Pemberian antibiotik meningkatkan kualitas hidup manusia dan menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit infeksi. sebagian besar antibiotik memiliki avaibilitas yang baik, memungkinkan memberi terapi empiris dengan spektrum luas terhadap beragam penyakit infeksi.
Luasnya pemakaian antibiotik lalu berdampak peningkatan resistensi sehingga pemilihan pemberian antibiotik menjadi semakin sempit dan mahal. Untuk menghindari hal makin meluasnya resistensi, dalam pemakaian antibiotik diperlukan ketepatan analisa , dengan memikirkan kondisi klinis , usia pasien, pola kuman, suseptibilitas antibiotik di fasilitas kesehatan ini , diperlukan rekayasa pemakaian antibiotik dengan memberi spektrum yang lebih sempit berdasar hasil kultur dan tanggapan klinis terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Untuk memperoleh hasil optimal dalam mengatasi penyakit infeksi, pemberian antibiotik diharapkan mampu memberi perbaikan klinis pasien dengan mengetahui secara tepat target terapi, yaitu terhadap patogen pemicu penyakit dengan antibiotik yang tepat, dosis durasi pemberian yang sesuai. ini mempercepat kesembuhan, mengurangi efek samping, mengurangi resistensi akibat pemberian antibiotik.
beragam antibiotik tersedia di tiap fasilitas kesehatan di negara kita , bahkan beberapa
golongan yang poten untuk mengatasi infeksi berat seperti seftazidim, meropenem, vankomisin, dipakai sebagai terapi inisial atau empiris terhadap pasien dengan infeksi ringan-sedang yang dirawat di ruang rawat inap biasa. Diperberat dengan rendahnya kesadaran pentingnya pencegahan dan pengendalian
infeksi di fasilitas kesehatan ini , maka bisa dibayangkan sulitnya memilih regimen antibiotik bagi pasien dalam kondisi infeksi berat, mengingat kemungkinan sudah terjadi resistensi kuman.
diharapkan mampu memberi wawasan
dalam memutuskan pemakaian dan pemilihan regimen antibiotik.Pemilihan regimen antibiotik ditentukan oleh beragam pertimbangan, termasuk di dalamnya kemungkinan jenis bakteri yang memicu infeksi berdasar beratnya tanda dan gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, lokasi anatomi, obat-obatan yang diberikan sebelumnya, perlu mengetahui apakah infeksi yang terjadi berasal dari komunitas atau rumah sakit. faktor harga antibiotik dan efek samping yang mungkin dimunculkan, Antibiotik memiliki beragam spektrum berdasar kemampuan
aktivitasnya, mulai dari yang sempit sampai luas. Sebagaimana pemberian terapi empiris, maka antibiotik inisial dengan spektrum luas akan dipersempit sesudah diperoleh hasil kultur. Seluas apa pun spektrum antibiotik awal, tetap diharapkan memiliki spektrum yang cukup sempit dan jika memungkinkan berwujud suatu monoterapi. beragam sifat diperlukan dalam memberi antibiotik, termasuk kemampuan
penyerapan nya, distribusi obat dalam tubuh, metabolisme, dan ekskresinya, atau dengan kata
lain farmakokinetik dan farmakodinamik berperan dalam menentukan dosis antibiotik.Pada infeksi berat, dosis antibiotik bisa diberikan lebih tinggi bahkan mungkin memerlukan frekuensi pemberian lebih sering. Penentuan dosis yang akan diberikan tergantung oleh kondisi masing-masing pasien, Bayi dan anak memiliki farmakokinetik yang berbeda dengan dewasa sehingga cara mudah dalam perhitungan dosis dengan mengurangi kebutuhannya dengan mengacu dosis dewasa boleh jadi kurang kuat untuk efektivitas dan keamanan obat bagi pasien
bayi dan anak. Informasi dosis untuk anak seringkali kita peroleh dari brosur obat, namun
demikian keterangannya masih terbatas mengingat penelitian sesudah pemasaran oleh farmasi terhadap efek obat pada anak minim.
biasanya dosis pediatri memakai mg/kg berat badan . Namun jika dosis ini tidak tersedia, usia, berat badan, atau luas permukaan tubuh bisa dipakai dengan menentukan dosis obat.
Perhitungan dosis berdasar usia atau berat badan yaitu cara konservatif yang cenderung hasilnya lebih rendah dibandingkan yang diperlukan .
- Usia (cara Young):
- Dosis = dosis dewasa x
- Berat badan (cara Clark, lebih akurat dibandingkan perhitungan berdasar usia)
Dosis = dosis dewasa x Perhitungan dosis antibiotik bisa pula memakai luas permukaan tubuh. , yaitu dengan membanding-bandingkan luas permukaan tubuh bayi dan anak terhadap dewasa untuk lalu disesuaikan dengan
dosis dewasa. Dosis obat biasanya krusial sampai usia 12-36 bulan mengingat sampai usia ini laju metabolisme beragam obat tinggi sehingga memerlukan dosis lebih tinggi dibandingkan usia . Demikian pula kemampuan ginjal dalam mengeliminasi obat, sampai masa toddler, waktu paruh obat lebih pendek dibandingkan dengan anak yang lebih besar, sehingga boleh jadi akan meningkatkan eliminasi ginjal dan metabolisme. Mekanisme terjadinya perubahan farmakokinetik obat berdasar usia
sampai saat ini belum diketahui secara jelas.
Sering kali klinisi mengalami kesulitan dalam menentukan dosis antibiotik pada pasien anak dengan kegemukan sehingga seringkali melakukan konversi penghitungan dengan memakai berat badan ideal pasien dewasa. Perhitungan untuk melakukan estimasi berat badan ideal pasien dewasa, tidak bisa dipakai pada pasien anak. Berat badan ideal anak yaitu memakai kurva tumbuh kembang yang dikeluarkan oleh WHO-CDC 2005. Pada kegemukan , dosis antibiotik memerlukan
penyesuaian dosis, yaitu dengan mengetahui penyesuaian berat badan berdasar IBW, berat badan aktual pasien atau berat badan total (total
body weight/TBW), dan konstanta.Dosis antibiotik juga tergantung dari kondisi ginjal pasien sebab biasanya eksresi obat yaitu di ginjal, maka dalam kondisi insufisiensi akan memerlukan
penyesuain dosis. Kalkulasi dengan memakai metode Cockroft-Gault atau Jelifffe yang dipakai pada pasien dewasa tidak boleh dipakai pada anak. Pada anak, perhitungan kreatinin klirens diperlukan untuk mengukur laju filtrasi glomerulus, yaitu dengan memakai metode Schwartz dan pemeriksaan nuklir. Penyesuaian pemberian antibiotik pada insufisiensi renal bisa dilakukan
dengan memperpanjang interval pemberian atau mengurangi dosis atau memakai kedua cara. jika pasien sedang dalam hemodialisis dan peritoneal dialisis, mungkin diperlukan dosis tambahan akibat terbuangnya obat sesudah dilakukan pelaksanaan dialisis. Sampai saat ini, lamanya pemberian antibiotik pada pasien infeksi masih kontroversi. Walapun beragam literatur kedokteran menyatakan perlunya waktu yang cukup dalam
terapi, yaitu 10 hari, 14 hari, 4 minggu, 6 minggu atau bahkan 12 bulan, namun praktisnya antibiotik seringkali diberikan dalam jangka waktu lebih pendek (≤7 hari). namun , ada panduan durasi pemberian antibiotik berdasar penyakit Disamping jenis penyakit infeksi dan etiologinya, durasi pemberian juga ditentukan tanggapan klinis pasien terhadap terapi. Pemberian antibiotik secara intravena dilakukan pada pasien sepsis, demam neutropenia, infeksi yang memerlukan antibiotik dosis tinggi ( osteomielitis, meningitis, abses, endokarditis, artritis septik, infeksi pada pemakaian prostetik). Demikian pula jika pasien muntah-muntah, tidak mampu minum, gangguan penyerapan (seperti: diare, steatore), gangguan mengunyah dan menelan, kehilangan kesadaran, memerlukan pemberian antibiotik intravena (IVOST algorithm). Pemberian antibiotik intravena diperlukan jika pemberian sediaan oralnya memiliki penyerapan yang buruk. Pemberian antibiotik secara intramuskuler atau subkutan memerlukan laju aliran darah yang baik pada tempat injeksi, sehingga jangan lakukan cara ini dalam kondisi syok atau vasokonstriksi akibat pemberian obat simpatomimetik. Bagi pasien anak cara penyuntikan intramuskular dan subkutan kurang kurang disukai sebab memberi rasa nyeri. Pada bayi prematur dalam kondisi sakit yang kurang masa ototnya ditambah dengan kurang baiknya perfusi perifer, jika dilakukan injeksi intramuskular bisa diprediksi penyerapan antibiotik akan diserap jauh lebih lambat dibandingkan yang diharapkan. Namun hal sebaliknya mungkin pula terjadi, yaitu jika perfusi mendadak baik sehingga kadar obat yang mencapai sirkulasi meningkat dan mungkin berpotensi toksik, terutama dalam pemberian antibiotik golongan aminoglikosid. Pemberian antibiotik secara oral cenderung bermasalah jika diberikan pada bayi baru lahir. ada perubahan biokimia dan fisiologi saluran cerna bayi baru lahir,
berwujud sekresi asam lambung yang lambat, pemanjangan waktu pengosongan lambung,
peristalsis yang ireguler dan pelan, sehingga pemberian obat oral mungkin meningkatkan
toksisitas. Aktivitas enzim pencernaan juga cenderung lebih rendah, pada duodenum
aktivitas amilase dan enzim pankreas sempurna pada usia 4 bulan, sehingga pemberian obat yang larut dalam lemak pada bayi usia <4 bulan menurunkan penyerapan obat ini . Cukup banyak regimen antibiotik memiliki farmakokinetik yang mirip jika diberikan secara oral atau melalui penyuntikan intravena, seperti: linezolid, kotrimoksazol, kloramfenikol, metronidazol, klindamisin, kuinolon, ternyata pada beragam masalah infeksi memberi keluaran yang sama baiknya. hal ini berdampak dalam menurunkan biaya pengobatan dan pemakaian antibiotik oral
diharapkan mengurangi efek samping pemberian terapi melalui intravena.
pemakaian antiretroviral (ARV) penting untuk pasien HIV, berdampak pada perjalanan penyakit dan menurunkan kejadian infeksi oportunistik, sehingga kualitas hidup pasien membaik, pemakaiannya terkait dengan beberapa efek samping. Efek samping terapi ARV menjadi pemicu penghentian minum obat oleh pasien. 85% pasien dewasa dengan HIV mengalami efek
samping dalam setahun pertama minum obat, data kejadian efek samping pada anak belum banyak laporannya. Obat-obatan ARV bersifat toksik. Beberapa reaksi akut yang terasosiasi dengan ARV antara lain: dislipidemia, disfungsi seksual, resistensi insulin, diabetes, reaksi hipersensitif , neurotoksisitas, gangguan liver, gangguan distribusi lemak, pemakaian nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) berkaitan dengan reaksi hipersenstivitas, anemia, neutropenia. Non-nuceloside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI) dikaitkan dengan hepatotoksisitas dan ruam, Protease inhibitors (PI) juga berkaitan dengan hiperglikemia, dislipdemia, gejala gastrointestinal, Terapi ARV berefek samping luas, dirasakan pada awal pengobatan, mulai dari rasa tidak nyaman di perut seperti kembung, mual, diare. Efek samping sulit tidur dan mimpi buruk terkait pemakaian efavirenz, sedang zidovudine berefek lekas lelah pusing . Efek samping NRTI bisa berwujud steatosis hepatik, hiperlaktasemia, neuropati perifer, anemia, asidosis laktat, pemakaian PI bisa terjadi pruritus, nefrolitiasis, kuku yang tumbuh ke dalam, sedang efek samping NNRTI bisa memicu kejadian ruam toksisitas sistem saraf pusat.Nucleotide reverse transcriptase inhibitors
yaitu analog nukleosida yang mencegah elongasi DNA dan reproduksi virus. golongan obat ARV ini terdiri dari beberapa obat seperti : stavudine, tenofovir, abacavir, zidovudine, lamivudine, didanosine, zalcitabine, Obat-obat ini akan
terfosforilasi intraselular menjadi nukleosida lalu bergabung menjadi DNA virus dengan enzim reverse transcription virus, keberadaannya obat ini pada DNA akan menghentikan transkripsi. Namun bisa memicu terjadinya disrupsi fungsi
mitokondria sel, melalui inhibisi yang dimediasi NRTI pada polimerase-ɣ DNA, dengan dampak yang beragam mulai dari asidosis laktat terkait nukleosida hingga steatosis hepatik.
Zidovudine berefek samping, seperti: mielosupresi, yang memicu anemia makrositer (1-5%), neutropenia (2-9%), sehingga pemberian harus berhati-hati bila diberikan bersama gansiklovir dan sitotoksik lainnya, nyeri kepala, mual, asthenia, insomnia, peningkatan kadar AZT dalam darah bila pemberiannya bersama dengan fenitoin, flukonazol, asam valproat, pada pasien -pasien berkulit hitam, pengobatan dengan AZT bisa memicu hiperpigmentasi dari kuku, mukosa mulut juga kulit. Hiperpigmentasi kemungkinan berkaitan dengan peningkatan melanogenesis di area yang terkena, Lamivudine berefek samping, seperti: dizziness, fatigue. mual, nyeri kepala,
Stavudine berefek samping, seperti: neuropati perifer, lipodistrofi, hiperlipidemia, pankreatitis, ascending neuromuscular weakness. Bila pasien dalam kondisi imunosupresi berat, kemungkinan terjadi neurotoksik, Hati-hati bila diberikan
bersama vincristin dan isoniazid, Kejadian asidosis laktat dengan steatosis hepatik dan
lipodistrofi lebih sering bila dibandingkan dengan obat NRTI lainnya.Tenofovir berefek samping di ginjal. Sebagian dari Tenofovir disekresikan
melalui tubulus proksimal. Hipofosfatemia sebagai akibat dari penyerapan ulang tubular yang rendah bisa berkaitan dengan tingginya level PTH akibat pemakaian tenofovir. Tenofovir juga dikaitkan dengan peningkatan turnover tulang, terutama pada anak yang lebih muda disebabkan pertumbuhan tulang yan lebih cepat. Abacavir saat ini menjadi terapi lini pertama pada anak <3 tahun. Tanda dan gejala efek samping muncul sesudah 6 minggu pemberian, berwujud : demam, mual, muntah, diare, nyeri perut. 50% nya mungkin mengalami pula gejala respiratorik (ruam kulit, batuk sesak, faringitis), adanya asosiasi antara
abacavir plus didanosine dengan infark miokard, namun ini belum dikonfirmasi penelitian RCT. Abacavir dikatakan berefek samping berwujud peningkatan fungsi hati ringan yang akan hilang bila obat dihentikan. Efek samping utama yaitu
reaksi hipersensitif dan bisa fatal. Beberapa efek samping yang penting dan parah terkait dengan pemakaian NRTI meliputi: .
Lipodistrofi yaitu bagian dari sindrom metabolik, ditandai dengan kondisi degeneratif tubuh meliputi dislipidemia, resistensi insulin, pengeroposan tulang, Lipodistrofi mempengaruhi pasien dengan HIV positif perama kali diketahui
pada tahun 1998. Kondisi klinis tampak berwujud hilangnya lemak perifer (lipoatrofi) pada wajah, anggota gerak dan bokong, payudara, dorsoservikal tulang punggung ( buffalo hump ), dan terbentuk lipoma. Stavudine (d4T) yaitu NRTI yang paling berkaitan dengan lipodistrofi, riset di Negara Barat menunjukkan insidens sekitar
50% sampai dengan 65%. Pasien yang menerima PI juga bisa mengalami lipodistrofi, terutama bila
saat mulai terapi ARV memiliki jumlah sel CD4 yang rendah. Hasil riset kohort angka kejadian lipodistrofi sebesar 4%. Komplikasi serius dari terapi ARV yaitu asidosis laktat. Angka insidens beragam mulai dari 1 hingga 10 per 1000 pasien . Prevalens hiperlaktasemia pada pasien rawat jalan yang sedang menjalani terapi ARV sekitar 9-18%. asidosis laktat dipicu oleh toksisitas mitokondria dan toksisitas ini berkembang melalui inhibisi DNA polymerase-ɣ mitokondria oleh NRTI. Stavudine (d4T), didanosine (ddI), dan zalcitabine (ddC) menginduksi lebih banyak messenger transfer DNA (mt-DNA) dibandingkan yang lain. Dahulu ARV diberikan monoterapi dan asidosis laktat tampak terkait dengan pemakaian zidovudine, bahkan kejadiannya di Negara Barat mencapai 90%. Case fatality rate (CRF) zidovudine monoterapi yaitu sebesar 69%, dibandingkan dengan pasien yang memperoleh NRTI jenis lainnya, yaitu sebesar 38%. Pada masa pemberian terapi HIV diberikan minimal 3 macam obat atau dikenal sebagai highly active antiretroviral therapy (HAART), tampak angka insidensi asidosis laktat berkisar 1,6-6 masalah per 1000 pasien per tahun. Didanosine dan stavudine memiliki kapasitas lebih tinggi untuk menghambat aktifitas DNA g-polimerase in vitro dibandingkan obat NRTI lain dan terbukti dalam riset klinis berkaitan dengan risiko asidosis laktat
yang lebih tinggi pada pasien yang terinfeksi HIV. riset kohort multipel dan laporan masalah dari Negara maju relatif jarang ditemukan masalah asidosis laktat, ini mungkin sebab pemantau yang lebih ketat. Pada pemberian HAART dengan memakai stavudine, ancaman asidosis masih perlu diperhatikan dan wanita lebih berisiko
mengalami efek samping ini .. Neuropati perifer
Efek samping yang cukup biasa diketahui terkait NRTI yaitu neuropati perifer, terutama zalcitabine (ddC), didanosine (ddI) stavudine (d4T). Gejala berwujud ketidaknormalan konduksi saraf, ketidaknormalan elektrik, nyeri, parestesia dengan atau tanpa ketidaknormalan klinis. Insidens terendah untuk neuropati perifer yaitu 0,13 per 100 pasien per tahun yaitu pada golongan pemberian didanosine, sedang angka insidens tertinggi pada golongan didanosine + stavudine
dengan angka 0,18 per 100 pasien per tahun. prevalensi tinggi kejadian anemia pada populasi yang terinfeksi HIV. walau pemakaian ARV terbukti mengurangi anemia dengan mendukung laju perjalanan penyakit, zidovudine berkaitan dengan toksisitas hematologis. Saat terapi mulai diberikan, anemia terkait zidovudine biasanya terjadi dalam jangka waktu 3 bulan. Faktor risiko meliputi tingginya dosis zidovudine,
meningkatnya durasi pengobatan, rendahnya jumlah sel CD4, dan anemia yang sudah ada sebelumnya. anemia terkait zidovudine yaitu sebesar 18%. efek samping anemia sebesar 26% efek samping pada pasien yang menerima terapi HAART. efek samping anemia sebesar 17% dari pasien yang memulai regimen dengan Zidovudine dan 9% mengalami anemia dengan regimen NRTI lainnya.Non-nucleotide reverse transcriptase inhibitors Memiliki cara kerja berikatan dengan kantung hidrofobik pada enzim reverse transcriptase(RT) dan obat ini menghambat HIV-1 dengan menggantikan residu aspartat di ikatan
polimerase. Antiretroviral ini terdiri dari nevirapine (NVP), delavirdine (DLV), dan efavirenz (EFV). Nevirapine yaitu NNRTI yang paling sering dipakai pada Negara berkembang sebab lebih murah jika dibandingkan dengan efavirenz.
Nevirapine berefek samping, seperti: mual, nyeri kepala, ruam (makula papular di area telapak tangan kaki) mencapai 20%, terjadi di 4-6 minggu pertama terapi. Ruam mengalami perbaikan dengan mengurangi dosis terutama pada wanita , hepatitis fulminan (4%) terkait dengan severe rash dan gejala konstitusi.
Efavirenz berefek samping yang terjadi bila bioavaibilitas meningkat, terutama jika dikonsumsi sesudah makan tinggi lemak. Efavirenz terutama berefek pada sistem saraf
pusat, dengan tanda dan gejala seperti: dizziness, mengantuk, insomnia, mimpi buruk, dan nyeri kepala yang sampai memicu pasien menghentikan obat. Bila terjadi tanda gangguan psikiatri, obat bisa dihentikan. Efek samping lain berwujud : ruam ringansedang dan peningkatan kolesterol total.Beberapa efek samping yang penting dari NNRTI yaitu ruam hipersensitif ,
hepatotoksisitas, dan toksisitas saraf.
-Ruam hipersensitif biasa terjadi pada pasien infeksi HIV, Ruam biasanya terjadi dalam hari ke sepuluh sesudah dimulainya terapi, berbeda dengan reaksi hipersensitif yang bisa muncul kapan pun. Pemberian ARV golongan NRTI dan PI tidak berkaitan dengan peningkatan reaksi alergi obat di awal pemakaian nya, namun kejadian ruam terjadi pada 26% pasien yang menerima NNRTI. Data insidens ruam terkait NNRTI yang tampak beragam , dengan risiko lebih tinggi pada wanita terkait pemberian nevirapine. Akibat ruam terkait reaksi silang nevirapine dan efivarenz sedikit, maka terapi nevirapine bisa digantikan dengan efavirenz bila terjadi ruam.
