kesehatan anak 2





Pemberian antibiotik   meningkatkan kualitas hidup manusia dan  menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit infeksi.  sebagian besar antibiotik memiliki avaibilitas yang baik, memungkinkan  memberi  terapi empiris dengan spektrum luas terhadap beragam penyakit infeksi.
Luasnya pemakaian antibiotik lalu  berdampak  peningkatan resistensi sehingga pemilihan pemberian antibiotik menjadi semakin sempit dan mahal. Untuk menghindari hal makin meluasnya resistensi, dalam pemakaian  antibiotik diperlukan ketepatan analisa  , dengan memikirkan  kondisi klinis ,  usia pasien,  pola kuman,  suseptibilitas antibiotik di fasilitas kesehatan ini ,  diperlukan  rekayasa  pemakaian  antibiotik dengan memberi  spektrum yang lebih sempit berdasar  hasil kultur dan  tanggapan  klinis terhadap pengobatan yang sudah  diberikan. Untuk memperoleh  hasil optimal dalam mengatasi penyakit infeksi, pemberian  antibiotik diharapkan mampu memberi  perbaikan klinis pasien dengan mengetahui  secara tepat target terapi, yaitu terhadap patogen pemicu  penyakit dengan antibiotik  yang tepat,   dosis  durasi pemberian yang sesuai.  ini   mempercepat kesembuhan, mengurangi  efek samping,   mengurangi  resistensi akibat pemberian antibiotik.
beragam antibiotik   tersedia di tiap fasilitas kesehatan di negara kita , bahkan beberapa 
golongan yang poten untuk mengatasi infeksi berat seperti seftazidim, meropenem, vankomisin,  dipakai  sebagai terapi inisial atau empiris terhadap pasien dengan infeksi ringan-sedang yang dirawat di ruang rawat inap biasa. Diperberat dengan rendahnya kesadaran  pentingnya pencegahan dan pengendalian 
infeksi di fasilitas kesehatan ini , maka bisa  dibayangkan sulitnya memilih regimen antibiotik bagi pasien dalam kondisi infeksi berat, mengingat kemungkinan sudah  terjadi resistensi kuman.
 diharapkan mampu memberi  wawasan 
dalam memutuskan pemakaian  dan pemilihan regimen antibiotik.Pemilihan regimen antibiotik ditentukan oleh beragam pertimbangan, termasuk di dalamnya kemungkinan jenis bakteri yang memicu  infeksi berdasar  beratnya tanda dan gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, lokasi anatomi, obat-obatan yang  diberikan sebelumnya, perlu mengetahui apakah infeksi yang terjadi berasal dari komunitas atau rumah sakit.  faktor harga antibiotik dan  efek samping yang mungkin dimunculkan, Antibiotik memiliki beragam spektrum berdasar  kemampuan 
aktivitasnya, mulai dari yang sempit sampai   luas. Sebagaimana pemberian terapi  empiris, maka antibiotik inisial  dengan spektrum luas akan dipersempit sesudah  diperoleh hasil kultur. Seluas apa pun spektrum antibiotik awal, tetap diharapkan memiliki spektrum yang cukup sempit dan jika  memungkinkan berwujud  suatu monoterapi. beragam sifat  diperlukan  dalam memberi  antibiotik, termasuk kemampuan 
penyerapan nya, distribusi obat dalam tubuh, metabolisme, dan  ekskresinya, atau dengan kata 
lain farmakokinetik dan farmakodinamik berperan   dalam menentukan dosis antibiotik.Pada infeksi berat, dosis antibiotik bisa  diberikan lebih tinggi bahkan mungkin  memerlukan frekuensi pemberian lebih sering. Penentuan dosis yang akan diberikan   tergantung oleh kondisi masing-masing pasien, Bayi dan anak memiliki farmakokinetik yang berbeda dengan dewasa sehingga cara mudah dalam perhitungan dosis dengan mengurangi kebutuhannya dengan mengacu dosis dewasa boleh jadi kurang kuat  untuk efektivitas dan keamanan obat bagi pasien 
bayi dan anak. Informasi dosis untuk anak seringkali kita peroleh dari brosur obat, namun 
demikian keterangannya masih terbatas mengingat penelitian sesudah pemasaran oleh farmasi terhadap efek obat pada anak   minim. 
biasanya  dosis pediatri memakai  mg/kg berat badan . Namun jika  dosis ini  tidak tersedia, usia, berat badan, atau luas permukaan tubuh bisa  dipakai  dengan menentukan dosis obat. 
Perhitungan dosis berdasar  usia atau berat badan yaitu  cara konservatif yang cenderung hasilnya lebih rendah dibandingkan  yang diperlukan .
- Usia (cara Young):
- Dosis = dosis dewasa x 
- Berat badan (cara Clark,   lebih akurat dibandingkan perhitungan berdasar  usia)
Dosis = dosis dewasa x  Perhitungan dosis antibiotik bisa  pula memakai  luas permukaan tubuh. , yaitu dengan membanding-bandingkan  luas permukaan tubuh bayi dan anak terhadap dewasa untuk lalu  disesuaikan dengan 
dosis dewasa. Dosis obat biasanya  krusial sampai usia 12-36 bulan mengingat  sampai usia ini  laju metabolisme beragam obat tinggi sehingga memerlukan dosis lebih tinggi dibandingkan usia  . Demikian pula kemampuan ginjal dalam mengeliminasi obat, sampai masa toddler, waktu paruh obat lebih pendek dibandingkan dengan anak yang lebih besar, sehingga boleh jadi akan meningkatkan eliminasi ginjal dan metabolisme. Mekanisme terjadinya perubahan farmakokinetik obat berdasar  usia 
sampai saat ini belum diketahui secara jelas.
Sering kali klinisi mengalami kesulitan dalam menentukan dosis antibiotik pada pasien anak dengan kegemukan  sehingga seringkali melakukan konversi penghitungan  dengan memakai  berat badan ideal pasien dewasa. Perhitungan untuk melakukan  estimasi berat badan ideal pasien dewasa, tidak bisa  dipakai  pada pasien anak. Berat badan ideal anak yaitu  memakai  kurva tumbuh kembang  yang dikeluarkan oleh WHO-CDC 2005. Pada kegemukan , dosis antibiotik memerlukan  
penyesuaian dosis, yaitu dengan mengetahui penyesuaian berat badan  berdasar  IBW, berat badan aktual pasien atau berat badan total (total 
body weight/TBW), dan  konstanta.Dosis antibiotik juga tergantung dari kondisi ginjal pasien sebab  biasanya  eksresi obat yaitu  di ginjal, maka dalam kondisi insufisiensi akan memerlukan  
penyesuain dosis. Kalkulasi dengan memakai  metode Cockroft-Gault atau Jelifffe yang dipakai pada pasien dewasa tidak boleh dipakai  pada anak. Pada anak, perhitungan kreatinin klirens diperlukan untuk mengukur laju filtrasi glomerulus, yaitu  dengan memakai  metode Schwartz dan pemeriksaan nuklir. Penyesuaian pemberian antibiotik pada insufisiensi renal  bisa  dilakukan 
dengan memperpanjang interval pemberian atau mengurangi dosis atau memakai  kedua cara. jika  pasien sedang dalam hemodialisis dan peritoneal dialisis, mungkin diperlukan dosis tambahan akibat terbuangnya obat sesudah  dilakukan pelaksanaan  dialisis. Sampai saat ini, lamanya pemberian antibiotik pada pasien infeksi masih kontroversi. Walapun beragam literatur kedokteran menyatakan perlunya waktu yang cukup dalam 
terapi, yaitu 10 hari, 14 hari, 4 minggu, 6 minggu atau bahkan 12 bulan, namun  praktisnya antibiotik seringkali diberikan dalam jangka waktu lebih pendek (≤7 hari). namun , ada    panduan durasi pemberian antibiotik berdasar  penyakit  Disamping jenis penyakit infeksi dan etiologinya, durasi pemberian juga ditentukan tanggapan  klinis pasien terhadap terapi. Pemberian antibiotik secara intravena dilakukan pada pasien sepsis, demam neutropenia,  infeksi yang memerlukan  antibiotik dosis tinggi ( osteomielitis, meningitis, abses, endokarditis, artritis septik, infeksi pada pemakaian prostetik). Demikian pula jika  pasien muntah-muntah, tidak mampu minum, gangguan penyerapan  (seperti: diare, steatore), gangguan mengunyah dan menelan,  kehilangan kesadaran, memerlukan   pemberian antibiotik intravena (IVOST algorithm). Pemberian antibiotik intravena  diperlukan  jika  pemberian sediaan oralnya memiliki penyerapan  yang buruk. Pemberian antibiotik secara intramuskuler atau subkutan memerlukan  laju aliran darah yang baik pada tempat injeksi, sehingga jangan lakukan cara ini dalam kondisi  syok atau vasokonstriksi akibat pemberian obat simpatomimetik. Bagi pasien anak cara penyuntikan intramuskular dan subkutan kurang kurang disukai sebab  memberi  rasa nyeri. Pada bayi prematur dalam kondisi sakit yang kurang masa ototnya ditambah dengan kurang baiknya perfusi perifer, jika  dilakukan injeksi intramuskular bisa  diprediksi  penyerapan  antibiotik akan diserap   jauh lebih lambat dibandingkan  yang diharapkan. Namun hal sebaliknya mungkin pula terjadi, yaitu jika  perfusi mendadak baik sehingga kadar obat yang mencapai sirkulasi meningkat dan mungkin berpotensi toksik, terutama dalam pemberian antibiotik golongan aminoglikosid. Pemberian antibiotik secara oral  cenderung bermasalah jika  diberikan pada bayi baru lahir. ada  perubahan biokimia dan fisiologi saluran cerna bayi baru lahir,
berwujud  sekresi asam lambung yang lambat, pemanjangan waktu pengosongan lambung, 
peristalsis yang ireguler dan pelan, sehingga pemberian obat oral mungkin meningkatkan 
toksisitas. Aktivitas enzim pencernaan juga cenderung lebih rendah, pada duodenum 
aktivitas amilase dan enzim pankreas sempurna pada usia 4 bulan, sehingga pemberian  obat yang larut dalam lemak pada bayi usia <4 bulan menurunkan  penyerapan  obat  ini . Cukup banyak regimen antibiotik memiliki farmakokinetik yang mirip jika  diberikan secara oral atau  melalui penyuntikan intravena, seperti: linezolid,  kotrimoksazol, kloramfenikol, metronidazol, klindamisin, kuinolon,  ternyata pada  beragam masalah  infeksi  memberi  keluaran yang sama baiknya.  hal ini berdampak dalam menurunkan biaya pengobatan dan pemakaian  antibiotik oral 
diharapkan mengurangi efek samping pemberian terapi melalui intravena.


pemakaian  antiretroviral (ARV)  penting untuk pasien HIV, berdampak pada perjalanan penyakit dan menurunkan kejadian infeksi oportunistik, sehingga kualitas hidup pasien membaik,  pemakaiannya terkait dengan beberapa efek samping. Efek samping terapi ARV   menjadi pemicu  penghentian minum obat oleh pasien.  85% pasien dewasa dengan HIV  mengalami efek 
samping  dalam setahun pertama minum obat, data kejadian efek samping pada anak belum banyak laporannya. Obat-obatan ARV bersifat toksik. Beberapa reaksi akut yang terasosiasi dengan ARV antara lain: dislipidemia, disfungsi seksual, resistensi insulin,   diabetes, reaksi hipersensitif  , neurotoksisitas, gangguan liver, gangguan distribusi lemak, pemakaian  nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) berkaitan  dengan reaksi hipersenstivitas, anemia,  neutropenia. Non-nuceloside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI) dikaitkan dengan   hepatotoksisitas dan ruam,  Protease inhibitors (PI) juga berkaitan  dengan hiperglikemia, dislipdemia,  gejala gastrointestinal,  Terapi ARV  berefek  samping  luas,   dirasakan pada awal pengobatan, mulai dari rasa tidak nyaman di perut seperti kembung, mual,  diare. Efek samping sulit tidur dan mimpi buruk terkait pemakaian  efavirenz, sedang  zidovudine   berefek  lekas lelah  pusing . Efek samping NRTI bisa  berwujud steatosis hepatik,  hiperlaktasemia,  neuropati perifer, anemia, asidosis laktat, pemakaian  PI bisa  terjadi pruritus, nefrolitiasis,  kuku yang tumbuh ke dalam, sedang  efek samping NNRTI bisa  memicu  kejadian ruam toksisitas sistem saraf pusat.Nucleotide reverse transcriptase inhibitors
yaitu  analog nukleosida yang mencegah elongasi DNA dan reproduksi virus. golongan  obat ARV ini terdiri dari beberapa obat seperti : stavudine, tenofovir,  abacavir,   zidovudine, lamivudine, didanosine, zalcitabine,  Obat-obat ini akan 
terfosforilasi intraselular menjadi nukleosida  lalu  bergabung menjadi DNA virus dengan enzim reverse transcription virus,   keberadaannya obat ini pada DNA akan menghentikan transkripsi. Namun bisa  memicu  terjadinya disrupsi fungsi 
mitokondria sel, melalui inhibisi yang dimediasi NRTI pada polimerase-ɣ DNA, dengan dampak yang beragam mulai dari asidosis laktat terkait nukleosida hingga steatosis hepatik. 
Zidovudine berefek  samping, seperti: mielosupresi, yang memicu  anemia makrositer (1-5%), neutropenia (2-9%), sehingga pemberian harus berhati-hati bila diberikan bersama gansiklovir dan sitotoksik lainnya,  nyeri kepala, mual, asthenia,   insomnia,   peningkatan kadar AZT dalam darah bila pemberiannya bersama dengan fenitoin, flukonazol,  asam valproat,   pada pasien -pasien  berkulit hitam, pengobatan dengan AZT bisa  memicu  hiperpigmentasi dari kuku, mukosa mulut  juga kulit. Hiperpigmentasi kemungkinan berkaitan dengan peningkatan melanogenesis di area yang terkena, Lamivudine berefek  samping, seperti: dizziness, fatigue. mual, nyeri kepala, 
Stavudine berefek  samping, seperti: neuropati perifer, lipodistrofi, hiperlipidemia, pankreatitis, ascending neuromuscular weakness. Bila pasien dalam kondisi imunosupresi berat, kemungkinan terjadi neurotoksik, Hati-hati  bila diberikan 
bersama vincristin dan  isoniazid,  Kejadian asidosis laktat dengan steatosis hepatik dan 
lipodistrofi lebih sering bila dibandingkan dengan obat NRTI lainnya.Tenofovir berefek  samping di ginjal. Sebagian dari Tenofovir disekresikan 
melalui tubulus proksimal. Hipofosfatemia sebagai akibat dari penyerapan ulang   tubular yang  rendah bisa  berkaitan  dengan tingginya level PTH akibat pemakaian  tenofovir. Tenofovir juga dikaitkan dengan peningkatan turnover tulang, terutama pada anak yang lebih muda disebabkan  pertumbuhan tulang yan lebih cepat. Abacavir saat ini menjadi terapi lini pertama pada anak <3 tahun. Tanda dan gejala efek samping muncul sesudah  6 minggu pemberian, berwujud : demam, mual, muntah, diare, nyeri perut. 50% nya mungkin mengalami pula gejala respiratorik (ruam kulit, batuk sesak, faringitis),  adanya asosiasi antara 
abacavir plus didanosine dengan infark miokard, namun  ini belum dikonfirmasi penelitian RCT. Abacavir  dikatakan berefek  samping berwujud  peningkatan  fungsi hati ringan yang akan hilang bila obat dihentikan. Efek samping utama yaitu  
reaksi hipersensitif   dan bisa fatal. Beberapa efek samping yang penting dan parah terkait dengan pemakaian  NRTI meliputi: . 
