaruh toksik dapat hilang bila  zat asing itu  dikeluarkan dari
dalam plasma.
Mekanisme kerja toksik digolongkan  ,antaralain : 
1. Interaksi dengan system enzim
faktanya  kebanyakan proses biokimiawi di dalam tubuh organisme berlangsung melalui perantara enzim atau kebanyakan kerja biologi dipicu  oleh.interaksi dengan enzim. Interaksi xenobiotika dengan enzim yang mungkin dapat menghambat atau justru mengaktifkan kerja enzim.
a. Inhibisi (hambatan) enzim tak bolak-balik (irreversible...  Contoh klasik interaksi yang tak bolak-balik yaitu  inhibisi asetilkolinaesterase oleh 
organofosfat, contohnya paration. Golongan asam fosfat membentuk ikatan kovalen dengan 
asetilkolinaesterase dan area  pada area    asetilkolina dihidrolisis pada  permukaan enzim, artinya pada pusat aktif enzim. akibat inhibisi enzim  asetilkolinaesterase, asetilkolina yang biasanya cepat dimetabolisme meningkat jumlahnya di  sinaps kolinergik, penghubung antara ujung saraf dan sel saraf. Suatu inhibisi enzim ini dapat  memicu  blokade fungsi saraf.
Eliminasi yang cepat dari asetilkolin yang dibebaskan selama penghantaran impuls saraf .yaitu  perlu agar sistem saraf berfungsi normal. Pada setiap impuls, asetilkolina harus .dieliminasi sebelum suatu impuls berikutnya dihantarkan. Maka untuk itu diperlukan setilkolin esterase yang berperan pada membran postsinaptik dan bertugas memutuskan ikatan asetil
dan kolinnya.Senyawa fosfat organik   larut baik dalam lemak, sehingga mudah  .diserap   melalui kulit dan relatif mudah transportasikan   melalui  sawar darah otak menuju .reseptornya di otak. sehingga muncul gangguan sistem saraf pusat dan perifer. Sampai 
batas tertentu, kerja blokade fungsi saraf ini dapat dilawan oleh antagonis asetilkolin dengan 
nitrogen tersier, contoh nya atropina, yang juga bekerja pada sistem saraf pusat.

b. Inhibisi enzim secara reversibel 
Senyawa dinamakan  antimetabolit   memicu  inhibisi enzim secara  bolak-balik. Senyawa ini secara kimia mirip dengan substrat normal enzim, sehingga  
berikatan dengan enzim walau  bukan pada area  ikatan yang sebetulnya . Untuk  berikatan dengan pusat enzim terjadi persaingan (kompetisi) antara antimetabolit dengan  substrat normal. contoh  dinamakan zat penghambat enzim yaitu   antagonis asam folat (contohnya metotreksat), yang dipakai  sebagai sitostatika pada  pengobatan penyakit kanker. Anti metabolit asam folat menghambat sistem enzim yang 
perlu untuk sintesis asam amino dan turunan purin dan  pirimidin. Perbanyakan sel  dihambat melalui kerja ini. 

c. Pemutusan reaksi biokimia 
Pada proses oksidasi secara biokimia, energi yang dibebaskan   disimpan  dalam bentuk fosfat berenergi tinggi, contoh nya yaitu  ATP (adenosintrifosfat). 
Energi yang tersimpan dalam senyawa ini lalu   dapat dipakai  untuk semua .proses biokimia yang memerlukan energi, contohnya untuk berbagai proses sintesis atau  proses kimia- mekanik pada kontraksi otot.  Pada oksidasi asam asetat dalam siklus sitrat dan pada rantai pernapasan,  dipakai  energi yang dibebaskan untuk mengubah fosfat anroganik menjadi fosfat  organik berenergi tinggi. Xenobiotika yang sesuai untuk reaksi pemutusan dan menggangu ,
sintesis asam fosfat berenergi tinggi, akan memicu  terbuangnya energi sebagai  panas dan tidak dapat tersimpan. sehingga  xenobiotik ini dapat  memicu  demam.     intensitas proses oksidasi dalam organisme akan naik  sesuai dengan transformasi xenobiotik untuk proses ini, bersamaan dengan proses  itu  kebutuhan oksigen akan meningkat. 

d. Sintesa zat mematikan 
    xenobiotika berpotensi struktur ruang yang hampir mirip dengan  substrat, sehingga dapat berikatan dengan enzim dan terambil dalam satu tahap atau lebih 
dalam siklus reaksi biokimia, dan dengan jalan ini diubah menjadi produk yang tidak  normal, tidak berfungsi, yaitu produk toksik. .Produk yang terbentuk   yaitu  inhibitor enzim untuk salah satu  tahap berikutnya pada siklus reaksi biokimia. contoh:  yang bekerja dengan cara ini  yaitu  asam fluoroasetat dan turunannya. Asam fluoroasetat menempati area  asam 
asetat pada siklus asam sitrat dan maka  bukan asam sitrat yang terbentuk  melainkan asam floursitrat, yaitu   inhibitor enzim akonitase, yaitu suatu enzim 
yang mengkatalisis pembentukan asam sitrat menjadi asam isositrat. Siklus asam sitrat .perlu untuk produksi energi, dengan terbentuknya asam fluorositrat akan meninhibisi  siklus ini. bila  terbentuk asam fluorasetat yang lebih toksik sebagai produk akhir, diartikan 
sebagai sintesis zat mematikan. 