-Peningkatan tes fungsi hati dan interaksi obat yaitu komplikasi yang menonjol pada pasien HIV dengan terapi ARV. Pada pasien yang memulai terapi, 20% diantaranya mengalami peningkatan enzim hati. 19% kejadian hepatotoksisitas serius dari 185 pasien yang menerima nevirapine. menemukan18% pasien dengan nevirapine
mengalami kondisi hepatitis yang serius, dan angka ini akan meningkat jika ada koinfeksi dengan virus Hepatitis B dan Hepatitis V
-Infeksi HIV meningkatkan risiko pasien terhadap beberapa gangguan psikiatri, diantaranya depresi, mania, psikosis, dan penyalahgunaan obat, ini
penting sebab dokter spesialis anak akan mengelola pasien dalam jangka panjang
hingga mencapai usia 18 tahun. Terapi ARV bisa mempresipitasi atau memperparah gangguan psikiatri, terutama akibat pemakaian efavirenz.
hampir setengah pasien mengalami gangguan neuropsikiatri saat inisiasi terapi efavifrenz yang akan menghilang dalam 1 bulan. sebab neurotoksisitas persisten akibat efavirenz,
Efek samping sistem saraf pusat bisa terjadi dengan keluhan pusing, nyeri kepala, konfus, stupor, gangguan konsentrasi, halusinasi, insomnia, mimpi buruk. Efek samping ini biasanya akan berhenti sesudah memakai terapi selama 6-10 minggu, Protease inhibitor
pemakaian protease inhibitor (PI) diberikan pada infeksi HIV lebih lanjut atau mengalami gagal terapi. ada delapan PI berbeda yang ada, diantaranya : fosamprenavir, tipranavir saquinavir, ritonavir, indinavir, nelfinavir, atazanavir, darunavir, Efek samping PI yaitu hiperglikemia, hiperlipidemia, lipodistrofi, Lopinavir/Ritonavir berefek samping, seperti: nyeri perut, diare, mual, nyeri kepala, peningkatan kadar trigliserid, fungsi hati, pankreatitis, pemanjangan PR dan QT. pemakaian PI dikaitkan dengan kejadian hiperlipidemia, lebih buruk dibandingkan dengan golongan ARV lainnya. 48% mengalami ketidaknormalan lipid darah sesudah pemakaian PI yang ditunjukkan dengan kejadian hiperkolesterolemia, peningkatan kadar very-low density lipoprotein(VLDL). Meningkatnya risiko infark miokard akibat dislipidemia pada pasien HIV yang memperoleh terapi ARV dikonfirmasi oleh riset . Farmakokinetik, farmakodinamik dan interaksinya ARV Selain efek samping langsung dari obat, farmakokinetik, farmakodinamik dan interaksi ARV dengan obat lain juga bisa memicu munculnya efek samping. Pada lambung, ko-administrasi omeprazole dengan rilpivirine menurunkan paparan rilpivirine sampai 47%, sehingga kombinasi keduanya yaitu kontraindikasi. Pada usus, simeprevir yaitu inhibitor ringan dari CYP3A4 di usus, namun tidak jika di liver. Oleh sebab itu, simeprevir meningkatkan paparan dari midazolam oral hingga 49%. Terkait dengan
klirens liver, beberapa obat menginduksi enzim liver, seperti: efavirenz dan nevirapine.
Terkait interaksi antara ARV dan obat herbal, ini bisa memicu peningkatan efek samping dari obat, menurunkan efek terapeutik dari obat, yang berujung pada kegagalan pengobatan, merekayasa aksi kerja obat, yang berujung pada komplikasi tidak terduga, meningkatkan efek terapeutik dari obat, yang berujung
pada overmedication. Terkait dengan farmakogenetik, tidak semua pasien yang meminum ARV bisa terkena efek samping pengobatan. Asosiasi antara determinan genetik dari ODHA dan toksisitas klinis berujung dari beragam ARV. cara kepatuhan minum ARV
Tidak banyak pilihan ARV untuk anak, untuk itu diperlukan pemantauan yang baik terutama dalam minggu/bulan pertama dan bisa sampai dalam 6 bulan. ada beberapa cara yang bisa diimplementasikan dalam meningkatkan kepatuhan minum ARV.Pasien harus diinformasikan, diantisipasikan dan diobati efek samping yang terjadi. Dalam usaha mencegah interaksi dengan makanan, sebaiknya kebutuhan makanan disederhanakan. Efek samping dari interaksi obat sebaiknya dihindarkan. Jika
memungkinkan, kurangi frekuensi dosis pemberian obat dan jumlah obat yang diminum.
Negosiasikan dengan pasien rencana pengobatan sehingga pasien bisa mengerti dan memberi komitmen dalam pengobatannya. Berikan waktu kepada pasien untuk bisa mengerti tujuan terapi dan pentingnya kepatuhan terapi. Memastikan kesiapan pasien untuk meminum obat sebelum resep pertama diberikan.
Imunoglobulin intravena (IVIg) yaitu suatu preparat cair yang mengandung imunoglobulin G manusia yang berasal dari plasma yang berasal dari sekurangnya 1000 pasien sehat. Sediaan IVIg mengandung IgG utuh dengan waktu paruh 3-4
minggu. Kandungan IVIg pada sediaan bisa bereaksi terhadap antigen eksternal, antara lain virus, bakteria dan autoantigen. ada perbedaan aktivitas biologis antara produk yang ada di pasar.
awalnya sediaan ini dipakai untuk pasien defisiensi antibodi. Pada tahun 1980, IVIg dosis tinggi dipakai untuk pasien dengan trombositopenia autoimun. Saat ini IVIg dipakai untuk beragam indikasi.
Mekanisme kerja IVIg berbeda-beda pada beragam penyakit. biasanya , mekanisme
kerja ini digolongkan menjadi mekanisme substistusi dan imunomodulasi. Pada defisiensi imun IVIg mengikat virus, bakteri atau toksin bakteri sekaligus mengaktifkan tanggapan imun adaptif. Patogen yang terikat bisa dinetralisasi atau diopsonisasi, lalu dibersihkan dari tubuh. IVIg juga berperan pada pematangan sel dendritic pada X-linked agammaglobulinemia.
Imunomodulasi terjadi melalui beberapa cara:
- Melalui bagian Fc
Reseptor Fc𝛾 ada pada hampir semua sel imun tubuh. Ikatan IgG dengan reseptor ini bisa memicu aktivasi atau inhibisi sel imun.
-Melalui bagian F(ab )
Seperti mekanisme substitusi, IVIg menetralisir autoantibodi (tabel 1). IVIg dosis tinggi juga menghambat aktivasi komplemen.
Pemberian IVIg bisa menutup semua reseptor di permukaan lekosit dan sel endotel hingga
memodulasi ekspresinya.Mempengaruhi tanggapan imun adaptif
-Modulasi TH17 dan Tregs
IVIg bisa menghambat produksi IL-17 dari sel Th 17 yang memicu reaksi autoimun.
-Modulasi sel dendrit
IVIg bisa menurunkan ekspresi molekul permukaan termasuk HLA kelas II. IVIg
juga bisa mempengaruhi produksi sitokin yang diproduksi sel dendritik.
Sebaliknya IVIg bisa memicu proliferasi dan aktivasi Treg yang berperan menurunkan autoimunitas. ini dibuktikan pada penelitian pada tikus model dengan autoimun ensefalitis.
-; Modulasi sel B
Pemberian IVIg pada pasien dengan demyelinating polyneuropathy bisa meningkatkan ekspresi Fc𝛾RIIB pada selB.IVIg juga bisa memodulasi tanggapan TLR-9 yang dipengaruhi sel B, pemakaian pada Anak, Saat ini ada 6 indikasi pemakaian IVIg yang disetujui FDA (Food and Drug Administration) yaitu:
- Pencegahan reaksi akut graft versus host disease (GVHD) sesudah transplantasi sumsum
tulang
- Pencegahan infeksi bakteri pada pasien hipogamaglobulinemia dan infeksi berulang
pada leukemia limfositik kronik sel B
- Pencegahan aneurisma arteri koroner akibat penyakit Kawasaki
- Mengurangi infeksi bakteri serius pada anak dengan HIV
- Meningkatkan jumlah trombosit pada ITP untuk mencegah dan mengatasi perdarahan,
- Imunodefisiensi priemer
Beberapa pemakaian IVIg pada anak:
- Neurologi: Sindrom Guillain Barre, Chronic inflammatory demyelinating polyradiculopathy (CIDP), Dermatomyositis and inflammatory myopathies, Myasthenia gravis, beberapa jenis epilepsi (Lennox gastaut seizure, Landau kleffner seizure), Opsoclonus myoclonus ataxia, PANDAS (Paediatric autoimmune neuropsychiatric
disorders associated with streptococcal infection) - OCD anxiety, depression, emotional lability.
- Hematologi: ITP (Idiopathic thrombocytopenic purpura), Pure red cell aplasia, Pure white cell aplasia, Immune neutropenia, Immune haemolytic anaemia.
- Imunologi: defisiensi antibodi primer, defisiensi antibodi sekunder
- Dermatologi: Sindrom Kawasaki, Dermatomiositis, Toxic epidermal necrolysis,
Blistering diseases, Immune urticaria, Dermatitis atopik, Pyoderma gangrenosum.
- Neonatologi: Inkompatibilitas rhesus atau ABO, Neonatal alloimmune
thrombocytopenic purpura, Sepsis akibat bakteri pada prematur.
- Lain-lain: Miocarditis, Systemic lupus erythematosus, Streptococcal toxic shock syndrome, Uveitis autoimun.
Dosis, cara pemberian dan efek samping
Dosis penggantian antibodi yaitu antara 400-600 mg/kg berat badan tiap 2-4 minggu.
Dosis disesuaikan agar kadar IgG sekurangnya 500 mg/dl. Untuk indikasi lain dosis 400
mg/kg/hari selama 5 hari atau 1-2 g/kg selama 1-2 hari. pemakaian IVIg harus dilakukan
secara tiap pasien . Penyesuaian dosis harus dilakukan pada kondisi khusus, contoh pada
kondisi kehilangan protein (protein loosing). IVIg biasanya diberikan melalui infus, mulai dengan kecepatan 0,01-0,02 ml/kg/menit, ditingkatkan hingga 0,1 ml/kg/menit. Efek samping IVIg biasanya ringan, berwujud demam ringan, myalgia dan pusing, nyeri punggung, nyeri perut , mual, menggigil, rhinitis, Reaksi sistemik bisa terjadi pada 15% masalah ,menghilang dengan sendirinya dan bisa dicegah dengan mengurangi
kecepatan pemberian. Anafilaksis jarang terjadi, biasanya berkaitan dengan antibodi anti IgA pada pasien dengan defisiensi IgA total (IgA < 0,05 g/L).IVIg bekerja melalui mekanisme kerja yang berbeda-beda. pemakaian klinis ditujukan
sebagai substitusi atau modulasi sistem imun. Beberapa indikasi IVIg pada anak antara
lain yaitu : immunodefisiensi primer, sindrom Kawasaki, ITP, sindrom Guillain Bare,
inkompatibilitas golongan darah pada neonatus, pencegahan sepsis bakterial pada bayi
prematur dan pencegahan infeksi bakterial berat pada anak dengan infeksi HIV
penularan avian influenza A (H5N1) memicu kematian pada manusia dikhawatirkan bisa berkembang menjadi wabah pandemi . Sejak lebih dari satu abad yang lalu, beberapa subtipe dari virus influenza A sudah menghantui manusia. beragam ragam mutasi subtipe virus influenza A yang menyerang manusia dan sudah memicu pandemi, Sejarah infeksi virus influenza A
Diawali pada tahun 1918 dunia dikejutkan oleh wabah pandemi yang dipicu virus influenza, yang sudah membunuh lebih dari 1000 pasien , dimana subtipe yang mewabah saat itu yaitu virus H1N1 yang dikenal dengan Spanish Flu . Tahun 1957 kembali dunia dilanda wabah global yang dipicu oleh kerabat dekat virus yang bermutasi
menjadi H2N2 atau yang dikenal dengan Asian Flu yang sudah merenggut 100.000 jiwa
meninggal. Pada tahun 1968, virus flu kembali memicu wabah pandemi dengan merubah dirinya menjadi H3N2. Mutan virus yang dikenal dengan Hongkong Flu ini, dengan merebaknya avian influenza H5N1 yang pertama kali menyerang dan menewaskan 6 pasien penduduk Hongkong pada tahun 1997 dari 16 pasien yang terinfeksi. Tahun
2003 sebanyak 80 pasien terinfeksi dengan subtipe virus lainnya yaitu H7N7, dan H9N2. Tahun 2004, subtipe H5N1 dan H7N2 sudah menginfeksi puluhan penduduk Vietman, Thailand, Kanada. Virus H5N1 lebih patogen dibandingkan subtype lainnya sehingga dinamakan dengan Highly Pathogenic H5N1 Avian Influenza (HPAI).Human Avian Influenza yaitu penyakit menular yang dipicu oleh virus influenza A subtipe H5N1 yang termasuk ke dalam Orthomyxovirus, yaitu jenis
penyakit zoonosis, yang menular pada unggas, bisa memicu penyakit dan bahkan kematian pada manusia selain pada spesies hewan lainnya. Avian influenza A (H5N1) khususnya HPAI, sudah memicu wabah yang serius di beberapa negara terutama di Asia. Human avian influenza (H5N1) sudah menjadi masalah kesehatan pasien
yang penting sebab angka kematian yang tinggi dan sebab kemungkinan memicu pandemi influenza. masalah H5N1 pertama kali tampak di Skotlandia sesudah terjadi kematian ayam secara
tiba-tiba dan massal pada tahun 1959 lalu kematian kalkun-kalkun pada tahun 1991 di Inggris. Virus influenza H5N1 yang menyebar ke manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1997 di Guangdong, China. Sebelumnya pada tahun 1996, terjadi kematian pada beberapa angsa secara tiba-tiba, Pada tahun 1997, di Hong Kong, 17 manusia terinfeksi dan 5 meninggal dalam masalah pertama dari H5N1 yang menginfeksi manusia. H5N1 sudah berevolusi dari tingkat mortalitas nol sampai tingkat kematian 38%.
Laporan pertama, wabah HPAI A (H5N1) yaitu pada 10 Desember 2003 di Korea dan berlanjut selama 15 minggu. Strain ini memicu infeksi asimtomatik pada manusia seperti strain yang menginfeksi pada tahun 1959, sehingga tingkat kematiannya masih rendah dan resikonya kecil untuk terjadinya sebuah pandemi. Kematian manusia dari strain H5N1 yang terjadi di Vietnam bagian Utara pada tahun 2003, 2004, 2005 meski memicu kematian, dianggap memiliki
tingkat kematian yang masih lebih rendah dibandingkan strain yang ada saat ini.
Dari awal tahun 2007, jumlah masalah yang dikonfirmasi WHO yaitu 400, dengan
10 korban meninggal (tampak oleh Pberat badan pada tanggal 15 Januari 2009) yang dengan
tingkat kematian 6% di antara masalah yang dikonfirmasi oleh WHO. Pada tahun 2005,
strain yang dianggap tidak mematikan di Vietnam Utara memicu 40 pasien yang terinfeksi H5N1, meninggal dunia, Pada tahun 2006, rasio kematian semakin meningkat, dengan 60 kematian di antara 100 masalah
masalah pertama avian influenza di negara kita terjadi pada Juni 2005 yaitu anak
yang juga yaitu anggota kluster keluarga pertama di negara kita . sampai November 2010 proporsi kematian masalah avian influenza di negara kita semakin meningkat 80 %, sedang masalah di dunia tercatat sebanyak 200 masalah dengan proporsi kematian 50%. Infeksi virus avian influenza A(H5N1) lebih sering terjadi pada anak-anak, dewasa muda, wanita muda. Lebih dari setengah masalah yang tampak terinfeksi avian influenza A(H5N1) berusia di bawah 18 tahun dan
seperempat dari masalah yaitu anak di bawah usia 10 tahun. tampak juga kematian yang tinggi >80% terjadi di Thailand pada anak-anak
dengan infeksi avian influenza A (H5N1).
Ada banyak strain Avian Influenza, namun biasanya dibagi 2 bagian besar, yaitu Low
pathogenic dan Highly pathogenic. Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) memicu
gejala yang ringan atau bahkan tidak bergejala pada unggas sebab sifat patogenitasnya
yang rendah. biasanya menyerang unggas di Amerika Utara. Highly Pathogenic Avian
Influenza memicu gejala yang berat dan atau bahkan kematian pada burung. Strain inilah yang memperoleh perhatian serius sebab penyebarannya cepat dan luas dan memicu Outbreak secara global pada unggas dan bahkan bisa menyerang manusia, Ditemukan pada polpulasi unggas di Asia Selatan dan sebagian wilayah Afrika. H5N1 yang patogenik bisa menyerang unggas di alam liar atau dipeternakan. Influenza pada manusia ditularkan melalui inhalasi droplet dan nukleus droplet, kontak langsung, mungkin juga melalui kontak tidak langsung udara/debu, melalui inokulasi
pada traktus respiratorius atas atau mukosa konjungtiva. Rute penularan lain belum
diketahui. Terjadinya infeksi influenza A pada manusia (H5N1) sudah dibuktikan berasal
dari unggas ke manusia, mungkin dari lingkungan ke manusia dan penularan dari manusia
ke manusia secara terbatas dan tidak menetap. pasien yang memiliki resiko besar untuk
terserang Avian Influenza A (H5N1) ini yaitu pekerja peternakan unggas, penjual
Pada tahun 1997, pajanan oleh unggas dalam satu minggu sebelum awitan penyakit
berkaitan dengan penyakit pada manusia, sedang resiko tidak bermakna bila memakan atau mengolah produk unggas atau terpajan manusia yang mengalami influenza A (H5N1). Kebanyakan pengidap memiliki riwayat kontak langsung dengan peternakan unggas, seperti mencabuti bulu, mengobati unggas yang sakit, adu ayam, bermain di sekitar peternakan unggas atau memasak unggas kurang matang. penularan influenza A (H5N1) antar manusia diperkirakan terjadi dengan ditemukannya kejadian dalam golongan keluarga yang tinggal serumah, namun sejauh ini belum ditemukan masalah penularan antar manusia melalui aerosol. Pada tahun 1997,
penularan antar manusia belum ditemukan dan peneliti serologis pada tenaga kesehatan
yang terpajan menandakan cara penularan ini belum efisien. Suatu surveilans intensif terhadap kontak dengan memakai reverse transcriptase PCR (RT-PCR) sudah mendeteksi masalah yang ringan, infeksi lebih banyak dijumpai pada dewasa tua, dan terjadi peningkatan jumlah dan durasi golongan keluarga di Utara Vietnam. Hasil ini menyokong bahwa strain virus lokal mulai beradaptasi pada manusia. walau begitu , penelitian epidemiologi dan virologi diperlukan untuk memastikan temuan ini . Saat ini resiko
penularan nosokomial pada tenaga kesehatan masih rendah, meski di Vietnam terjadi
sebuah masalah penyakit berat pada perawat yang terpajan oleh pengidap .penularan dari lingkungan ke manusia secara teoritis bisa terjadi. Ingesti air yang terkontaminasi peroral saat berenang dan inokulasi langsung intranasal atau konjungtiva saat terpajan oleh air, kontaminasi tangan terhadap debu, dan inokulasi langsung.
pemakaian kotoran ternak sebagai pupuk juga bisa yaitu faktor resikoBelum ada vaksin influenza A(H5) yang secara komersial tersedia untuk manusia. usaha pencegahan penularan dilakukan dengan cara menghindari bahan yang terkontaminasi tinja dan sekret unggas, dengan pelaksanaan sebagai berikut:
- Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan
- Mengkonsumsi daging ayam yang sudah dimasak pada suhu 80 ⁰C selama 1 menit,
sedang telur unggas perlu dipanaskan pada suhu 64 ⁰C selama 5 menit,
- Setiap pasien yang berkaitan dengan bahan dari saluran cerna unggas, harus
memakai pelindung (masker, kaca mata renang)
- Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas seperti tinja harus diobati dengan baik (dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi pasien disekitarnya
- Alat-alat yang dipakai dalam peternakan harus dicuci dengan desinfekstan,
berdasar cara penularan :
- Kontak : langsung dan tidak langsung
Penularan melalui kontak kulit saat memandikan pasien atau melakukan pelaksanaan
perawatan (secara langsung) atau melalui benda lain seperti alat kesehatan, jarum,
kasa pembalut, tangan yang tidak dicuci (tidak langsung)
- Droplet :
Melalui percikan cairan dari pengidap kepada pasien lain. Percikan yang berasal dari
bagian tubuh pasien (diameter >5 mm melalui batuk, bersin, bicara selama penghisapan lendir dan bronkoskopi). Percikan ini terbang dalam jarak dekat melalui udara dan mengendap di
bagian tubuh pejamu lain yang rentan (konjungtiva, mukosa hidung mulut)
- Alat pelindung diri (APD) : gunakan bila memasuki ruang rawat pengidap , selama melakukan pelaksanaan atau pelaksanaan lain yang berkaitan dengan bahan infeksius
- batasi pemindahan pasien ke ruangan lain kecuali diperlukan.
- Alat kesehatan untuk pengidap : sediakan alat khusus untuk pasien dengan kemungkinan tingkat penularan yang tinggi.
- Memperlakukan semua darah dan cairan tubuh pasien sebagai bahan infeksius, hindari menjamahnya dengan tangan atau segera cuci bila kemungkinan tercemar.
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun/antiseptik. ini dilakukan sebelum dan sesudah menjamah pengidap atau sebelum memakai dan sesudah melepas sarung tangan.
- Alat pelindung diri (masker, kaca mata, pelindung wajah dan sepatu plastik) dikenakan bila ada kemungkinan terjadi percikan darah atau cairan tubuh pasien selama melakukan perawatan pasien.Penempatan pengidap : di ruangan tersendiri, atau di ruangan dengan pengidap lain yang sama analisa nya
Kegiatan imunisasi di negara kita sejak tahun 1956 untuk imunisasi cacar. Pada tahun 1974, cakupan imunisasi di negara kita mencapai 15% sehingga pemerintah pada tahun 1977 menyelenggarakan program pengembangan imunisasi (PPI) atau expanded program on immunization (EPI). PPI yaitu program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen internasional dalam rangka percepatan , pencapaian universal child immunization (UCI) pada akhir tahun 1982. Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi PPI dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi (P3DI), yaitu campak, tuberkulosis, difteri, tetanus, pertusis, polio, Pada tahun 1992 program imunisasi Hepatitis B
mulai diperkenalkan, tahun 1997 dilaksanakan secara nasional. Tahun 2013 departemen kesehatan memasukkan vaksin pentavalen ke dalam program imunisasi nasional secara bertahap. Vaksin pentavalen mengandung 4 antigen dalam satu suntikan yang bisa memberi kekebalan terhadap penyakit difteri tetanuspertusis (DTP), hepatitis B (HB) dan Haemophilius influenzae type b (Hib). Kombinasi
ini mengurangi jumlah kebutuhan kunjungan imunisasi dan suntikan imunisasi untuk anak. Pelaksanaan vaksinasi pentavalen dilakukan dalam 3 tahapan, departemen kesehatan menambahkan 3 jenis vaksin untuk melengkapi program nasional imunisasi dasar lengkap yaitu: vaksin Human papilloma virus (HPV), vaksin Measles-Rubella (MR), vaksin Pneumococcus,,
area endemis infeksi japanese encephalitis
(JE) dan tujuan wisata penting, juga ditambahkan vaksin JE. Sampai dengan tahun 2019, departemen kesehatan akan menambah imunisasi baru, yang dinamakan New Vaccine Initiative. Program ini yaitu proyek demonstrasi (bukan pilot project), sebab vaksin ini sudah diuji di beragam negara, jadi tinggal dilaksanakan. Sampai dengan tahun 2025, departemen kesehatan akan menambah 3 imunisasi lagi. maka nantinya total imunisasi dasar lengkap akan meliputi 14 vaksin. Bila tahapan ini sudah dicapai maka program imunisasi di negara kita sudah setara dengan negara maju lain.