Lipodistrofi yaitu  bagian dari sindrom metabolik, ditandai dengan kondisi  degeneratif tubuh meliputi dislipidemia, resistensi insulin, pengeroposan tulang, Lipodistrofi  mempengaruhi pasien dengan HIV positif perama kali diketahui 
pada tahun 1998. Kondisi klinis tampak berwujud  hilangnya lemak perifer (lipoatrofi) pada wajah, anggota gerak dan bokong, payudara, dorsoservikal tulang punggung ( buffalo hump ), dan terbentuk lipoma. Stavudine (d4T) yaitu  NRTI yang paling berkaitan  dengan lipodistrofi, riset  di Negara Barat menunjukkan insidens sekitar 
50% sampai dengan 65%.  Pasien yang menerima PI juga bisa  mengalami lipodistrofi, terutama bila 
saat mulai terapi ARV memiliki jumlah sel CD4 yang rendah. Hasil riset  kohort  angka kejadian lipodistrofi sebesar  4%. Komplikasi serius dari terapi ARV yaitu  asidosis laktat. Angka insidens beragam  mulai dari 1  hingga 10 per 1000 pasien . Prevalens hiperlaktasemia pada pasien rawat jalan yang sedang menjalani terapi ARV sekitar 9-18%.  asidosis laktat dipicu  oleh toksisitas mitokondria dan toksisitas ini  berkembang melalui inhibisi DNA polymerase-ɣ mitokondria oleh NRTI. Stavudine (d4T), didanosine (ddI), dan zalcitabine (ddC) menginduksi lebih banyak messenger transfer DNA (mt-DNA) dibandingkan yang lain.  Dahulu ARV diberikan monoterapi dan asidosis laktat tampak  terkait dengan pemakaian  zidovudine, bahkan kejadiannya di Negara Barat mencapai 90%. Case fatality rate (CRF) zidovudine monoterapi yaitu  sebesar 69%, dibandingkan dengan pasien yang memperoleh   NRTI jenis lainnya, yaitu sebesar 38%.  Pada masa pemberian terapi HIV diberikan minimal 3 macam obat atau dikenal sebagai highly active antiretroviral therapy (HAART), tampak  angka insidensi asidosis laktat berkisar 1,6-6 masalah  per 1000 pasien  per tahun.  Didanosine dan stavudine memiliki kapasitas lebih  tinggi untuk menghambat aktifitas DNA g-polimerase in vitro dibandingkan obat  NRTI  lain dan terbukti dalam riset  klinis berkaitan  dengan risiko asidosis laktat 
yang lebih tinggi pada pasien yang terinfeksi HIV. riset  kohort multipel dan laporan  masalah  dari Negara maju relatif jarang ditemukan masalah  asidosis laktat, ini mungkin sebab  pemantau  yang lebih ketat. Pada pemberian HAART dengan memakai  stavudine, ancaman asidosis masih perlu diperhatikan dan wanita  lebih berisiko  
mengalami efek samping ini .. Neuropati perifer
Efek samping yang cukup biasa  diketahui terkait NRTI yaitu  neuropati perifer, terutama zalcitabine (ddC), didanosine (ddI)  stavudine (d4T). Gejala berwujud  ketidaknormalan  konduksi saraf, ketidaknormalan  elektrik, nyeri,  parestesia dengan atau tanpa ketidaknormalan  klinis. Insidens terendah untuk neuropati perifer yaitu  0,13 per 100 pasien  per tahun yaitu pada golongan  pemberian didanosine, sedang  angka insidens tertinggi pada golongan  didanosine + stavudine 
dengan angka 0,18 per 100 pasien  per tahun. prevalensi tinggi kejadian anemia pada populasi yang  terinfeksi HIV. walau  pemakaian  ARV terbukti mengurangi anemia dengan mendukung laju perjalanan penyakit, zidovudine berkaitan  dengan toksisitas hematologis. Saat terapi mulai diberikan, anemia terkait zidovudine biasanya terjadi dalam jangka waktu 3 bulan. Faktor risiko meliputi tingginya dosis zidovudine, 
meningkatnya durasi pengobatan, rendahnya jumlah sel CD4, dan anemia yang sudah  ada sebelumnya.  anemia terkait zidovudine yaitu  sebesar  18%.  efek samping anemia sebesar 26% efek samping pada pasien yang menerima terapi HAART.   efek samping anemia sebesar 17% dari pasien yang memulai regimen dengan Zidovudine dan 9%  mengalami anemia dengan regimen NRTI lainnya.Non-nucleotide reverse transcriptase inhibitors Memiliki cara kerja berikatan dengan kantung hidrofobik pada enzim reverse transcriptase(RT) dan obat ini menghambat HIV-1 dengan menggantikan residu aspartat di ikatan 
polimerase. Antiretroviral ini terdiri dari nevirapine (NVP), delavirdine (DLV), dan  efavirenz (EFV). Nevirapine yaitu  NNRTI yang paling sering dipakai  pada Negara berkembang sebab  lebih murah jika  dibandingkan dengan efavirenz. 
Nevirapine  berefek  samping, seperti: mual,   nyeri kepala,   ruam (makula papular di area  telapak tangan  kaki)  mencapai 20%, terjadi di 4-6 minggu pertama terapi. Ruam  mengalami perbaikan dengan mengurangi dosis  terutama pada wanita ,   hepatitis fulminan (4%) terkait dengan  severe rash dan gejala konstitusi.
Efavirenz berefek  samping yang terjadi bila bioavaibilitas meningkat, terutama jika dikonsumsi sesudah  makan tinggi lemak. Efavirenz terutama berefek pada sistem saraf 
pusat, dengan tanda dan gejala seperti: dizziness, mengantuk, insomnia, mimpi buruk, dan nyeri kepala yang sampai memicu  pasien menghentikan obat. Bila terjadi tanda gangguan psikiatri, obat bisa  dihentikan. Efek samping lain berwujud : ruam ringansedang dan peningkatan kolesterol total.Beberapa efek samping yang penting dari NNRTI yaitu  ruam hipersensitif  , 
hepatotoksisitas, dan toksisitas saraf.
-Ruam hipersensitif   biasa  terjadi pada pasien infeksi HIV, Ruam biasanya  terjadi dalam hari ke sepuluh sesudah  dimulainya terapi, berbeda dengan reaksi hipersensitif   yang bisa  muncul kapan pun. Pemberian ARV golongan NRTI dan PI tidak berkaitan  dengan peningkatan reaksi alergi obat di awal pemakaian nya, namun kejadian ruam terjadi pada 26% pasien yang menerima NNRTI. Data insidens ruam terkait NNRTI yang tampak    beragam , dengan risiko lebih tinggi pada wanita  terkait pemberian nevirapine. Akibat ruam terkait reaksi silang nevirapine dan efivarenz   sedikit, maka terapi nevirapine bisa  digantikan dengan efavirenz bila terjadi ruam.
-Peningkatan tes fungsi hati dan interaksi obat yaitu  komplikasi yang menonjol  pada pasien HIV dengan terapi ARV. Pada pasien yang memulai terapi, 20% diantaranya  mengalami peningkatan enzim hati. 19% kejadian hepatotoksisitas serius dari 185 pasien yang  menerima nevirapine.   menemukan18% pasien dengan nevirapine 
mengalami kondisi hepatitis yang serius, dan angka ini akan meningkat jika  ada    koinfeksi dengan virus Hepatitis B dan Hepatitis V 
-Infeksi HIV meningkatkan risiko pasien terhadap beberapa gangguan psikiatri, diantaranya depresi, mania, psikosis, dan penyalahgunaan obat, ini  
penting sebab  dokter spesialis anak akan mengelola pasien dalam jangka panjang 
hingga mencapai usia 18 tahun. Terapi ARV bisa  mempresipitasi atau memperparah  gangguan psikiatri, terutama akibat pemakaian  efavirenz. 
  hampir setengah pasien mengalami gangguan neuropsikiatri  saat inisiasi terapi efavifrenz yang akan menghilang dalam 1 bulan.  sebab  neurotoksisitas persisten akibat efavirenz, 
 Efek samping sistem saraf pusat bisa  terjadi dengan keluhan pusing, nyeri kepala, konfus, stupor, gangguan konsentrasi, halusinasi, insomnia,  mimpi buruk. Efek samping ini  biasanya  akan berhenti sesudah  memakai  terapi selama 6-10  minggu, Protease inhibitor
pemakaian  protease inhibitor (PI)   diberikan pada infeksi HIV lebih lanjut atau mengalami gagal terapi. ada    delapan PI berbeda yang ada, diantaranya : fosamprenavir, tipranavir saquinavir, ritonavir, indinavir, nelfinavir, atazanavir, darunavir, Efek samping PI  yaitu  hiperglikemia, hiperlipidemia, lipodistrofi, Lopinavir/Ritonavir berefek  samping, seperti: nyeri perut, diare, mual, nyeri kepala, peningkatan kadar trigliserid,  fungsi hati, pankreatitis,   pemanjangan  PR dan QT. pemakaian  PI   dikaitkan  dengan kejadian hiperlipidemia, lebih buruk dibandingkan dengan golongan ARV lainnya.  48% mengalami ketidaknormalan  lipid darah sesudah  pemakaian  PI yang ditunjukkan dengan kejadian hiperkolesterolemia, peningkatan kadar very-low density lipoprotein(VLDL). Meningkatnya risiko infark miokard akibat dislipidemia pada pasien HIV yang memperoleh   terapi ARV   dikonfirmasi oleh  riset . Farmakokinetik, farmakodinamik dan interaksinya ARV Selain efek samping langsung dari obat, farmakokinetik, farmakodinamik dan interaksi ARV dengan obat lain juga bisa  memicu  munculnya efek samping. Pada lambung, ko-administrasi omeprazole dengan rilpivirine menurunkan paparan rilpivirine sampai 47%, sehingga kombinasi keduanya yaitu kontraindikasi. Pada usus, simeprevir yaitu  inhibitor ringan dari CYP3A4 di usus, namun tidak jika di liver. Oleh sebab  itu, simeprevir meningkatkan paparan dari midazolam oral hingga 49%. Terkait dengan 
klirens liver, beberapa obat menginduksi enzim liver, seperti: efavirenz dan nevirapine. 
Terkait interaksi antara ARV dan obat herbal, ini bisa  memicu  peningkatan efek samping dari obat,   menurunkan efek terapeutik dari obat, yang berujung pada kegagalan pengobatan,  merekayasa  aksi kerja obat, yang berujung pada komplikasi  tidak terduga, meningkatkan  efek terapeutik dari obat, yang berujung 
pada overmedication.  Terkait dengan farmakogenetik, tidak semua pasien yang meminum ARV bisa  terkena efek samping pengobatan. Asosiasi antara determinan genetik dari ODHA dan toksisitas klinis berujung dari beragam ARV. cara  kepatuhan minum ARV
Tidak banyak pilihan ARV untuk anak, untuk itu diperlukan  pemantauan  yang baik terutama dalam minggu/bulan pertama dan bisa sampai dalam 6 bulan. ada    beberapa cara  yang bisa  diimplementasikan dalam meningkatkan kepatuhan minum ARV.Pasien harus diinformasikan, diantisipasikan dan diobati efek samping yang terjadi. Dalam usaha  mencegah interaksi dengan makanan, sebaiknya kebutuhan makanan disederhanakan. Efek samping dari interaksi obat sebaiknya dihindarkan. Jika 
memungkinkan, kurangi frekuensi dosis pemberian obat dan jumlah obat yang diminum.
Negosiasikan dengan pasien rencana pengobatan sehingga pasien bisa  mengerti dan memberi  komitmen dalam pengobatannya. Berikan waktu kepada pasien untuk bisa  mengerti tujuan terapi dan pentingnya kepatuhan terapi. Memastikan kesiapan pasien untuk meminum obat sebelum resep pertama diberikan. 




Imunoglobulin intravena (IVIg) yaitu  suatu preparat cair yang mengandung imunoglobulin G manusia yang berasal dari plasma yang berasal dari sekurangnya 1000 pasien  sehat. Sediaan IVIg mengandung IgG utuh dengan waktu paruh 3-4 
minggu. Kandungan IVIg pada sediaan bisa  bereaksi terhadap antigen eksternal, antara  lain virus, bakteria dan autoantigen. ada perbedaan aktivitas biologis antara produk yang ada di pasar.
 awalnya  sediaan ini dipakai  untuk pasien defisiensi   antibodi. Pada tahun 1980, IVIg dosis tinggi dipakai  untuk pasien dengan trombositopenia  autoimun. Saat ini IVIg dipakai  untuk beragam indikasi. 
Mekanisme kerja IVIg berbeda-beda pada beragam penyakit. biasanya , mekanisme 
kerja ini    digolongkan menjadi mekanisme substistusi dan imunomodulasi. Pada defisiensi   imun IVIg mengikat virus, bakteri atau toksin bakteri sekaligus mengaktifkan tanggapan  imun adaptif. Patogen yang terikat bisa  dinetralisasi atau diopsonisasi, lalu  dibersihkan dari tubuh. IVIg juga berperan pada pematangan sel dendritic pada X-linked agammaglobulinemia.
Imunomodulasi terjadi melalui beberapa cara:
- Melalui bagian Fc
Reseptor Fc𝛾 ada    pada hampir semua sel imun tubuh. Ikatan IgG dengan reseptor ini bisa  memicu  aktivasi atau inhibisi sel imun.
-Melalui bagian F(ab )
Seperti mekanisme substitusi, IVIg menetralisir autoantibodi (tabel 1). IVIg dosis tinggi juga menghambat aktivasi komplemen.
 Pemberian IVIg bisa  menutup semua reseptor di permukaan lekosit dan sel endotel hingga 
memodulasi ekspresinya.Mempengaruhi tanggapan  imun adaptif
-Modulasi TH17 dan Tregs
IVIg bisa  menghambat produksi IL-17 dari sel Th 17 yang memicu reaksi autoimun.
-Modulasi sel dendrit
IVIg bisa  menurunkan ekspresi molekul permukaan termasuk HLA kelas II. IVIg 
juga bisa  mempengaruhi produksi sitokin yang diproduksi sel dendritik.
 Sebaliknya IVIg bisa  memicu proliferasi dan aktivasi Treg yang berperan menurunkan autoimunitas. ini dibuktikan pada penelitian pada tikus model dengan autoimun ensefalitis.
-;  Modulasi sel B
Pemberian IVIg pada pasien dengan demyelinating polyneuropathy bisa  meningkatkan ekspresi Fc𝛾RIIB pada selB.IVIg juga bisa  memodulasi tanggapan  TLR-9 yang dipengaruhi sel B, pemakaian  pada Anak,  Saat ini ada    6 indikasi pemakaian  IVIg yang disetujui FDA (Food and Drug Administration) yaitu:
- Pencegahan reaksi akut graft versus host disease (GVHD) sesudah  transplantasi sumsum 
tulang
- Pencegahan infeksi bakteri pada pasien hipogamaglobulinemia dan infeksi berulang 
pada leukemia limfositik kronik sel B
- Pencegahan aneurisma arteri koroner akibat penyakit Kawasaki
- Mengurangi infeksi bakteri serius pada anak dengan HIV
- Meningkatkan jumlah trombosit pada ITP untuk mencegah dan mengatasi perdarahan, 
- Imunodefisiensi   priemer
Beberapa pemakaian  IVIg pada anak:
- Neurologi: Sindrom Guillain Barre, Chronic inflammatory demyelinating polyradiculopathy (CIDP), Dermatomyositis and inflammatory myopathies, Myasthenia gravis, beberapa jenis epilepsi (Lennox gastaut seizure, Landau kleffner seizure), Opsoclonus myoclonus ataxia, PANDAS (Paediatric autoimmune neuropsychiatric 
disorders associated with streptococcal infection) - OCD anxiety, depression, emotional lability.