e. Pengikatan ion logam yang perlu untuk kerja enzim 
Ion logam tertentu bekerja sebagai kofaktor dan yaitu  bagian perlu dari  enzim. Molekul logam dari pofirin, seperti Fe-protoporfirin IX. yaitu  suatu mulekul multi 
fungsi pada sistem biologi, bila  berikatan dengan protein. Molekul porfirin  .membentuk kompleks khelat dengan logam Fe, Mg, Cu, Zn, Sn, Cd, Co, dan Ag. Khelat 
porfirin dengan Fe atau Mg, ada  paling banyak di alam. Kompleks Fe- protoporfirin  yaitu  inti dari sitikrom dan hemoglobin, kompleks logam protein ini berperan 
 bagi organisme hidup, yaitu pembawa oksigen menuju sel (fungsi dari .hemoglobin) dan pengkatalis reaksi oksidasi-reduksi dan pada proses transfer elektron 
(fungsi dari sitokrom) dalam berbagai reaksi metabolisme xenobiotika.  Suatu efek toksik  muncul  akibat pengambilan ion logam perlu untuk  aktivitas pada suatu substrat biologi melalui pembentukan khelat tertentu, seperti  ditiokarbamat. Pengambilan ion Fe dari kompleks Fe- portoporfirin akan menghilangkan 
fungsi utamanya..Inhibisi penghantaran elektron dalam rantai pernafasan ion besi sebagai inti dari  sitokrom, yaitu  enzim yang berperan perlu dalam rantai pernafasan. transportasi  .elektron dalam siklus pernapasan melalui berubahan muatan dari ion besi. Inhibisi oleh asam sianida   HCN   pada enzim akan menghilangkan fungsi reduksi-oksidasinya. 
maka  racun HCN menghambat pernafasan aerob, yaitu proses pertukaran elektron  yang melibatkan oksigen. Keracunan  ini  membahayakan jiwa. Hidrogen 
sulfida (H2S), berpotensi mekanisme kerja yang   mirip dengan HCN dan yaitu   gas yang toksik.

2. Inhibisi pada transportasi  oksigen sebab  gangguan hemoglobin .Hemoglobin yaitu  pengangkut oksigen. Hemoglobin mengandung dua rantai α  dan dua rantai ß, dan  4 gugus heme, yang masing- masing berikatan dengan rantai   polipeptida. Masing-masing gugus heme dapat mengikat satu molekul oksigen secara 
bolak-balik. Sebagian besar hemoglobin ada  di dalam sel darah merah   eritrosit  .  Gangguan pada hemoglobin dan sel darah merah akan menggagu transportasi  oksigen bagi  organisme itu , yang pada akhirnya memicu  efek yang tidak dinginkan. 
gangguan ini mungkin melalui:  Keracunan karbon monoksida   CO  . Karbon monoksida berpotensi area  ikatan yang sama  dengan oksigen pada heme. Kompleks hemoglobin dengan karbon monoksida dinamakan   karboksi hemoglobin (Hb-CO). Kompleks ini menandakan  kecendrungan ikatan yang lebih kuat 
dibandingkan  ikatan oksigen pada heme. Pengikatan CO pada heme menurunkan bahkan  meniadakan kemampuan eritrosit untuk mentransportasi  oksigen. Keracunan CO dapat  memicu  perasaan pusing, gelisah sampai kematian.  Pembentukan methemoglobin dan sulfhemo-globin. Methemoglobin yaitu  suatu hasil 
oksidasi hemoglobin yang tidak  mampu  lagi untuk mengangkut oksigen.  Banyak zat, seperti amina aromatik atau senyawa nitro aromatik yang dalam organisme  direduksi menjadi amina aromatik, sulfonamida, asetanilid, asam aminosalisilat, 
nitrofurantion, primakuina, kinina atau nitrit, memicu  pembentukan methemoglobin  dari hemoglobin. bila  methemoglobin terbentuk dalam jumlah sedikit maka di dalam eristrosit  dapat direduksi kembali menjadi hemoglobin. namun  bila  jumlah methemoglobin naik sampai  jumlah tertentu, kemampuan regenerasi eristrosit tidak akan cukup dan maka   kemampuan darah untuk mentransportasi  oksigen akan berkurang .Disamping methemoglobin, juga ada dinamakan  sulfhemoglobin, yang dengan  methemoglobin menandakan  kesamaan tertentu dan tidak berpotensi kemampuan untuk  mengangkut oksigen. Pembentukan sulfhemoglobin terjadi bila  senyawa yang mengandung 
sulfur (contoh sulfonamida... dan zat pembentuk methemoglibin (contoh asetanilid atau  turunannya... bersama-sama dipakai . 
3. Interaksi dengan fungsi sel umum 
a. Kerja narkose
Kerja atau efek narkose (membius) dimiliki oleh senyawa, seperti eter, siklopropana  dan halotan. Senyawa ini   bersifat lipofil kuat, sehingga akan terjadi penimbunan  dalam membran sel. Efek narkose dari senyawa itu    tidak selektif. Penimbunan senyawa ini pada membran sel sampai pada batas tertentu,   menghambat  transportasi  oksigen dan zat makanan, contoh nya glukosa. Pada sel tertentu yang   peka 
dengan penurunan oksigen atau kadar glukosa darah akan   peka pada  anastetika  umum ini, sel seperti ini seperti sel saraf pusat. .Zat anastetika  yang dipakai  secara klinik dalam konsentrasi rendah sudah 
menekan fungsi kesadaran. Sebaliknya fungsi pusat yang perlu untuk kehidupan yang  mengatur pernapasan dan kerja jantung, baru dihambat pada konsentrasi tinggi. Maka  anestetika  dianggap nisbi aman. Pada pemakaian non klinis hidrokarbon dan pelarut  organik lainnya, jarak antara konsentrasi nisbi   kecil. sebab  itu kerja zat seperti ini  pada  saraf pusat relatif berbahaya.
b. Pengaruh pengantaran rangsangan neurohormonal
Kerja sebagian besar obat mempengaruhi sinaps pada penghantaran rangsang dari sel  saraf yang satu ke sel saraf yang lainnya atau mempengaruhi ujung saraf sel efektor. Senyawa alkaloid tanaman yang berpotensi efek seperti di atas yaitu  alkaloid kurare, nikotin, dan 
atropin. Alkaloid kurare menginhibisi reseptor kolinergik pada plat akhir (end plate...  motoris   lalu  dapat dipakai  sebagai pengendor otot (relaksan otot). Atropin memblok  reseptor kolinergik pada postganglion parasimpatik. sedang  nikotina bekerja pada  hantaran kolinergik pada sinaps ganglion.  Banyak senyawa yang mempengaruhi penghantaran neurohormonal tidak hanya  bekerja pada sistem saraf otonom seperti obat andrenergik, anti adrenergik obat kolinergik  dan antikolinergik melainkan juga berbagai jenis psikofarmaka. Antidipresan trisiklik  (imipramina dan sebagainya... mempengaruhi penghantaran rangsang pada sinaps adrenergik,  senyawa ini menghambat pengambilan kembali penghantar pada ujung saraf .prasinaptik. Disamping obat ini, banyak toksin yang bekerja mempengaruhi penghantaran  rangsang salah satunya toksin botulinum bekerja menghambat pembebasan asetilkolina pada  pelat akhir  motorik dan maka  memicu  paralisis.  Berbagai halusinogen, contohnya meskalin, yang diisolasi dari bebagai jenis kaktus  Meksiko, dan LSD (asam lisergat dietilamid...  yaitu suatu turunan alkaloid Secale cornutum, 
menggangu penghantaran rangsang pada bagian tertentu sistem saraf pusat. Beberapa  stimulan lemah seperti arekolina, alkaloid dari buah pinang, atau norpseudoefedrina dari  Catha edulis mempengaruhi juga hantaran impuls sentral.