Vaksin MR untuk menggantikan vaksin campak akan mulai diterapkan untuk dipakai secara berkala sekitar Oktober 2017. vaksin Pneumococcus sebagai proteksi bagi anak-anak dari ISPA akan mulai diterapkan pada akhir tahun 2017. vaksin HPV, yang sebetulnya sudah mulai diperkenalkan pada program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) tahun 2016 dibangun lebih luas pada tahun 2017. Waktu yang diperlukan agar ketiga vaksin baru ini bisa
menjadi program nasional yang menyeluruh lebih kurang 2-3 tahun.Infeksi HPV terjadi bila virus masuk ke dalam tubuh pasien , biasanya melalui robekan, kulit yang mengelupas atau luka sayat kecil. Penularan terjadi akibat kontak antar
kulit. Penyebaran terjadi melalui kontak dengan kulit yang terinfeksi, membran mukosa, cairan tubuh, hubungan seksual. Infeksi HPV genital terjadi bila ada hubungan seksual, seks anal, kontak kulit dengan kulit di area genital. Infeksi bisa juga terjadi di area mulut, bila terjadi oral sex. Infeksi HPV terjadi melalui kontak dengan sesuatu yang tercemar virus HPV, seperti di kolam renang biasa , yang bisa meningkatkan risiko. Kebanyakan infeksi HPV bersifat asimtomatik dan bisa sembuh spontan sesudah 1 - 2 tahun. Namun bila terinfeksi tipe tertentu, tidak terdeteksi dan tidak diobati, infeksi menetap dan berlanjut
progresif, berbulan bulan bahkan bertahun tahun, akhirnya memicu kanker serviks. Bila tidak ditemukan dan diobati terinfeksi oleh tipe risiko tinggi, akan menjadi karsinoma invasif pada tempat terinfeksi, biasanya di saluran genital, yang
lalu bisa berkembang menjadi kanker servik.
Imunisasi HPV yaitu pencegahan primer kanker serviks yang tingkat keberhasilannya bisa mencapai 100% jika diberikan sebanyak 2 kali pada golongan usia wanita yang belum pernah terinfeksi HPV.Vaksin HPV, yaitu vaksin yang bisa memberi perlindungan terhadap kanker
serviks akibat virus human papillomavirus (HPV), , juga penyakit lain akibat infeksi virus HPV yaitu kanker vagina dan vulva, penis pada laki-laki. HPV juga bisa memicu kanker orofaring (tenggorokan atas), kanker anal dan kutil genital.
Saat ini, yang beredar di negara kita ada 2 vaksin human papillomavirus (HPV). Yang pertama, vaksin HPV quadrivalent (HPV4) mengandung 4 subtipe virus (6, 11, 16 dan 18) dan vaksin HPV bivalent (HPV2) yang mengandung 2 subtipe virus (16 dan 18). Kedua vaksin itu memiliki keefektifan tinggi, 80%, untuk perlindungan terhadap kanker serviks (Ca cervix) yang kebanyakan dipicu oleh virus HPV subtipe
16 dan 18. Vaksin HPV4 yang mengandung 2 tambahan subtipe 6 dan 11 memiliki
kelebihan bisa melindungi wanita terhadap kanker dan pra-kanker vagina dan vulva,
juga kutil genital. Vaksin bisa diberikan kepada anak gadis mulai usia 9 tahun, namun
di Amerika disarankan untuk gadis usia 11-12 tahun. Di negara kita , vaksinasi HPV disarankan diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali suntikan. bila vaksin diberikan
pada usia usia 9 - 13 tahun cukup diberikan 2 kali dengan interval waktu 6 - 12 bulan.
Vaksinasi paling efektif diberikan sebelum anak gadis melakukan aktivitas seksual.Keamanan vaksin sudah dibuktikan dari beragam penelitian sebelum vaksin disetujui beredar di Amerika. Uji klinis sebelum diberikan lisensi dan data yang dikumpulkan sesudah vaksin beredar menunjukan vaksin aman. Efek samping berwujud sakit di tempat suntikan, demam, tidak enak badan kemerahan atau bengkak.
Program nasional pencegahan kanker leher rahim sudah dilaksanakan saat ini yaitu dengan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA. Pencegahan kanker leher rahim akan semakin efektif jika dibarengi dengan melakukan usaha proteksi khusus dengan memberi imunisasi HPV. sebab tingginya angka kanker servik di negara kita dan memicu kematian pada pasien wanita per hari, departemen kesehatan memutuskan
memasukkan vaksinasi HPV secara bertahap ke dalam program imunisasi nasional untuk anak gadis di kelas 5 SD dan diulang 12 bulan lalu di kelas 6 SD. Kegiatan pemberian imunisasi HPV melalui program BIAS ini diawali dengan pemberian imunisasi di lokasi percontohan yang memiliki angka prevalensi kanker serviks yang tinggi dan dipandang memiliki kesiapan dalam melaksanakan imunisasi HPV, Rubela yaitu penyakit infeksi akut yang dipicu oleh virus rubella, biasanya ringan menyerang anak atau dewasa. Melalui cara implementasi vaksinasi rubela, insidensi rubela menurun di beragam negara, dan rantai penularan endemik
virus rubela di WHO Region of the Americas diputus sejak tahun 2009. Epidemi rubela
terjadi secara berkala, pola musimnya tiap 5 sampai 9 tahun. Namun lamanya dan periode epidemi rubela beragam di dunia. Bila infeksi rubela terjadi saat sebelum konsepsi, atau saat hamil muda, bisa terjadi abortus, kematian janin atau defek kongenital yang dikenal sebagai congenital rubella syndrome (CRS). Risiko tinggi
untuk CRS ada di negara dengan angka wanita subur yang rentan terhadap infeksi virus rubela tinggi. Kejadian CRS beragam antar negara, faktor epidemiologi dan sosio-ekonomi berperan. , ada juga perbedaan pola antara area urban dan
rural. Epidemi yang luas memicu peningkatan morbiditas. Epidemi yang luas di Amerika Serikat tahun pada 1964 - 1965, diperkirakan memicu 1 juta masalah rubela, meliputi > 200 masalah ensefalitis, > 10 kematian janin, > 2000
masalah CRS, > 80 masalah tuli, 30 anak dengan buta-tulidan 10 anak dengan disabilitas intelektual.
, penyakit rubela yaitu penyakit ringan yang bisa sembuh spontan yang biasanya menyerang anak-anak. Dalam waktu 2 minggu sesudah terpapar
memasuki tahap prodromal muncul demam < 39°C, lemas dan konjungtivitis ringan, yang
lebih sering terjadi pada pasien dewasa. Limfadenopati peri aurokuler, oksipital dan servikal posterior khas, biasanya muncul 5 - 10 hari sebelum munculnya ruam. Ruam makulo-papular, eritematosus gatal diperoleh pada 80% pengidap rubela. Ruam terjadi selama 1 sampai 3 hari. Ruam mulai muncul ruam di wajah dan leher lalu ke seluruh tubuh. 50% masalah , tidak ditemukan ruam atau subklinis. Gejala sendi (artritis, artralgia), berlangsung tidak lama, bisa diperoleh pada 60% wanita namun tidak pada laki-laki dan anak-anak. dampak perdarahan dan Guillain-Barré syndrome jarang diperoleh . Pada ibu hamil yang terinfeksi segera sesudah konsepsi atau hamil muda 8 - 10 minggu, infeksi rubela bisa memicu defek multipel, bisa mencapai 91% masalah , selain memicu kematian janin dan lahir mati. Risiko menurun drastis
dan jarang ditemukan defek pada janin, bila terjadi saat, kehamilan di atas 16 minggu, walau kelainan syaraf sensorik pendengaran masih bisa terganggu sampai usia kehamilan 20 minggu. Defek akibat CRS bisa terjadi pada mata (pigmentary retinopathy, chorioretinitis, cataracts, microphthalmia, glaucoma), telinga (tuli sensorik), jantung (peripheral pulmonary artery stenosis, patent ductus arteriosus atau ventricular septal defects), dan kraniofasial (mikrosefali). CRS bisa muncul dengan dampak neonatal berwujud hepatitis, thrombocytopenia, meningoencephalitis, hepatosplenomegali dan gambaran radiolusen tulang panjang (sifat untuk gambaran radiologis pada CRS). Komplikasi thrombocitopenia bisa
fatal. bisa juga terjadi interstitial pneumonitis pada bayi dengan CRS. Bayi yang bisa
bertahan hidup, bisa mengalami gangguan perkembangan berwujud gangguan penglihatan
dan pendengaran dan berisiko mengalami perkembangan yang terlambat, termasuk
autis, diabetes melitus tipe I, dan tiroiditis. ditemukan pasien dengan progressive
encephalopathy mirip subacute sclerosing panencephalitis pada pasien dengan CRS.
Vaksin rubela tersedia, baik yang monovalen atau dalam bentuk kombinasi
dengan vaksin lain, contoh kombinasi dengan campak/measles (MR), measles dan mumps
(MMR), atau measles, mumps and varicella (MMRV).
Program yang direncanakan departemen kesehatan yaitu pengenalan vaksin MR
di negara kita yang menyasar anak berusia 9 bulan sampai 15 tahun, vaksin diberikan sekali
pada semua anak rentang usia itu, sebanyak 70 juta jiwa. Untuk Jawa, tahap pengenalan
MR yaitu Agustus-September 2017, dan luar Jawa pada bulan Agustus-September 2018.
Mulai Oktober 2017, vaksin MR akan menggantikan vaksin campak di Jawa, sesuai
jadwal imunisasi campak (di usia 9 bulan, 2 tahun, dan di usia 7 tahun). Vaksin MR
menggantikan vaksin campak (M) di seluruh negara kita mulai Oktober 2018 sesudah area
luar Jawa tercakup.Pneumokokus (Streptococcus pneumoniae)Infeksi pneumokokus yaitu salah satu penyakit dengan prevalensi tinggi di Asia Pasifik dengan kematian mencapai 20%. Prevalensi meningitis akibat pneumokokus
tinggi, sekitar 30% dengan kematian mencapai 20%. Pneumonia akibat pneumokokus di Asia Pasifik mencapai sekitar 50% dengan kematian sebesar 20%. Beban penyakitb pneumokokus(pneumonia, meningitis dan sepsis) di Asia, termasuk di negara kita , dipicu oleh pneumokokus invasif dengan mortalitas yang tinggi.Infeksi pneumokokus bisa memicu penyakit meningitis, bekteremia, pneumonia, otitis media akut sinusitis. Bakteri pemicu nya yaitu S. pneumoniae (Pneumococcus), yang
berkolonisasi di nasofaring, bisa penularan melalui percikan ludah. Kolonisasi pada bayi
dan anak usia muda, yaitu reservoar utama bakteri, S. pneumoniae terdiri dari > 90 serotipe. Sebelum dipakainya PCV (pneumococcal conjugate vaccines), ada 6 - 11 serotipe yang memicu ≥ 70% invasive pneumococcal disease (IPD) pada anak di dunia. Sebelum vaksinasi PCV 7 diberikan insidensi tahunan IPD pada anak usia < 2 tahun mencapai 4/100 000 per tahun. Di banyak negara, sesudah PCV diberikan secara rutin, angka IPD menurun , bahkan serotipe yang sesuai dengan vaksin tidak diperoleh lagi, juga hilang pada golongan lingkungannya yang
tidak memperoleh vaksinasi. Vaksin yang beredar saat ini ada 2 macam yaitu 23-valent pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV23) yang berisiko 23 serotipe yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6B, 7F, 8, 9N, 9V,10A, 11A, 12F, 14, 15B,17F, 18C, 19A, 19F, 20, 22F, 23F, 33F. Untuk imunisasi primer,
diberikan 1 kali intra-muskular atau subkutan, vaksinasi ulangan tidak perlu pada anak
sehat, namun pada anak imunokompromais ada yang memberi imunisasi ulangan 1 - 2 kali. Vaksin tidak bisa diberikan pada anak usia < 2 tahun, padahal infeksi pneumokokus tinggi pada golongan usia ini . Vaksin konjugat mulai dipasarkan tahun 2000 di Amerika Serikat, yaitu PCV 7. saat ini ini PCV 7 tidak dipasarkan lagi, yang ada di pasaran sejak 2010 yaitu PCV10 yang mengandung 10 serotipe: 1, 4, 5, 6B, 7F, 9V, 14, 18C, 19F dan 23F, dan PCV13 mengandung serotipe yang sama dengan PCV 10 ditambah 3 serotipe: 1, 3, 4, 5, 6A, 6B, 7F, 9V, 14,18C, 19A,
19F, and 23F. Dengan PCV 10 dan PCV 13 penurunan IPD akibat pneumokokus yang
sesuai serotipe vaksin, menurun secara menonjol , sebesar > 70%. Kedua vaksin, PCV 10 dan PCV 13, disarankan oleh WHO untuk dipakai dalam NIP, dan bisa diberikan pada anak mulai usia 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk PCV 13, ada tambahan bisa diberikan pada pasien dewasa > 50 tahun.
Japanese encephalitis (JE) yaitu pemicu ensefalitis di Asia, di sebarkan oleh nyamuk Culex yang sudah terinfeksi. Untuk mengendalikan JE, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan vaksin JE dimasukkan ke dalam program imunisasi nasional di area JE. Namun pelaksanaan pengendalian berjalan lambat, sesudah banyak negara melaksanakan survailen JE dan bisa diperoleh vaksin yang aman dan efektif.JE yaitu penyakit infeksi serius yang dipicu oleh virus JE yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi. JE tidak menular antar-manusia. Risiko untuk terkena penyakit ini terutama pada pasien yang tinggal di area yang
sering ditemukan pengidap JE, Nyamuk Culex tritaeniorhynchus, yaitu spesies vektor yang terpenting, berkembang biak di kolam dan genangan sawah dan menggigit pada malam hari, babi dan burung yaitu reservoar virus. maka , virus JE tidak bisa dieliminasi, namun penyakit bisa dikendalikan dengan universal human vaccination di area endemis. Faktor risiko untuk penyakit JE antara lain hidup berdekatan dengan persawahan dan bila memiliki atau bertetangga dengan pemilik babi. Infeksi JE biasanya asimtomatis. Penyakit yang berat diperkirakan 1 masalah per 250 infeksi JE. Masa inkubasi JE 4 -14 hari, diikuti gejala klinis, opistotonus, acute flaccid paralysis (lumpuh layu), tiba-tiba demam tinggi, menggigil, pusing , pegal-pegal, nyeri otot, gangguan mental, kejang terjadi pada anak
(> 75%) dan lebih jarang pada dewasa. Pada anak, gejala muntah dan nyeri perut dominan
sebagai gejala pertama. Penyakit berlangsung progresif menjadi ensefalitis berat ditambah
gangguan mental, kelainan nerologis biasa atau fokal, penurunan kesadaran sampai koma. pengidap memerlukan bantuan ventilator. 40% dari masalah berat yang hidup, menunjukan gangguan nerologis serius, psikososial, disabilitas intelektual dan fisik. Laju kematian pada anak yang muda mencapai 20 %.Tidak ada obat untuk penyakit JE, hanya pengobatan pendukung , Kematian pada JE biasanya dipicu sebab hipoglikemia aspirasi, kejang-kejang, peningkatan tekanan intra kranial Satu-satunya cara pencegahan yaitu dengan dengan imunisasi. Vaksin JE sudah cukup lama beredar. tahun 2013 FDA (Food and Drug Adimistration) mengeluarkan lisensi vaksin
JE untuk bisa diberikan kepada anak usia 2 bulan sampai 16 tahun juga. Dosis vaksin JE primer yaitu 2 kali suntikan dengan jarak minimal 28 hari untuk anak 2 bulan sampai 2 tahun tiap dosis 0,25 ml dan untuk anak ≥ 3 tahun setiap dosisnya 0.5 ml. Sampai saat ini belum terkumpul data mengenai pemberian buster untuk JE. Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP), menyarankan bila pasien usia ≥ 17 tahun akan
bepergian ke area risiko penularan JE tinggi disarankan pemberian ulangan bila
pemberian vaksin yang primer sudah > 1 tahun sebelumnya.
dampak malnutrisi terjadi di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bersifat permanen. meneliti skor IQ pada 77 pasien dewasa berusia 40 tahun dengan riwayat pernah mengalami malnutrisi sedang atau berat pada saat bayi, menemukan bahwa 65% memiliki skor IQ dibawah 95 termasuk 24% yang memiliki skor IQ
dibawah 70. ini akan mempengaruhi kemampuan didiknya dan lapangan pekerjaan yang bisa diperoleh. Bayi yang dilahirkan prematur juga akan mengalami malnutrisi jika tidak mencapai pertumbuhan yang optimal. Di berbagai belahan dunia, angka kejadian restriksi pertumbuhan ekstrauterin diantara bayi dengan berat lahir rendah beragam , Kecukupan energi dan protein pada minggu pertama kehidupan berkorelasi dengan defisit perkembangan neurokognitif pada usia 18 bulan. untuk menyelamatkan masa depan bayi prematur, muncul saran pemberian nutrisi agresif pada awal kehidupan untuk mengembalikan berat badan lahir secepatnya sebelum 2 minggu diteruskan dengan tahapan pertumbuhan dengan mengoptimalkan nutrisi enteral atau oral . Pemberian protein yang tinggi pada awal kehidupan mengoptimalkan tumbuh sehingga menyelamatkan perkembangan neurokognitifnya pemberian protein dosis tinggi menandakan meningkatkan risiko terjadinya sindrom metabolik suatu saat, ini mengharuskan dokter spesialis anak yang menangani bayi prematur untuk menentukan pertumbuhan yang optimal yang menghasilkan fungsi kognitif yang optimal tanpa harus mengalami penyakit degeneratif suatu saat Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menerapkan asuhan nutrisi prematur mulai dari menilai status nutrisi, menghitung kebutuhan zat gizi, menentukan jalur asupan, jenis nutrisi memantau.pertumbuhan yaitu suatu percepatan pertumbuhan sebagai kompensasi adanya periode deprivasi sebelumnya. pertumbuhan mulai diperhitungkan jika ada status gizi kurang. Idealnya diharapkan kenaikkan berat badan meningkat 1,5-2 X kecepatan pertambahan berat badan normal . bahwa kecepatan kenaikkan berat badan erat hubungannya dengan rasio protein energi (PER) setiap 150 kkal/kg/hari diperlukan protein 3-4 g/kg/hari. menyarankan rasio protein energi (PER) 3,6 g/100 kkal untuk pertumbuhan bayi prematur, sebab selain toleransinya baik juga memenuhi kebutuhan protein dan energi untuk pertumbuhan optimal. Untuk memantau kecukupan asupan protein bahwa kadar ureum serum >1,6 mmol/L dan kadar ureum urin >18 mmol/L(urin dikumpulkan dalam 8 jam) mengindikasikan asupan protein yang tinggi jika kecepatan pertumbuhan kuat . Sebaliknya jika kadar keduanya lebih rendah secara konsisten dan kecepatan pertumbuhan belum kuat menandakan asupan protein harus ditingkatkan. Pedoman ini bisa diterapkan tiap pasien pada bayi sesuai masa kehamilan (AGA) dengan berat lahir rendah sesudah berusia 3 minggu, Pilihan nutrisi khusus (food for special medically purposed = pangan khusus untuk keperluan medis) bayi prematur berlaku pada bayi prenatur (<32 minggu) atau berat lahir rendah (<1500 g), di atas usia dan berat badan ini jenis makanan yang diberikan sama dengan bayi cukup bulan. Urutan pilihan yaitu sebagai berikut ASI → ASI donor yang aman → ASI + Human Milk Fortifier → susu formula prematur, Jika mengacu pada perhitungan PER , hanya ASI + HMF, dan susu formula prematur yang memiliki PER ≥11,5% sehingga memungkinkan catch up growth ≥ 20 g/kg/hari. Setiap penerapan asuhan nutrisi wajib diakhiri dengan pemantauan akseptabilitas, toleransi, efektifitas asuhan nutrisi ini . Pemantaun bisa dilakukan setiap hari
saat bayi masih dirawat inap atau setiap 1-2 minggu sesudah bayi dipulangkan kerumah.
Penilaian efektifitas pertumbuhan memakai parameter berat badan, panjang badan lingkar kepala menurut usia grafik Intergrowth 21st International Postnatal Growth Standard for Preterm yang lebih praktis sebab pemantauan bisa dilakukan sejak 26 minggu sampai 64 minggu usia gestasi lalu diteruskan dengan grafik WHO 2006 mulai usia 6 bulan, kedua yaitu grafik standar. Jika memakai grafik Fenton pemantauan dilakukan sejak 24 minggu sampai 40 minggu, sesudah itu beralih memakai grafik WHO 2006.Bayi wanita usia 21 hari, usia gestasi 30 minggu, berat lahir 1300 g, panjang 38 cm,
lahir secara bedah kaisar atas indikasi eklamsia. Bayi dirawat selama 20 hari sebab distres
napas. Pada hari ke-1 diberikan priming ASI dan lalu dinaikkan bertahap sehingga mencapai nutrisi enteral penuh pada hari ke-10. Saat ini berat bayi 1500 g, panjang 39 cm, diberikan ASI perah campur formula prematur lewat OGT sebanyak 160 ml/kg/hari (ASI 4x30 dan PF 4x30 ml). Produksi ASI ibu berkisar 120 ml/hari. , lakukan asuhan nutrisi bayi prematur berat badan : Bayi dilahirkan prematur 30 minggu, jika memakai grafik The International Postnatal Growth Chart for Preterm Infants panjang badan 38 cm sesuai untuk bayi prematur 31 minggu dengan berat ideal 1,27 g. ( analisis sesuai masa kehamilan, status gizi baik ).Pada usia 21 hari kenaikkan berat badannya seharusnya 13,5-16 g/kg berat badan /hari , yaitu minimal 283,5 g, pada pasien ini kenaikkan berat badan aktual yaitu 200 g, jadi dibawah kenaikkan berat badan minimal. Saat itu pasien masih melanjutkan konsumsi ASI 120 ml dan susu formula prematur 120ml. berat badan ideal berdasar panjang badan saat 21 hari yaitu 39 cm yaitu 1,45 kg , jadi diperlukan 174 kkal/hari.Jika akan memakai HMF , untuk setiap 25 ml ASI bisa ditambahkan 1 sachet HMF (4 kkal). 100 ml ASI (± 67 kkal) dengan 4 sachet HMF akan menghasilkan 83 kkal. Untuk memenuhi kebutuhan 174 kkal/hari diperlukan ± 200 ml ASI ditambah 8 sachet HMF. Berdefisiensi ibu harus menyediakan tambahan ASI donor yang memenuhi persyaratan higienis sebanyak 80 ml.
Jika hal ini sulit dilaksanakan maka pilihan kedua yaitu memakai susu formula prematur dengan perhitungan sebagai berikut: ASI ibu saat ini hanya 120 ml/hari setara dengan 80,4 kkal, kekurangan yang harus dipenuhi yaitu 93,6 kkal bisa terpenuhi oleh 4 takar susu formula prematur/hari (4X30 ml). Jadi dengan ASI 4X30 ml dan 4X30 ml susu formula prematur diharapkan bayi bisa mencapai berat badan 1,45 kg, bayi dibawa oleh ibunya ke dokter spesialis anak sebab gagal tumbuh. yaitu anak kedua dari orangtua yang tidak ada consanguinitas, dilahirkan spontan prematur 36 minggu. Berat lahir 1638 g, panjang badan 42 cm dan lingkar kepala 30 cm, bayi memperoleh ASI dan HMF, dipulangkan pada usia 16 hari dengan berat 1716 g, usia 34 hari berat 2068 g dan panjang 44 cm.