- Hematologi: ITP (Idiopathic thrombocytopenic purpura), Pure red cell aplasia, Pure white cell aplasia, Immune neutropenia, Immune haemolytic anaemia.
- Imunologi: defisiensi   antibodi primer, defisiensi   antibodi sekunder
- Dermatologi: Sindrom Kawasaki, Dermatomiositis, Toxic epidermal necrolysis, 
Blistering diseases, Immune urticaria, Dermatitis atopik, Pyoderma gangrenosum.
- Neonatologi: Inkompatibilitas rhesus atau ABO, Neonatal alloimmune 
thrombocytopenic purpura, Sepsis akibat bakteri pada prematur.
- Lain-lain: Miocarditis, Systemic lupus erythematosus, Streptococcal toxic shock syndrome, Uveitis autoimun.
Dosis, cara pemberian dan efek samping
Dosis penggantian antibodi yaitu  antara 400-600 mg/kg berat badan tiap 2-4 minggu. 
Dosis disesuaikan agar kadar IgG sekurangnya 500 mg/dl. Untuk indikasi lain dosis 400 
mg/kg/hari selama 5 hari atau 1-2 g/kg selama 1-2 hari. pemakaian  IVIg harus dilakukan 
secara tiap pasien . Penyesuaian dosis harus dilakukan pada kondisi khusus, contoh  pada 
kondisi kehilangan protein (protein loosing). IVIg biasanya  diberikan melalui infus, mulai dengan kecepatan 0,01-0,02 ml/kg/menit, ditingkatkan hingga 0,1 ml/kg/menit.  Efek samping IVIg biasanya  ringan, berwujud  demam ringan, myalgia dan pusing, nyeri punggung, nyeri perut , mual, menggigil, rhinitis, Reaksi sistemik bisa  terjadi pada 15% masalah ,menghilang dengan sendirinya dan bisa  dicegah dengan mengurangi 
kecepatan pemberian. Anafilaksis  jarang terjadi, biasanya  berkaitan  dengan antibodi anti IgA pada pasien dengan defisiensi   IgA total (IgA < 0,05 g/L).IVIg bekerja melalui mekanisme kerja yang berbeda-beda. pemakaian  klinis ditujukan 
sebagai substitusi atau modulasi sistem imun. Beberapa indikasi IVIg pada anak antara 
lain yaitu : immunodefisiensi   primer, sindrom Kawasaki, ITP, sindrom Guillain Bare, 
inkompatibilitas golongan darah pada neonatus, pencegahan sepsis bakterial pada bayi 
prematur dan pencegahan infeksi bakterial berat pada anak dengan infeksi HIV



penularan avian influenza A (H5N1)  memicu  kematian pada manusia   dikhawatirkan  bisa  berkembang menjadi wabah pandemi . Sejak lebih dari satu abad yang lalu, beberapa subtipe dari virus influenza A sudah  menghantui manusia. beragam ragam  mutasi subtipe virus influenza A yang menyerang manusia dan sudah  memicu  pandemi, Sejarah infeksi virus influenza A
Diawali pada tahun 1918 dunia dikejutkan oleh wabah pandemi yang dipicu  virus influenza, yang sudah  membunuh lebih dari 1000 pasien , dimana subtipe yang mewabah saat itu yaitu  virus H1N1 yang dikenal dengan  Spanish Flu . Tahun 1957 kembali dunia dilanda wabah global yang dipicu  oleh kerabat dekat virus yang bermutasi 
menjadi H2N2 atau yang dikenal dengan  Asian Flu  yang sudah  merenggut 100.000 jiwa 
meninggal. Pada tahun 1968, virus flu kembali memicu  wabah pandemi dengan merubah dirinya menjadi H3N2. Mutan virus yang dikenal dengan  Hongkong Flu  ini, dengan merebaknya avian influenza H5N1 yang pertama kali menyerang dan menewaskan 6 pasien  penduduk Hongkong pada tahun 1997 dari 16 pasien  yang terinfeksi. Tahun 
2003 sebanyak 80 pasien  terinfeksi dengan subtipe virus lainnya yaitu H7N7, dan H9N2. Tahun 2004, subtipe H5N1 dan H7N2 sudah  menginfeksi puluhan penduduk Vietman, Thailand,  Kanada. Virus H5N1 lebih patogen dibandingkan  subtype lainnya sehingga dinamakan  dengan Highly Pathogenic H5N1 Avian Influenza (HPAI).Human Avian Influenza yaitu  penyakit menular yang dipicu  oleh virus  influenza A subtipe H5N1 yang termasuk ke dalam Orthomyxovirus, yaitu  jenis 
penyakit zoonosis, yang menular pada unggas, bisa  memicu  penyakit dan bahkan kematian pada manusia selain pada spesies hewan lainnya. Avian influenza A (H5N1) khususnya HPAI, sudah  memicu  wabah yang serius di beberapa negara terutama  di Asia. Human avian influenza (H5N1) sudah  menjadi masalah kesehatan pasien  
yang penting sebab  angka kematian yang tinggi dan  sebab  kemungkinan memicu  pandemi influenza. masalah  H5N1 pertama kali tampak  di Skotlandia sesudah  terjadi kematian ayam secara 
tiba-tiba dan massal pada tahun 1959  lalu  kematian kalkun-kalkun pada tahun 1991 di Inggris. Virus influenza H5N1 yang menyebar ke manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1997 di Guangdong, China. Sebelumnya pada tahun 1996, terjadi kematian pada beberapa angsa secara tiba-tiba, Pada tahun 1997, di Hong Kong, 17 manusia terinfeksi dan 5 meninggal dalam masalah  pertama dari H5N1 yang menginfeksi manusia. H5N1 sudah  berevolusi dari tingkat mortalitas nol sampai tingkat kematian 38%.
Laporan pertama,  wabah HPAI A (H5N1) yaitu   pada 10 Desember 2003 di  Korea dan berlanjut selama 15 minggu. Strain ini memicu  infeksi asimtomatik pada manusia seperti strain yang menginfeksi pada tahun 1959,  sehingga tingkat kematiannya masih rendah dan resikonya kecil untuk terjadinya sebuah pandemi. Kematian manusia dari strain H5N1 yang terjadi di Vietnam bagian Utara pada tahun 2003, 2004,  2005  meski  memicu  kematian, dianggap memiliki 
tingkat kematian yang masih lebih rendah dibandingkan  strain yang ada saat ini. 
Dari awal tahun 2007, jumlah masalah  yang dikonfirmasi WHO yaitu  400, dengan 
10 korban meninggal (tampak  oleh Pberat badan  pada tanggal 15 Januari 2009) yang dengan 
tingkat kematian 6% di antara masalah  yang dikonfirmasi oleh WHO. Pada tahun 2005, 
strain yang dianggap tidak mematikan di Vietnam Utara memicu  40 pasien  yang  terinfeksi H5N1, meninggal dunia,  Pada tahun 2006, rasio kematian semakin meningkat, dengan 60 kematian di antara 100 masalah  
masalah  pertama avian influenza di negara kita  terjadi pada Juni 2005 yaitu   anak 
yang juga yaitu  anggota kluster keluarga pertama di negara kita . sampai November 2010 proporsi kematian masalah  avian influenza  di negara kita  semakin meningkat 80 %, sedang  masalah  di dunia tercatat sebanyak 200 masalah  dengan proporsi kematian 50%. Infeksi virus avian influenza A(H5N1) lebih sering terjadi pada anak-anak, dewasa muda,  wanita muda. Lebih dari setengah masalah  yang tampak  terinfeksi avian influenza A(H5N1) berusia  di bawah 18 tahun dan 
seperempat dari masalah  yaitu  anak di bawah usia  10 tahun. tampak  juga kematian yang tinggi >80%  terjadi di Thailand pada anak-anak 
dengan infeksi avian influenza A (H5N1). 
Ada banyak strain Avian Influenza, namun biasanya  dibagi 2 bagian besar, yaitu Low 
pathogenic dan Highly pathogenic. Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) memicu  
gejala yang ringan atau bahkan tidak bergejala pada unggas sebab  sifat patogenitasnya 
yang rendah. biasanya  menyerang unggas di Amerika Utara. Highly Pathogenic Avian 
Influenza memicu  gejala yang berat dan atau bahkan kematian pada burung. Strain inilah yang memperoleh perhatian serius sebab  penyebarannya   cepat dan  luas dan  memicu  Outbreak secara global pada unggas dan bahkan bisa menyerang  manusia,  Ditemukan pada polpulasi unggas di Asia Selatan  dan sebagian wilayah Afrika. H5N1 yang   patogenik bisa  menyerang unggas di  alam liar atau  dipeternakan. Influenza pada manusia ditularkan melalui inhalasi droplet dan nukleus droplet, kontak  langsung, mungkin juga melalui kontak tidak langsung udara/debu,  melalui inokulasi 
pada traktus respiratorius atas atau mukosa konjungtiva. Rute penularan lain belum 
diketahui. Terjadinya infeksi influenza A pada manusia (H5N1) sudah  dibuktikan berasal 
dari unggas ke manusia, mungkin dari lingkungan ke manusia dan penularan  dari manusia 
ke manusia secara terbatas dan tidak menetap. pasien  yang memiliki  resiko besar untuk 
terserang Avian Influenza A (H5N1) ini yaitu  pekerja peternakan unggas, penjual  
Pada tahun 1997, pajanan oleh unggas dalam satu minggu sebelum awitan penyakit 
berkaitan  dengan penyakit pada manusia, sedang  resiko tidak bermakna bila  memakan atau mengolah produk unggas atau terpajan manusia yang mengalami influenza A (H5N1). Kebanyakan pengidap  memiliki riwayat kontak langsung dengan peternakan unggas, seperti mencabuti bulu, mengobati unggas yang sakit, adu ayam, bermain di sekitar peternakan unggas atau memasak unggas kurang matang. penularan  influenza A (H5N1) antar manusia diperkirakan terjadi dengan ditemukannya kejadian dalam golongan  keluarga yang tinggal serumah, namun  sejauh ini belum ditemukan masalah  penularan  antar manusia melalui  aerosol. Pada tahun 1997, 
penularan  antar manusia belum ditemukan dan peneliti serologis pada tenaga kesehatan 
yang terpajan menandakan  cara penularan ini  belum efisien. Suatu surveilans intensif terhadap kontak dengan memakai  reverse transcriptase PCR (RT-PCR) sudah  mendeteksi masalah  yang ringan, infeksi lebih banyak dijumpai pada dewasa tua, dan terjadi peningkatan jumlah dan  durasi golongan  keluarga di Utara Vietnam. Hasil ini menyokong bahwa strain virus lokal mulai beradaptasi pada manusia. walau begitu , penelitian epidemiologi dan virologi diperlukan untuk memastikan temuan ini . Saat ini resiko 
penularan nosokomial pada tenaga kesehatan masih rendah, meski  di Vietnam terjadi 
sebuah masalah  penyakit berat pada perawat yang terpajan oleh pengidap .penularan  dari lingkungan ke manusia secara teoritis bisa  terjadi. Ingesti air yang terkontaminasi peroral saat berenang dan inokulasi langsung intranasal atau konjungtiva saat terpajan oleh air, kontaminasi tangan terhadap debu, dan  inokulasi langsung. 
pemakaian  kotoran ternak sebagai pupuk juga bisa  yaitu  faktor resikoBelum ada vaksin influenza A(H5) yang secara komersial tersedia untuk manusia. usaha  pencegahan penularan dilakukan dengan cara menghindari bahan yang terkontaminasi tinja dan sekret unggas, dengan pelaksanaan  sebagai berikut:
- Kandang dan tinja tidak boleh dikeluarkan dari lokasi peternakan
- Mengkonsumsi daging ayam yang sudah  dimasak pada suhu 80 ⁰C selama 1 menit, 
sedang  telur unggas perlu dipanaskan pada suhu 64 ⁰C selama 5 menit, 
- Setiap pasien  yang berkaitan  dengan bahan dari saluran cerna unggas, harus 
memakai  pelindung (masker, kaca mata renang)
- Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas seperti tinja harus diobati   dengan baik (dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi pasien  disekitarnya
- Alat-alat yang dipakai  dalam peternakan harus dicuci dengan desinfekstan, 
berdasar  cara penularan :
- Kontak : langsung dan tidak langsung
Penularan melalui kontak kulit saat memandikan pasien atau melakukan pelaksanaan  
perawatan (secara langsung) atau melalui benda lain seperti alat kesehatan, jarum, 
kasa pembalut, tangan yang tidak dicuci  (tidak langsung)
- Droplet : 
Melalui percikan cairan dari pengidap  kepada pasien  lain. Percikan yang berasal dari 
bagian tubuh pasien (diameter >5 mm melalui batuk, bersin, bicara  selama  penghisapan lendir dan bronkoskopi). Percikan ini  terbang dalam jarak dekat melalui udara dan mengendap di 
bagian tubuh pejamu lain yang rentan (konjungtiva, mukosa hidung  mulut)
- Alat pelindung diri (APD) : gunakan bila memasuki ruang rawat pengidap , selama melakukan pelaksanaan  atau pelaksanaan  lain yang berkaitan  dengan bahan infeksius
- batasi pemindahan pasien ke ruangan lain kecuali   diperlukan.
- Alat kesehatan untuk pengidap  : sediakan alat khusus untuk pasien dengan kemungkinan tingkat penularan yang tinggi.
- Memperlakukan semua darah dan cairan tubuh pasien sebagai bahan infeksius, hindari menjamahnya dengan tangan  atau segera cuci bila kemungkinan tercemar.
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun/antiseptik. ini dilakukan sebelum dan sesudah menjamah pengidap  atau  sebelum memakai dan sesudah  melepas sarung tangan.
- Alat pelindung diri (masker, kaca mata, pelindung wajah dan sepatu plastik) dikenakan bila ada kemungkinan terjadi percikan darah atau cairan tubuh pasien selama melakukan perawatan pasien.Penempatan pengidap : di ruangan tersendiri, atau di ruangan dengan pengidap lain yang sama analisa  nya




Kegiatan imunisasi  di negara kita  sejak tahun 1956 untuk imunisasi  cacar. Pada tahun 1974, cakupan imunisasi di negara kita   mencapai 15% sehingga pemerintah pada tahun 1977 menyelenggarakan program pengembangan imunisasi (PPI)  atau expanded program on immunization (EPI). PPI yaitu  program pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen internasional dalam rangka percepatan , pencapaian universal child immunization (UCI) pada akhir tahun 1982. Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi PPI dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa penyakit yang bisa  dicegah dengan imunisasi (P3DI), yaitu campak, tuberkulosis, difteri, tetanus, pertusis, polio,  Pada tahun 1992 program imunisasi Hepatitis B 
mulai diperkenalkan,  tahun 1997 dilaksanakan secara nasional. Tahun 2013 departemen kesehatan   memasukkan vaksin pentavalen ke dalam program imunisasi nasional secara bertahap. Vaksin pentavalen mengandung 4 antigen dalam satu suntikan yang bisa  memberi  kekebalan terhadap penyakit difteri tetanuspertusis (DTP), hepatitis B (HB) dan Haemophilius influenzae type b (Hib). Kombinasi 
ini  mengurangi jumlah kebutuhan kunjungan imunisasi dan suntikan imunisasi untuk anak. Pelaksanaan vaksinasi pentavalen dilakukan dalam 3 tahapan,   departemen kesehatan  menambahkan 3 jenis vaksin untuk melengkapi program nasional imunisasi dasar lengkap yaitu: vaksin Human papilloma virus (HPV), vaksin Measles-Rubella (MR), vaksin Pneumococcus,,  
  area  endemis infeksi japanese encephalitis 
(JE) dan tujuan wisata penting, juga ditambahkan vaksin JE. Sampai dengan tahun  2019, departemen kesehatan  akan menambah imunisasi baru, yang dinamakan  New Vaccine Initiative. Program ini  yaitu  proyek demonstrasi (bukan pilot project), sebab  vaksin ini sudah  diuji di beragam negara, jadi tinggal dilaksanakan. Sampai dengan tahun 2025, departemen kesehatan  akan menambah 3 imunisasi lagi. maka  nantinya total imunisasi dasar lengkap akan meliputi  14 vaksin. Bila tahapan ini  sudah dicapai maka program imunisasi di negara kita  sudah setara dengan negara maju lain.