4. Gangguan Sintesis DNA-RNA
Kerja toksik racun dipicu   oleh gangguan pada pengaturan proses sintesis  DNA dan RNA. Gangguan ini muncul pada penggandaan DNA selama pembelahan  sel, transkripsi informasi DNA kepada RNA, transfer  informasi melalui RNA pada  sintesis protein, sintesis bangunan dasar protein dan asam nukleat, biasanya melalui penghambatan pada sintesis enzim yang berperan dan  atau melalui sintesa zat  mematikan, proses pengaturan yang menentukan pola aktivitas sel,Kerja karsinogenik, yaitu zat kimia yang memicu  kanker pada waktu yang lama. Kerja sitostatika, yaitu penghambatan pembelahan sel yang  mempengaruhi  pertumbuhan jaringan pada perbanyakan sel. Contoh: obat tumor ganas.
 Kerja mutagenik, yaitu zat kimia yang bekerja mengubah sifat genetika sel.

5. Kerja Teratogenik 
keadaan  tidaknormal  yang terjadi pada janin yang muncul  selama fase pertumbuhan   embrio (fetus) atau  diartikan dengan pembentukan cacat bawaan. Efek yang terjadi  yaitu  janin terlahir dengan pertumbuhan organ tubuh yang tidak lengkap. Jenis kerusakan 
tidak hanya tergantung dari zat pemicu  namun  juga tergantung pada fase pertumbuhan   embrio, area  zat teratogenik bekerja. Contoh masalah : alkohol yang di konsumsi oleh wanita  hamil, memicu   kelainan jantung; terjadi craniofacial tidaknormal ities (kelainan pada  tengkorak dan wajah), yaitu a.l: microcephaly, small eyes, dan flat midface; retardasi pada 
pertumbuhan; dan kelainan pembentukan tulang. juga  juga memicu    retardasi mental, lemah otot, kelainan bicara, dan kelainan pada pendengaran. 

6. Gangguan sistem imun 
Fungsi dari sistem imun yaitu  melindungi tubuh dari organisme asing (virus, bakteri, .jamur), sel asing (neoplasma), dan zat asing lain. Adanya sistem imun ini yaitu  dapat diperlihatkan pada efek imunodefisiensi, yang mana  kecenderungan  terjadinya infeksi dan tumor lebih mudah terjadi. Suatu zat atau senyawa toksik yang  mengganggu sistem imum yaitu  Imunotoksikan. 