Bayi dilahirkan prematur 36 minggu, berdasar anamnesis kesannya stabil sebab segera
diberikan ASI lalu ditambah Human Milk Fortifier (HMF). , panjang badan 42 cm sesuai untuk bayi prematur 33-34 minggu dengan berat ideal di antara 1,55-1,86 g (analisis status gizi baik).
Pada usia 16 hari kenaikkan berat badannya seharusnya 10-13 g/kg berat badan /hari, yaitu
minimal 262 g, pada pasien ini kenaikkan berat badan aktual yaitu 178 g, jadi dibawah
kenaikkan berat badan minimal. Saat itu pasien masih melanjutkan konsumsi ASI dan HMF
(jumlah tidak diketahui). Pada saat dirujuk usia 34 hari, pasien sudah memasuki 40 mg 6 hari, sehingga kenaikkan berat badan yang diharapkan minimal 25 g/hari jadi 450 g/18 hari, sedang kenaikan berat badan aktual yaitu 352 g, masih tidak sesuai dengaan kenaikan berat badan yang diharapkan.Jika mengacu pada berat badan saat 34 hari, bayi diperkirakan memperoleh asupan ASI dan HMF sebanyak 2,068 x 120 kkal/hari = 248 kalori (300 ml ASI perah ditambah 12 sachet
HMF). berat badan ideal berdasar panjang badan saat 34 hari yaitu 44 cm yaitu 2.280 kg
diperlukan 273 kkal/hari untuk mencapainya. Untuk menenuhi kebutuhan 273-248
kkal =25 kkal diperlukan tambahan ASI 37 ml. Sesuai dengan indikasi pemakaian FSMP bayi prematur, untuk bayi yang usia gestasinya > 32 minggu dan atau berat lahirnya >1500 g, maka jika ASI ibu hanya 300 ml ∞ 200 kkal maka perlu ditambah susu formula standard 73 kkal setara dengan 3,65 takar (1 takar = 20 kkal) atau 3,3 takar susu formula postdischarge (1 takar = 22 kkal). atau 73 ml Infantrini® (1 ml = 1 kkal) tergantung ketersediaan produk dan toleransinya.
4
Pengelolaan infeksi HIV pada anak akibat penularan perinatal sebelum tersedianya
obat antiretroviral (ARV) yaitu berfokus pada perawatan dan pencegahan infeksi oportunistik dan paliatif. ini dilakukan sebab mortalitas
dan morbiditas yang tinggi, Sejak tersedianya terapi antiretroviral HAART pada awal tahun 1990 dan terapi dari rejimen obat tunggal menjadi rejimen tiga jenis obat ganda diperoleh hasil yang
baik. dengan terapi ARV yang tepat memiliki kelangsungan hidup, menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. rata-rata usia anak di Amerika Serikat dengan HIV-positif yang terinfeksi pada masa perinatal saat ini yaitu 15 tahun.
seiring bertambahnya usia, perlu penanganan
kegagalan pengobatan yang mungkin dipicu oleh faktor resistensi obat ARV, farmakodinamik obat ARV, dan kepatuhan pengidap minum obat.
Komplikasi akibat pemakaian obat ARV jangka panjang, Adolesen yang terinfeksi perinatal memiliki riwayat klinis dan pengobatan
yang panjang dan terpapar beragam jenis obat antiretroviral. walau anak-anak bisa tetap memakai rejimen antiretroviral yang stabil selama bertahun-tahun, perlu dilakukan pemantauan berkala terhadap jumlah virus dan hitung CD-4 yang berguna untuk menilai efektivitas rejimen obat yang dipakai . anak-anak dan remaja yang
memperoleh ARV perlu dipantau jumlah virus dan hitung CD-4 secara berkala setiap 3 sampai 4 bulan untuk menilai keefektifan rejimen yang sedang dipakai , dan bisa menentukan bila ada kegagalan pengobatan. Kegagalan pengobatan meliputi kegagalan klinis, virologik, imunologik,
-Kegagalan imunologik
Kegagalan imunologi dinilai dengan mengevaluasi hitung sel limfosit T CD-4 di dalam tubuh pasien. memiliki hitung sel limfosit T CD-4 normal lebih dari 200 sel/mm3
-. Kegagalan imunologi diartikan sebagai
kegagalan mencapai dan mempertahankan tanggapan sel limfosit T CD-4 yang memadai walau ada penekanan jumlah virus. Tidak ada definisi khusus untuk kegagalan imunologis, meski riset berfokus pada pasien yang
gagal meningkatkan hitung sel T CD-4 di atas ambang batas tertentu (contoh > 350 atau 500 sel/mm3) selama periode waktu tertentu (contoh selama Tahun). Definisi lain berfokus pada ketidakmampuan untuk meningkatkan hitung sel CD-4 di atas jumlah sebelum pengobatan dan juga diartikan sebagai penurunan yang
berlanjut 5 poin persentase hitung CD-4 dalam persentase di bawah garis dasar sebelum pengobatan ARV. Proporsi pasien yang mengalami kegagalan imunologi bergantung pada bagaimana kegagalan diartikan , periode pengamatan, dan hitung sel CD-4 saat pengobatan dimulai
- Kegagalan virologis
Kegagalan virologis sebagai tanggapan yang tidak baik terhadap terapi ARV yang diketahui dari jumlah virus HIV atau terdeteksinya virus kembali
sesudah sebelumnya mencapai tidak terdeteksinya virus. tanggapan yang tidak baik
terhadap terapi ARV diartikan sebagai penurunan jumlah HIV RNA < 1,0 log10 sesudah 8 sampai 12 minggu pengobatan, jumlah virus HIV masih > 400 sesudah 6 bulan pengobatan, dan virus HIV tetap terdeteksi sesudah 12 bulan pengobatan.
-Kegagalan klinis
yaitu munculnya infeksi oportunistik baru dan atau menjadi progresif meski sudah memakai HAART selama beberapa bulan. walau kondisi ini muncul pada beberapa bulan pertama sesudah dimulainya rejimen antiretroviral, tidak diartikan sebagai kegagalan terapi, pemantauan klinis
harus berlanjut dan perlu pertimbangan bahwa
rejimen saat ini gagal.Pasien yang mengalami gagal terapi ARV akibat kegagalan virologis, imunologis dan klinis, harus diperhatikan permasalahan yang melatarbelakanginya, yaitu:
-Farmakokinetik Obat ARV, dosis obat yang tidak memadai bisa memicu kegagalan pengobatan. bergantung pada banyak faktor, termasuk perubahan perkembangan selama masa pubertas. pemicu lain dari tingkat obat yang tidak
mencapai kadar terapi, mungkin dipicu oleh gangguan penyerapan pada saluran gastrointestinal. sering dihadapkan pada dilema
memberi dosis pada adolesen berdasar berat badan, luas permukaan tubuh, atau berdasar pedoman dosis tetap pasien dewasa, sehingga akibatnya tidak mencapai dosis terapeutik yang diharapkan.
-Masalah kepatuhan mengkonsumsi obat ARV
-Resistensi obat
adanya hubungan antara beberapa mutasi dan resistensi banyak obat pada isolat HIV. Namun data resistansi pada anak dan remaja dengan HIV positif yang terinfeksi perinatal masih kurang.
Sebagian besar anak remaja yang terinfeksi perinatal sering terpapar beberapa jenis obat ARV sehingga mungkin terjadi mutasi pada RNA HIV mereka. Oleh sebab itu penting untuk melakukan pengujian resistensi obat pada golongan ini sebelum mengganti terapi untuk menentukan kegagalan pengobatan. Uji genotipik
dan fenotipik dipakai untuk menilai ada tidaknya virus yang resisten terhadap penghambat HIV reverse transcriptase (RT) dan protease (PR).
Meluasnya pemakaian protease inhibitor (PI) sebagai rejimen ARV, bisa memicu gangguan metabolik seperti lipodistrofi (sindrom redistribusi
lemak), dislipidemia (hipertrigliseridemia, hiperkolesterolemia ) dan resistensi insulin. ini sebelumnya sudah tampak pada pasien dewasa, terjadi pula pada pasien HIV anak. Akibat kelangsungan hidup anak terinfeksi HIV pada masa perinatal bisa bertahan sampai usia dewasa muda, maka mereka berisiko mengalami gangguan kardiovaskular yang merugikan di usia adolesen. riset sebelumnya terhadap pasien HIV anak, prevalensi lipodistrofi yaitu 9-45%.
Anak-anak pada golongan usia remaja dan adolesen memperhatikan penampilan tubuh mereka, sehingga saat mereka menyadari
bahwa perubahan tubuh dikaitkan dengan pengobatan, beberapa golongan usia ini berhenti minum obat-obatan mereka. Perubahan tubuh ini terus bertahan bahkan sesudah penghentian atau perubahan rejimen antiretroviral selama beberapa
waktu lamanya. Faktor risiko belum sepenuhnya bisa diidentifikasi, namun meliputi paparan dan lamanya pemakaian NRTI (paling sering stavudin), yang dikombinasikan dengan protease inhibitor (ritonavir). Faktor lain yang berpengaruh
termasuk golongan etnis tertentu, usia dan penanda penyakit (hitung CD-4 dan jumlah virus). perlu memantau kadar lipid pada anak-anak yang minum PI. Diet dan olahraga disarankan pada intervensi awal anak-anak dengan hiperlipidemia. pemakaian obat penurun lipid harus dipikirkan
pada anak-anak yang tidak bereaksi terhadap pengaturan diet yang ketat.
Gangguan metabolisme glukosa, termasuk toleransi glukosa terganggu, glukosa puasa dan diabetes mellitus sudah tampak pada anak terinfeksi HIV. walau tidak ada perbedaan yang berdefisiensi tingkat glukosa puasa di antara golongan ini , anak-anak yang terpajan dengan PI memiliki kadar insulin puasa dan kadar glukosa
dan insulin 2 jam yang lebih tinggi dibandingkan checkup .
anak-anak yang terinfeksi HIV saat perinatal yang bisa bertahan sampai usia remaja dan adolesen sebab tersedianya ARV, maka tampak adanya komplikasi jangka panjang seperti gangguan metabolik, penyakit ginjal penyakit tulang yang
memicu risiko penyakit yang berat suatu saat .
Penelitian adanya penurunan kepadatan mineral tulang/Bone mass density (BMD) pada anak terinfeksi HIV sehingga berisiko mengalami patah
tulang di masa depan. faktor yang mempengaruhi perubahan metabolisme tulang ini yaitu infeksi HIV , kekebalan tubuh pejamu, inisiasi
terapi antiretroviral dan faktor lain yang belum dipahami secara jelas. Suatu riset longitudinal terhadap beberapa kecil anak terinfeksi HIV yang diobati dengan tenofovir disoproxil fumarate menunjukkan penurunan BMD yang menonjol selama periode 48 minggu. riset longitudinal lainnya nilai dasar BMD yang rendah pada pasien terinfeksi HIV dibandingkan dengan checkup yang sehat. Masih ada kekhawatiran bahwa anak mungkin tidak mencapai puncak massa tulang yang memadai. Penelitian diperlukan untuk menerangkan mekanisme mengendalikan resorpsi tulang pada anak yang terinfeksi HIV, peran sitokin kronis dan dampak beragam terapi antiretroviral pada BMD,
Kejadian penyakit ginjal pada anak terinfeksi HIV tampak sebanyak 2-8%. Kematian pada anak yang terinfeksi HIV akibat gagal ginjal tampak kurang dari 1-5%. Jenis penyakit ginjal kronis dikenal pada pasien terinfeksi HIV yaitu nefropati terkait HIV (HIV-associated nephropathy/HIVAN) yaitu adanya gambaran glomerulosklerosis fokal. juga ada gambaran klinis sindrom nefrotik (hipoalbunemia, proteinuria, edema).
US Registry mengungkapkan bahwa anak-anak dengan HIVAN memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dewasa dengan HIVAN. maka penting untuk mengidentifikasi kelainan ginjal pada anak dengan riwayat terapi ARV
jangka panjang sedini mungkin. ditemukan
setidaknya memiliki satu kelainan laboratorium ginjal yang persisten (peningkatan kreatinin serum atau proteinuria). Kelangsungan hidup yang lebih lama, etnis hitam dan hispanik, terpapar antiretroviral seperti tenofovir dan indinavir, diartikan sebagai faktor risiko terjadinya penyakit ginjal pada anak terinfeksi HIV.
proteinuria, hematuria, peningkatan kreatinin serum atau nitrogen urea darah, hipertensi pada anak yang terinfeksi HIV harus menjadi bagian dari pemantauan rutin,
Infeksi HIV primer pada sistem saraf pusat (SSP) sudah diketahui dan di era pra-ART (ART), spektrum yang luas dari keterlambatan neurokognitif dan perkembangan dilihat pada anak yang terinfeksi HIV. , beberapa anak terinfeksi HIV yang tidak memperoleh terapi
ARV, kemungkinan terjadi kelainan neurologis ini. Kelainan neurologis juga bisa dipicu oleh infeksi oportunistik SSP seperti meningitis TB, Kriptokokus atau Toksoplasmosis. dampak HIV pada perkembangan anak meliputi gangguan kognitif, motorik, adaptif, keterlambatan kognitif antara 6- 60%. Kelambatan perkembangan meliputi gangguan berbahasa, keterampilan motorik, fungsi kognitif eksekutif, defisit, keterampilan integratif, dan sikap impulsif. Pemantauan dan identifikasi dini kelainan neurokognitif dan intervensi medis dan psikososial yaitu kunci untuk memastikan kualitas hidup yang optimal dalam mencegah gangguan ini .
Immunophenotyping untuk analisa keganasan hematologis pada anak yaitu salah penerapan klinis dari flow cytometry. Pemeriksaan immunophenotyping bisa dilakukan dengan cara manual biasa seperti imunohistochemistry.
prosedur pemeriksaan ini yaitu bahwa sel leukemia/limfoma mencerminkan sifat imunofenotipik dari beragam tahap tertentu dari proses kematangan sel, dari sel muda menjadi sel yang matur. sel neoplastik diduga menampilkan beberapa pola fenotipik yang menyimpang. Fenotip yang menyimpang ini dipercaya sebagai kelainan genetik yang ada pada sel patologis ini . kelainan kelainan ini ada pada leukemia akut, sindrom mielodisplastik, kelainan limfoproliferatif kronis, diskrasia sel plasma. Kelebihan dari fungsi flow cytometer yaitu sebagai alat skrining, bisa dipakai juga untuk menentukan penggolongan , skrining untuk kelainan genetik, dan lainnya Data epidemiologis pasti mengenai keganasan pada Data yang paling mudah ditemukan yaitu data leukemia anak. , komposisi pengidap leukemia akut di negara berkembang terdiri dari 80% leukemia limfoblastik akut (LLA) dan 15% leukemia mieloblastik akut (LMA). Di Asia, leukemia anak lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari ras kulit putih. faktor yang berperan dalam leukemia yaitu genetik, radiasi,
kimia, obat-obatan, infeksi, sosial ekonomi, status imunologis. faktor lingkungan berperan
dalam kejadian LLA pada anak. Peran day care ataupun playgroup, di mana terjadi kontak
dini anak-anak di usia awal, berdampak terkena infeksi. ini berperan dalam mengurangi kejadian LLA. diperoleh adanya masalah baru leukemia akut pada anak, Insidensi LLA pada anak sebesar 3 per 100.000 beragam pada setiap negara,
wilayah geografis, ras, dan etnis. ini juga terkait dengan laju pertumbuhan penduduk di area pedesaan, faktor lingkungan berpengaruh terhadap kejadian penyakit ini. Kejadian ini tidak tampak pada kulit hitam. Kemungkinan puncak ini yaitu pengaruh faktor lingkungan .Immunophenotyping untuk analisa leukemia akut
dilakukan hanya berdasar morfologi dan pemeriksaan sitokimiawi. Pemeriksaan ini belum
memenuhi standar syarat World Health Organization (WHO) dalam penegakan masalah
leukemia, di mana salah satunya harus ditambah pemeriksaan immunophenotyping di samping pemeriksaan morfologis, sitokimiawi, dan pemeriksaan genetik. Pemeriksaan
immunophenotyping mulai dilakukan pada awal tahun 2006. Pada tahap awal, dilakukan
pemeriksaan pada 196 sampel dengan metode pewarnaan tunggal (single color) yang memakai 9 antibodi monoklonal. Hasil analisis dalam kurun waktu ini menunjukkan adanya perbedaan yang besar antara hasil pemeriksaan morfologis
LMA dan hasil pemeriksaan immunophenotyping dengan nilai kesepakatan sebesar 0,5
maka , sejak 2007, metode baru diterapkan
dengan metode pemeriksaan 3 warna (three-color FACS scan) dan memakai panel yang terdiri dari 15 antibodi monoklonal. Panel baru ini yaitu hasil penyempurnaan panel lama dengan penambahan antibodi terhadap antigen sitoplasmik. Penambahan antibodi monoklonal pada metode baru ini yaitu untuk LLA-T dipakai cytoplasmic
CD3, untuk LLA-B dipakai cytoplasmic CD79a dan cytoplasmic myeloperoxidase (MPO), dan CD117 untuk sel-sel LMA. Metode baru ini diterapkan untuk mendeteksi kecurigaan leukemia pada 398 sampel. Hasilnya menunjukkan hasil 1% dengan low marker expression . Angka ini menurun bila dibandingkan dengan panel yang
lama, yaitu sebesar 18%. Nilai kesepakatan morfologis dan hasil immunophenotyping
meningkat tajam dengan skor kappa 0,9 (hampir mendekati sempurna). diperoleh hasil sebesar 80% dari sampel LLA yaitu LLA-B dan 17% yaitu LLA-T. 9 dari 269 sampel yang secara morfologis LLA sebetulnya yaitu LMA dan 12 dari 79 sampel yang secara morfologis LMA faktanya
yaitu LLA. ini berdefisiensi bahwa beberapa pasien (6%) mengalami perubahan dari protokol LLA ke LMA atau sebaliknya. Dari data ini , angka kejadian LLA di negara kita relatif rendah, sedang angka kejadian LMA mirip dengan yang
tampak di negara-negara barat, dengan proporsi LMA sebesar 20%. . Immunophenotyping leukemia anak di negara kita berperan untuk
memperbaiki kualitas analisa , yang sebelumnya hanya berdasar pada morfologi saja. maka , stratifikasi risikonya bisa dilakukan dengan lebih baik, sehingga ini akan menentukan protokol pengobatan, Pemeriksaan immunophenotyping mendeteksi ekspresi antigen campuran pada
sel LLA. Campuran antigen yang dimaksud yaitu adanya ekspresi antigen mieloid pada LLA dan bagaimana kombinasi ekspresi CD10, CD34, atau kombinasi keduanya. diperoleh ekspresi antigen mieloid pada 25% populasi LLA di negara kita . Ditemukan hubungan antara penggolongan French-American-British (FAB) dengan ekspresi mieloid, bahwa mayoritas tiap pasien L-L1 tidak memiliki ekspresi antigen mieloid (p = 0,02). pasien tanpa ekspresi antigen myeloid memiliki prognosis yang lebih baik. Pada LLA-B, proporsi mieloid yaitu 20%, sedang pada LLA-T, yaitu 17%. Pada LLA-T, ekspresi antigen mieloid menjadi faktor prognostik buruk (p = 0,04). Dari hasil analisis, diperoleh bahwa tidak adanya ekspresi antigen mieloid pada LLA-T memiliki prognosis yang lebih baik. melihat kombinasi ekspresi dari masing-masing antibodi monoklonal, contoh pada kombinasi antara CD10 dan CD34. Ekspresi CD10 dan CD34 beragam pada riset yang berbeda. Pasien-pasien dengan CD10+
memiliki angka kelangsungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan CD10- (p < 0,001). Ekspresi CD34 tidak berpengaruh terhadap prognosis, sedang kombinasi ekspresi CD10+ dan atau CD34+ berkaitan dengan prognosis baik. Overall kelangsungan (OS) untuk kombinasi CD10+ dan atau CD34+yaitu 60% vs. 30% pada golongan yang negatif keduanya (p < 0,001). Pada analisis
multivariat, diperoleh hasil bahwa double negative (CD10- dan CD34-) menjadi faktor prognosis yang independen pada populasi kami, selain usia saat analisa dan stratifikasi.Pada LLA-T, ekspresi CD10 berkaitan dengan angka leukosit yang lebih rendah. kelangsungan pada pasien-pasien CD10+ yaitu 80% vs. 20% pada CD10-
(p = 0,005). Ekspresi CD34 tidak berpengaruh pada luaran. Kombinasi CD10 dan CD34
pada LLA-T ini secara menonjol berpengaruh pada OS. Kombinasi CD10- and CD34-
yaitu satu-satunya faktor prognostik yang menonjol dengan hazard ratio 5,9 (90%
CI, 1,6-21,3, p = 0,007). Kombinasi CD10-
dan CD34- pada LLA-T secara menonjol
memiliki prognosis buruk, yaitu 10% vs. 70% pada kombinasi CD10+ dan atau CD34+(p = 0,002).
Untuk analisa myelodysplastic syndromes (MDS), dipakai antibodi monoklonal, seperti CD35, CD11a, CD11b, CD15, CD16, CD54, dan CD116. Ekspresi dari antibodi ini menurun dan dibarengi dengan ekspresi yang tinggi dari antibodi CD33+,
CD87+, CD14+, CD44+, dan CD64+. pemakaian flow cytometry untuk analisa MDS ini disarankan, sebab sulit mendiagnosa penyakit ini hanya berdasar pemeriksaan apusan darah atau apusan dari sumsum tulang. Kegunaan lain dari flow cytometer yaitu untuk deteksi minimal residual disease(MRD) yang ini hampir tidak mungkin dilakukan hanya dengan pemeriksaan dengan mikroskop. Pemantauan penyakit dengan melihat MRD ini menjadi hal yang rutin dilakukan sebab MRD ini memiliki nilai prognostik untuk leukemia.