Vaksin MR untuk menggantikan vaksin campak akan mulai diterapkan untuk dipakai  secara berkala sekitar Oktober 2017. vaksin Pneumococcus sebagai proteksi bagi anak-anak dari ISPA akan mulai diterapkan pada akhir tahun 2017.   vaksin HPV, yang sebetulnya  sudah mulai diperkenalkan pada program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) tahun 2016 dibangun  lebih luas pada tahun 2017. Waktu yang diperlukan  agar ketiga vaksin baru ini  bisa  
menjadi program nasional yang menyeluruh lebih kurang 2-3 tahun.Infeksi HPV terjadi bila virus masuk ke dalam tubuh pasien , biasanya melalui robekan,  kulit yang mengelupas atau luka sayat kecil. Penularan terjadi akibat kontak antar 
kulit. Penyebaran terjadi melalui kontak dengan kulit yang terinfeksi, membran mukosa,  cairan tubuh,  hubungan seksual. Infeksi HPV genital terjadi bila ada hubungan seksual, seks anal,  kontak kulit dengan kulit di area  genital. Infeksi bisa juga terjadi di area  mulut, bila terjadi oral sex. Infeksi HPV terjadi melalui kontak dengan sesuatu yang tercemar virus HPV, seperti di kolam renang biasa , yang bisa  meningkatkan risiko. Kebanyakan infeksi HPV  bersifat asimtomatik dan bisa  sembuh spontan sesudah  1 - 2 tahun. Namun bila terinfeksi tipe tertentu, tidak terdeteksi dan tidak diobati, infeksi menetap dan berlanjut 
progresif, berbulan bulan bahkan bertahun tahun, akhirnya memicu  kanker serviks. Bila tidak ditemukan dan diobati  terinfeksi oleh tipe risiko tinggi, akan menjadi karsinoma invasif pada tempat terinfeksi, biasanya di saluran genital, yang 
lalu  bisa  berkembang menjadi kanker servik.
Imunisasi HPV yaitu  pencegahan primer kanker serviks yang tingkat keberhasilannya bisa  mencapai 100% jika diberikan sebanyak 2 kali pada golongan  usia  wanita   yang belum pernah terinfeksi HPV.Vaksin HPV, yaitu  vaksin yang bisa  memberi  perlindungan terhadap kanker 
serviks akibat virus human papillomavirus (HPV),    , juga penyakit lain akibat  infeksi virus HPV yaitu kanker vagina dan vulva,   penis pada laki-laki. HPV juga bisa  memicu  kanker orofaring (tenggorokan atas), kanker anal dan kutil genital.
Saat ini, yang beredar di negara kita  ada 2 vaksin human papillomavirus (HPV). Yang pertama, vaksin HPV quadrivalent (HPV4) mengandung 4 subtipe virus (6, 11, 16 dan 18) dan vaksin HPV bivalent (HPV2) yang mengandung 2 subtipe virus (16 dan 18). Kedua vaksin itu memiliki  keefektifan tinggi,  80%, untuk perlindungan terhadap kanker serviks (Ca cervix) yang kebanyakan dipicu  oleh virus HPV subtipe 
16 dan 18. Vaksin HPV4 yang mengandung 2 tambahan subtipe 6 dan 11 memiliki  
kelebihan bisa  melindungi wanita terhadap kanker dan pra-kanker vagina dan vulva, 
juga kutil genital. Vaksin bisa  diberikan kepada anak gadis mulai usia 9 tahun, namun 
di Amerika disarankan  untuk gadis usia 11-12 tahun. Di negara kita , vaksinasi HPV disarankan  diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali suntikan.  bila vaksin diberikan 
pada usia usia 9 - 13 tahun cukup diberikan 2 kali dengan interval waktu 6 - 12 bulan. 
Vaksinasi paling efektif diberikan sebelum anak gadis melakukan aktivitas seksual.Keamanan vaksin sudah  dibuktikan dari beragam penelitian sebelum vaksin disetujui  beredar di Amerika. Uji klinis sebelum diberikan lisensi dan data yang dikumpulkan sesudah  vaksin beredar menunjukan vaksin   aman. Efek samping  berwujud  sakit di tempat suntikan, demam, tidak enak badan kemerahan atau bengkak. 
Program nasional pencegahan kanker leher rahim  sudah dilaksanakan saat ini yaitu  dengan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA. Pencegahan kanker leher rahim akan semakin efektif jika dibarengi dengan melakukan usaha  proteksi khusus  dengan memberi  imunisasi HPV. sebab  tingginya angka kanker servik di negara kita  dan  memicu  kematian pada  pasien  wanita  per hari, departemen kesehatan  memutuskan 
 memasukkan vaksinasi HPV secara bertahap ke dalam program imunisasi nasional  untuk anak gadis di kelas 5 SD dan diulang 12 bulan lalu  di kelas 6 SD. Kegiatan pemberian imunisasi HPV melalui program BIAS ini diawali dengan pemberian imunisasi di lokasi percontohan yang memiliki angka prevalensi kanker serviks yang tinggi dan  dipandang memiliki kesiapan dalam melaksanakan imunisasi HPV, Rubela yaitu  penyakit infeksi akut yang dipicu  oleh virus rubella, biasanya ringan   menyerang anak atau  dewasa. Melalui cara  implementasi vaksinasi rubela, insidensi rubela menurun   di beragam negara, dan rantai penularan  endemik 
virus rubela di WHO Region of the Americas diputus sejak tahun 2009. Epidemi rubela 
 terjadi secara berkala, pola musimnya tiap 5 sampai 9 tahun. Namun  lamanya dan periode epidemi rubela   beragam  di dunia. Bila infeksi rubela terjadi saat sebelum konsepsi, atau saat hamil muda, bisa terjadi abortus, kematian janin atau  defek kongenital yang dikenal sebagai congenital rubella syndrome (CRS). Risiko tinggi 
untuk CRS ada    di negara dengan angka wanita subur yang rentan terhadap infeksi virus rubela tinggi. Kejadian CRS   beragam  antar negara,   faktor epidemiologi dan sosio-ekonomi berperan.  , ada juga perbedaan pola antara area  urban dan 
rural. Epidemi yang luas memicu  peningkatan morbiditas. Epidemi yang luas di Amerika Serikat tahun pada 1964 - 1965, diperkirakan memicu  1 juta masalah  rubela, meliputi  > 200 masalah  ensefalitis, > 10 kematian janin, > 2000 
masalah  CRS, > 80 masalah  tuli, 30 anak dengan buta-tulidan 10 anak dengan disabilitas intelektual.
, penyakit rubela yaitu  penyakit ringan yang bisa  sembuh spontan yang biasanya menyerang anak-anak. Dalam waktu 2 minggu sesudah  terpapar 
memasuki tahap  prodromal muncul demam < 39°C, lemas dan konjungtivitis ringan, yang 
lebih sering terjadi pada pasien  dewasa. Limfadenopati peri aurokuler, oksipital dan servikal posterior   khas,  biasanya muncul 5 - 10 hari sebelum munculnya ruam. Ruam makulo-papular, eritematosus  gatal diperoleh   pada  80% pengidap  rubela. Ruam terjadi selama 1 sampai 3 hari. Ruam mulai muncul ruam di wajah dan leher lalu  ke seluruh tubuh.  50% masalah , tidak ditemukan ruam atau subklinis. Gejala sendi (artritis, artralgia), berlangsung tidak lama, bisa diperoleh   pada 60% wanita namun  tidak pada laki-laki dan anak-anak. dampak  perdarahan dan Guillain-Barré syndrome jarang diperoleh  . Pada ibu hamil yang terinfeksi segera sesudah  konsepsi atau hamil muda 8 - 10 minggu, infeksi rubela bisa  memicu  defek multipel, bisa mencapai 91% masalah , selain memicu  kematian janin dan lahir mati. Risiko menurun drastis 
dan jarang ditemukan defek pada janin, bila terjadi saat, kehamilan di atas 16 minggu, walau  kelainan syaraf sensorik pendengaran masih bisa terganggu sampai usia kehamilan 20 minggu. Defek akibat CRS bisa terjadi pada mata (pigmentary retinopathy, chorioretinitis, cataracts, microphthalmia, glaucoma),   telinga (tuli sensorik),   jantung (peripheral pulmonary  artery stenosis, patent ductus arteriosus atau ventricular septal defects),   dan kraniofasial (mikrosefali). CRS bisa  muncul dengan dampak  neonatal berwujud  hepatitis, thrombocytopenia, meningoencephalitis, hepatosplenomegali  dan gambaran radiolusen tulang panjang (sifat  untuk gambaran radiologis pada CRS). Komplikasi thrombocitopenia bisa 
fatal. bisa  juga terjadi interstitial pneumonitis pada bayi dengan CRS. Bayi yang bisa 
bertahan hidup, bisa  mengalami gangguan perkembangan berwujud  gangguan penglihatan 
dan pendengaran dan berisiko  mengalami perkembangan yang terlambat, termasuk 
autis, diabetes melitus tipe I, dan tiroiditis.  ditemukan pasien dengan progressive 
encephalopathy mirip  subacute sclerosing panencephalitis pada pasien dengan CRS.
Vaksin rubela tersedia, baik yang monovalen atau  dalam bentuk kombinasi 
dengan vaksin lain, contoh  kombinasi dengan campak/measles (MR), measles dan mumps
(MMR), atau measles, mumps and varicella (MMRV).
Program yang direncanakan departemen kesehatan  yaitu  pengenalan vaksin MR 
di negara kita  yang menyasar anak berusia 9 bulan sampai 15 tahun,   vaksin diberikan sekali 
pada semua anak rentang usia itu, sebanyak 70 juta jiwa. Untuk Jawa, tahap  pengenalan
MR yaitu  Agustus-September 2017, dan luar Jawa pada bulan Agustus-September 2018. 
Mulai Oktober 2017, vaksin MR akan menggantikan vaksin campak di Jawa, sesuai 
jadwal imunisasi campak (di usia 9 bulan, 2 tahun, dan di usia 7 tahun). Vaksin MR 
menggantikan vaksin campak (M) di seluruh negara kita  mulai Oktober 2018 sesudah  area 
luar Jawa tercakup.Pneumokokus (Streptococcus pneumoniae)Infeksi pneumokokus yaitu  salah satu penyakit dengan prevalensi tinggi di Asia Pasifik dengan kematian mencapai 20%. Prevalensi meningitis akibat pneumokokus   
tinggi, sekitar 30% dengan kematian mencapai 20%. Pneumonia akibat pneumokokus di Asia Pasifik mencapai sekitar 50% dengan kematian sebesar 20%. Beban penyakitb pneumokokus(pneumonia, meningitis dan sepsis) di Asia, termasuk di negara kita ,  dipicu  oleh pneumokokus invasif dengan mortalitas yang tinggi.Infeksi pneumokokus bisa  memicu  penyakit meningitis, bekteremia,  pneumonia,  otitis media akut   sinusitis. Bakteri pemicu nya yaitu  S. pneumoniae (Pneumococcus), yang 
berkolonisasi di nasofaring, bisa penularan  melalui percikan ludah. Kolonisasi pada bayi 
dan anak usia muda, yaitu   reservoar utama bakteri, S. pneumoniae terdiri dari > 90 serotipe. Sebelum dipakainya PCV (pneumococcal conjugate vaccines), ada 6 - 11 serotipe yang memicu  ≥ 70% invasive pneumococcal disease (IPD) pada anak di dunia. Sebelum vaksinasi PCV 7 diberikan  insidensi tahunan IPD pada anak usia < 2 tahun mencapai 4/100 000 per tahun. Di banyak negara, sesudah  PCV diberikan secara rutin, angka IPD menurun , bahkan serotipe yang sesuai dengan vaksin tidak diperoleh  lagi, juga hilang pada golongan  lingkungannya yang 
tidak memperoleh   vaksinasi. Vaksin yang beredar saat ini ada 2 macam yaitu 23-valent pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV23) yang berisiko  23 serotipe yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6B, 7F, 8, 9N, 9V,10A, 11A, 12F, 14, 15B,17F, 18C, 19A, 19F, 20, 22F, 23F,  33F. Untuk imunisasi primer, 
diberikan 1 kali intra-muskular atau subkutan,   vaksinasi ulangan tidak perlu pada anak 
sehat,   namun pada anak imunokompromais ada yang memberi  imunisasi ulangan 1 - 2 kali. Vaksin tidak bisa  diberikan pada anak usia  < 2 tahun, padahal infeksi  pneumokokus tinggi pada golongan  usia  ini . Vaksin konjugat  mulai dipasarkan tahun 2000 di Amerika Serikat, yaitu PCV 7. saat ini  ini PCV 7  tidak dipasarkan lagi, yang ada di pasaran sejak 2010 yaitu  PCV10 yang mengandung 10 serotipe: 1, 4, 5, 6B, 7F, 9V, 14, 18C, 19F dan 23F,   dan PCV13 mengandung serotipe  yang sama dengan PCV 10 ditambah 3 serotipe: 1, 3, 4, 5, 6A, 6B, 7F, 9V, 14,18C, 19A, 
19F, and 23F. Dengan PCV 10 dan PCV 13 penurunan IPD akibat pneumokokus yang 
sesuai serotipe vaksin, menurun secara menonjol , sebesar > 70%. Kedua vaksin, PCV  10 dan PCV 13, disarankan  oleh WHO untuk dipakai dalam NIP,   dan bisa   diberikan pada anak mulai usia 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk PCV 13, ada tambahan  bisa diberikan pada pasien  dewasa > 50 tahun.