Ada 3 (tiga... macam Imunotoksikan: 

a. Imunostimulan 
Imuno stimulan (peningkatan sistem imun) memicu   reaksi hipersensitive  .atau alergi. Reaksi alergi tergantung pada kepekaan pada  suatu zat tertentu yang terjadi  akibat kontak atau pemakaian berulang yang memicu  pembentukan antibodi yang  khas pada  zat asing (antigen). Jadi alergi didasarkan pada suatu bentuk tertentu reaksi  antigen–antibodi. Suatu zat yang memicu  alergi dinamakan allergen. Alergen 
bisa masuk ke tubuh melalui kulit, hidung, mulut, ataupun disuntik melalui injeksi. Allergen . yaitu: tanaman, serbuk sari, sengatan tawon, gigitan serangga, obat, makanan. Simptom (gejala... alergi yang umum terjadi antara lain termasuk: gatal, bersinbersin, kulit merah, mata berair, pilek, bengkak, sulit bernapas, mual, muntah. Banyak reaksi  alergi yang ringan yang diobati dirumah, dan dapat memakai  obat anti alergi 
seperti: ctm, difenhidramin HCl. Beberapa reaksi muncul lebih parah dan harus .memperoleh  pengobatan Alergi  parah memicu   hal yang fatal
seperti anaphylaxis shock. ini  bila tidak segera ditangani maka memicu   kematian. 

b. Imunosupresan 
Imunosupresan yaitu  penekanan pada sistem imun. Zat yang termasuk dalam .imunosupresan  digolongkan menjadi 5 kategori: 
- Hidrokarbon berhalogen, seperti : kloroform, trikloroetilen, pentaklorofenol 
- Macam-macam senyawa seperti: benzo(a)piren, benzen, glukortikoid, dietilstilbenstrol
-Antineoplastik, seperti: metotreksat
-Logam berat, seperti : timbal, merkuri, kromium, arsenat ,
-Pestisida. seperti: DDT, heksaklorobenzen (HCb... , dieldrin, karbanil ,


c. Auto Imun 
Sistem imune menghasilkan auto antibodi tehadap antigen endogen, yang merusak .jaringan normal. Seperti anemia hemolitik, pada penyakit ini terjadi fagositosis pada   eritrosit sehingga terjadi hemolisis dan anemia. Senyawa yang memicu  anemia 
hemolitik yaitu  pestisida dieldrin. 

7. Iritasi kimia langsung pada jaringan 
Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan dipicu  oleh zat yang mudah  bereaksi dengan berbagai bagian jaingan. Zat itu  biasanya tidak menembus peredaran 
darah sebab zat langsung bereaksi dengan jaringan pertama yang berkaitan , seperti, kulit, mata, hidung, tenggorokan, bronkus, alveoli. Reaksi dari zat kimia yang terjadi dapat .diuraikan antara lain :  
- jaringan 
Pada pemeriksaan histologi, terjadinya toksisitas jaringan dapat ditandai dengan  terjadinya degenerasi sel bersama-sama dengan pembentukan vakuola besar, penimbunan lemak, dan nekrosis (kematian sel atau jaringan atau organ). Toksisitas jenis ini yaitu  fatal sebab  .struktur sel langsung dirusak. Efek toksik ini sering terlihat pada organ hati dan ginjal. Efek 
toksik ini segera terjadi sesudah  senyawa toksik mencapai organ itu  pada konsentrasi .yang tinggi. Contoh zat yang berbahaya pada hati yaitu : kloroform, karbontetraklorida, dan brombenzena 
-kulit
Suatu perubahan harga pH lokal yang kuat yang mengubah keratin kulit yang  memicu  pembengkakan sebab  penyerapan air. Contoh: larutan basa kuat seperti NaOH  pekat dan KOH yang bersifat sebagai korosif kuat.
- Gas Air Mata 
Gas air mata pada konsentrasi rendah sudah  memicu  nyeri mata dan aliran air mata  yang deras. Contohnya: klorpikrin, bromaseton, bromasetofenon, dan klorosetofenon. Pada  konsentrasi tinggi zat ini memicu   udema (pembengkakan) paru-paru. Bila mata 
terkena sedikit gas air mata, maka gangguan akan hilang dengan sendirinya sebab  kenaikan pembentukan air mata yang dipicu nya. namun  bila terkena pada konsentrasi yang lebih ntinggi maka harus dicuci berulang-ulang dengan air atau lebih baik dengan larutan Natrium  Hidrogen Karbonat 2%. Bersamaan dengan pencucian maka kelopak mata harus dibalik. 

C. EFEK TOKSIK
Efek toksik yaitu  hasil sederetan proses, hingga adanya perubahan fungsional yang  dipicu  interaksi bolak-balik (reversible...  antara zat asing (xenobiotik) dengan substrat.biologi.  ini membagi efek toksik berdasar  tanggapan  di jaringan utama dan organ kita , yaitu sistem pernafasan, kulit, hati, darah dan sistem kardiovaskular, sistem kekebalan tubuh, sistem endokrin, sistem saraf, sistem reproduksi, dan ginjal dan  kandung kemih. ini  sesuai dengan jalur utama paparan, pengangkutan, dan penghapusan racun
dalam tubuh kita .  racun dapat dihirup melalui sistem
pernapasan atau diserap melalui kulit. Senyawa yang tertelan melalui sistem pencernaan biasanya melalui  hati. Toksisitassistemik dibawa oleh darah dan melalui sistem getah bening ke berbagai organ dan dapat mempengaruhi sistem endokrin, sistem saraf, dan sistem reproduksi. Akhirnya, ginjal dan saluran kencing yaitu  rute utama untuk menghilangkan metabolit toksik sistemik dari tubuh.