Bayi dengan kecil masa kehamilan (KMK) ataupun bayi dengan riwayat intrauterine growth retriction (IUGR) memiliki masalah yang tersamar dari
beragam macam kesakitan dan kematian pada populasi mulai dari janin sampai neonatus
Bayi KMK yaitu bayi ukuran kecil dibandingkan usia kehamilan (UK). KMK tidak memikirkan apakah semula bayi ini pada saat janin diperoleh
atau IUGR atau pertumbuhan janin terlambat (PJT). IUGR yaitu pertumbuhan janin yang kurang dari normal pertumbuhan khusus janin sesuai ras dan gender. Dalam hal ini minimal dengan 2 kali pengukuran janin, Ada beragam definisi KMK yang diperoleh dan masih menjadi perdebatan. bayi KMK atau bayi yang lahir dengan pertumbuhan janin lambat jika diperoleh bayi dengan berat lahir dibawah 10 persentil dari kurve berat lahir sesuai gender,
. Definisi yang lain yaitu bayi dengan berat lahir kurang dari 10 persen dibandingkan usia UK, sebab kondisi ini akan meningkatkan risiko kematian neonatal, tidak semua bayi < 10 persentil yaitu patologi, bisa juga dipicu sebab konstitusional dari ibu. peneliti lain memakai batasan bayi KMK dengan berat lahir persentil dikaitkan dengan usia UK. keterbatasan definisi KMK masih menjadi perdebatan, terutama untuk pemeriksaan risiko pemantauan sebab berdampak buruk. Kebanyakan mengaitkan
dengan berat lahir, contoh bayi berat lahir rendah (berat badan LR) dengan berat lahir kurang dari 2500 gram atau dibawah 1 atau 2 SD jika dikaitkan dengan UK sesudah disesuaikan dengan UK dan gender. , jika berat lahir atau dan panjang badan saat lahir < 2SD dibawah mean populasi khusus sesuai usia kehamilan. KMK yaitu referensi ukuran tubuh dan menggambarkan
referensi data panjang -berat badan sesuai populasi geografi etnik yang diketahui khusus ,
derajat KMK akan digolongkan sebagai KMK sedang 3-<10 dan berat <3 persentil UK.
pemakaian definisi yang berbeda untuk golongan dalam beragam penelitian akan memberi kesimpulan yang beragam . pemakaian definisi
KMK diperlukan bukan hanya untuk memenuhi syarat untuk analisis penelitian tertentu,
namun juga untuk membanding-bandingkan beragam penelitian.berat badan LR bisa dipicu sebab kurang bulan atau KMK.Bayi KMK dipicu sebab faktor maternal, janin, plasenta, genetik.
pemicu bayi KMK secara garis besar sebab adanya hipoksia dan atau malnutrisi saat janin dan atau konstitusional tubuh ibu ataupun orangtua ., Pada pemicu hipoksia dan malnutrisi dipicu sebab masalah pada maternal, plasenta dan janin. Risiko luaran akan lebih rendah jika saat pemeriksaan kehamilan sudah diketahui adanya janin dengan risiko KMK.Pemeriksaan fisik pada bayi KMK, jika infeksi kongenital dan kelainan bawaan diekslusi, biasanya diperoleh bayi kecil dengan jaringan lemak pipi berkurang, wajah tampak tua dengan keriput, kurangnya jaringan otot dan subkutan, perut mengempis, kulit kering dan longgar, kulit berlipat-lipat, kepala lebih besar dibandingkan tubuh, tangan dan kaki relative lebih besar dari tubuh, mata yang awas, jari kuku panjang, tali pusar kecil dan kadang tercemar meconium. berdasar proporsi tubuh ada 2 macam bayi KMK, simetris (proporsional ) dan asimetris (tidak proporsional). Untuk melihat derajat malnutrisi memakai indeks masa tubuh dengan Ponderal indeks (PI). Bayi KMK simetris,dimana lingkar kepala, panjang badan dan berat lahir secara proporsional kurang dari UK. Insidens sekitar 30%. Masalah pada awal kehamilan, contoh infeksi kongenital atau masalah
genetik ( trisomi 13, trisomy 18, gangguan kromosom lain), dwarf syndrome, inborn error
metabolism atau pemakaian obat-obat saat kehamilan. Jumlah sel turun namun ukuran
sel normal. Ponderal indeks normal >2. Prognosis lebih buruk dibandingkan asimetri. sedang pada bayi asimetri atau tidak proporsional, hanya berat lahir yang kurang dari UK. Panjang dan lingkar kepala mendekati persentil UK yang diharapkan. pemicu terjadi pada trimester akhir dan selalu terkait dengan insufisiensi uteroplasenta (preeklampsia, hipertensi kronik, diabetes klas D atau F) atau defisiensi nutrisi.Saat awal sampai
pertumbuhan melebihi substrat yang disediakan, biasanya terjadi di semester 3, dimana akan terjadi 2/3 pertumbuhan janin. Pertumbuhan janin akan melambat sampai kenaikan yang buruk dan diperoleh relatif pertumbuhan lengan dan otak substrat pilihan yang diberikan (lingkar kepala). Dengan sedikit saja penurunan energi kejanin,
pertumbuhan glikogen dan otot terbatas. Pertumbuhan tulang dan panjang sedikit tidak
terkena, sedang pertumbuhan kepala, dimana sparing pertumbuhan kepala dipicu sebab pengiriman substrat akan didistribusi ke otak sesudah redistribusion cardiac output.
Bayi KMK lebih sering diperoleh masalah dibandingkan bayi SMK. Konsekuensi jangka
pendek bayi KMK yaitu asfiksia dan masalah adaptasi neonatus, sedang jangka panjang yaitu diperoleh nya gangguan pertumbuhan dan perkembangan neurologik.Adaptasi neonatus termasuk diperoleh nya regulasi glukosa yang tidaknormal , suhu tubuh yang tidak stabil, polisitemia, distres respirasi sebab aspirasi mekonium, persisten pulmonary hypertension (PPHN), perdarahan paru.Isu dari KMK kurang bulan yaitu peningkatan bronkhopulmonary dysplasia(BPD), enterokolitis nekrotikans (EKN), retinopathy of prematurity (ROP) dan gangguan
pertumbuhan sesudah -natal. Diperkirakan 50% ekstrem kurang bulan yaitu KMK. gangguan pertumbuhan ini sebab intoleransi feeding. KMK berisiko kematian dan meningkat jika kurang bulan.Risiko kematian makin meningkat pada bayi yang lebih kecil, bayi berat lahir rendah (berat badan LSR) ataupun kurang bulan.
biasanya diperoleh luaran kematian dan kesakitan major bayi KMK yang lebih buruk dari SMK. Beberapa hasil lain memperoleh risiko yang sama atau lebih sedikit risiko pada KMK. Hasil yang berbeda dalam membanding-bandingkan luaran KMK dan SMK, dipicu sebab perbedaan dalam memakai kurva bayi baru lahir, berdasar berat lahir atau usia kehamilan, batasan titik potong dalam definisi KMK <10, <10-3, <5 atau <3 persentil berdasar UK, dan variabel konfonding yang dipakai Distres napas sebab SDR pada bayi KMK menjadi perdebatan. bahwa stress pada janin yang memicu KMK meningkatkan maturasi paru sehingga menurunkan kejadian RDS. namun hal ini dipicu sebab membanding-bandingkan kedua golongan dengan berat lahir yang sama.
untuk mempelajari dampak KMK dengan membanding-bandingkan perbedaan SMK pada UK yang sama. dengan membanding-bandingkan
UK, ras dan jenis kelamin sama diperoleh kenaikan risiko.memperoleh RDS meningkat KMK dengan memakai standard kurve janin, sedang jika memakai standar kurva bayi baru lahir tidak diperoleh perbedaan yang bermakna.Kenaikan distress napas juga tampak pada bayi <26 persentil dibandingkan bayi yang berat lahirnya lebih pada usia kehamilan yang sama.
Hasil yang lain memperoleh RDS tidak berbeda pada kedua golongan KMK dan SMK, dengan definisi operasional RDS pada bayi yang memakai surfaktan.Bayi KMK memiliki angka metabolik yang lebih tinggi dibandingkan bayi kurang bulan dengan berat lahir sama, ini kemungkinan sebab relatif rasio kepala lebih besardari tubuh. Bayi KMK kurang bulan, terutama berat badan LSR memerlukan pengamatan dan
penilaian yang ketat. Bayi KMK memerlukan sedikit cairan dibanding SMK kurang bulan
ataupun cukup bulan sebab meningkatnya volume ekstra cairan. Penurunan berat bayi
KMK lebih sedikit dibanding bayi SMK pada 10 hari pertama kehidupan.Rawat inap dan pemakaian sarana pelayanan oksigen, ventilator bayi KMK kurang bulan meningkat lebih lama dibanding bayi SMK. Pada bayi cukup bulan, bayi KMK lebih sering masuk ke neonatal intensive care (NICU) dan rawat inap lebih lama dibanding bayi SMK. Gangguan neurologi, infeksi saluran nafas yang serius dan kesakitan lain memelukan rawat inap dan pemantauan 10 kali lebih sering sampai berusia 1 tahun.Pemantauan pertumbuhan selama masa awal sesudah kelahiran memberi informasi, pola yang berbeda bisa diketahui pada bayi usia 3 bulan. Sesudah lewat masa neonatal, kejar tumbuh terjadi pada usia 6-9 bulan pertama dalam kehidupan bayi KMK, baik kurang bulan atau cukup bulan. dibandingkan bayi SMK beratnya akan kekurangan -0,70 SD, panjang badan dan lingkar kepala juga kekurangan -0,65 SD bayi KMK yang tidak proporsional diperoleh tetap pendek dan ringan dibandingkan bayi SMK. Kira-kira 40% bayi KMK kurang bulan dan 20% bayi cukup bulan tetap berada dibawah 5 persentil. Penelitian dengan sampel nasional dari anak kulit putih, non hispanik, kulit hitam non hispanik, dan anak keturunan Meksiko-Amerika menandakan anak yang lahir dengan KMK secara menonjol tetap lebih pendek dan ringan selama masa awal anak, Bayi KMK yang pertumbuhan kepalanya tidak mengalami kemajuan atau nilai Ponderal indeksnya proporsional pada berat dan panjang badan tetap menunjukkan tingkat perkembangan yang paling rendah.Pemberian ASI praktis, aman dan terpilih bahkan pada bayi KMK yang sebelumnya
dianggap berisiko adaptasi pada masa neonatal. Pemberian ASI meningkatkan berat dan panjang badan dalam beberapa bulan pertama, dengan tidak diperoleh penurunan neurologi pada saat berusia 12 bulan. Susu formula tidak
disarankan pada bayi KMK, walau pemberian ASI pada bayi kurang bulan pertumbuhannya lebih lambat, sehingga beberapa bayi ini diberi anjuran pemberian suplementasi nutrisi sesudah pulang dari rumah sakit. namun pertumbuhannya yang lambat ini dikaitkan dengan kesehatan yang lebih baik dan rawat inap yang lebih pendek
dibandingkan dengan yang memperoleh formula.
ketidaknormalan neurologi yang berat, analisa pada tahun pertama, selalu menetap pada pemantauan , Bayi dan anak yang lahir KMK akan terpapar gangguan neurologi,
keterlambatan perkembangan kognitif, buruknya pencapaian prestasi akademi. Adolesen dan pasien dewasa yang lahir dengan KMK berisiko tinggi terjadinya komplikasi gangguan kardiovaskuler, penyakit obstruksi pulmoner, diabetes tipe 2, insufisiensi ginjal, gangguan fungsi reproduksi.berat badan LR yang selamat, yaitu bayi risiko tinggi, dimana 3% dari berat badan LR ini sampai dengan usia kurang dari 3 tahun berisiko gangguan kognitif dan
perkembangan. Pada bayi kurang bulan, meningkatnya berat badan dan indeks masa
tubuh mencapai ukuran cukup bulan dikaitkan luaran perkembangan syaraf yang lebih baik.Status KMK berefek independen pada kognitif, atensi dan prestasi belajar pada masa adolesen. Tingkat beratnya KMK diprediksi akan mengalami kesulitan belajar.Anak yang lahir KMK sebaiknya dipantau, sebab kekurangan berat dan tinggi sampai perkembangan dimana kemungkinan akan
membaik dengan pemberian hormon pertumbuhan. Rawat inap dan pemakaian sarana pelayanan oksigen, ventilator bayi KMK kurang bulan meningkat lebih lama dibanding bayi SMK. Pada bayi cukup bulan, bayi KMK lebih sering masuk ke neonatal intensive care (NICU) dan rawat inap lebih lama dibanding bayi SMK. Gangguan neurologi, infeksi saluran nafas yang serius dan kesakitan lain memelukan rawat inap dan pemantauan 10 kali lebih sering sampai
berusia 1 tahun.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) yaitu alat pencitraan yang dilakukan oleh ahli radiologi atau sonografer. Kelebihan alat USG yaitu tidak adanya bahaya radiasi, pemeriksaan bisa dilakukan di sisi tempat tidur pasien, pemeriksaan bisa dilakukan berulang-ulang, hasil bisa diperoleh saat itu juga. Kekurangan dari USG yaitu pemeriksaan ini operator dependent, tergantung alat (probe) yang dipakai , dan adanya udara bisa menghalangi alat USG untuk melihat organ atau jaringan yang akan dinilai sebab organ ini tertutup oleh bayangan udara. Udara akan mengganggu gelombang ultra yang akan menilai organ ini . berdasar hal ini, dahulu dikenal istilah udara yaitu musuh bagi USG . Salah satu pemeriksaan USG yang sering dilakukan yaitu USG thoraks. Biasanya dipakai untuk mendeteksi adanya cairan dalam rongga pleura1 adanya konsolidasi atau melihat pergerakan diafragma. USG memiliki kepekaan yang lebih tinggi dalam
mendeteksi adanya cairan dalam rongga pleura dibandingkan dengan memakai foto thoraks. Pemeriksaan USG paru biasanya yaitu pelengkap pada pemeriksaan radiologi konvensional atau sebelum dilakukan pemeriksaan CT-scan paru. Paru yaitu salah satu organ tubuh yang berisiko udara, sehingga pemakaian terbatas. Sebelumnya, menilai paru dengan memakai USG dinyatakan tidak mungkin atau sulit dilakukan. Kelemahan paru sebagai organ terisi udara, yang sebelumnya dinyatakan penghalang untuk melakukan analisa memakai USG justru dipakai sebagai petunjuk adanya kelainan pada paru. USG paru bisa memberi analisa yang akurat kelainan paru akut. 2 golongan utama pemakaian USG paru yaitu : Bedside lung ultrasound in an emergency (BLUE protocol) yang dipakai untuk gagal napas akut, dan fluid administration limited by lung ultrasound (FALLS protocol) yang dipakai untuk pengobatan hemodinamik pada gagal sirkulasi akut dengan
memakai USG. pemakaian USG paru memberi analisa akurat pada penyakit paru akut. Interstitial syndrome yang dipicu oleh edema paru,
dipicu kelainan hemodinamik (kelebihan cairan atau gagal jantung) atau gangguan permiabilitas (acute lung injury/ARDS) yang dipicu pneumonia intestitial atau pneumonitis, dan fibrosis paru bisa dievaluasi dengan memakai USG. Ultrasonografi memiliki kepekaan dan spesifisitas 100% dalam mendeteksi edema paru dibandingkan CT-scan. pemakaian USG paru terus dibangun pada masalah trauma,
di ruang perawatan intensif dan lainnya. pemakaian USG toraks pada awalnya untuk melihat adanya efusi pleura. Ahli radiologi memakai transduser perut dengan analisa melalui perut, Adanya efusi pleura akan terlihat sebagai gambaran ekolusen berbentuk bulan
sabit pada potongan transversal atau berbentuk segitiga pada potongan sagital, dibangun pendekatan analisa efusi pleura memakai lung signs berwujud quad sign dan sinusoid sign.Melihat adanya konsolidasi paru dengan USG juga sudah dikenal sejak lama. Shred signatau tissue-like sign yaitu gambaran konsolidasi paru yang memiliki kepekaan 90% Adanya pneumotoraks sebelumnya tidak bisa dilakukan dengan USG. Tidak adanya pergerakan antara pleura parietalis dan viseralis pada saat pernapasan atau dinamakan lung sliding, yaitu petunjuk (lung sign) kecurigaan adanya pneumotoraks. analisa
pneumotoraks dengan lung signs tidak bisa hanya berdasar menghilangnya lung sliding
saja, sebab kondisi ini juga ditemukan pada kondisi berat lainnya. Lung sliding harus
bersamaan dengan gambaran A line dan yang terpenting ditemukannya lung point. Untuk melakukan pemeriksaan USG paru, alat yang diperlukan yaitu probe dengan footprint dan frekuensi yang sesuai untuk neonatus atau bayi anak yang akan diperiksa. probe microconvex dipakai untuk semua usia. Menguasai gambaran lung sign membantu mendeteksi gagal napas akut, menentukan adanya shock dan terapi cairan, pemeriksaan pada neonatus, acute respiratory
distress syndrome (ARDS) dan akibat trauma pasien.BLUE protocol dipakai untuk melihat adanya gagal napas akut. pemakaian protokol ini untuk memperoleh analisa dengan cepat, mengurangi pemeriksaan yang memberi radiasi, mengurangi biaya pemeriksaan, mengurangi pemeriksaan invasif, meningkatkan kualitas pelayanan. FALLS protocol dipakai untuk melihat kecukupan cairan dan terapi cairan,
Pubertas tidak hanya untuk fertilitas dan tinggi akhir namun juga untuk mencapai peak bone mass (puncak kepadatan tulang) dan mencegah osteoporosis.Gangguan pubertas ditemukan pada anak dengan penyakit kronik yaitu pubertas terlambat dan pubertas yang terhenti, Pada anak wanita ditemukan gangguan menstruasi. Insidens pubertas terlambat pada anak dengan penyakit kronik belum diketahui dengan pasti. beragam faktor berperan terhadap terjadinya gangguan pubertas antara lain malnutrisi, penyakit kronik , terapi steroid, stres emosional. Deteksi dini dan pengobatan yang kuat terhadap gangguan ini meningkatkan kualitas hidup anak dan remaja dengan penyakit kronik. Pubertas akan berlangsung jika aksis hipotalamus-pituitari-gonad sudah aktif . Hipotalamus menghasilkan gonadotropin-releasing hormone (GnRH).Pada pre-pubertal, generator GnRH ini berada dalam kondisi dorman akibat inhibisi sistem saraf yang lebih tinggi, seperti sistem GABAergik dan glutaminergik. Pubertas mulai jika inhibisi terhadap hipotalamus ini berkurang atau menghilang. GnRH yang diproduksi oleh hipotalamus ini lalu akan menstimulasi pituitari (hipofisik ) untuk menghasilkan luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH).Pada awitan pubertas, sekresi LH mulai meningkat bermakna pada malam hari, lalu kadarnya turun dan menjadi rendah pada siang hari. Pada awitan pubertas juga terjadi peningkatan sekresi FSH yang paralel terhadap peningkatan kadar LH namun tidak sebesar peningkatan LH.Peningkatan kadar LH merangsang gonad untuk menghasilkan
hormon steroid seks. Pada wanita , LH akan merangsang sel interstisial (sel teka) ovarium untuk menghasilkan estradiol, sedang pada lelaki LH merangsang sel Leydig testis untuk menghasilkan testosteron. Pada wanita , FSH merangsang pertumbuhan sel folikel, sedang pada lelaki, FSH akan merangsang sel sertoli dan sel granulosa testis untuk spermatogenesis dan pertumbuhan gonad. Pada lelaki, peningkatan LH malam hari ini akan langsung diikuti dengan
peningkatan kadar testosteron, sedang pada wanita peningkatan kadar LH baru diikuti dengan peningkatan kadar estrogen pada keesokan harinya. Dengan makin berlanjutnya pubertas maka sekresi LH makin lama makin meningkat, baik dari segi frekuensi atau amplitudo. Peningkatan sekresi LH ini akan terus meningkat namun tetap mempertahankan ritme siang-malam (diurnal) dan akan ritme diurnal ini akan
berakhir saat dewasa. Estrogen pada wanita menstimulasi pertumbuhan payudara dan perkembangan genitalia interna dan genitalia eksterna. Estrogen merangsang pertumbuhan endometrium dan sekresi mukus serviks uteri. Androgen menstimulasi target organ lelaki seperti
pertumbuhan rambut seksual dan kelenjar sebasea. Estrogen dan testosteron berperan
penting terhadap terjadinya pacu tumbuh, baik secara langsung atau tidak langsung.
Keduanya menstimulasi pertumbuhan dan maturasi epifisik . Kedua steroid seks ini penting
untuk kepadatan tulang,
Dua sifat utama pubertas adanya perkembangan sifat seks sekunder dan pacu tumbuh. Perkembangan sifat seks sekunder dinyatakan dalam skala maturasi seksual (SMS) berdasar Tanner, dinamakan dengan tahapan Tanner. Skala maturasi seksual ini menunjukkan progresivitas perkembangan pubertas anak dengan cara inspeksi dan palpasi. Skala maturasi seksual Tanner untuk anak wanita yaitu Payudara (Mammae, M) dan rambut pubis (P), sedang untuk anak lelaki yaitu Genital (G)
dalam ini yaitu volume testis dan rambut pubis (P). Tahapan Tanner 1 dinamakan pre-pubertal dan dinamakan pubertas jika sudah mencapai tahap Tanner 2. Perkembangan pubertas akan berlanjut pada Tanner 3, lalu Tanner 4 dan menjadi sempurna atau komplit pada Tanner 5.
Awitan pubertas pada anak wanita dimulai pada usia 8-13 tahun, yang ditandai dengan tumbuhnya payudara atau breast budding (tahap Tanner M2, telarke). Tahapan pubertas lalu diteruskan dengan tumbuhnya rambut pubis yang terjadi 1-2 tahun sesudah telarke. Perkembangan pubertas lalu yaitu terjadinya menstruasi
(menarke) biasanya terjadi 2 sampai 2,5 tahun sesudah telarke. Usia rata-rata usia menarke
anak negara kita yaitu 13 tahun. Pacu tumbuh mulai terjadi saat awitan pubertas dan
berlangsung selama 2-3 tahun dengan puncak kecepatan tumbuh terjadi sesaat sebelum
pubertas komplit. Pubertas pada lelaki diawali dengan pembesaran testis yang lalu disusul
dengan pubarke. Awitan pubertas pada lelaki dimulai pada usia 9-14 tahun, ditandai dengan pertambahan volume testis menjadi > 3 mL (atau ≥ 4 mL). Sesudah gonadarke, pubertas berlanjut dengan pertumbuhan rambut pubis yang terjadi kurang lebih 1-2 tahun sesudah pertambahan volume testis. Maskulinisasi lebih lanjut termasuk tumbuhnya rambut wajah dan perubahan suara muncul pada tahap Tanner G4. Pacu tumbuh (growth spurt) saat pubertas ditandai dengan adanya akselerasi dan deselerasi pertumbuhan. Pada saat awal pubertas akan terjadi akselerasi pertumbuhan hingga mencapai puncaknya lalu pertumbuhan akan menurun dan berhenti.
Pacu tumbuh ini dipicu akibat meningkatnya hormon steroid seks yang juga menstimulasi peningkatan produksi growth hormone. Pacu tumbuh pada anak wanita mulai terjadi pada Tanner 2. Puncak pacu tumbuh terjadi pada Tanner P3 atau kira-kira 1 tahun sebelum menarke. rata-rata pertambahan tinggi badan pada anak wanita saat pubertas yaitu 9 cm/tahun. walau terjadi deselerasi pertumbuhan sesudah menarke, namun anak wanita masih bisa bertambah tinggi sekitar 7 cm sebelum
akhirnya terhenti. Pertumbuhan tinggi badan biasanya sudah mencapai 99% saat usia 15
tahun. Pacu tumbuh pada anak lelaki terjadi dua tahun lebih lambat dibandingkan anak
wanita . Pacu tumbuh dimulai saat Tanner P2. Puncak pacu tumbuh terjadi pada Tanner P3-P4. Pada anak lelaki, rata-rata pertambahan tinggi badan saat pubertas yaitu 10 cm/tahun. Pertumbuhan tinggi badan sudah mencapai 99% saat usia tulang 17 tahun. Periode prepubertal yang lebih lama dan puncak kecepatan tumbuh yang lebih tinggi pada lelaki menerangkan perbedaan tinggi badan akhir lelaki dan wanita .