Japanese encephalitis (JE) yaitu  pemicu   ensefalitis di Asia, di sebarkan oleh nyamuk Culex yang sudah  terinfeksi.  Untuk mengendalikan JE, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan  vaksin JE dimasukkan ke dalam program imunisasi nasional  di area  JE. Namun pelaksanaan pengendalian berjalan lambat,  sesudah  banyak negara melaksanakan survailen JE dan bisa diperoleh vaksin yang aman dan efektif.JE yaitu  penyakit infeksi serius yang dipicu  oleh virus JE yang ditularkan  melalui gigitan nyamuk yang sudah  terinfeksi. JE tidak menular antar-manusia. Risiko untuk terkena penyakit ini terutama pada pasien  yang tinggal di area  yang 
sering ditemukan pengidap  JE, Nyamuk Culex tritaeniorhynchus, yaitu  spesies vektor yang terpenting, berkembang biak di kolam dan genangan sawah dan menggigit pada malam hari,    babi dan burung yaitu  reservoar virus. maka , virus JE tidak bisa  dieliminasi, namun penyakit bisa  dikendalikan dengan universal human vaccination di area  endemis. Faktor risiko untuk penyakit JE antara lain hidup berdekatan dengan persawahan dan bila memiliki atau bertetangga dengan pemilik babi. Infeksi JE biasanya  asimtomatis. Penyakit yang berat diperkirakan 1 masalah  per 250  infeksi JE. Masa inkubasi JE 4 -14 hari, diikuti gejala klinis, opistotonus,     acute flaccid paralysis (lumpuh layu),  tiba-tiba demam tinggi, menggigil, pusing , pegal-pegal, nyeri otot, gangguan mental,   kejang  terjadi pada anak 
(> 75%) dan lebih jarang pada dewasa. Pada anak, gejala muntah dan nyeri perut dominan 
sebagai gejala pertama. Penyakit berlangsung progresif menjadi ensefalitis berat ditambah  
gangguan mental, kelainan nerologis biasa  atau fokal, penurunan kesadaran sampai  koma. pengidap   memerlukan bantuan ventilator. 40% dari masalah  berat  yang hidup, menunjukan gangguan nerologis serius, psikososial, disabilitas intelektual  dan   fisik. Laju kematian pada anak yang muda mencapai 20  %.Tidak ada obat untuk penyakit JE, hanya pengobatan pendukung ,  Kematian pada JE biasanya dipicu  sebab hipoglikemia  aspirasi, kejang-kejang, peningkatan tekanan intra kranial  Satu-satunya cara pencegahan yaitu  dengan dengan imunisasi. Vaksin JE sudah cukup lama beredar.   tahun 2013 FDA (Food and Drug Adimistration) mengeluarkan lisensi vaksin 
JE untuk bisa  diberikan kepada anak usia 2 bulan sampai 16 tahun juga. Dosis vaksin JE primer yaitu  2 kali suntikan dengan jarak minimal 28 hari untuk anak 2 bulan sampai  2 tahun tiap dosis 0,25 ml dan untuk anak ≥ 3 tahun setiap dosisnya 0.5 ml. Sampai saat ini belum terkumpul data mengenai pemberian buster untuk JE. Advisory Committee  on Immunization Practices (ACIP), menyarankan  bila pasien  usia ≥ 17 tahun akan 
bepergian ke area  risiko penularan JE tinggi disarankan  pemberian ulangan bila 
pemberian vaksin yang primer sudah > 1 tahun sebelumnya. 




 dampak malnutrisi  terjadi di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bersifat permanen.  meneliti skor IQ pada 77 pasien  dewasa berusia 40 tahun dengan riwayat pernah mengalami malnutrisi sedang atau  berat pada saat bayi, menemukan bahwa 65% memiliki  skor IQ dibawah 95 termasuk 24% yang memiliki  skor IQ 
dibawah 70. ini akan mempengaruhi kemampuan didiknya dan  lapangan pekerjaan  yang bisa  diperoleh. Bayi yang dilahirkan prematur juga akan mengalami malnutrisi jika tidak mencapai pertumbuhan  yang optimal. Di berbagai  belahan dunia, angka kejadian restriksi pertumbuhan ekstrauterin  diantara bayi dengan berat lahir   rendah beragam ,  Kecukupan   energi dan protein pada minggu pertama kehidupan  berkorelasi dengan defisit perkembangan neurokognitif pada usia 18 bulan.  untuk menyelamatkan masa depan bayi prematur,  muncul  saran  pemberian nutrisi  agresif pada awal kehidupan  untuk mengembalikan berat badan  lahir secepatnya sebelum 2 minggu diteruskan  dengan tahapan pertumbuhan  dengan mengoptimalkan nutrisi enteral atau oral . Pemberian protein yang tinggi pada awal kehidupan  mengoptimalkan tumbuh  sehingga menyelamatkan perkembangan neurokognitifnya pemberian protein dosis tinggi menandakan  meningkatkan risiko terjadinya sindrom metabolik suatu saat,  ini mengharuskan   dokter spesialis anak yang menangani bayi prematur untuk menentukan pertumbuhan  yang optimal yang menghasilkan fungsi kognitif yang optimal tanpa harus mengalami penyakit degeneratif suatu saat  Untuk itu diperlukan kemampuan untuk menerapkan asuhan nutrisi prematur mulai  dari menilai status nutrisi, menghitung kebutuhan zat gizi, menentukan jalur asupan,  jenis nutrisi memantau.pertumbuhan  yaitu  suatu percepatan pertumbuhan sebagai kompensasi adanya periode deprivasi sebelumnya. pertumbuhan  mulai diperhitungkan jika ada    status gizi kurang. Idealnya diharapkan kenaikkan berat badan meningkat 1,5-2 X kecepatan pertambahan berat badan  normal .  bahwa kecepatan kenaikkan berat badan    erat hubungannya dengan rasio protein energi (PER) setiap 150 kkal/kg/hari diperlukan protein 3-4 g/kg/hari.  menyarankan  rasio protein energi (PER) 3,6 g/100 kkal untuk pertumbuhan  bayi   prematur, sebab  selain toleransinya baik juga memenuhi kebutuhan protein dan energi untuk pertumbuhan  optimal. Untuk memantau kecukupan asupan protein  bahwa kadar ureum serum >1,6 mmol/L dan kadar ureum urin >18 mmol/L(urin dikumpulkan dalam  8 jam) mengindikasikan asupan protein yang tinggi jika kecepatan pertumbuhan kuat . Sebaliknya jika kadar keduanya lebih rendah secara konsisten dan kecepatan pertumbuhan belum kuat  menandakan  asupan protein harus ditingkatkan. Pedoman ini  bisa  diterapkan  tiap pasien  pada bayi sesuai masa kehamilan (AGA) dengan berat  lahir   rendah sesudah  berusia 3 minggu, Pilihan nutrisi khusus (food for special medically purposed = pangan khusus untuk keperluan  medis) bayi prematur berlaku pada bayi   prenatur (<32 minggu) atau berat lahir   rendah (<1500 g), di atas usia dan berat badan  ini  jenis makanan yang diberikan sama dengan bayi cukup bulan. Urutan pilihan yaitu  sebagai berikut ASI → ASI donor yang aman → ASI + Human Milk Fortifier → susu formula prematur, Jika mengacu pada perhitungan PER , hanya ASI + HMF, dan susu  formula prematur yang memiliki  PER ≥11,5% sehingga memungkinkan catch up growth ≥ 20 g/kg/hari. Setiap penerapan asuhan nutrisi wajib diakhiri dengan pemantauan akseptabilitas,  toleransi,  efektifitas asuhan nutrisi ini . Pemantaun bisa  dilakukan setiap hari 
saat bayi masih dirawat inap atau setiap 1-2 minggu sesudah  bayi dipulangkan kerumah. 
Penilaian efektifitas pertumbuhan memakai  parameter berat badan, panjang badan   lingkar kepala menurut usia  grafik Intergrowth 21st International Postnatal Growth  Standard for Preterm yang lebih praktis sebab  pemantauan bisa  dilakukan sejak 26 minggu sampai 64 minggu usia gestasi lalu  diteruskan  dengan grafik WHO  2006 mulai usia 6 bulan, kedua yaitu  grafik standar. Jika memakai  grafik  Fenton pemantauan dilakukan sejak 24 minggu sampai 40 minggu, sesudah  itu beralih memakai  grafik WHO 2006.Bayi wanita  usia 21 hari, usia gestasi 30 minggu, berat lahir 1300 g, panjang 38 cm, 
lahir secara bedah kaisar atas indikasi eklamsia. Bayi dirawat selama 20 hari sebab  distres 
napas. Pada hari ke-1 diberikan priming ASI dan lalu  dinaikkan bertahap sehingga  mencapai nutrisi enteral penuh pada hari ke-10. Saat ini berat bayi 1500 g, panjang 39  cm, diberikan ASI perah campur formula prematur lewat OGT sebanyak 160 ml/kg/hari (ASI 4x30 dan PF 4x30 ml). Produksi ASI ibu berkisar 120 ml/hari.  , lakukan asuhan nutrisi bayi prematur berat  badan  : Bayi dilahirkan prematur 30 minggu, jika memakai  grafik The International Postnatal  Growth Chart for Preterm Infants panjang badan 38 cm sesuai untuk bayi prematur 31 minggu dengan berat ideal 1,27 g. ( analisis sesuai masa kehamilan, status gizi baik ).Pada usia 21 hari kenaikkan berat badannya seharusnya 13,5-16 g/kg berat badan /hari , yaitu minimal 283,5 g, pada pasien ini kenaikkan berat badan aktual yaitu  200 g, jadi  dibawah kenaikkan berat badan  minimal. Saat itu pasien masih melanjutkan konsumsi ASI 120 ml  dan susu formula prematur 120ml. berat badan  ideal berdasar  panjang badan saat 21 hari yaitu  39 cm yaitu  1,45 kg , jadi diperlukan 174 kkal/hari.Jika akan memakai  HMF , untuk setiap 25 ml ASI bisa ditambahkan 1 sachet HMF (4 kkal). 100 ml ASI (± 67 kkal) dengan 4 sachet HMF akan menghasilkan 83 kkal. Untuk memenuhi kebutuhan 174 kkal/hari diperlukan ± 200 ml ASI ditambah 8 sachet HMF. Berdefisiensi  ibu harus menyediakan tambahan ASI donor yang memenuhi persyaratan higienis sebanyak 80 ml.
Jika hal ini  sulit dilaksanakan maka pilihan kedua yaitu  memakai  susu formula prematur dengan perhitungan sebagai berikut: ASI ibu saat ini hanya 120 ml/hari setara dengan 80,4 kkal, kekurangan yang harus dipenuhi yaitu  93,6 kkal bisa  terpenuhi oleh 4 takar susu formula prematur/hari (4X30 ml). Jadi dengan ASI 4X30 ml dan 4X30 ml susu formula prematur diharapkan bayi bisa mencapai berat badan  1,45 kg,   bayi   dibawa oleh ibunya ke dokter spesialis anak sebab  gagal tumbuh.  yaitu  anak kedua dari orangtua  yang tidak ada consanguinitas, dilahirkan spontan  prematur 36 minggu. Berat lahir 1638 g, panjang badan 42 cm dan lingkar kepala 30 cm, bayi memperoleh   ASI dan HMF, dipulangkan pada usia 16 hari dengan berat 1716 g,  usia 34 hari berat 2068 g dan panjang 44 cm. 
Bayi dilahirkan prematur 36 minggu, berdasar  anamnesis kesannya stabil sebab  segera 
diberikan ASI lalu  ditambah Human Milk Fortifier (HMF). , panjang badan  42 cm sesuai untuk bayi prematur 33-34 minggu dengan berat ideal di antara 1,55-1,86 g (analisis status gizi baik).
Pada usia 16 hari kenaikkan berat badannya seharusnya 10-13 g/kg berat badan /hari, yaitu 
minimal 262 g, pada pasien ini kenaikkan berat badan aktual yaitu  178 g, jadi dibawah 
kenaikkan berat badan  minimal. Saat itu pasien masih melanjutkan konsumsi ASI dan HMF 
(jumlah tidak diketahui). Pada saat dirujuk usia 34 hari, pasien sudah memasuki 40 mg 6 hari, sehingga kenaikkan berat badan  yang diharapkan minimal 25 g/hari jadi 450 g/18 hari, sedang  kenaikan berat badan aktual yaitu  352 g, masih tidak sesuai dengaan  kenaikan berat badan yang diharapkan.Jika mengacu pada berat badan  saat 34 hari, bayi diperkirakan memperoleh   asupan ASI dan  HMF sebanyak 2,068 x 120 kkal/hari = 248 kalori (300 ml ASI perah ditambah 12 sachet 
HMF). berat badan  ideal berdasar  panjang badan saat 34 hari yaitu 44 cm yaitu  2.280 kg 
diperlukan 273 kkal/hari untuk mencapainya. Untuk menenuhi kebutuhan 273-248 
kkal =25 kkal diperlukan tambahan ASI 37 ml. Sesuai dengan indikasi pemakaian   FSMP bayi prematur, untuk bayi yang usia gestasinya > 32 minggu dan atau berat lahirnya >1500 g, maka jika ASI ibu hanya 300 ml ∞ 200 kkal maka perlu ditambah susu formula  standard 73 kkal setara dengan 3,65 takar (1 takar = 20 kkal) atau 3,3 takar susu formula  postdischarge (1 takar = 22 kkal). atau 73 ml Infantrini® (1 ml = 1 kkal) tergantung  ketersediaan produk dan  toleransinya.



4


Pengelolaan infeksi HIV pada anak akibat penularan perinatal sebelum tersedianya 
obat antiretroviral (ARV) yaitu   berfokus pada perawatan dan pencegahan infeksi oportunistik dan paliatif.  ini dilakukan sebab  mortalitas 
dan morbiditas yang    tinggi,  Sejak tersedianya terapi antiretroviral HAART pada awal tahun 1990 dan  terapi dari  rejimen obat tunggal menjadi rejimen tiga jenis obat ganda diperoleh  hasil yang 
baik. dengan terapi ARV yang tepat memiliki kelangsungan hidup,  menjadi lebih baik dibandingkan  sebelumnya. rata-rata  usia anak di Amerika Serikat dengan HIV-positif yang terinfeksi pada masa perinatal saat ini yaitu  15 tahun. 
 seiring  bertambahnya usia, perlu penanganan 
kegagalan pengobatan yang mungkin dipicu  oleh  faktor resistensi obat ARV, farmakodinamik obat ARV, dan kepatuhan pengidap  minum obat. 
Komplikasi akibat pemakaian  obat ARV jangka panjang, Adolesen yang terinfeksi perinatal   memiliki riwayat klinis dan pengobatan 
yang panjang dan  terpapar beragam jenis obat antiretroviral. walau  anak-anak bisa  tetap memakai rejimen antiretroviral yang stabil selama bertahun-tahun, perlu dilakukan  pemantauan berkala terhadap jumlah virus  dan hitung CD-4 yang berguna untuk menilai efektivitas rejimen obat yang dipakai . anak-anak dan remaja yang 
memperoleh  ARV perlu dipantau jumlah virus dan hitung CD-4 secara berkala setiap  3 sampai 4 bulan untuk menilai keefektifan rejimen yang sedang dipakai , dan bisa   menentukan bila ada kegagalan pengobatan. Kegagalan pengobatan meliputi kegagalan klinis, virologik,  imunologik, 
-Kegagalan imunologik
Kegagalan imunologi dinilai dengan mengevaluasi hitung sel limfosit T CD-4 di dalam tubuh pasien. memiliki hitung sel limfosit T CD-4 normal lebih dari 200 sel/mm3
-. Kegagalan imunologi   diartikan  sebagai 
kegagalan  mencapai dan mempertahankan tanggapan  sel limfosit T CD-4 yang memadai walau  ada penekanan jumlah virus. Tidak ada definisi khusus  untuk kegagalan imunologis, meski  riset  berfokus pada pasien yang 
gagal meningkatkan hitung sel T CD-4 di atas ambang batas tertentu (contoh > 350 atau 500 sel/mm3) selama periode waktu tertentu (contoh  selama    Tahun). Definisi lain berfokus pada ketidakmampuan untuk meningkatkan hitung sel CD-4  di atas jumlah sebelum pengobatan dan juga diartikan  sebagai penurunan yang 
berlanjut  5 poin persentase hitung CD-4 dalam persentase di bawah  garis dasar sebelum pengobatan ARV. Proporsi pasien yang mengalami kegagalan  imunologi bergantung pada bagaimana kegagalan diartikan , periode pengamatan, dan hitung sel CD-4 saat pengobatan dimulai
- Kegagalan virologis
Kegagalan virologis   sebagai tanggapan  yang tidak baik terhadap terapi ARV yang diketahui dari jumlah virus HIV atau terdeteksinya virus kembali 
sesudah  sebelumnya mencapai tidak terdeteksinya virus. tanggapan  yang tidak baik 
terhadap terapi ARV diartikan  sebagai penurunan jumlah HIV RNA < 1,0 log10 sesudah  8 sampai 12 minggu pengobatan, jumlah virus HIV masih > 400 sesudah  6 bulan pengobatan, dan virus HIV tetap terdeteksi sesudah  12 bulan pengobatan. 