aa. Sistem Saraf
Efek dari neurotoksikan dapat dimanifestasikan dalam dua kategori: encephelopathy dan  neurophaty perifer. 
---Mielinopathi, efek neurotoksik akibat disintegrasi insulasi myelin disekitar akson,  dipicu  hexachlorophene, suatu antiseptik pada sabun bayi. 
--- Gangguan neurotransmisi. Beberapa neurotoksin tidak mengubah struktur sel saraf,  namun mengganggu transmisi neurotransmisi, transmisi impuls saraf, contohnya .nikotin. Efek neurotoksik dari nikotin sudah  terjadi pada anak-anak yang tertelan nikotin, 
dan bahkan pekerja yang menyerap nikotin melalui kulit untuk menangani daun  tembakau basah. Gejala pertama keracunan nikotin meliputi denyut jantung yang  dipercepat, berkeringat, dan mual. sekarang , jantung bisa melambat sedemikian  rupa sehingga tekanan darah menjadi terlalu rendah. Subjek bisa menjadi mengantuk  dan bingung dan mengalami koma. Kematian terjadi akibat kelumpuhan otot 
pernafasan. Zat yang   menghancurkan yang mempengaruhi neurotransmisi  yaitu  kokain, yang menghambat pengambilan katekolamin di terminal saraf.  Kecanduan kokain   berbahaya sebab  bisa menembus sawar darah otak dengan  mudah.
---Encephelopathy mengacu pada kelainan otak, meliputi edema serebral (akumulasi  cairan di otak), degenerasi dan hilangnya neuron otak, dan nekrosis korteks serebral.  Gejala encephelopathy meliputi hilangnya koordinasi (ataksia), konvulsi, kejang, 
cerebral palsy (paralisis parsial dan tremor), dan koma. Neurotoxins  memicu  gejala penyakit Parkinson, yang meliputi kekakuan, cara berjalan yang  acak, dan getaran tangan dan jari. Gejala psikologis, seperti rasa malu, kemarahan yang  tidak terkendali  , dan kecemasan ekstrim,  yaitu  gejala kerusakan 
neurotoxins pada jaringan otak. Efek lain dari neurotoksin bisa menjadi demensia,  ditandai dengan kehilangan ingatan, gangguan kemampuan penalaran, dan   gangguan perilaku. Logam yang memicu  encephelopathy meliputi aluminium, .bismut, timbal, dan arsenik (metaloid... 
---Neuropati perifer mengacu pada kerusakan saraf di luar sistem saraf pusat. ini   terutama terlihat sebagai kerusakan pada saraf motorik yang terlibat dengan gerakan  otot sukarela. Arsenik memicu  neuropati perifer, bismut memicu  gangguan  emosi , timbal memicu  penurunan belajar pada anak-anak, mangan 
memicu  gangguan emosi  dan gejala penyakit Parkinson, dan thallium  memicu  gangguan emosi , ataksia, dan neuropati perifer. Elemen merkuri
yang terhirup uapnya bisa memicu  berbagai gejala psikologis, termasuk  gangguan emosi , kelelahan, dan tremor. Senyawa methyl-merkuri  neurotoksik, memicu  ataksia dan parestesia (rasa  gelitik dan rasa  tusukan 
jarum). Keracunan karbon monoksida memicu   hilangnya neuron di korteks  dan gejala encephelopathy dan parkinsonism. Gejala keracunan karbon tetraklorida  biasa  kedua sesudah  kerusakan hati yaitu  encephelopathy. Korban yang  selamat dari keracunan sianida  menderita parkinsonism yang tertunda.  Kloramfenikol memicu   neuropati perifer.
--- Axonopati, keadaan  akibat kemunduran akson saraf dan mielin sekitarnya, dipicu  oleh hasil metabolisme n-hexane, γ-diketones, colchicine, disulfiram, hydralazine, dan insektisida pyrethroids. Neuropati perifer yaitu  jenis biasa dari gangguan axonopathic. beberapa  masalah  psikosis manik terjadi pada pekerja 
yang terpapar karbon disulfida, CS2, pada industri rayon viscose dan karet.
bb. Nefrotoksik
Efek toksik pada ginjal dapat berupa gagal ginjal akut dan kronis.   termasuk senyawa merkuri organic, anti infeksi seperti sulfonamida dan vankomisin, 
antineoplastik adriamycin (terapi kanker) dan mitomisin C, imunosupresan siklosporin A, 
analgetik dan anti-inflamasi asetaminofen, enfluran dan lithium   untuk  mengobati gangguan pada sistem saraf pusat. Beberapa logam, termasuk kadmium, timbal,  merkuri, nikel, dan kromium, bersifat nephrotoxic. Beberapa zat yang berasal dari bakteri 
(mikotoksin) dan tumbuhan (terutama alkaloid...  bersifat nefrotoksik. Ini termasuk  aflatoksin B, citrinin, alkaloid pyrrolizidine, dan rubratoxin B. Hidrokarbon terhalogenasi  nephrotoxic meliputi bromobenzene, chloroform, carbon tetrachloride, dantetrafluoroethylene, yang diangkut ke ginjal sebagai konjugat sistein. Etilen glikol dan  dietilen glikol membahayakan ginjal sebab  biokonversinya pada  oksalat yang  menyumbat tubulus ginjal. Herbisida paraquat, diquat, dan 2,4,5-trichlorophe-noxyacetate  juga memiliki efek toksik pada ginjal 
cc. Sistem pernafasan
Saluran pernafasan dapat menderita berbagai penyakit yang bisa dipicu  oleh paparan  toksik, yang  terjadi yaitu :
----Cedera paru akut, edema paru yaitu  akumulasi cairan di paru-paru; meningkatkan  penghalang kapiler alveolar dan memicu  pernapasan menjadi lebih sulit, pada masalah  yang parah, paru-paru benar-benar tenggelam dalam cairan itu . Contoh  pemicu  edema paru yaitu  ozon, phosgene (COCl2).
----Bronkitis akut atau kronis, akibat pembengkakan lapisan membran tabung bronkial,  yang dipicu   oleh racun atau oleh infeksi. Bronkitis kronis dipicu   