Pubertas pada anak dengan penyakit kronik
Gangguan pubertas yang sering terjadi pada anak dengan penyakit kronik yaitu pubertas
terlambat atau pubertas yang terhenti (detained puberty).Pada anak wanita ditemukan gangguan menstruasi, baik amenorea primer, amenorea sekunder ataupun menstruasi yang ireguler. Pubertas terlambat diartikan sebagai tidak tumbuhnya sifat seks sekunder pada usia 13 tahun untuk anak wanita dan usia 14 tahun
untuk anak lelaki.Dengan kata lain pubertas terlambat diartikan sebagai belum adanya pertumbuhan payudara pada usia 13 tahun pada anak wanita dan tidak adanya pertambahan volume testis ≥ 4 mL saat usia 14 tahun pada anak lelaki. Tergantung penyakit kronik yang mendasari, pubertas terlambat bisa dipicu
oleh malnutrisi, gangguan emosional, degradasi protein yang berlebihan, akumulasi zat
toksik, efek samping dari terapi, dan penyakit kronik itu sendiri.Salah satu faktor yang
dianggap selalu berperan sebagai salah satu faktor yang berperan dalam memicu pubertas terlambat yaitu malnutrisi.Malnutrisi sendiri bisa memicu pubertas terlambat dan melambatnya
kecepatan tumbuh. Sistem hormonal secara keseluruhan (terutama insulin, hormon tiroid, kortisol, growth hormone, aksis hipotalamus-pituitari-gonad) dipengaruhi oleh proses adaptasi terhadap kondisi malnutrisi.Pada kondisi malnutrisi juga terjadi penurunan produksi Leptin yang berperan sebagai sinyal penghubung antara status nutrisi dengan aksis HPG.
Malnutrisi menghambat sekresi gonadotropin (LH dan FSH) dengan menghambat langsung sekresi LHRH. Penurunan berat badan sampai kurang dari 80% dari berat badan ideal bisa memicu defisiensi gonadotropin dan penurunan kadar
leptin., mekanisme terjadinya pubertas terlambat khusus untuk masingmasing penyakit kronik, meliputi infeksi berulang, imunodefisiensi (terutama infeksi HIV), penyakit gastrointestinal, gangguan ginjal, anemia kronik (terutama talasemia), Salah satu dampak klinis yang menonjol pada pasien sindrom imunodefisiensi
diperoleh (SIDA) yaitu gagal tumbuh yang muncul pada pasien dengan infeksi simptomatik.
Mekanisme pasti terjadinya pubertas terlambat dan gagal tumbuh masih belum diketahui namun beragam faktor seperti malnutrisi, gangguan emosional, infeksi berulang, malpenyerapan , gangguan metabolik, disregulasi hormonal berperan dalam terjadinya pubertas terlambat.
menandakan pubertas terlambat dan menarke
berkaitan dengan usia awitan terapi anti retroviral dan tidak berkaitan dengan status imun sebelum terapi dimulai. Infeksi HIV mengganggu pertumbuhan dan pubertas melalui beberapa mekanisme yaitu akibat defisiensi nutrisi, infeksi berulang, dan proses inflamasi kronik, dimana semuanya ini mengganggu aksis endokrin. Makin dini awitan penyakit dan makin berat penyakitnya, maka makin besar kemungkinan terjadinya
gangguan pubertas dan menurunnya pacu tumbuh pubertas.Pubertas terlambat lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan lelaki. Pubertas terlambat yang terjadi yaitu tipe hipogonadotropik dan hipogonadisme akibat menurunnya sekresi GnRH oleh hipotalamus. pengobatan pubertas terlambat meliputi terapi penyakit utamanya, optimalkan nutrisi, terapi hormonal untuk induksi pubertas dan jika memungkinkan konseling psikoligis dan sosial.
Penyakit gastrointestinal Faktor yang berperan terhadap terjadinya gagal tumbuh dan pubertas terlambat pada pasien dengan penyakit gastrointestinal (inflammatory bowel syndrome/IBD, gangguan hepar, penyakit celiac) cukup banyak, meliputi malnutrisi, meningkatnya kebutuhan energi, terapi steroid, diet restriktif dan gangguan sintesis faktor pertumbuhan.
baik defisiensi mikronutrien atau makronutrien yaitu salah satu faktor yang paling penting dalam memicu terjadinya pubertas terlambat.
malnutrisi, proses inflamasi kronik dan terapi kortikosteroid. Pada penyakit hepar kronik,gangguan pertumbuhan dan pubertas terlambat terjadi akibat malnutrisi, efek samping terapi steroid, gangguan dalam metabolisme intermediet, dan akibat infeksi berulang. Transplantasi hepar mampu mengembalikan fungsi pubertas pada pasien dengan penyakit hepar kronik. Pada 3-5 tahun sesudah transplantasi pubertas berkembang secara normal.Penyakit ginjal kronik
Saat ini, angka Kematian 10 tahun anak dan remaja dengan gagal ginjal terminal mencapai
70-85%. Meningkatnya angka Kematian ini memicu meningkatnya gangguan lainnya, seperti gangguan pertumbuhan, gangguan pubertas dan juga kelainan tulang, Pertumbuhan lebih terhambat pada kelainan kongenital dibandingkan yang diperoleh . Makin dini usia awitan penyakitnya maka semakin berat gangguan pertumbuhan yang ada.Pada insufisiensi ginjal kronik, pubertas biasanya muncul 2,5 tahun lebih lambat dari pubertas normal dan bahkan bisa lebih lambat lagi jika durasi insufisiensi ginjal
lebih lama. Pacu tumbuh yang terjadi saat pubertas hanya 50% dari pacu tumbuh yang normal. ini dipicu sebab kecepatan tumbuh saat pubertas menurun dan durasi pacu tumbuh pubertas pada anak dengan gangguan ginjal kronik lebih pendek.beragam faktor yang memicu terjadinya pubertas terlambat dan gangguan pubertas pada insufisiensi ginjal kronik, antara lain yaitu malnutrisi, gangguan asam-basa dan
elektrolit, osteodistrofi ginjal, disfungsi hormonal, anemia, efek samping terapi, dan faktor psikologis. Pubertas terlambat bisa terjadi pada pasien yang memperoleh terapi dialisis. Kadar gonadotropin cenderung meningkat, ini dipicu sebab menurunnya klirens LH dan stimulasi GnRH yang berlebihan. Kadar estrogen dan testosteron rendah. ini dipicu oleh disfungsi gonad akibat uremia.
Patofisiologi yang mendasari gangguan pertumbuhan dan pubertas terlambat pada anemia kronik belum jelas namun faktor yang berperan cukup beragam meliputi jenis anemia,
hipoksemia intermiten, malnutrisi, defisiensi mikronutrien atau efek samping terapi.Pubertas terlambat ditemukan pada 70-80% pasien thalasemia. Pubertas terlambat ini dipicu sebab defisiensi gonadotropin (LH dan FSH), memicu anak thalasemia berisiko tinggi untuk mengalami osteoporosis dan infertilitas. defisiensi gonadotropin ini dipicu oleh akumulasi besi di pituitari, namun hipoksia kronis, faktor nutrisi, terapi kelasi besi juga berperan terhadap terjadinya pubertas terlambat. Akumulasi besi juga bisa terjadi di gonad, biasanya terjadi jika kerusakan aksis hipotalamus-pituitari sudah lanjut dan ireversibel.Steroid seks meregulasi maturasi skeletal dan massa tulang, akibatnya insufisiensi gonad berpengaruh besar terhadap integritas skeletal. Pubertas yang tidak normal
memicu peak bone mass tidak tercapai sehingga anak thalasemia berisiko tinggi mengalami osteoporosis sejak dini. Pemeriksaan MRI T2* pituitari bisa menunjukkan adanya akumulasi besi di pituitari dan kerusakan pituitari yang terjadi.
Tidak diketahui dengan pasti usia pertama kali besin dideposisi dan pada tahapan mana
besi menstimulasi terjadinya disfungsi aksis hipotalamus-pituitari.Gangguan makan (anoreksia nervosa, bulimia) memicu malnutrisi.
Penurunan berat badan secara drastis dan malnutrisi bisa memicu pubertas terlambat jika
pasien masih dalam tahap prepubertal, pubertas jadi terhenti dengan amenorea primer jika
pasien sudah pubertas atau oligomenorea atau amenorea sekunder dengan regresi tanda
seks sekunder pada pasien yang sudah menarke, Gangguan pubertas ini dipicu sebab menurunnya kadar LH dan FSH akibat menurunnya rangsangan oleh GnRH.Pada pasien dengan gangguan makan juga terjadi gangguan pada aksis hormonal lain memicu terjadinya gangguan pertumbuhan. Peningkatan berat badan akan
mengembalikan fungsi aksis hormonal ini.
Latihan yang berlebihan juga berpengaruh terhadap pubertas. Jika ini terjadi pada tahap prepubertal maka akan memicu pubertas terlambat dan gangguan pertumbuhan.
Pada atlet yang sudah menarke bisa terjadi amenorea atau menstruasi yang ireguler. Salah satu pemicu nya yaitu lemak tubuh yang kurang dan adanya gangguan generator GnRH. Lemak menghasilkan leptin yang berperan sebagai sinyal
penghubung antara status nutrisi dengan aksis hipotalamus-pituitari-gonad dan defisiensi
leptin berperan memicu gangguan pubertas.
transplantasi hati pada anak berhasil pertama kali dilakukannya pada tahun 1967,Sesudah operasi pertama kali transplantasi hati pada anak dengan atresia bilier dilakukan oleh Thomas E. Starzl pada tahun 1963, dengan angka harapan hidup sesudah 1 tahun yaitu 4 dari 8 resipien. Pada tahun 1986 unit transplantasi hati dewasa biasanya angka harapan hidup 1 tahun 80%, untuk anak hanya 60%. meski transplantasi hati sudah mencatat keberhasilan, namun prosedur transplantasi hati yaitu prosedur yang kompleks mengikutsertakan banyak tenaga ahli, sarana
prasarana , biaya tinggi, sehingga perlu berhati-hati melakukan seleksi potensial resipien dan memang tidak ada terapi lain selain transplantasi hati. Transplantasi hati anak di negara kita dimulai pertama kali di Semarang, di RS Karyadi
bekerja sama dengan tim transplantasi hati dari National University Hospital. Pada tanggal
1 Oktober 2006, anak berusia 1 tahun 3 bulan dengan Atresia Bilier menjalani transplantasi hati. Transplantasi hati anak lalu dilakukan di RS Dr. Soetomo bekerja sama dengan tim tranplantasi hati dari Oriental Organ Transplant Center (OOTC)
pada 24 April 2010, pada anak dengan atresia bilier. Operasi transplantasi pada anak mulanya berjalan lambat dari tahun 2010, bahkan sempat
tidak ada operasi transplantasi hati anak sama sekali pada tahun 2011,sebab kerjasama dengan tim dari Zhejiang University mengalami gangguan. Transplantasi hati anak dimulai kembali pada 2012 namun kali ini bekerja sama dengan Tim transplantasi hati dari National university Hospital, kerjasama ini berlangsung sampai tahun 2014.
Pada tahun 2012-2014 operasi transplantasi hati anak masih berjalan lambat, hanya berlangsung 1 pasien setahun. Percepatan transplantasi hati mulai terjadi sejak April tahun 2015, yaitu sejak Tim transplantasi hati rumahsakit -FKUI berkerjasama dengan tim Transplantasi hati dari National
Center for Child Health and Development (NCCHD) Jepang. Tim dari Jepang ini dimotori oleh Prof Murio Kasahara. Tahun 2015 berlangsung operasi transplantasi 4 pasien anak, meningkat pada tahun 2016 sebanyak 14 operasi transplantasi hati anak dan tahun ini sampai dengan bulan Juni 2017 sudah berlangsung 6 operasi transplantasi anak, direncanakan 2 operasi transplantasi dilakukan pada bulan Juli, dan 2 pasien lagi pada
bulan Agustus 2017.Sebagai perbandingan, di National University Hospital, Singapore, tahun 2015 ada 12 pasien anak dan 2016 ada 6 pasien anak di transplantasi hati Di brunai , transplantasi hati berlangsung pada rata-rata 8-9 pasien pertahun, 3-4 pasien diantaranya yaitu anak.
Jenis transplantasi hati anak, Di lihat dari donor, transplantasi hati bisa berasal dari donor jenazah (orthotopic liver transplantation/OLT atau dinamakan juga deceased donor liver transplantation/DDLT) atau bila donor berasal dari donor hidup dinamakan living donor liver transplantation (LDLT). Untuk LDLT bila donor berasal dari keluarga dinamakan juga living related liver transplantation(LRLT). Pada LDLT penting untuk dinilai ukuran graft yang kuat untuk resipien dengan hati yang ditinggalkan juga cukup untuk donor. Ukuran yang cukup yaitu bila
dicapai minimal 0.8% graft-to recipient body weight ratio (GRWR), ukuran idealnya yaitu
1%. Sesudah LDLT, graft dan hati donor akan melakukan regenerasi ke ukuran normalnya
dalam waktu 4 minggu.Kelebihan transplantasi hati memakai LDLT yaitu skrining donor bisa
secara mendalam, saat operasi bisa diatur optimal, dan minimal cold ischemia time.Cold
ischemia time yaitu interval dari mulai preservasi dingin organ sampai pengangkatan graft hati dari penyimpanan 4o C.Cold ischemia time berkaitan dengan prognosis pasien transplantasi hati. LDLT berkaitan dengan lebih rendahnya kematian
resipien saat menunggu transplantasi dibandingkan dengan DDLT. biasanya operasi
LDLT pada anak memakai segmen lateral kiri atau lobus kiri hati. Di tangan dokter bedah transplantasi hati yang berpengalaman operasi LDLT bisa berhasil.Operasi transplantasi hati pada anak rumahsakit seluruhnya yaitu LDLT yang juga LRLT, mengambil lobus kiri hati, pada segmen 2 dan 3 donor.Tim Transplantasi hati dan prosedur transplantasi Saat ini tim transplantasi hati rumahsakit terdiri dari:Dokter spesialis dan sub spesialis, Perawat, Dietisien, Pekerja sosial Fisioterapis, Farmasis, Tim PPIRS(Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit), dan Tenaga penunjang non-medisUntuk urusan managemen, rumahsakit -FKUI sudah membentuk Tim Transplantasi Organ dan Jaringan. Tim ini membawahi Tim Transplantasi Hati, Transplantasi Ginjal, Transplantasi Kornea, dan Transplantasi Sumsum Tulang. Kegiatan Tim transplantasi hati dalam bekerja sehari-hari diatur oleh 2 pasien koordinator transplantasi hati dan satu pasien koordinator transplantasi organ dan jaringan.Untuk alur resipien pasien transplantasi organ termasuk hati, bahwa semua pasien baik dari internal atau eksternal didaftarkan ke koordinator transplantasi rumahsakit dahulu, dan diteruskan sampai dinilai apakah pasien yaitu kandidat transplantasi atau bukan. Sebelum operasi transplantasi dilakukan pasien harus memperoleh persetujuan dari Komite Etik dan Hukum untuk bisa diteruskan operasinya.
bahwa diperiksa golongan darah dan fungsi organ hati,calon donor akan dikirim ke tim advokasi donor rumahsakit dan dinilai kelayakan sebagai donor. Tim advokasi yaitu tim diluar tim transplantasi
hati rumahsakit . Tim ini independen, tidak bisa dipengaruhi dan tidak di bawah tim transplantasi hati. Bila sudah lolos dari tim advokasi, donor akan menjalani skrining untuk donor lalu . Bila lolos dari tim transplantasi hati, sebelum dilakukan operasi, donor harus dinilai oleh Komite Etik dan Hukum. Indikasi transplantasi hati
Transplantasi hati yaitu terapi untuk gagal hati akut dan kronik. Pada gagal hati kronis bisa dilakukan transplantasi hati untuk penyakit hati kolestasis (atresia bilier, hepatitis neonatal idiopatik, sindrom Alagille, Progressive familial intrahepatic cholestasis(PFIC), Nonsyndromic biliary hypoplasia), Penyakit metabolik hati (Wilson s disease, Glycogen storage tipe IV, Tirosinemia), dan Hepatitis kronis (autoimmune, hepatitis B dan C, Primary immunodeficiency). Sedang indikasi pada gagal hati akut bisa dilakukan pada fulminant hepatitis (autoimmune hepatitis, acetaminophen poisoning, hepatitis
virus A,B,C atau Non A-G), penyakit metabolic (fatty acid oxidation defect, Neonatal
haemachromatosis, tyrosinemia tipe I, Wilson s disease), Inborn error of metabolism (Sindrom
Criggler Najjar tipe I, Familialhypercholesterolemia, Organic aciduria, Urea cycle defect),
Tumor hati (tumor jinak, tumor ganas hati yang tidak bisa direseksi).Saat ini rumahsakit hanya melakukan transplantasi untuk gagal hati kronik, belum melakukan transplantasi untuk gagal hati akut, mengingat persiapan untuk gagal
hati akut memerlukan kecepatan yang lebih tinggi.
Evaluasi pratransplantasi dan persiapan transplantasi hati Evaluasi pasien pre-transplantasi hati meliputi:
- Penilaian beratnya penyakit hati dan kemungkinan penanganan medis.
- Penilaian kemampu-laksana teknik operasi
- Penilaian ada tidaknya kontraindikasi
- Persiapan psikologis keluarga dan anak.Tahap evaluasi di atas sudah dilakukan rumahsakit . Untuk penilaian beratnya penyakit pre-transplantasi rumahsakit dibagi menjadi 4 tahapan yaitu tahap I-IV yaitu Tahap I. Pemeriksaan awal untuk resipien dan donor, donor lalu dikirim ke tim advokasi RS, pada tahap II. Pemeriksaan psikologis, Tahap III. Pemeriksaan lanjutan resipien dan donor bila disetujui tim advokasi, dan Tahap IV. Pesiapan operasi.Sebelum transplantasi hati dilakukan, pasien transplantasi hati anak perlu
dipersiapkan untuk memperoleh vaksinasi selengkap mungkin dalam waktu yang tersisa
sebelum transplantasi hati dilakukan. Vaksin hidup yaitu kontraindikasi diberikan sesudah transplantasi sebab adanya risiko diseminasi sekunder akibat pemakaian imunosupresan. Ada jadwal imunisasi khusus yang dipercepat untuk anak yang akan menjalani transplantasi hati,
Sesudah transplantasi hati pemberian vaksinasi yang optimal belum jelas, namun banyak senter transplantasi memberi sesudah bulan transplantasi saat level imunosupresan yang diinginkan dicapai.Selain imunisasi, pasien perlu memperoleh pengobatan untuk komplikasi penyakit gagal hati yang dialami seperti penanganan perdarahan varises berulang, sepsis termasuk kolangitis asendens, peritonitis bakterial spontan, dan penanganan asites. Pemberian tunjangan nutrisi untuk pasien transplantasi juga penting sebab status nutrisi yaitu faktor prognostik yang penting untuk pasien hidup sesudah transplantasi hati. Divisi nutrisi metabolik IKA ikut dan dalam tim transplantasi hati rumahsakit Pasien memperoleh nutrisi memakai nasogastric tube (NGT) dan bila perlu
dirawat inap untuk menaikkan status nutrisi pasien sebelum transplantasi hati.Persiapan psikologis yaitu hal yang penting dilakukan untuk anak dan pasien tua sebelum transplantasi hati dilakukan. rumahsakit , konseling psikologis mengikutsertakan tim psikiater anak yang juga masuk dalam tim transplantasi hati rumahsakit
KontraindikasiSebelum tahun 2015, anak usia < 1 tahun dan berat badan < 10 kg masih menjadi
kontraindikasi untuk transplantasi hati rumahsakit . Sejak tahun 2015, dengan bantuan Profesor Mureo Kasahara, yang sudah dianugrahi Adjuct Professor dari Universitas negara kita pada tanggal 10 Agustus 2016, ini tidak menjadi masalah lagi. Bayi dengan berat badan 6-7 kg sudah dilakukan transplantasi hati rumahsakit . Pada bayi yang kecil Prof Kasahara dikenal bisa melakukan transplantasi hati dengan teknik
mono-segmen (1 segmen dari donor saja, buka 2 segmen seperti biasanya ).Dengan teknik ini bayi dengan berat badan 2,4 kg sudah pernah dilakukan transplantasi hati dan berhasil baik.
Kontraindikasi transplantasi hati yang berlaku saat ini di rumahsakit yaitu : Sepsis berat, tumor ganas hati dengan metastasis di luar hati, infeksi HIV, Penyakit di luar hati yang berat yang tidak reversible dengan transplantasi hati, gagal multiorgan. Komplikasi transplantasi hati anak
Komplikasi segera sesudah operasi (early postoperative complication) yaitu primary graft
non-functioning, komplikasi bedah (contoh perdarahan intra-perut ), thrombosis
vaskular, dan obstruksi jalan keluar vena (venous outflow obstruction) Komplikasi transplantasi hati pada anak yang sering yaitu infeksi, thrombosis arteri hepatika, dan striktur bilier. Thrombosis arteri hepatika sesudah transplantasi hati di
luar negeri tampak 10%, dan menurun sesudah adanya reduksi hepatektomi atau pada
LDRT. Adanya rekonstruksi arteri hepatika dengan operasi mikro makin menurunkan komplikasi trombosis arteri hepatika. rumahsakit , penyambungan arteri hepatika dilakukan dengan cara operasi mikro memakai mikroskopi. Sampai saat ini komplikasi trombosis arteri hepatika bisa dicegah rumahsakit , Pada hari ke 7-10 sesudah transplantasi hati bisa terjadi rejeksi selular akut. Insidens rejeksi selular akut pada bayi sekitar 20%, meningkat menjadi 50-60% pada anak besar
dan dewasa. Gejalanya yaitu demam, iritabilitas, rasa tidak nyaman di perut, dan kadangkadang asites. Terjadi peningkatan kadar bilirubin, fosfatase alkali, dan gamma glutamyll
transpeptidase, ALT dan AST. Penting dilakukan biopsi hati untuk memastikan terjadinya
rejeksi selular akut.ada kematian donor transplantasi hati anak rumahsakit . Komplikasi donor pada operasi transplantasi hati anak di rumahsakit sampai saat ini tidak ditemukan.
Asal pasien transplantasi hati (rujukan)
Pasien transplantasi hati anak rumahsakit berasal dari berbagai kota di negara kita .