-Kegagalan klinis
yaitu munculnya infeksi oportunistik baru dan atau menjadi  progresif meski  sudah  memakai  HAART selama beberapa bulan. walau  kondisi  ini  muncul pada beberapa bulan pertama sesudah  dimulainya rejimen antiretroviral, tidak diartikan  sebagai kegagalan terapi, pemantauan klinis 
harus  berlanjut dan perlu pertimbangan  bahwa 
rejimen saat ini gagal.Pasien yang mengalami gagal terapi ARV akibat kegagalan virologis, imunologis dan klinis, harus diperhatikan permasalahan yang melatarbelakanginya, yaitu: 
-Farmakokinetik Obat ARV,  dosis obat yang tidak memadai bisa  memicu  kegagalan pengobatan.  bergantung pada banyak faktor, termasuk perubahan perkembangan selama masa pubertas. pemicu  lain dari tingkat obat yang tidak 
mencapai kadar terapi, mungkin  dipicu  oleh gangguan penyerapan pada saluran gastrointestinal.  sering dihadapkan pada dilema 
memberi  dosis pada adolesen berdasar  berat badan, luas permukaan tubuh, atau berdasar  pedoman dosis tetap pasien dewasa, sehingga akibatnya tidak mencapai dosis terapeutik yang diharapkan.
-Masalah kepatuhan mengkonsumsi obat ARV
-Resistensi obat
 adanya hubungan antara beberapa mutasi dan resistensi banyak obat pada isolat HIV. Namun data resistansi pada anak dan remaja dengan HIV positif yang terinfeksi perinatal masih kurang. 
Sebagian besar anak remaja yang terinfeksi perinatal   sering terpapar beberapa jenis obat ARV sehingga   mungkin terjadi mutasi pada RNA HIV mereka. Oleh sebab  itu penting untuk melakukan pengujian resistensi obat pada golongan  ini sebelum mengganti terapi untuk menentukan kegagalan pengobatan. Uji genotipik 
dan fenotipik dipakai  untuk menilai ada tidaknya virus yang resisten terhadap penghambat HIV reverse transcriptase (RT) dan protease (PR).
Meluasnya pemakaian  protease inhibitor (PI) sebagai rejimen ARV, bisa   memicu  gangguan metabolik seperti lipodistrofi (sindrom redistribusi 
lemak), dislipidemia (hipertrigliseridemia, hiperkolesterolemia ) dan resistensi insulin. ini sebelumnya sudah  tampak  pada pasien dewasa, terjadi pula pada pasien HIV anak. Akibat kelangsungan hidup anak terinfeksi HIV pada masa perinatal bisa  bertahan sampai usia dewasa muda, maka mereka berisiko  mengalami gangguan kardiovaskular yang merugikan di usia adolesen. riset sebelumnya terhadap pasien HIV anak,  prevalensi lipodistrofi yaitu  9-45%.
 Anak-anak pada golongan  usia remaja dan adolesen   memperhatikan penampilan tubuh mereka, sehingga saat  mereka menyadari 
bahwa perubahan tubuh dikaitkan dengan pengobatan, beberapa golongan  usia ini  berhenti minum obat-obatan mereka. Perubahan tubuh ini terus bertahan  bahkan sesudah  penghentian atau perubahan rejimen antiretroviral selama beberapa 
waktu lamanya. Faktor risiko belum sepenuhnya bisa  diidentifikasi, namun meliputi  paparan dan lamanya pemakaian  NRTI (paling sering stavudin), yang dikombinasikan dengan protease inhibitor (ritonavir). Faktor lain yang berpengaruh 
termasuk golongan  etnis tertentu, usia dan penanda penyakit (hitung CD-4 dan jumlah virus). perlu memantau kadar lipid pada anak-anak yang minum PI. Diet dan olahraga   disarankan  pada intervensi awal anak-anak dengan hiperlipidemia.   pemakaian  obat penurun lipid harus dipikirkan  
pada anak-anak yang tidak bereaksi terhadap pengaturan diet yang ketat.
 Gangguan metabolisme glukosa, termasuk toleransi glukosa terganggu, glukosa puasa dan diabetes mellitus sudah  tampak  pada anak terinfeksi HIV. walau  tidak ada perbedaan yang berdefisiensi  tingkat glukosa puasa di antara golongan  ini , anak-anak yang terpajan dengan PI memiliki kadar insulin puasa dan  kadar glukosa 
dan insulin 2 jam yang lebih tinggi dibandingkan  checkup .
anak-anak yang terinfeksi HIV saat perinatal yang bisa  bertahan sampai  usia remaja dan adolesen sebab  tersedianya ARV, maka tampak  adanya komplikasi jangka panjang seperti gangguan metabolik, penyakit ginjal  penyakit tulang yang 
 memicu  risiko penyakit yang berat suatu saat .
Penelitian   adanya penurunan kepadatan mineral tulang/Bone mass density (BMD) pada anak terinfeksi HIV sehingga berisiko  mengalami patah 
tulang di masa depan. faktor  yang mempengaruhi perubahan metabolisme tulang ini  yaitu infeksi HIV , kekebalan tubuh pejamu, inisiasi 
terapi antiretroviral dan  faktor lain yang belum dipahami secara jelas. Suatu riset  longitudinal terhadap beberapa  kecil anak terinfeksi HIV yang diobati dengan tenofovir disoproxil fumarate menunjukkan penurunan BMD yang menonjol  selama periode 48 minggu. riset  longitudinal lainnya  nilai dasar BMD yang rendah pada pasien terinfeksi HIV dibandingkan dengan  checkup  yang sehat. Masih ada kekhawatiran bahwa anak mungkin tidak mencapai puncak massa tulang yang  memadai. Penelitian   diperlukan untuk menerangkan  mekanisme  mengendalikan resorpsi tulang pada anak yang terinfeksi HIV, peran sitokin kronis dan dampak beragam terapi antiretroviral pada BMD, 
Kejadian penyakit ginjal pada anak terinfeksi HIV tampak  sebanyak 2-8%. Kematian pada anak yang terinfeksi HIV akibat gagal ginjal tampak  kurang dari  1-5%. Jenis penyakit ginjal kronis   dikenal pada pasien terinfeksi  HIV yaitu  nefropati terkait HIV (HIV-associated nephropathy/HIVAN) yaitu adanya  gambaran glomerulosklerosis fokal.   juga ada    gambaran klinis sindrom nefrotik (hipoalbunemia, proteinuria, edema). 
 US Registry mengungkapkan bahwa anak-anak dengan HIVAN memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan  pasien  dewasa dengan HIVAN. maka  penting untuk mengidentifikasi kelainan ginjal pada anak dengan riwayat terapi ARV 
jangka panjang sedini mungkin. ditemukan 
setidaknya memiliki satu kelainan laboratorium ginjal yang persisten (peningkatan  kreatinin serum atau proteinuria). Kelangsungan hidup yang lebih lama, etnis hitam dan hispanik, terpapar antiretroviral seperti tenofovir dan indinavir, diartikan  sebagai faktor risiko terjadinya penyakit ginjal pada anak terinfeksi HIV.  
proteinuria, hematuria, peningkatan kreatinin serum atau nitrogen urea darah,  hipertensi pada anak yang terinfeksi HIV harus menjadi bagian dari pemantauan rutin, 
Infeksi HIV primer pada sistem saraf pusat (SSP) sudah diketahui dan di era pra-ART (ART), spektrum yang luas dari keterlambatan neurokognitif dan perkembangan dilihat  pada anak yang terinfeksi HIV. , beberapa   anak terinfeksi HIV yang tidak memperoleh  terapi 
ARV, kemungkinan terjadi kelainan neurologis ini. Kelainan neurologis juga bisa  dipicu  oleh infeksi oportunistik SSP seperti meningitis TB, Kriptokokus atau  Toksoplasmosis.   dampak HIV pada perkembangan  anak meliputi gangguan kognitif, motorik,  adaptif,   keterlambatan kognitif  antara 6- 60%. Kelambatan perkembangan meliputi gangguan  berbahasa, keterampilan motorik, fungsi kognitif eksekutif, defisit, keterampilan integratif, dan sikap  impulsif. Pemantauan dan identifikasi dini kelainan neurokognitif dan  intervensi medis dan psikososial yaitu  kunci untuk memastikan kualitas hidup yang optimal dalam mencegah gangguan ini .











Immunophenotyping untuk analisa keganasan hematologis pada anak yaitu  salah  penerapan  klinis dari flow cytometry. Pemeriksaan immunophenotyping bisa  dilakukan dengan cara manual biasa seperti  imunohistochemistry. 
 prosedur pemeriksaan ini yaitu  bahwa  sel leukemia/limfoma mencerminkan sifat  imunofenotipik dari beragam tahap  tertentu dari proses kematangan sel, dari sel muda menjadi sel yang matur.   sel neoplastik diduga  menampilkan beberapa pola fenotipik yang menyimpang. Fenotip yang menyimpang ini dipercaya  sebagai kelainan genetik yang ada pada sel patologis ini .  kelainan kelainan ini   ada    pada   leukemia akut, sindrom mielodisplastik, kelainan limfoproliferatif kronis,  diskrasia sel plasma.  Kelebihan  dari fungsi flow cytometer yaitu  sebagai alat skrining, bisa dipakai juga untuk menentukan penggolongan , skrining untuk kelainan genetik, dan lainnya Data epidemiologis pasti mengenai  keganasan pada Data yang  paling mudah ditemukan yaitu  data leukemia  anak.  , komposisi pengidap  leukemia akut di negara berkembang terdiri dari 80%  leukemia limfoblastik akut (LLA) dan 15% leukemia mieloblastik akut (LMA). Di Asia,  leukemia  anak lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari ras kulit putih. faktor  yang    berperan dalam  leukemia yaitu  genetik, radiasi, 
kimia,  obat-obatan, infeksi,  sosial ekonomi,  status imunologis. faktor lingkungan  berperan  
dalam kejadian LLA pada anak. Peran day care ataupun playgroup, di mana terjadi kontak 
dini anak-anak di usia awal,  berdampak   terkena infeksi. ini berperan dalam mengurangi kejadian LLA. diperoleh  adanya  masalah  baru leukemia akut pada anak, Insidensi LLA pada anak sebesar 3  per 100.000 beragam  pada setiap negara, 
wilayah geografis, ras, dan etnis. ini juga terkait dengan laju pertumbuhan penduduk di area  pedesaan,  faktor lingkungan   berpengaruh terhadap kejadian penyakit ini. Kejadian ini tidak tampak pada kulit hitam. Kemungkinan puncak ini  yaitu  pengaruh faktor  lingkungan .Immunophenotyping untuk analisa   leukemia akut
dilakukan  hanya berdasar  morfologi dan pemeriksaan sitokimiawi. Pemeriksaan ini  belum 
memenuhi standar syarat  World Health Organization (WHO) dalam penegakan masalah  
leukemia, di mana salah satunya harus ditambah  pemeriksaan immunophenotyping di samping pemeriksaan morfologis, sitokimiawi, dan pemeriksaan genetik. Pemeriksaan 
immunophenotyping mulai dilakukan pada awal tahun 2006. Pada tahap awal, dilakukan 
pemeriksaan pada 196 sampel dengan metode pewarnaan tunggal (single color) yang  memakai  9 antibodi monoklonal. Hasil analisis dalam kurun waktu ini  menunjukkan adanya perbedaan yang  besar antara hasil pemeriksaan morfologis 
LMA dan hasil pemeriksaan immunophenotyping dengan nilai kesepakatan sebesar 0,5
maka , sejak  2007, metode baru diterapkan 
dengan metode pemeriksaan 3 warna (three-color FACS scan) dan memakai  panel yang terdiri dari 15 antibodi monoklonal. Panel baru ini yaitu  hasil penyempurnaan panel lama dengan penambahan antibodi terhadap antigen sitoplasmik. Penambahan  antibodi monoklonal pada metode baru ini yaitu  untuk LLA-T dipakai  cytoplasmic
CD3, untuk LLA-B dipakai  cytoplasmic CD79a dan cytoplasmic myeloperoxidase (MPO), dan  CD117 untuk sel-sel LMA. Metode baru ini diterapkan untuk mendeteksi kecurigaan leukemia pada 398 sampel. Hasilnya menunjukkan hasil 1% dengan  low  marker expression . Angka ini   menurun bila dibandingkan dengan panel yang 
lama, yaitu sebesar 18%. Nilai kesepakatan morfologis dan hasil immunophenotyping
meningkat tajam dengan skor kappa 0,9 (hampir mendekati sempurna).  diperoleh  hasil sebesar 80% dari sampel LLA yaitu  LLA-B dan 17% yaitu  LLA-T. 9 dari 269 sampel yang secara morfologis LLA sebetulnya  yaitu  LMA dan 12 dari 79 sampel yang secara morfologis LMA faktanya 
yaitu  LLA. ini berdefisiensi  bahwa beberapa  pasien (6%) mengalami perubahan dari protokol LLA ke LMA atau  sebaliknya. Dari data ini , angka kejadian  LLA di negara kita  relatif rendah, sedang  angka kejadian LMA mirip  dengan yang 
tampak  di negara-negara barat, dengan proporsi LMA sebesar 20%. . Immunophenotyping  leukemia anak di negara kita  berperan untuk 
memperbaiki kualitas analisa  , yang sebelumnya hanya berdasar  pada morfologi saja. maka , stratifikasi risikonya bisa  dilakukan dengan lebih baik, sehingga ini akan menentukan  protokol pengobatan, Pemeriksaan immunophenotyping  mendeteksi ekspresi antigen campuran pada 
sel LLA. Campuran antigen yang dimaksud yaitu  adanya ekspresi antigen mieloid pada  LLA dan bagaimana kombinasi ekspresi CD10, CD34, atau kombinasi keduanya. diperoleh  ekspresi antigen mieloid pada 25% populasi LLA di negara kita . Ditemukan hubungan antara penggolongan  French-American-British (FAB) dengan ekspresi mieloid, bahwa mayoritas tiap pasien L-L1 tidak memiliki ekspresi antigen  mieloid (p = 0,02).  pasien tanpa ekspresi antigen myeloid memiliki prognosis yang lebih baik. Pada  LLA-B, proporsi mieloid yaitu  20%, sedang  pada LLA-T, yaitu  17%. Pada LLA-T, ekspresi antigen mieloid menjadi faktor prognostik buruk (p = 0,04). Dari hasil analisis, diperoleh  bahwa tidak adanya ekspresi antigen mieloid pada LLA-T memiliki prognosis yang lebih baik. melihat kombinasi ekspresi dari masing-masing antibodi monoklonal, contoh  pada kombinasi antara CD10 dan CD34. Ekspresi CD10 dan CD34 beragam  pada riset  yang berbeda. Pasien-pasien dengan CD10+
 memiliki angka kelangsungan  yang  lebih tinggi dibandingkan dengan CD10- (p < 0,001). Ekspresi CD34 tidak berpengaruh terhadap prognosis, sedang  kombinasi ekspresi CD10+ dan atau  CD34+ berkaitan   dengan prognosis baik. Overall kelangsungan  (OS) untuk kombinasi CD10+ dan atau  CD34+yaitu  60% vs. 30% pada golongan  yang negatif keduanya (p < 0,001). Pada analisis 
multivariat, diperoleh  hasil bahwa double negative (CD10- dan CD34-) menjadi faktor  prognosis yang independen pada populasi kami, selain usia saat analisa   dan stratifikasi.Pada LLA-T, ekspresi CD10 berkaitan  dengan angka leukosit yang lebih rendah. kelangsungan  pada pasien-pasien CD10+ yaitu  80% vs. 20% pada CD10-
 (p = 0,005). Ekspresi CD34 tidak berpengaruh    pada luaran. Kombinasi CD10 dan CD34 
pada LLA-T ini secara menonjol  berpengaruh pada OS. Kombinasi CD10- and CD34-
yaitu  satu-satunya faktor prognostik yang menonjol  dengan hazard ratio 5,9 (90% 
CI, 1,6-21,3,   p = 0,007). Kombinasi CD10-
 dan CD34- pada LLA-T secara menonjol  
memiliki prognosis buruk, yaitu 10% vs. 70% pada kombinasi CD10+ dan atau  CD34+(p = 0,002).