oleh amonia, arsen, debu kapas (penyakit paru-paru coklat), dan oksida besi dari  paparan asap las.
---- Gangguan interstisial, fibrosis paru yang mana  jaringan ikat fibrosa berlebih berkembang  di paru-paru dapat dipicu  oleh penumpukan bahan berserat di dalam rongga  paru. Fibrosis kronis muncul akibat paparan debu aluminium, aluminium, kromium (VI), debu batubara, debu tanah liat kaolin, ozon, fosgen, silika, dan talk .mineral.
----Emfisema, keadaan  paru-paru yang ditandai dengan pembesaran tidaknormal  ruang udara  yang distal ke bronkiolus terminal, ditambah dengan penghancuran dinding tanpa  fibrosis yang jelas dan hilangnya elastisitas ruang udara paru. Emfisema ditandai  dengan pembesaran paru-paru yang tidak mengeluarkan udara secara memadai dan 
melakukan tidak menukar gas dengan baik, sehingga sulit bernafas, terjadi pada  perokok berat. 
----Kanker paru-paru
Sebanyak 80% kanker paru-paru dipicu  oleh paparan asap tembakau. Periode  laten terjadinya kanker paru-paru dari sumber ini biasanya 30 hingga 50 tahun atau 
lebih. Zat lain yaitu  asbes dan gas radon, alpha radioaktif. Efek toksik yang umum terjadi pada paru yaitu  akibat dari beban oksidatif. Beban  oksidatif terjadi akibat oksidan aktif, terutama radikal bebas yang dihasilkan  oleh berbagai agen toksik dan tanggapan  sel pertahanan paru-paru. Ozon, O3, NO2, 
polutan udara yang paling sering dikaitkan dengan asap fotokimia, yaitu  oksidan yang   aktif di udara yang tercemar. Sebagian besar kerusakan oksidatif pada paruparu akibat radikal bebas, seperti radikal hidroksil, HO• dan ion superoksida, O-•, yang  memulai dan menengahi reaksi berantai oksidatif. Paru-paru yang terpapar oksidan  menandakan  peningkatan kadar enzim yang menangkis radikal bebas, memberi  
bukti peran mereka dalam kerusakan oksidatif. Ada bukti yang menandakan  bahwa .sel paru-paru yang rusak akibat pelepasan zat toksik yang mengubah paru-paru .menjadi reaktif yaitu anion superoksida, O2•
dd. Kulit
Penyakit kulit dan keadaan  kulit biasa  akibat terpapar zat beracun yaitu :
----Dermatitis kontak alergi terjadi saat personal  menjadi peka pada  bahan kimia pada  paparan awal, sesudah  itu eksposur lalu   memicu  tanggapan  yang ditandai  dengan dermatitis kulit. Dermatitis kontak alergi yaitu  hipersensitive  tipe IV yang  melibatkan sel T dan makrofag, bukan antibodi. Ini yaitu  tanggapan  tertunda, terjadi  satu atau dua hari sesudah  terpapar, dan sering  hanya memerlukan beberapa  kecil 
alergen untuk memicu nya. Beberapa di antaranya yaitu  zat yang dioleskan ke  kulit secara langsung sebagai produk kebersihan. Termasuk dalam kategori ini yaitu  
antibiotik bacitracin dan neomycin, pengawet benzalkonium klorida, kortikosteroid  terapeutik, dan antiseptik diklorofen. Di antara zat lain yang memicu  dermatitis  kontak alergi yaitu  formaldehid, asam abietik dari tumbuhan, hydroquinone,  monomer akrilik, pewarna triphenylmethane, 2-mercaptobenzthiazole, p- fenilen  diamina, tetrametilthiuram, 2,4-dinitrochlorobenzene, pentaeritritol triakrilat, resin 
epoksi, garam dikromat, merkuri , dan nikel.
----Urticaria, yang biasa dinamakan  gatal-gatal, yaitu  reaksi alergi tipe I yang berawal   cepat dari paparan racun yang menjadi subjek sensitif. ini  ditandai dengan 
pelepasan histamin dari sejenis sel darah putih. Histamin memicu  banyak gejala  reaksi alergi, termasuk edema jaringan. Selain edema, eritema, dan menyertai bekas  luka pada kulit, urtikaria ditambah dengan gatal yang parah. Pada masalah  yang parah, 
seperti yang terjadi pada beberapa pasien  akibat sengatan lebah atau tawon, urtikaria  memicu   anafilaksis sistemik, reaksi alergi yang berpotensi fatal.
----Dermatitis kontak, ditandai dengan permukaan kulit yang teriritasi, gatal, dan kadang  terasa sakit, gejalanya yaitu  eritema, atau kemerahan. Permukaan kulit mengalami  pengelupasan, permukaannya terlepas. Penebalan dan pengerasan bisa terjadi, suatu 
keadaan  klinis dinamakan indurasi. Blistering, keadaan  dinamakan  vesiculation,  juga bisa terjadi. Kulit yang terkena dermatitis kontak biasanya menandakan  edema,  dengan akumulasi cairan di antara sel kulit. Ada dua kategori umum dermatitis kontak: dermatitis iritan dan dermatitis kontak alergi.
---- Dermatitis iritan tidak melibatkan tanggapan  imun dan biasanya dipicu  oleh kontak  dengan zat korosif yang menandakan  pH yang ekstrem, kemampuan pengoksidasi,  dehidrasi, atau kecenderungan untuk melarutkan lipid kulit. Dalam masalah  paparan 
ekstrem, sel kulit hancur dan bekas luka permanen. keadaan  ini dinamakan luka  bakar kimia. Paparan asam sulfat pekat, yang menandakan  keasaman ekstrim, atau  pada asam nitrat pekat, yang mendenaturasi protein kulit, Oksidan yang kuat hidrogen  peroksida 30% memicu   luka bakar kimiawi yang buruk. Bahan kimia lain  meliputi amonia, kapur sirih (CaO), klor, etilen oksida, hidrogen halida, metil bromida, oksida nitrogen, fosfat putih unsur, fenol, hidroksida logam alkali (NaOH, KOH), dan 