Dibandingkan dengan biaya di luar negeri, biaya rumahsakit tergolong cukup murah, namun tentu
saja memberatkan keluarga muda yang anaknya memerlukan operasi transplantasi hati. Sebagian dana ditanggung oleh BPJS. Pada anak yang menjalani transplantasi hati LDLT di Jepang, Negara yang paling banyak melakukan LDLT pada anak. Dari 100 anak yang menjalani LDLT, angka harapan hidup 1 tahun dan 5 tahun yaitu 88%, Angka harapan hidup 1 tahun pasien transplatasi hati anak dengan LDLT di rumahsakit
yaitu 89% pada tahun 2015 dan 78% pada tahun 2016.Terjadi penurunan cukup besar pada angka harapan hidup dari tahun 2015 ke tahun 2016 sebab pada tahun 2015 terjadi lonjakan pasien yang dioperasi transplantasi dari 1 pasien anak setahun pada tahun 2014 menjadi 5 setahun. Kematian resipien sejak awal transplantasi hati terjadi pada 3 pasien semuanya sebab sepsis bakteria. Sejak saat ini, perbaikan perawatan dilakukan, mulai dari ruang tunggu dan ruang periksa pasien transplantasi hati di rawat jalan dipisahkan dari pasien lain yang infeksius, ruang rawat inap terpisah, dan mengajak divisi infeksi IKA untuk bergabung. Sejak saat itu sampai saat ini belum ada lagi pasien yang meninggal sebab infeksi.
5
Infeksi jamur yaitu pemicu morbiditas dan mortalitas pada manusia, memicu spektrum klinis yang luas, dari infeksi superfisial dan mukosa sampai penyakit invasif. Candida spp dan Aspergillus spp yaitu dua jenis jamur yang sering ditemukan. Angka mortalitas akibat kandidasis dan aspergillosis invasif pada anak masingmasing 31%, Candidemia pemicu ke tempat terbanyak pada nosocomial bloodstream infection.Kejadian meningkat terutama di rumah sakit. Angka kematian dan kesakitan di rumah
sakit masih tinggi (10%) pada semua usia walaupan diberikan pengobatan. Disseminated atau infeksi kandida invasif pada anak termasuk jarang, namun berkaitan dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Angka kematian pada
candidiasis invasif yang terjadi pada infeksi pada darah dan organ sudah tampak dari 16% menjadi 29% dan pada bayi lebih tinggi yaitu dari 28% menjadi 54%. , Candidiasis invasif berkaitan dengan peningkatan lama perawatan 25 hari. Infeksi candida pada anak berkaitan dengan luaran yang jelek dan peningkatan biaya. Belum diketahui dengan pasti spesies yang memicu penyakit menjadi berat. Sampai sekarang data mengenai infeksi candidiasis masih sulit diperoleh , oleh sebab banyak yang underanalisa dan sulit memperkirakan ke arah candidemia oleh sebab gejala yang tidak khas atau khusus . 8Pasien yang dirawat di rumah sakit yang menderita invasive candidiasis berkaitan dengan neutropenia, pemakaian central venous or peripher catheters, terapi antibiotik yang akan mengganggu keseimbangan flora endogen. Selain Candida albicans, ada jenis spesies lain pada pasien anak contoh Candida tropicalis yang sering berkaitan dengan pasien leukemia dengan prolonged granulocytopenia. Candida parapsilosis dan Candida zeylanoides yang berkaitan dengan insersi kateter sentral yang lama. Candida lusitaniaeberkaitan dengan fungemia pada pasien imunokompromis. juga Candida galbrata sering diperoleh pada pasien onkologi. Epidemiologi kejadian candidemia berubah kearah candida-non albicans. pemicu kuman pada CIs yang gram positif, didominasi Staphylococcus dan Enterococcus spesies, untuk gram negatif didominasi Pseudomonas dan Eschericia coli. Klebsiella kebanyakan masalah penyakit Berat Badan Lahir Rendah (berat badan LSR), preterm,
necrotizing enterocolitis, dan sepsis, pneumonia, gagal nafas. Dari tahun ke tahun ada perubahan kejadian spesies candida, perbedaan spesies candida pada neonates dan non-neonates yang diperoleh pada penelitian Hawksheed ,
Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saprofit dan infeksi baru terjadi bila ada faktor predisposisi pada tubuh pejamu. faktor yang dikaitkan dengan meningkatnya masalah kandidiasis antara lain disebabkna oleh:
- Penyakit tertentu contoh diabetes mellitus. - Kehamilan. - Rangsangan setempat pada kulit oleh cairan yang terjadi terus menerus contoh air
liur, keringat, urin. - Kondisi tubuh yang lemah atau kondisi yang memburuk.
- pemakaian obat diantaranya : antibiotik, kortikosteroid dan sitostatik. Faktor risiko infeksi Candida sistemik Penyakit invasif akibat jamur terbanyak dan menjadi patogen pemicu terbanyak infeksi rumah sakit yaitu Candida spp. Jamur seperti candida spp (yeast atau ragi) yaitu
organisme yang hidup vegetative pada permukaan mukosa rongga mulut, spesies terbanyak
yaitu C. albicans. Dalam kondisi imunitas normal maka jamur ini juga bisa berkolonisasi pada permukaan kulit dan mukosa lain. Candida spp menjadi penyakit dan invasif tergantung pada virulensi spesies, imunitas inang (host), dan jumlah dari koloni jamur. Flora normal lain juga berpengaruh terhadap risiko invasi candida. Pasien yang tergolong berisiko menderita candidosis invasive yaitu neonates terutama premature, wanita hamil, pasien dengan defisiensi imun kongenital atau diperoleh , kondisi imunosupresif akibat pengobatan (kemoterapi dan kortikosteroid) atau radiasi, pasien hematoonkologi, endokrinopati (diabetes mellitus), sesudah trauma atau pembedahan, dan perubahan kondisi pertahanan kulit/mukosa yang dipicu oleh alat medis invasif (kateter atau implant) atau pengobatan (antimikroba baik lokal atau sistemik yang berlebihan).Pasien anak-anak yang berisiko tinggi menderita infeksi candida invasif selain pasien bonkologi, HIV, sepsis dengan pemakaian antibiotika lama, yaitu prematur. Bayi prematur menjadi salah saru fokus penting sebab masalah sistem imunologi yang kurang baik. Semakin muda usia gestasi dan berat badan bayi maka semakin risiko menderita infeksi candida invasif. Angka kematian masalah pediatrik dengan candidosis invasif sekitar 50%.
Hospital Acquired infection (HAIs) Candidiasis
Peningkatan kejadian fungal healthcare-associated infections (HAIs) yaitu konsekuensi
dari kemajuan terapi bedah, penanganan hematopoetic stem cell transplantation (HSCT),
solid organ transplantation (SOT) dan kemoterapi baru. Predisposisi faktor terjadinya infeksi jamur invasif terutama candida yaitu pada pasien dengan imunokompromais termasuk neutropenia, cell mediated immune dysfunction, kerusakan integritas mukosa. Terlebih pada peningkatan pemakaian kateter terutama intravascular central lines, akan memicu peningkatan nosocomial catheter-related bloodstream infections (CRBSIs) oleh sebab candida. Candida spp pemicu terbanyak dari infeksi jamur yang memicu HAIs yang serius/berat terutama pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU), dan candidemia
termasuk tiga per empat pemicu healthcare-associated bloodstream infections di rumah
sakit di USA.analisa infeksi candida invasif
analisa dini infeksi Candida invasif tidak mudah, keluhan dan gejala tidak khas dan sering muncul sesudah tahap penyakit sudah lanjut. Jamur terutama jamur pemicu infeksi sistemik terbanyak, bisa menginvasi semua organ. gejala khusus yang terjadi tergantung pada organ yang terkena. Bila Candida spp menyerang mukosa mulut
maka tampilan klinisnya yaitu candidosis oral. Infeksi Candida yang berat terjadi pada masalah defisiensi imun dan perubahan flora normal akibat antibiotika. Candidemia termasuk pemicu tersering sepsis infeksi rumah sakit sesudah gram positif dan gram negatif pada anak dengan kanker, terutama masalah dengan neutropenia ANC < 100 per mm3
. Faktor risiko lain yaitu pemakaian obat-obatan yang mempengaruhi tanggapan imun dalam jangka panjang seperti kortikosteroid dan juga lekopenia lama.
Jamur yang memicu fungemia terpenting yaitu Candida spp, secara teoritis jamur lain juga bisa memicu fungemia dengan gejala utama yaitu demam dan atau menggigil yang terjadi pada pasien dengan penyakit mendasar sebelumnya dan tidak membaik dengan pengobatan antibiotika sesuai dengan asal atau jenis kulturnya. kondisi biasa pasien akan memburuk dengan cepat terutama pada neonatus. Gambaran darah tepi tidak khas pada fungemia atau dalam ini candidemia, namun darah tepi yang menunjukkan lekopeni berat dengan ANC rendah < 100 /mm3
menunjukkan risiko tinggi candidemia. Netrofil yaitu lekosit paling potensial untuk membunuh candida dan mampu mendesak candida dari bentuk komensal (yeast) menjadi patologis (hifa/pseudohifa). Sehingga bila dalam sediaan darah tepi atau urine, feses, dan cairan tubuh lain menunjukkan adanya yeast like fungi maka defisiensi nya ada Candida dalam bentuk komensal aau kolonisasi di organ asal cairan tubuh ini . analisa Candida secara dini memang tidak mudah, sehingga dibuat Candida score untuk menilai risiko candidosis invasif pada pasien non neutropenia. Komponen Candida score yaitu sepsis berat , total parenteral nutrition pelaksanaan pembedahan dan kolonisasi Candida multifokal Skor kurang dari 3 menunjukkan risiko rendah candidosis invasif. namun pasien-pasien ini masih harus dievaluasi dengan baik sebab menurut riset pada masalah dengan skor kurang dari 3 masih terjadi
candidosis invasif sekitar 0-5%, dan skor Candida masih bisa berubah selama pasien
dalam perawatan. juga masih ada faktor risiko candidosis yang belum termasuk dalam komponen Candida score diatas. Setidaknya ada beberapa faktor yang menjadi faktor risiko seperti pasien dengan kateter pembuluh darah atau urine, pasien perawatan lama di ICU, pasien dengan neutropenia, pasien dengan antibiotika lama, premature, ibu hamil, diabetes mellitus,
Gejala yang ditampakkan pada neonatus tidak begitu jelas, dan keikutsertaan system saraf pusat (meningoensefalitis) memiliki prevalens yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan populasi dewasa, maka neonatus berisiko tinggi terjadinya gangguan neurologi persisten. Deteksi antigen fungi atau amplifikasi asam nukleat fungi
dengan PCR bisa dilakukan untuk deteksi awal candidemia. Dalam riset , 13 dari 57 neonatus dan anak di ICU menandakan hasil PCR yang positif meski kultur darah menunjukkan hasil negatif. Suatu pemeriksaan komponen dinding fungi dengan memakai 1-3-β-D-glucan dalam serum memiliki kepekaan 70%. Mortalitas
berkaitan dengan segera dimulai terapi dan pengawasan terhadap sumber infeksi. CVC sering berkaitan dengan candidemia, namun kateter tidak selalu menjadi sumber infeksi, terutama pada pasien neutropenia dimana sistim gastrointestinal yaitu sumber yang sering menjadi pemicu infeksi, Pada pasien anak, belum ada bukti berbasis medik yang memadai untuk menyimpulkan bahwa pemberian antijamur empiris pada demam neutropenia bisa menurunkan angka mortalitas. Beberapa riset yang ada mengikutsertakan pasien dari segala usia atau menggabungkan teraoi empiris, profilaksi dan definitif, sehingga kurang tepat memakai untuk menjawab pertanyaan klinis. namun , sebab kesulitan mendiagnosa dan
mortalitas yang tinggi akibat infeksi jamur invasif, sebaiknya anak dengan demam neutropenia yang menetap lebih dari lima hari sesudah pemberian antibiotik yang kuat , juga diberikan antijamur empiris. Pedoman Internasional dalam penatalaksanaan candidiasis sebagai berikut :
I. Pada Candidemia non-neutropeni :
a. Echinocandin (apofung): loading dose 70 mg, lalu 50 mg setiap hari. Micafungin: 100 mg setiap hari, anidulafungin: loading dose 200 mg, lalu
100 mg setiap hari yaitu terapi inisial.
b. Flukonazol: intravena atau oral, 800 mg (12 mg/kg berat badan ) loading dose, lalu 400 mg (6 mg/kg berat badan ) setiap hari yaitu alternatif selain echinocandin sebagai terapi inisial pada beberapa pasien tertentu terutama pada pasien yang tidak berada pada kondisi kritis dan yang kemungkinan terinfeksi spesies Candida
yang tidak resisten terhadap flukonazol.
c. Transisi dari echinocandin ke flukonazol (biasanya pada hari ke 5-7) dilakukan
pada pasien yang stabil, terbukti kuman suseptibel terhadap flukonazol (contoh Candida albicans) dan kultur darah yang steril sesudah evaluasi,
d. Formulasi lipid Ampotericin B (3-5 mg/kg berat badan setiap hari) yaitu alternatif bila ada intoleransi, ketersediaan yang terbatas atau resistensi terhadap antifungal lainnya.
e. Transisi dari Ampotericin B ke flukonazol (biasanya pada hari ke 5-7) dilakukan
pada pasien yang stabil, terbukti kuman yang siusesptibel terhadap flukonazol dan kultur darah yang steril setlah evaluasi.
f. Voriconazol 400 mg (6 mg/kg berat badan ) dua kali sehari, lalu 200 mg (3 mg/kg berat badan )
dua kali sehari yaitu efektif untuk candidemia, namun memiliki Kelebihan yang lebih kecil dibandingkan flukonazol sebagai terapi inisial
g. Durasi terapi candidemia tanpa koplikasi metastase yaitu 2 minggu sesudah hilangnya spesies candida dari aliran darah (hasil kultur terdokumentasi) dan resolusi gejala candidemia.
h. Semua pasien nonneutropenia dengan candidemia harus melakukan pemeriksaan
opthalmologi dalam 1 minggu sesudah terdeteksi oleh sebab bisa terjadi keikutsertaan ocular seperti endoftalmitis yang membahayakan penglihatan.
i. Pelepasan central venous catheter (CVC) harus dilakukan sejak awal bila dicurigai
candidemia dengan CVC sebagai sumber infeksinya.
II. Pada Candidemia neutropenia:
a. Ehinocandin (caspofungi): loading dose 70 mg, lalu 50 mg setiap hari, micafungin: 100 mg setiap hari, anidulafungin: loading dose 200 mg, lalu 100 mg setiap hari yaitu terapi inisial.
b. Formulasi lipid AmB 3-5 mg/kg berat badan setiap hari, efektif namun bukan suatu
alternative yang baik sebab potensi toksisitasnya.
c. Fluconazol, 400 mg (6mg/kg berat badan ) setiap hari, bisa dipakai untuk terapi stepdown selama neutropenia persisten pada pasien dengan klinis yang baik dan
kuman yang suseptibel terhadap obat ini dan hasil kultur darah menunjukkan
bersih . d. Voriconazol 400 mg (6 mg/kg berat badan ) dua kali sehari, lalu 200 mg (3 mg/kg berat badan ) dua kali sehari yaitu efektif untuk candidemia, bisa dipakai untuk terapi step-down selama neutropenia persisten pada pasien dengan klinis yang baik dan kuman yang suseptibel terhadap obat ini dan hasil kultur darah menunjukkan bersih .
e. Durasi terapi candidemia tanpa koplikasi metastase yaitu 2 minggu sesudah hilangnya spesies Candida dari aliran darah (hasil kultur terdokumentasi) dan resolusi gejala candidemia
f. Semua pasien non-neutropenia dengan candidemia harus melakukan pemeriksaan
opthalmologi dalam 1 minggu sesudah terdeteksi oleh sebab bisa terjadi keikutsertaan ocular seperti endoftalmitis yang membahayakan penglihatan.
g. Pelepasan central venous catheter (CVC) harus dilakukan sejak awal bila dicurigai candidemia dengan CVC sebagai sumber infeksinya.
Nefritis Lupus (NL) yaitu salah satu dampak klinis berat pada pasien Lupus eritematosus sistemik (LES), sehingga nefritis lupus yaitu
pemicu morbiditas dan mortalitas pada pasien LES. Sekitar 50% populasi LES memiliki keikutsertaan ginjal, dengan prevalensi terendah sekitar 26% dan prevalensi tertinggi 88%. Sekitar 90% pasien dengan keikutsertaan ginjal akan menjadi nefritis pada tahun pertama analisa dan 20% akan hadir pada pertengahan anatara tahun
pertama dan kedua sesudah onset, namun masih mungkin terjadi lebih lama lagi.
Nefritis Lupus yaitu LES yang diikuti dengan kelainan ginjal, NL yaitu suatu penyakit autoimun kronik yang ditandai dengan inflamasi dan adanya
circulating autoantibodies terhadap self-antigens dengan keikutsertaan ginjal. dampak kelainan ginjal pada nefritis lupus bisa berwujud hipertensi, glomerulonefritis akut, gagal ginjal, hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik, Pengobatan yang
agresif dengan kortikosteroid dan imunosupresan bisa mengurangi lesi aktif nefritis lupus dan memberi prognosis yang lebih baik. Sebaliknya pengobatan yang terlambat akan memicu prognosis yang buruk sebab bisa terjadi gagal ginjal ditambah hipertensi. Gagal ginjal, sepsis, miokarditis, perdarahan otak yaitu pemicu
kematian pada anak dengan nefritis lupus,
penggolongan untuk lupus nephritis, Pada nefritis lupus klas I WHO diperoleh adanya proteinuria tanpa adanya kelainan pada sedimen urin. Pada NL klas II WHO diperoleh kelainan ginjal yang ringan. hanya diperoleh anti-dsDNA yang positif dan kadar komplemen serum yang rendah. Sedimen urin tidak aktif, tanpa hipertensi, proteinuria ± 1 gram/24jam, dan kadar kreatinin serum dan laju filtrasi glomerulus (LFG) normal. Pada NL klas III WHO diperoleh sedimen urin
yang aktif. Proteinuria lebih dari 1 gr/24 jam, kira-kira 35% pasien dengan proteinuria >3 gr/24 jam. Peningkatan kreatinin serum diperoleh pada 25% pasien. Pada sebagian pasien juga diperoleh hipertensi. Pada nefritis lupus klas IV WHO ditemukan sedimen urin yang aktif pada seluruh pasien. Proteinuria >3gr/24 jam diperoleh pada 50% pasien, dan hipertensi ditemukan pada hampir semua pasien, dan penurunan fungsi ginjal
tipikal. Pada pasien nefritis lupus klas V WHO secara klinis ditemukan sindrom nefrotik, sebagian dengan hematuria dan hipertensi, namun fungsi ginjal masih normal sedang pada nefritis lupus klas VI WHO dijumpai penurunan fungsi ginjal yang progresif lambat, dengan urin yang relatif normal. kelas glomerulonefritis yang terlihat pada LES dan prevalensinya masing-masing yaitu Kelas IV dan III atau gromerulonefitis proliferative (PLN) (50% dan 24%), Kelas II atau gromerulonefritis mesangial (19-27%) , Kelas V atau glomerulonefritis membranosa (20%). Kelas LN bisa tumpang tindih, maka , tidak jarang ditemukan, contoh , gambaran LN proliferatif dan membranosa dalam biopsi yang sama. Kelainan tubulointerstitial tidak jarang ditemukan pada nefritis lupus. Berat ringannya kelainan ini menentukan prognosa pasien. Bila kelainannya berat, pada prognosisnya lebih buruk. Secara skematis, Nefritis Lupus dilakukan jika sebelumnya pasien sudah terdeteksi LES, sebab seperti sudah dinamakan sebelumnya, NL yaitu komplikasi ginjal pada LES dan ditemukan pada
20-50% dari semua pasien LES. analisa LES dilakukan berdasar syarat American Rheumatism Association yang sudah direkayasa pada tahun 1997. Ditemukan 4 dari 11
syarat memiliki kepekaan dan spesifisitas sebesar 96% untuk LES, syarat ini meliputi: 7
Untuk analisa NL ini dilakukan bila pada presentasi klinis ringan/minimal berwujud
ditemukannya proteinuria dengan atau tanpa hematuria/silinderuria, normalnya fungsi ginjal (serum kreatinin) biasanya tanpa hipertensi. sedang pada tanda presentasi klinis berat berwujud glomerulonefritis yaitu proteinuria, hematuria, ditambah peningkatan kreatinine serum >1.2 mg/dL dengan atau tanpa hipertenis dan bisa ditambah gejala klinik sindroma nefrotik proteinuria dalam jumlah lebih atau sama dengan 40mg/m2/jam, hipoalbuminemia <2.5gr/dL, hiperkolesterolemia. Biopsi ginjal diperlukan untuk mengetahui gambaran patologi anatomi ginjal untuk menentukan penggolongan NL yang penting untuk terapi dan menentukan prognosis.
Pengobatan LES dilakukan dengan pemberian kortikosteroid, sitostatik, Dengan pengobatan seperti ini, mortalitas nefritis lupus semakin
berkurang. Kortikosteroid dianggap sebagai obat terbaik untuk nefritis lupus dan diberikan per oral atau dengan cara puls intravena. Pada NL dengan gambaran patologi anatomi ginjal yang minor dan dampak klinis yang ringan, biasanya tidak diberikan kortikosteroid. Sitostatik diberikan jika hasil pengobatan dengan kortikosteroid
tidak memuaskan, ada efek samping steroid, atau pada nefritis lupus.Sitostatik yang sering dipakai pada pengobatan nefritis lupus yaitu siklofosfamid yang bisa diberikan per oral dan secara intravena dosis tinggi atau puls. Pemberian
siklofosfamid puls pada nefritis lupus sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan hasil
baik.Nefritis Lupus kelas I dan II, Diberikan steroid dimulai dengan prednisone oral 60mg/m2
/hari atau 2mg/kg/hari (max.80mg/hari) selama 8 minggu lalu diturunkan bertahap 5-10mg/minggu
hingga mencapai setengah dosis, dan lalu selang sehari. Dosis lalu diturunkan sampai 10 mg/hari dipertahankan 1-2 tahun, baru dipikirkan untuk dihentikan.Nefritis Lupus kelas III dan IV
Diberikan terapi steroid ditambah dengan sitostatika. Sitoatatika yang sering dipakai
yaitu Siklifosfamid (CPA), Siklosporin, atau Mycophenolate mofetil (MMF). Untuk pengobatan NL kelas III dan IV secara garis besar terapi dibagi menjadi terapi induksi dan terapi rumatan.