Untuk analisa   myelodysplastic syndromes (MDS), dipakai  antibodi monoklonal, seperti CD35, CD11a, CD11b, CD15, CD16, CD54, dan CD116. Ekspresi dari antibodi ini  menurun dan dibarengi dengan ekspresi yang tinggi dari antibodi CD33+, 
CD87+, CD14+, CD44+, dan CD64+. pemakaian  flow cytometry untuk analisa   MDS  ini   disarankan, sebab sulit  mendiagnosa   penyakit ini hanya berdasar  pemeriksaan apusan darah atau  apusan dari sumsum tulang. Kegunaan lain dari flow cytometer yaitu  untuk deteksi minimal residual disease(MRD) yang ini hampir tidak mungkin dilakukan hanya dengan pemeriksaan dengan  mikroskop. Pemantauan penyakit dengan melihat MRD ini menjadi hal yang  rutin dilakukan sebab  MRD ini memiliki  nilai prognostik untuk leukemia.




Bayi dengan kecil masa kehamilan (KMK) ataupun bayi dengan riwayat intrauterine  growth retriction (IUGR) memiliki  masalah  yang  tersamar dari 
beragam macam kesakitan dan kematian pada populasi mulai dari janin sampai  neonatus
Bayi KMK yaitu  bayi  ukuran kecil dibandingkan usia kehamilan (UK). KMK tidak memikirkan  apakah semula bayi ini  pada saat janin diperoleh  
atau IUGR atau pertumbuhan janin terlambat (PJT).   IUGR yaitu  pertumbuhan janin yang kurang dari normal pertumbuhan khusus  janin sesuai ras dan gender. Dalam hal ini  minimal dengan 2 kali pengukuran janin, Ada beragam definisi KMK yang diperoleh  dan masih menjadi perdebatan.  bayi KMK atau bayi yang lahir dengan pertumbuhan janin lambat jika diperoleh  bayi dengan berat lahir dibawah 10 persentil dari kurve berat lahir sesuai gender, 
. Definisi yang lain yaitu  bayi dengan berat lahir kurang dari 10 persen dibandingkan usia UK, sebab  kondisi ini akan meningkatkan risiko kematian neonatal,  tidak semua bayi < 10 persentil yaitu  patologi, bisa juga dipicu  sebab  konstitusional dari ibu.  peneliti lain memakai  batasan  bayi KMK dengan berat lahir  persentil dikaitkan  dengan usia UK. keterbatasan  definisi KMK masih menjadi perdebatan, terutama untuk pemeriksaan risiko pemantauan sebab  berdampak buruk. Kebanyakan  mengaitkan 
dengan berat lahir,  contoh bayi berat lahir rendah (berat badan LR) dengan berat lahir  kurang dari 2500 gram atau dibawah 1 atau 2 SD jika dikaitkan  dengan UK sesudah  disesuaikan dengan UK dan gender. , jika berat lahir atau dan panjang badan saat lahir < 2SD dibawah mean populasi khusus   sesuai usia kehamilan. KMK yaitu  referensi ukuran tubuh dan menggambarkan 
referensi data panjang -berat badan sesuai populasi geografi etnik yang diketahui khusus , 
derajat KMK akan digolongkan  sebagai KMK sedang 3-<10  dan berat <3 persentil UK.
 pemakaian  definisi yang berbeda untuk golongan  dalam beragam penelitian akan memberi  kesimpulan yang beragam . pemakaian  definisi 
KMK diperlukan bukan hanya untuk memenuhi syarat untuk analisis penelitian tertentu, 
namun  juga untuk membanding-bandingkan  beragam penelitian.berat badan LR bisa dipicu  sebab  kurang bulan atau KMK.Bayi KMK dipicu  sebab  faktor maternal, janin, plasenta,  genetik.
 pemicu  bayi KMK secara garis besar sebab  adanya hipoksia dan atau malnutrisi saat janin dan atau konstitusional tubuh ibu ataupun orangtua ., Pada pemicu  hipoksia dan malnutrisi dipicu  sebab  masalah pada maternal, plasenta dan janin. Risiko luaran akan lebih rendah jika saat pemeriksaan kehamilan sudah diketahui adanya janin dengan risiko KMK.Pemeriksaan fisik pada bayi KMK, jika infeksi kongenital dan kelainan bawaan diekslusi,   biasanya  diperoleh  bayi kecil dengan jaringan lemak pipi berkurang, wajah tampak tua dengan keriput, kurangnya jaringan otot dan subkutan, perut mengempis, kulit kering dan longgar, kulit berlipat-lipat, kepala lebih besar dibandingkan tubuh, tangan dan kaki relative lebih besar dari tubuh, mata yang awas, jari kuku panjang, tali pusar kecil dan kadang tercemar meconium. berdasar  proporsi tubuh ada 2 macam bayi KMK, simetris (proporsional ) dan  asimetris (tidak proporsional). Untuk melihat derajat malnutrisi memakai  indeks masa tubuh dengan Ponderal indeks (PI). Bayi KMK simetris,dimana lingkar kepala, panjang badan dan berat lahir secara proporsional kurang dari UK. Insidens sekitar  30%. Masalah  pada awal kehamilan, contoh  infeksi kongenital atau masalah 
genetik ( trisomi 13, trisomy 18, gangguan kromosom lain), dwarf syndrome, inborn error 
metabolism atau pemakaian  obat-obat saat kehamilan. Jumlah sel turun namun  ukuran 
sel normal. Ponderal indeks normal >2. Prognosis lebih buruk dibandingkan asimetri. sedang  pada bayi asimetri atau tidak proporsional, hanya berat lahir yang kurang dari UK. Panjang dan lingkar kepala mendekati persentil UK yang diharapkan. pemicu  terjadi pada trimester akhir dan selalu terkait dengan insufisiensi uteroplasenta (preeklampsia, hipertensi kronik, diabetes klas D atau F) atau defisiensi   nutrisi.Saat awal sampai 
pertumbuhan melebihi substrat yang disediakan, biasanya  terjadi di semester 3,   dimana akan terjadi 2/3 pertumbuhan janin. Pertumbuhan janin akan melambat sampai  kenaikan yang buruk dan diperoleh   relatif pertumbuhan lengan dan otak substrat pilihan yang diberikan (lingkar kepala). Dengan sedikit saja penurunan energi kejanin, 
pertumbuhan glikogen dan otot terbatas. Pertumbuhan tulang dan panjang sedikit tidak 
terkena, sedang  pertumbuhan kepala, dimana sparing pertumbuhan kepala dipicu  sebab  pengiriman substrat akan didistribusi ke otak sesudah  redistribusion cardiac output.
Bayi KMK lebih sering diperoleh  masalah dibandingkan bayi SMK. Konsekuensi jangka 
pendek bayi KMK yaitu  asfiksia dan masalah adaptasi neonatus, sedang  jangka panjang yaitu  diperoleh nya gangguan pertumbuhan dan perkembangan neurologik.Adaptasi neonatus termasuk diperoleh nya regulasi glukosa yang tidaknormal , suhu tubuh yang tidak stabil, polisitemia,  distres respirasi sebab  aspirasi mekonium, persisten pulmonary hypertension (PPHN), perdarahan paru.Isu   dari KMK kurang bulan yaitu  peningkatan bronkhopulmonary dysplasia(BPD), enterokolitis nekrotikans (EKN), retinopathy of prematurity (ROP) dan gangguan 
pertumbuhan sesudah -natal. Diperkirakan 50% ekstrem kurang bulan yaitu  KMK.   gangguan pertumbuhan ini  sebab  intoleransi feeding. KMK berisiko   kematian dan meningkat jika kurang bulan.Risiko kematian  makin meningkat pada bayi yang lebih kecil,   bayi berat lahir rendah (berat badan LSR) ataupun   kurang bulan.
biasanya  diperoleh  luaran kematian dan kesakitan major bayi KMK yang lebih  buruk dari SMK. Beberapa hasil lain memperoleh  risiko yang sama atau lebih sedikit  risiko pada KMK. Hasil yang berbeda dalam membanding-bandingkan  luaran KMK dan SMK,  dipicu  sebab  perbedaan dalam memakai  kurva bayi baru lahir, berdasar berat lahir atau usia kehamilan, batasan titik potong dalam definisi KMK <10, <10-3, <5 atau <3 persentil berdasar UK, dan variabel konfonding yang dipakai Distres napas sebab  SDR pada bayi KMK  menjadi perdebatan. bahwa stress pada janin yang memicu  KMK  meningkatkan maturasi paru sehingga menurunkan kejadian RDS. namun  hal ini  dipicu  sebab  membanding-bandingkan  kedua golongan  dengan berat lahir yang sama. 
untuk mempelajari dampak   KMK dengan membanding-bandingkan  perbedaan  SMK pada UK yang sama.  dengan membanding-bandingkan 
UK, ras dan jenis kelamin sama diperoleh  kenaikan risiko.memperoleh  RDS meningkat KMK dengan memakai  standard kurve janin, sedang  jika memakai  standar kurva bayi baru lahir tidak diperoleh  perbedaan yang bermakna.Kenaikan distress napas juga tampak  pada bayi <26 persentil dibandingkan bayi yang  berat lahirnya lebih pada usia  kehamilan yang sama.
 Hasil yang lain memperoleh  RDS tidak berbeda pada kedua golongan  KMK dan SMK, dengan definisi operasional RDS  pada bayi yang memakai  surfaktan.Bayi KMK memiliki  angka metabolik yang lebih tinggi dibandingkan bayi kurang bulan dengan berat lahir sama, ini kemungkinan sebab  relatif rasio kepala lebih besardari tubuh. Bayi KMK kurang bulan, terutama berat badan LSR memerlukan pengamatan dan 
penilaian yang ketat. Bayi KMK memerlukan sedikit cairan dibanding SMK kurang bulan 
ataupun cukup bulan sebab  meningkatnya volume ekstra cairan. Penurunan berat bayi 
KMK lebih sedikit dibanding bayi SMK pada 10 hari pertama kehidupan.Rawat inap dan pemakaian  sarana pelayanan oksigen, ventilator bayi KMK kurang bulan   meningkat lebih lama dibanding bayi SMK. Pada bayi cukup bulan, bayi KMK lebih sering masuk ke neonatal intensive care (NICU) dan rawat inap lebih lama dibanding bayi SMK. Gangguan neurologi, infeksi saluran nafas yang serius dan kesakitan lain memelukan rawat inap dan pemantauan 10 kali lebih sering sampai  berusia  1 tahun.Pemantauan pertumbuhan selama masa awal sesudah  kelahiran   memberi  informasi,  pola yang berbeda bisa  diketahui pada bayi usia  3 bulan. Sesudah  lewat masa neonatal, kejar tumbuh terjadi pada usia 6-9 bulan pertama dalam kehidupan bayi KMK, baik kurang bulan atau  cukup bulan. dibandingkan  bayi SMK beratnya akan kekurangan   -0,70 SD, panjang badan dan lingkar kepala juga kekurangan -0,65 SD  bayi KMK yang tidak proporsional diperoleh  tetap pendek dan ringan dibandingkan  bayi SMK. Kira-kira 40% bayi KMK kurang bulan dan 20% bayi cukup bulan tetap berada dibawah 5 persentil. Penelitian  dengan sampel nasional dari anak kulit putih, non hispanik, kulit hitam  non hispanik, dan anak keturunan Meksiko-Amerika menandakan  anak yang  lahir dengan KMK secara menonjol  tetap lebih pendek dan ringan selama masa awal anak, Bayi KMK yang pertumbuhan kepalanya tidak mengalami kemajuan atau nilai Ponderal indeksnya proporsional pada berat dan panjang badan tetap menunjukkan tingkat perkembangan yang paling rendah.Pemberian ASI praktis, aman dan terpilih bahkan pada bayi KMK yang sebelumnya 
dianggap berisiko   adaptasi pada masa neonatal. Pemberian ASI   meningkatkan berat dan panjang badan dalam beberapa bulan pertama, dengan tidak diperoleh  penurunan neurologi pada saat berusia  12 bulan.  Susu formula  tidak 
disarankan  pada bayi KMK,  walau  pemberian ASI pada bayi kurang bulan pertumbuhannya lebih lambat, sehingga beberapa bayi ini  diberi anjuran pemberian  suplementasi nutrisi sesudah  pulang dari rumah sakit. namun  pertumbuhannya yang lambat ini  dikaitkan  dengan kesehatan yang lebih baik dan rawat inap yang lebih pendek 
dibandingkan dengan yang memperoleh   formula.
ketidaknormalan  neurologi yang berat, analisa   pada tahun pertama, selalu menetap pada pemantauan  ,  Bayi dan anak yang lahir KMK   akan terpapar  gangguan neurologi, 
keterlambatan perkembangan kognitif,  buruknya pencapaian prestasi akademi. Adolesen dan pasien  dewasa yang lahir dengan KMK berisiko   tinggi terjadinya   komplikasi gangguan kardiovaskuler, penyakit  obstruksi pulmoner, diabetes tipe 2, insufisiensi ginjal,  gangguan fungsi reproduksi.berat badan LR yang selamat, yaitu  bayi risiko tinggi, dimana 3% dari berat badan LR ini  sampai dengan usia  kurang dari 3 tahun berisiko   gangguan kognitif dan 
perkembangan. Pada bayi kurang bulan, meningkatnya berat badan dan indeks masa 
tubuh mencapai ukuran cukup bulan dikaitkan  luaran perkembangan syaraf yang lebih baik.Status KMK berefek  independen pada kognitif, atensi dan prestasi belajar pada masa adolesen. Tingkat beratnya KMK diprediksi akan mengalami kesulitan belajar.Anak yang lahir KMK sebaiknya dipantau,  sebab kekurangan berat dan tinggi sampai perkembangan dimana kemungkinan akan 
membaik dengan pemberian hormon pertumbuhan. Rawat inap dan pemakaian  sarana pelayanan oksigen, ventilator bayi KMK kurang bulan   meningkat lebih lama dibanding bayi SMK. Pada bayi cukup bulan, bayi KMK lebih sering masuk ke neonatal intensive care (NICU) dan rawat inap  lebih lama dibanding bayi SMK. Gangguan neurologi, infeksi saluran nafas yang serius dan kesakitan lain memelukan rawat inap dan pemantauan 10 kali lebih sering sampai 
berusia  1 tahun.