toluena diisosianat.
ee. Hepar atau Hati
Senyawa yang bersifat toksik pada  hepar dinamakan  hepatotoksikan. Manifestasinya   berupa:
-- Sirosis, yang dipicu  alkoholisme kronis, yaitu  hasil akhir yang fatal dari kerusakan hati. Sirosis ditandai dengan pengendapan dan penumpukan jaringan serat kolagen, yang menggantikan sel hati aktif dan akhirnya sel hati tidak berfungsi.
--Tumor dan kanker hati, dipicu  aflatoksin dari jamur, arsenik, dan torium dioksida(sebagai kontras radioaktif untuk tujuan diagnostik)
--Hemangiosarcoma, akibat paparan vinil klorida, akibat dari epoksida reaktif yang  dihasilkan oleh metabolism secara oksidasi enzimatik vinil klorida di hati.
--Steatosis, yang biasa dinamakan  fatty liver, yaitu  keadaan  di mana lipid menumpuk di hati lebih dari sekitar 9%. Ini  dipicu  oleh racun yang memicu  peningkatan sintesis lipid, penurunan metabolisme lipid, atau penurunan sekresi lipid sebagai lipoprotein. Contoh zat pemicu  steatosis yaitu  asam valproate
(antikonvulsan), etanol, karbon tetraklorida, CCl4.
-- Hepatitis, radang sel hati akibat zat yang memicu  tanggapan  kekebalan, atau penyakit mematikan sel, dan sisa-sisanya dilepaskan ke jaringan hati, atau zat yang memicu  kematian sel (nekrosis) sel hati, contohnya dimethylformamida.
--Gangguan produksi dan ekskresi empedu dinamakan choleostasis kanalis,  dipicu  oleh chlorpromazine.
ff.Darah dan Kardiovaskuler. Toksisitas pada  darah dan system kardiovaskuler dinamakan   hematotoksik dan kardiotoksik .
--Cardiotoksik, sirkulasi darah terjadi akibat denyut jantung dan juga dipengaruhi oleh  keadaan  sistem vaskular. Detak jantung melibatkan mekanisme elektrik (impuls saraf...   dan mekanik (kontraksi dan relaksasi otot jantung... . Beberapa racun dapat  mempengaruhi aksi  terkoordinasi dengan baik ini, seperti bradikardia (penurunan denyut nadi), takikardia (peningkatan denyut), dan aritmia (denyut nadi tidak teratur).  Antineoplastik, 5-fluoruoracil bersifat kardiotoksik, memicu  hipotensi berat. Obat
antidepresan seperti imipriminin, agen antipsikotik, dan anestesi  memicu   gangguan impuls berakibat aritmia. Kadar anestesi lokal sistemik yang tinggi seperti 
lidokain memicu   gangguan jantung sebab  gangguan konduksi akson syaraf. Katekolamin sintetis yang dipakai  untuk mengobati gangguan pernafasan 
dan kardiovaskular nekrosis sel jantung (kematian sel). Paparan akut alcohol  memicu  aritmia.
--Kerusakan pembuluh darah di paru-paru oleh hidrogen fluorida, oksida nitrat, dan ozon  memicu   akumulasi cairan yang dinamakan edema paru. Efek toksik  yang  terjadi yaitu  penebalan dinding arteri yang tidak normal ditambah  hilangnya elastisitas, keadaan  dinamakan  arteriosklerosis. Efek  lainnya  yaitu  aterosklerosis, suatu bentuk arteriosklerosis yang mana  lapisan dalam dinding  arteri ditutupi dengan plak yang dihasilkan oleh pengendapan zat lemak. Kolesterol, 
karbon monoksida, dinitrotoluen, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan asam amino  homocysteine sudah  dikaitkan sebagai pemicu  atherosklerosis. Acrolein, dari asap  tembakau dan knalpot mesin, secara biokimia   aktif akibat gugus aldehidnya  memicu  kerusakan pada sel vaskular. Arsenik memicu  arteriosclerosis,  pelebaran arteri dan kapiler yaitu  gejala keracunan arsenik akut.
--Hipoksia yaitu  keadaan  jaringan kekurangan oksigen, ada 3 jenis yaitu:
--- Hipoksia histotoxic terjadi saat  oksigen dikirim secara normal ke jaringan, namun  kemampuan pemakaian oksigen oleh jaringan menurun, contohnya HCN dan H2S.
---Hipoksia stagnan yaitu  aliran darah yang menurun, yang bisa dipicu  oleh berkurangnya efisiensi pemompaan jantung atau vasodilatasi, yang mana  dinding  pembuluh darah rileks, sehingga menurunkan tekanan dan aliran darah. 
---Hipoksia anemia, bila aliran darah normal, namun  kapasitas darah untuk membawa  oksigen menurun. pemicu nya yaitu  kompetisi pada area  heme mengikat 
oksigen, biasanya hasil paparan karbon monoksida. CO Karbon monoksida memiliki afinitas yang lebih besar pada  besi (II) pada heme dibandingkan  molekul oksigen,  membentuk kompleks stabil carboxyhemoglobin (Hb-CO). pemicu  lainnya yaitu  
methemoglobinemia, di mana zat besi (II) dalam hemoglobin teroksidasi menjadi  besi (III). Methemoglobin tidak membawa oksigen dan korban keracunan dapat  meninggal sebab  kekurangan oksigen. Ion nitrit, NO2, anilin, dan nitrobenzena... 
yaitu  racun yang memicu  methemoglobinemia.
--Anemia
Hipoksia jangka panjang dapat menurunkan pembentukan sel darah di sumsum tulang.  Penurunan produksi eritrosit dan leukosit dalam sumsum, memicu  anemia  aplastic dapat dipicu  paparan benzene. Timbal memicu  gangguan sintesis  heme.
--Leukemia, yaitu produksi leukosit yang tidak terkendali   yaitu  suatu bentuk kanker,  paparan benzena kini dianggap sebagai pemicu  kanker jenis ini.
 metode  pengambilan specimen  dan penanganan specimen  yaitu  tahap pra analitik  yang menentukan validitas hasil pemeriksaan laboratorium toksikologi. 