Terapi induksi diberikan kombinasi CPA dan kortikosteroid pada 6 bulan pertama. Steroid yang diberikan diawali dengan metilprednisolone puls (15-30mg/kg/kali atau 600-1000mg/m2
, max. 1 gr) selang sehari (sebelum pemberian CPA) selama 3x lalu dilajutkan prednisone oral dengan dosis 2mg/kg/hari (60mg/m2 /hari). CPA diberikan setiap bulan, sesudah pemberian steroid puls selang sehari sebelumnya sebanyak 3x. CPA diberikan intravena (puls 500mg/m2
per infus). Dosis bisa dinaikan menjadi 1000mg/m2bila tidak ada leukopenia (<2000/mm3). Bila terjadi leukopenia <1000/mm3 diturunkan
menjadi 125mg/m2. Untuk mencegah sistitis bisa diberikan hidrasi yang cukup sebelum dan sesudah terapi puls. Pemberian puls 1 kali perbulan selama 6 bulan. Efek samping
pemberian CPA jangka panjang yaitu azotemia dan amenorrhea.Terapi Rumatan bisa diberikan prednisone oral alternating atau 5-10mg tiap hari
dikombinasi MMF oral dimulai 500mg/hari max 30mg/kg berat badan /hari (2gr/hari) dibagi 2
dosis. Efek samping pemberian MMF yaitu gangguan gastrointestinal. Lama pemberian
terapi rumatan 2-3 tahun, namun bias sampai seusia hidup. Bila sudah terjadi penurunan kondisi akut yang ditunjukan dengan kondisi klinis
dan laboratoris terutama klinis, dosis steroid bisa dikurangi sampai dengan sama dengan dosis pemberian steroid pada kelas I dan II.
Evaluasi biposi ginjal diulang 1-2 tahun sesudah mulai pengobatan. Perbaikan histologi diharapkan terjadi sesudah pemberian pengobatan pada tahap awal serangan akut. Masih menjadi kontroversi untuk dilakukannya biopsi evaluasi, namun masih menjadi pertimbangan bagi pasien dengan lesi awal yang parah Nefritis Lupus kelas V
NL kelas V ini dikaitkan dengan proteinuria yang parah, terapi yang dipakai sama dengan terapi NL kelas I dan II. Prognosis Pada NL faktor yang bisa meningkatkan mortalitas yaitu adanya krisis hipertensi, laju filtrasi gromerulus (LFG) yang kurang dari 75ml/menit/1.73m2, dan gambaran
histopatologi yang menunjukan lesi proliferatif.
perawatan intensif perinatal dan neonatal memicu peningkatan kelangsungan bayi prematur.
ini tidak diikuti dengan perbaikan luaran pertumbuhan dan neurodevelopmental. Bayi yang bertahan hidup berisiko mengalami morbiditas jangka panjang, gangguan perkembangan dan neurologis. Bayi yang lahir prematur dan atau bayi dengan riwayat perawatan intensif terdampak dalam pertumbuhannya, angka kejadian prematuritas sebesar 10%, angka kejadian bayi small-for gestational age (SGA) atau kecil-masa-kehamilan (KMK) tertinggi di dunia yaitu di India sekitar 45%. Pertumbuhan pada tahun pertama menentukan luaran kognitif dan sikap anak suatu saat, Pertumbuhan somatik yang buruk dalam 1 tahun pertama kehidupan berkaitan dengan keterlambatan neurodevelopmental pada bayi prematur.
Gangguan kognitif yang terjadi sekitar 40%, palsi serebral 17%, buta bilateral 2%, tuli 9%. Gangguan jangka panjang meliputi IQ yang rendah sampai borderline, gangguan belajar, gangguan motorik halus, problem visual-motor, prestasi akademik yang rendah, masalah sikap seperti gangguan pemusatan perhatian
dan hiperaktif, atau defisit neuropsikologis.
Pemantauan pertumbuhan dimulai pada saat periode antenatal, terutama pada bayi prematur. Bayi prematur memiliki periode awal pertumbuhan yang buruk, yang bisa memicu retardasi pertumbuhan pada satu tahun pertama kehidupan. Pengukuran pertumbuhan harus dilakukan secara serial pada semua parameter
pertumbuhan, untuk mengetahui penyimpangan dan percepatan pertumbuhan.Pengukuran berat, panjang, lingkar kepala, diperlukan mulai saat perawatan, untuk mengetahui potensi masalah-masalah pada periode neonatal. beragam macam kurva pertumbuhan sudah tersedia namun masih banyak keterbatasannya. Semua bayi yang lahir digolongkan sesuai berat lahir dan usia gestasi. Usia gestasi bisa ditentukan pada saat prenatal dan postnatal. Pada masa prenatal, penentuan usia gestasi berdasar riwayat maternal, pemeriksaan klinis dan ultrasonografi (USG). Pada masa postnatal salah satu penentuan usia gestasi yaitu dengan memakai New Ballard
Score (NBS). bayi prematur yaitu semua bayi yang lahir kurang dari 37 minggu, atau di bawah 259 hari dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Kesalahan menentukan usia gestasi akan mempengaruhi intervensi lalu .Istilah SGA atau KMK bukan merujuk pada pertumbuhan janin, melainkan ukuran bayi saat lahir, yaitu berat lahir < - 2SD atau < persentil 10 terhadap usia gestasi. SGA berkaitan dengan faktor maternal (penyakit kronis, malnutrisi, kehamilan multipel, hipertensi, merokok), faktor plasenta (infark, previa, abrupsi, malformasi anatomi), faktor janin (biasanya simetris, berat lahir, panjang dan lingkar kepala semuanya kurang), infeksi kongenital (TORCH), ketidaknormalan kromosom, malformasi kongenital (sindrom dismorfik, fetal diabetes mellitus dan anomali kongenital lainnya).
Pertumbuhan intrauterin bisa dinilai dengan memakai rasio berat terhadap panjang badan (Indeks Ponderal), yaitu: (100xberat(gram))/panjang (cm).10 berdasar Indeks Ponderal bisa ditentukan apakah bayi termasuk KMK asimetris atau simetris. Indeks Ponderal normal jika berat, panjang, dan lingkar kepala dalam proporsi seimbang, namun masih di bawah gestasi sebetulnya . Kondisi ini terjadi pada KMK simetris,
yang sering dipicu oleh faktor genetik atau infeksi selama kehamilan pada kehamilan trimester pertama. Indeks Ponderal meningkat bila panjang dan lingkar kepala normal namun berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Akibatnya pertumbuhan bayi asimetris, dan hal ini biasanya dipicu oleh faktor maternal atau plasenta.10Para klinisi atau peneliti sebelumnya memakai data reference untuk menilai pertumbuhan bayi. pemakaian data reference ini belum memuaskan. beragam hal yang menjadi alasannya yaitu : sampel diambil dari rumah sakit sehingga bisa terjadi bias seleksi, tidak bisa digeneralisasi pada populasi, status sosial ekonomi, bayi yang
diikutdan kan tidak diketahui faktor risiko yang bisa mempengaruhi pertumbuhan janin,
tidak membedakan jenis kelamin (1 jenis kelamin/unisex), tidak mencantumkan interval
kepercayaan, tidak membedakan apakah ragam pertumbuhan janin termasuk fisiologis
atau patologis.Koreksi prematuritas dilakukan sampai usia gestasi 40 minggu. Sesudah usia gestasi lebih dari 40 minggu dipakai kurva CDC.
Pola pertumbuhan bayi prematur biasanya konsisten dengan pertumbuhan intrauterin, namun penyimpangan terbesar dalam percepatan penambahan berat badan terjadi antara bayi prematur dan fetus dan bayi sebelum lahir lahir aterm, antara 37 dan 40 minggu. Pada periode ini, pertumbuhan bayi prematur lebih superior dan
mendekati linear. Periode antara fetal akhir dan awal masa bayi yaitu tahap transisi yang memerlukan dukungan dan pemantauan yang baik.Penilaian pertumbuhan yaitu bagian dari deteksi dini kondisi klinis dan pemantauan
pada bayi. Pola pertumbuhan yang tidak normal mengindikasikan adanya masalah-masalah
medis, nutrisi, pertumbuhan atau perkembangan. Panjang atau tinggi badan, berat badan,
dan lingkar kepala yaitu parameter antropometris yang sering dipakai untuk menilai pertumbuhan.
Pemantauan pertumbuhan dimulai pada saat periode antenatal. Pemantauan pertumbuhan intrauterin penting untuk mendeteksi adanya hambatan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation/IUGR). Bayi yang lahir dengan IUGR dan/atau SGA akibat kondisi intrauterin yang tidak kondusif lagi untuk tumbuh, memerlukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan yang baik agar tumbuh kembang bayi ini optimal. Restriksi pertumbuhan pada janin, baik yang lahir prematur (kurangbulan) atau cukup-bulan, bisa mempengaruhi kelangsungan , kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan. Peningkatan berat badan janin yang pesat sekitar enam kali lipat terjadi antara usia kehamilan 22 sampai 40 minggu. maka , bayi yang lahir pada periode ini memerlukan penanganan profesional untuk menilai pertumbuhan dan menyediakan
nutrisi dan perawatan yang memadai,
Pengukuran pertumbuhan dilakukan tidak hanya berdasar satu parameter, melainkan semua parameter, yaitu berat, panjang atau tinggi, dan lingkar kepala. Pengenalan disproporsi pertumbuhan tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala penting untuk mengevaluasi bayi dan anak. Jika berat badan menurun, namun panjang dan lingkar kepala normal, berdefisiensi ada gangguan nutrisi pada janin. Sebaliknya,
jika berat, panjang dan lingkar kepala semua di bawah rata-rata usia gestasi, berdefisiensi bayi
mungkin normal, kurang nutrisi berat atau mengalami malformasi.Pengukuran serial juga diperlukan untuk mengetahui perubahan percepatan pertumbuhan. Penurunan percepatan pertumbuhan biasanya ditandai pertama
dengan penurunan berat badan, lalu panjang badan, dan terakhir lingkar kepala. Peningkatan pertumbuhan terjadi jika asupan kalori terpenuhi. Pada janin yang mengalami undernutrition, pertumbuhan normal sesuai target tidak bisa tercapai dengan baik meski sampai periode remaja. Tahun pertama kehidupan penting
dalam pemenuhan nutrisi yang kuat , untuk kelangsungan , pertumbuhan, perkembangan,
dan kesehatan jangka panjang. Jika pemenuhan nutrisi tidak kuat pada masa bayi, maka bayi akan jatuh pada gangguan pertumbuhan linear yang irreversible dan terjadi defisit kognitif. Pertumbuhan yang menurun biasanya terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, stunting terjadi sekitar 30-40%. Berat lahir rendah berisiko 2 kali lebih banyak mengalami wasting, stunting, dan underweight.memantau pertumbuhan. Pengukuran pertumbuhan pada bayi meliputi:Pengukuran berat badan
timbangan elektronik/digital durable, ditera mampu mengukur sampai presisi 0,1 kg (100 g), mampu mengukur sampai 150 kg. Bayi ditimbang dalam kondisi tidak berpakaian.Bayi yang tidak mengalami morbiditas berat memiliki
penambahan berat yang lebih cepat. Kecepatan penambahan berat juga berkaitan dengan durasi pemberian nutrisi parental yang lebih pendek dan pemberian nutrisi enteral yang lebih dini.
Peningkatan kecepatan berat badan kedua terjadi pada usia koreksi 6 bulan sampai 2 tahun. Periode catch-up growth terjadi pada usia 4-5 tahun. Semua bayi prematur mengalami pertumbuhan yang buruk, terutama pada 1 tahun pertama kehidupan. Bayi prematur yang kehilangan berat badan pada 1 bulan pertama kehidupan, memerlukan sekitar 1 tahun untuk mencapai pertumbuhan yang diharapkan. memperoleh hubungan penambahan berat badan dan lingkar kepala sesudah rawat inap dengan luaran kognitif
pada usia 1 tahun sampai dewasa. Pada usia gestasi 40 minggu, bayi prematur lebih kecil dibandingkan dengan bayi aterm. Bayi prematur tetap mengalami retardasi pertumbuhan untuk beberapa tahun, morbiditas mortalitas lebih tinggi,
undermineralized bones, gagal tumbuh, dan keterlambatan neurodevelopmental yang
menetap sampai usia sekolah.Pertumbuhan otak bisa dilihat dari lingkar kepala. Lingkar kepala mencerminkan volume otak. Pertumbuhan otak terjadi pesat pada periode bayi, sehingga pengukuran lingkar kepala seharusnya dilakukan setiap bulan pada 1 tahun pertama. Pengukuran
lingkar kepala berdasar ukuran lingkar kepala terbesar dari occipital-frontal, dengan memakai pita logam (metal tape). Pita ukur ini dipakai sebab lebih kuat, tidak elastis, akurat.
Peningkatan lingkar kepala lebih dari 2,5 cm/minggu atau di atas 2SD berkaitan dengan hidrosefalus. di hidrosefalus, terjadi disproporsi lingkar kepada dengan panjang dan berat badan. Pada mikrosefali, pertambahan ukuran lingkar kepala kurang dari 0,5 cm/minggu. Pada kondisi ini terjadi disproporsi lingkar kepala (lebih kecil) dibandingkan panjang dan berat badan. Catch-up pertumbuhan lingkar kepala yang terjadi pada anak yang sebelumnya lingkar kepalanya kecil akibat kurang nutrisi menunjukkan adanya
pemenuhan asupan kalori yang sudah sesuai, sehingga terjadi pemulihan ukuran sel-sel
otak. Tingkat percepatan pertumbuhan lingkar kepala tergantung periode undernutrition
yang dialami, semakin lama dan berat deprivasi yang terjadi, semakin sulit untuk memperoleh pemulihan yang sempurna. Percepatan pertumbuhan lingkar kepala terjadi pada tahun pertama kehidupan. Penambahan berat atau lingkar kepala pada 4 minggu sesudah lahir menyumbang terhadap IQ anak suatu saat . Anak yang mengalami penambahan berat dan lingkar kepala yang lebih cepat pada 1 bulan pertama memiliki IQ 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan anak yang mengalami penambahan berat atau lingkar kepala yang lebih sedikit. Anak yang
mengalami gagal tumbuh memiliki IQ 3-4 poin lebih rendah dibandingkan yang tidak
mengalami gagal tumbuh.
Acute kidney injury (AKI) dialami pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit atau ICU) dengan mortalitas mencapai 50%.
epidemiologi AKI pada anak sudah menonjol . pemakaian continuous renal replacement therapy
(CRRT) semakin meningkat dalam pengobatan AKI pada anak dan mengatasi kelebihan
cairan pada anak. Terapi sulih ginjal akut dipakai pada 10% pasien yang mengalami sakit kritis
dan menunjukkan peningkatan 11% per tahun. pemakaian CRRT memperbaiki fungsi ginjal jangka panjang. Terapi sulih ginjal berkelanjutan (CRRT) yaitu metode purifikasi darah untuk membersihkan darah dari toksin endogen dan eksogen secara perlahan-lahan, menjaga homeostasis tubuh, mempertahankan keseimbangan asam-basa, elektrolit, Terapi CRRT memerlukan kecepatan aliran darah dan dialisat yang rendah sehingga CRRT ini dilakukan selama 24 jam, mirip fungsi ginjal yang sebetulnya . Terapi sulih ginjal berkelanjutan yaitu salah satu terapi yang dilakukan di ruang rawat
intensif yang memerlukan alat canggih dan biaya yang mahal. Oleh sebab itu diperlukan
beragam ndicator yang menentukan apakah CRRT yang dilakukan cukup berkualitas dan berguna baik bagi pasien atau bagi unit ICU. Indikator ini dipakai sebagai patokan untuk mengurangi pemakaian CRTT yang tidak berkualitas, mengoptimalkan sumber daya pemakai CRRT dan memperbaiki luaran pasien. Terapi sulih ginjal berkelanjutan pada anak yang mengalami ketidak-stabilan hemodinamik.
Prinsip CRRT pada anak sama dengan dewasa. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan CRRT pada anak yaitu volume darah ndicatoria, kebutuhan priming sirkuit sebelum melakukan CRRT, adaptasi terhadap alat-alat yang dipasang ke tubuh pasien dan pemakaian CRRT untuk pasien yang mengalami inborn errors of metabolism. Terapi CRRT bisa dilakukan pada neonates dan bayi dengan berat badan < 10
kg. Nomenklatur CRRT disesuaikan dengan tipe akses vaskuler dan metode bersihan molekul. awalnya CRRT dimulai dengan kombinasi tipe akses vaskuler arterivena (continuous arterio-venous hemofiltration /CAVH). Pada perkembangan lalu muncul continuous veno-venous hemofiltration (CVVH), continuous veno-venous hemodialysis (CVVHD), continuous veno-venous hemodiafiltration (CVVHDF). kelebihan CRRT pada anak dengan kondisi kritis bila dibandingkan dengan terapi sulih ginjal yang lain yaitu CRRT bisa mempertahankan stabilitas hemodinamik, bisa membuang kelebihan volume dalam jumlah yang besar secara perlahan dalam waktu yang lebih panjang sehingga terhadap pasien bisa diberikan produk darah dan nutrisi
sesuai kebutuhan pasien. namun , saat melakukan CRRT sering terjadi komplikasi pada sirkuit seperti bekuan, sulit melakukan prosedur lain dan pemeriksaan radiologi. Pasien sering mengalami hipotermia (meski pada sirkuit sudah ada proses
pemanasan sebelumnya), pasien mengalami ketidakseimbangan elektrolit sebab selama proses CRRT diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Indikasi terapi sulih ginjal berkelanjutan pada anak, terapi sulih ginjal berkelanjutan dikerjakan pada pasien yang mengalami AKI
dan kelebihan cairan. Lebih dari 95% pasien memakai CRRT untuk mengatasi gangguan berwujud ndicatoria, uremia simptomatik (ensefalopati, perdarahan, pericarditis) asidosis ndicator dan gangguan elektrolit lain. Selain dari indikasi ini di atas, CRRT juga dipakai untuk pengobatan overdosis hiperamonia dan intoksikasi , Indikator kualitas terapi sulih ginjal berkelanjutan (CRRT)berdasar The United States cara c Framework Board for National Quality Measurement and Reporting System, ndicator kualitas terapi sulih ginjal berkelanjutan (CRRT) dinilai berdasar 4 syarat yaitu usability, feasibility, importance, scientific acceptability,
Importance dinilai berdasar pentingnya pelaksanaan CRRT pada pasien ini . dibahas mengenai peresepan atau perencanaan pelaksanaan , pelaksanaan pemantauan yang dilakukan selama proses CRRT berlangsung. Semuanya ini tergantung kepada kondisi dan kebutuhan pasien yang memerlukan CRRT. Terapi sulih ginjal ini cukup mahal sehingga diperlukan perhitungan yang cermat mengenai untung rugi pelaksanaan CRRT, Scientific acceptability untuk menilai keberhasilan pelaksanaan CRRT dan luaran . Usability dan feasibility berkaitan dengan sarana dan prasarana pelaksanaan CRRT, implementasi tiap ndicator terhadap praktek sehari-hari.
beragam ndicator yang dipakai untuk menilai kualitas CRRT bisa dilihat pada ndic 1. Perhitungan dosis dan pelaksanaan CRRT bisa dilakukan baik oleh intensivis atau oleh nerfrologis. Pelaksaan CRRT harus memikirkan ketersediaan sirkuit pasien, sumber daya manusia (dokter, perawat), biaya rekam medis yang
baik., Terapi sulih ginjal yang dilakukan sesegera mungkin bisa memperbaiki gangguan elektrolit, inflamasi sistemik, kerusakan ginjal, kerusakan organ lain akibat kelebihan cairan, membuang zat-zat toksik, Di lain pihak, CRRT secepatnya bisa mengganggu stabilitas hemodinamik, perdarahan akibat pemakaian antikoagulan, infeksi aliran darah, inflamasi atau stress oksidatif akibat bio-inkompatibilitas membrane dialiser. angka kejadian infeksi aliran darah yang berkaitan dengan pemasangan kateter untuk pelaksanaan terapi sulih ginjal secepatnya lebih tinggi dibandingkan terapi sulih delayed strategy (10% berbanding 5%, p=0,03). Perbaikan fungsi ginjal pun lebih cepat tercapai pada terapi sulih ginjal delayed strategy (p <0,01).Terapi sulih ginjal secepatnya dilakukan segera sesudah analisa AKI stadium 3 dilakukan sedang delayed strategy dilakukan bila sudah muncul tanda-tanda hiperkalemia berat, asidosis metabolik, edema paru, kadar blood urea nitrogen (BUN)
lebih dari 112 mg/dL atau oliguria lebih dari 72 jam sesudah analisa AKI dilakukan . riset randomized controlled trial (RCT) yang membanding-bandingkan terapi sulih ginjal early
dan delayed strategy menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam jumlah mortalitas, waktu perawatan ICU dan rumah sakit. namun bila jenis terapi sulih ginjal yang dikerjakan yaitu CRRT diperoleh mortalitas yang rendah dan perawatan pasien yang singkat bila CRRT dilakukan sesegera mungkin. Intensitas optimal CRRT sampai saat ini masih belum jelas. Penelitian yang membanding-bandingkan CRRT intensitas tinggi (40 ml/kg berat badan/jam) dengan intensitas rendah (25 ml/kg berat badan/jam) menerangkan bahwa tidak ada perbedaan mortalitas dalam 90 hari pertama. walau begitu hipofosfatemi lebih sering terjadi pada golongan
CRRT intensitas tinggi dibandingkan dengan intensitas rendah (66% berbanding 50%,
P<0,001).Pada sirkuit yang dipakai untuk CRRT terjadi aktivasi kaskade pembekuan darah akibat darah mengalir melalui kateter pembuluh darah. Aliran darah yang lambat, turbulensi pada kateter, ukuran kateter yang kecil dan hematokrit yang tinggi bisa memicu bekuan pada sirkuit. Sebab itu, pada pelaksanaan CRRT antikoagulan
sering dipakai . Antikoagulan yang sering dipakai yaitu heparin atau sodium sitrat. Kedua antikoagulan ini sama efektifnya, walau komplikasi perdarahan lebih sering dimunculkan oleh heparin. Pada pasien yang tidak memakai antikoagulan sering mengalami koagulopati, disseminated intravascular coagulation (DIC) dan gagal hati.Pada pemakaian sitrat sebagai antikoagulan sering memicu hipokalsemia pada pasien akibat sitrat mengikat kalsium darah. Sebab itu pemakaian sitrat sebagai antikoagulan
sering bersamaan dengan kalsium klorida atau kalsium glukonas. Hemofilter CRRT bisa dipakai lebih lama pada pasien yang memakai antikoagulan sitrat dibanding dengan heparin (72 jam berbanding 18 jam, p < 0,0001), Infeksi yang sering terjadi pada proses CRRT dipicu oleh bacteremia sesudah terkait kateter CRRT. Tidak ada perbedaan kejadian infeksi berdasar lokasi pemasangan kateter. Angka kejadian infeksi lebih tinggi bila kateter terpasang lebih dari 4 hari. Kejadian infeksi ini membuat lama rawat di rumah sakit dan ICU memanjang.
kesehatan anak 2
Reviewed by bayi
on
Oktober 11, 2023
Rating:
About
LINK VIDEO