Konsentrasi analit pada spesimen   diperkirakan  mewakili konsentrasi pada  cairan atau jaringan tertentu. Seluruh darah, plasma (cairan yang diperoleh pada sentrifugasi  darah utuh dengan antikoagulan), atau serum banyak dipakai  dalam pekerjaan klinis.  
ini sebab  tidak hanya darah yang relatif mudah dihimpun , namun juga analisa  kuantitatif 
sering  dapat memberi  informasi yang bermanfaat  mengenai besarnya paparan dan  sebab nya tingkat keparahan keracunan. Ekskresi (udara yang dihembuskan, urin) atau sekresi  (air liur, empedu) sering  kurang bermanfaat  dalam hal interpretasi data kuantitatif, namun  bisa   bermanfaat  dalam pekerjaan kualitatif.  Variasi pengukuran bioanalitik dapat bergantung pada subjek dan mencerminkan  perubahan fisiologis normal, sedang  yang lain mungkin mencerminkan prosedur  pengumpulan dan penanganan specimen  , Spesimen postmortem yaitu  masalah  khusus sebab , informasi tentang konsentrasi analit dalam darah pada saat  kematian diperlukan. Konsentrasi darah postmortem  tidak secara akurat  mencerminkan konsentrasi darah perimortem sebab  beberapa alasan. Haemolysis biasa  terjadi, sedang  haemostasis memicu   perubahan komposisi seluler dari darah yang dijadikan specimen . Ada juga mungkin  kontaminasi selama pengumpulan, contoh nya 
dengan isi perut, dan kebocoran analit dari jaringan yang berdekatan, contohnya kebocoran 
potassium intraselular ke plasma, yang dimulai segera sesudah  kematian. specimen  biologis   mungkin mengandung agen infektif sehingga harus ditangani 
dengan hati-hati, terutama bila  berasal dari penyalahguna narkoba, dan harus selalu  diperlakukan seolah-olah infektif. Risiko  yang utama terkait dengan TB, hepatitis B, dan  human immunodeficiency virus (HIV). Urine paling tidak mungkin bersifat infektif. Staf yang  melakukan kontak rutin dengan bahan berpotensi infektif harus dilatih dengan benar dalam  penanganan dan pembuangan specimen  biologis yang aman. Staf itu  harus divaksinasi  pada  hepatitis B, polio, tuberkulosis, dan tetanus dan mungkin  penyakit lain di negara  tertentu.    bahwa sesudah  ekstraksi pelarut atau prosedur preparasi  specimen  lainnya, agen infektif menjadi tidak aktif, namun specimen  dapat terus infektif sesudah   inkubasi, walau  diencerkan. Bahkan, inkubasi dapat meningkatkan titer agen infektif.
Penanganan specimen  harus dilakukan dengan memperhatikan   adanya tetesan air ke dalam mata dan meminimalkan pembentukan aerosol (memakai pelindung mata, lakukan  pencampuran dan prosedur lainnya di lemari asams atau safety cabinet, selalu gunakan  tabung sentrifus yang disegel atau alat pemotong dengan rotor yang dilubangi). 
Tabung specimen  yang tertutup rapat lebih disukai dibandingkan  sumbat push-in sebab  ada sedikit 
risiko pembentukan aerosol saat membuka tabung.






narkotika 2 narkotika   2 Reviewed by bayi on Oktober 12, 2023 Rating: 5

About

LINK VIDEO