 




Pemeriksaan ultrasonografi (USG) yaitu  alat pencitraan yang  dilakukan oleh ahli radiologi atau sonografer. Kelebihan  alat USG yaitu  tidak adanya bahaya radiasi, pemeriksaan bisa  dilakukan di sisi tempat tidur pasien, pemeriksaan bisa  dilakukan berulang-ulang,   hasil bisa  diperoleh saat itu juga. Kekurangan dari USG yaitu  pemeriksaan ini   operator dependent, tergantung alat (probe) yang dipakai , dan  adanya udara bisa  menghalangi alat USG untuk melihat organ atau jaringan yang akan dinilai sebab  organ ini  tertutup oleh bayangan udara. Udara akan mengganggu gelombang ultra yang akan menilai organ  ini . berdasar  hal ini, dahulu dikenal istilah  udara yaitu  musuh bagi USG . Salah satu pemeriksaan USG yang sering dilakukan yaitu  USG thoraks. Biasanya dipakai  untuk mendeteksi adanya cairan dalam rongga pleura1 adanya konsolidasi atau melihat pergerakan diafragma. USG memiliki  kepekaan  yang lebih tinggi dalam 
mendeteksi adanya cairan dalam rongga pleura dibandingkan dengan memakai  foto thoraks. Pemeriksaan USG paru biasanya yaitu  pelengkap pada pemeriksaan radiologi konvensional atau sebelum dilakukan pemeriksaan CT-scan paru. Paru yaitu  salah satu organ tubuh yang berisiko  udara, sehingga pemakaian terbatas. Sebelumnya, menilai paru dengan memakai  USG dinyatakan tidak mungkin atau sulit dilakukan. Kelemahan paru sebagai organ terisi udara, yang sebelumnya dinyatakan  penghalang untuk melakukan  analisa   memakai  USG justru dipakai  sebagai petunjuk adanya kelainan pada paru. USG paru bisa  memberi  analisa   yang akurat  kelainan paru akut. 2 golongan  utama pemakaian  USG paru yaitu : Bedside lung ultrasound in an emergency (BLUE protocol) yang dipakai  untuk gagal napas akut, dan fluid administration limited by lung ultrasound (FALLS protocol) yang dipakai  untuk pengobatan  hemodinamik pada gagal sirkulasi akut dengan 
memakai  USG. pemakaian  USG paru  memberi  analisa   akurat pada penyakit paru akut. Interstitial syndrome yang dipicu  oleh edema paru,
 dipicu  kelainan hemodinamik (kelebihan cairan atau gagal jantung) atau   gangguan permiabilitas (acute lung injury/ARDS) yang dipicu  pneumonia intestitial atau pneumonitis, dan fibrosis paru bisa  dievaluasi dengan memakai  USG. Ultrasonografi memiliki kepekaan  dan spesifisitas 100% dalam mendeteksi edema paru dibandingkan CT-scan. pemakaian  USG paru terus dibangun  pada masalah  trauma, 
di ruang perawatan intensif dan lainnya. pemakaian  USG toraks pada awalnya untuk melihat adanya efusi pleura. Ahli radiologi memakai  transduser perut  dengan  analisa   melalui perut,  Adanya efusi pleura akan terlihat sebagai gambaran ekolusen berbentuk bulan 
sabit pada potongan transversal atau berbentuk segitiga pada potongan sagital,    dibangun  pendekatan analisa  efusi pleura memakai  lung signs berwujud  quad sign dan sinusoid sign.Melihat adanya konsolidasi paru dengan USG juga sudah  dikenal sejak lama. Shred signatau tissue-like sign yaitu  gambaran konsolidasi paru yang memiliki  kepekaan  90% Adanya pneumotoraks sebelumnya tidak bisa  dilakukan  dengan USG. Tidak adanya pergerakan antara pleura parietalis dan viseralis pada saat pernapasan atau dinamakan  lung sliding, yaitu  petunjuk (lung sign) kecurigaan adanya pneumotoraks. analisa   
pneumotoraks dengan lung signs tidak bisa  hanya berdasar  menghilangnya lung sliding 
saja, sebab  kondisi  ini juga ditemukan pada kondisi  berat lainnya. Lung sliding harus 
bersamaan dengan gambaran A line dan yang terpenting ditemukannya lung point. Untuk melakukan pemeriksaan USG paru, alat yang diperlukan yaitu  probe dengan footprint dan frekuensi yang sesuai untuk neonatus atau bayi anak yang akan diperiksa.   probe microconvex   dipakai  untuk semua usia. Menguasai gambaran lung sign  membantu mendeteksi gagal napas akut, menentukan adanya shock dan terapi cairan, pemeriksaan pada neonatus, acute respiratory 
distress syndrome (ARDS) dan akibat trauma pasien.BLUE protocol dipakai  untuk melihat adanya gagal napas akut. pemakaian  protokol ini untuk memperoleh  analisa   dengan cepat, mengurangi pemeriksaan yang memberi  radiasi, mengurangi biaya pemeriksaan,  mengurangi pemeriksaan  invasif,  meningkatkan kualitas pelayanan.   FALLS protocol dipakai  untuk melihat kecukupan cairan  dan  terapi cairan, 





Pubertas  tidak hanya untuk fertilitas dan tinggi akhir namun  juga  untuk mencapai peak bone mass (puncak kepadatan tulang) dan mencegah osteoporosis.Gangguan pubertas   ditemukan pada anak dengan penyakit kronik yaitu  pubertas terlambat dan pubertas yang terhenti,  Pada anak wanita   ditemukan  gangguan menstruasi. Insidens pubertas terlambat pada anak dengan penyakit kronik belum diketahui dengan pasti. beragam faktor  berperan terhadap terjadinya gangguan pubertas antara lain malnutrisi, penyakit kronik , terapi steroid,  stres emosional.   Deteksi dini dan pengobatan  yang kuat  terhadap gangguan ini   meningkatkan kualitas hidup anak dan remaja dengan penyakit kronik. Pubertas akan berlangsung jika  aksis hipotalamus-pituitari-gonad sudah aktif . Hipotalamus  menghasilkan  gonadotropin-releasing hormone (GnRH).Pada  pre-pubertal, generator GnRH ini berada dalam kondisi dorman akibat inhibisi sistem  saraf yang lebih tinggi, seperti sistem GABAergik dan glutaminergik. Pubertas   mulai jika inhibisi terhadap hipotalamus ini berkurang atau menghilang. GnRH yang diproduksi oleh hipotalamus ini lalu  akan menstimulasi pituitari (hipofisik ) untuk menghasilkan luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH).Pada  awitan pubertas, sekresi LH mulai meningkat bermakna pada malam hari, lalu  kadarnya turun dan menjadi   rendah pada siang hari. Pada awitan pubertas juga terjadi peningkatan sekresi FSH yang paralel terhadap peningkatan kadar LH namun tidak sebesar peningkatan LH.Peningkatan kadar LH merangsang gonad untuk menghasilkan 
hormon steroid seks. Pada wanita , LH akan merangsang sel interstisial (sel teka) ovarium untuk menghasilkan estradiol, sedang  pada lelaki LH merangsang sel Leydig testis untuk menghasilkan testosteron. Pada wanita , FSH merangsang pertumbuhan sel folikel, sedang  pada lelaki, FSH akan merangsang sel sertoli dan sel granulosa testis untuk spermatogenesis dan pertumbuhan gonad.  Pada lelaki, peningkatan LH malam hari ini akan langsung diikuti dengan 
peningkatan kadar testosteron, sedang  pada wanita  peningkatan kadar LH baru diikuti dengan peningkatan kadar estrogen pada keesokan harinya. Dengan makin berlanjutnya pubertas maka sekresi LH makin lama makin meningkat, baik dari segi  frekuensi atau  amplitudo. Peningkatan sekresi LH ini akan terus meningkat namun tetap mempertahankan ritme siang-malam (diurnal) dan akan ritme diurnal ini akan 
berakhir saat dewasa.  Estrogen pada wanita  menstimulasi pertumbuhan payudara dan perkembangan  genitalia interna dan genitalia eksterna. Estrogen merangsang pertumbuhan endometrium  dan sekresi mukus serviks uteri. Androgen menstimulasi target organ lelaki seperti 
pertumbuhan rambut seksual dan kelenjar sebasea.   Estrogen dan testosteron berperan 
penting terhadap terjadinya pacu tumbuh, baik secara langsung atau  tidak langsung. 
Keduanya menstimulasi pertumbuhan dan maturasi epifisik . Kedua steroid seks ini penting 
untuk kepadatan tulang, 
Dua sifat  utama pubertas adanya perkembangan sifat  seks sekunder dan pacu tumbuh. Perkembangan sifat  seks sekunder dinyatakan dalam skala maturasi seksual (SMS) berdasar  Tanner, dinamakan  dengan tahapan Tanner. Skala maturasi seksual ini menunjukkan progresivitas perkembangan pubertas anak dengan cara inspeksi dan palpasi.   Skala maturasi seksual Tanner untuk anak wanita  yaitu  Payudara (Mammae, M) dan rambut pubis (P),   sedang  untuk anak lelaki yaitu  Genital (G) 
dalam ini yaitu  volume testis dan rambut pubis (P). Tahapan Tanner 1 dinamakan  pre-pubertal dan dinamakan  pubertas jika sudah mencapai tahap Tanner 2. Perkembangan  pubertas akan berlanjut pada Tanner 3, lalu  Tanner 4 dan menjadi sempurna atau komplit pada Tanner 5.  
Awitan pubertas pada anak wanita  dimulai pada usia 8-13 tahun, yang ditandai  dengan tumbuhnya payudara atau breast budding (tahap Tanner M2, telarke).   Tahapan  pubertas lalu  diteruskan  dengan tumbuhnya rambut pubis yang terjadi 1-2 tahun sesudah  telarke. Perkembangan pubertas lalu  yaitu  terjadinya menstruasi 
(menarke) biasanya terjadi 2 sampai 2,5 tahun sesudah  telarke. Usia rata-rata  usia menarke 
anak negara kita  yaitu  13 tahun. Pacu tumbuh mulai terjadi saat awitan pubertas dan 
berlangsung selama 2-3 tahun dengan puncak kecepatan tumbuh terjadi sesaat sebelum 
pubertas komplit.  Pubertas pada lelaki diawali dengan pembesaran testis yang lalu  disusul 
dengan pubarke. Awitan pubertas pada lelaki dimulai pada usia 9-14 tahun, ditandai  dengan pertambahan volume testis menjadi > 3 mL (atau ≥ 4 mL).   Sesudah  gonadarke, pubertas berlanjut dengan pertumbuhan rambut pubis yang terjadi kurang lebih 1-2 tahun sesudah  pertambahan volume testis. Maskulinisasi lebih lanjut termasuk tumbuhnya rambut wajah dan perubahan suara muncul pada tahap Tanner G4.   Pacu tumbuh (growth spurt) saat pubertas ditandai dengan adanya akselerasi dan deselerasi pertumbuhan.   Pada saat awal pubertas akan terjadi akselerasi pertumbuhan  hingga mencapai puncaknya lalu  pertumbuhan akan menurun dan berhenti. 
Pacu tumbuh ini dipicu  akibat meningkatnya hormon steroid seks yang juga menstimulasi peningkatan produksi growth hormone. Pacu tumbuh pada anak wanita   mulai terjadi pada Tanner 2. Puncak pacu tumbuh terjadi pada Tanner P3 atau kira-kira 1 tahun sebelum menarke.   rata-rata  pertambahan tinggi badan pada anak wanita  saat pubertas yaitu  9 cm/tahun. walau  terjadi deselerasi pertumbuhan sesudah  menarke, namun  anak wanita  masih bisa bertambah tinggi sekitar 7 cm sebelum 
akhirnya terhenti. Pertumbuhan tinggi badan biasanya sudah mencapai 99% saat usia 15 
tahun. Pacu tumbuh pada anak lelaki terjadi dua tahun lebih lambat dibandingkan anak 
wanita . Pacu tumbuh dimulai saat Tanner P2. Puncak pacu tumbuh terjadi pada Tanner P3-P4.   Pada anak lelaki, rata-rata  pertambahan tinggi badan saat pubertas yaitu  10 cm/tahun. Pertumbuhan tinggi badan sudah mencapai 99% saat usia tulang 17 tahun. Periode prepubertal yang lebih lama dan puncak kecepatan tumbuh yang lebih tinggi pada lelaki menerangkan  perbedaan tinggi badan akhir lelaki dan wanita .  
Pubertas pada anak dengan penyakit kronik
Gangguan pubertas yang sering terjadi pada anak dengan penyakit kronik yaitu  pubertas 
terlambat atau pubertas yang terhenti (detained puberty).Pada anak wanita    ditemukan gangguan menstruasi, baik amenorea primer, amenorea sekunder ataupun menstruasi yang ireguler. Pubertas terlambat diartikan  sebagai tidak tumbuhnya  sifat  seks sekunder pada usia 13 tahun untuk anak wanita  dan usia 14 tahun 
untuk anak lelaki.Dengan kata lain pubertas terlambat diartikan  sebagai belum adanya pertumbuhan payudara pada usia 13 tahun pada anak wanita  dan tidak  adanya pertambahan volume testis ≥ 4 mL saat usia 14 tahun pada anak lelaki. Tergantung penyakit kronik yang mendasari, pubertas terlambat bisa  dipicu  
oleh malnutrisi, gangguan emosional, degradasi protein yang berlebihan, akumulasi zat 
toksik, efek samping dari terapi, dan penyakit kronik itu sendiri.Salah satu faktor yang 
dianggap selalu berperan sebagai salah satu faktor yang berperan dalam memicu  pubertas terlambat yaitu  malnutrisi.Malnutrisi sendiri bisa  memicu  pubertas terlambat dan melambatnya 
kecepatan tumbuh. Sistem hormonal secara keseluruhan (terutama insulin, hormon tiroid, kortisol, growth hormone,  aksis hipotalamus-pituitari-gonad)   dipengaruhi oleh proses  adaptasi  terhadap kondisi malnutrisi.Pada kondisi malnutrisi juga terjadi penurunan produksi Leptin yang berperan sebagai sinyal penghubung antara status nutrisi dengan aksis HPG.
 Malnutrisi menghambat sekresi gonadotropin (LH dan FSH) dengan menghambat langsung sekresi LHRH. Penurunan berat badan sampai kurang dari 80% dari berat badan ideal bisa  memicu  defisiensi   gonadotropin dan penurunan kadar 
leptin., mekanisme terjadinya pubertas terlambat khusus  untuk masingmasing penyakit kronik, meliputi infeksi berulang, imunodefisiensi   (terutama infeksi HIV), penyakit gastrointestinal, gangguan ginjal, anemia kronik (terutama talasemia), Salah satu dampak  klinis yang menonjol pada pasien sindrom imunodefisiensi   
diperoleh   (SIDA) yaitu  gagal tumbuh yang muncul pada  pasien dengan infeksi  simptomatik.
 Mekanisme pasti terjadinya pubertas terlambat dan gagal tumbuh masih belum diketahui namun beragam faktor seperti malnutrisi, gangguan emosional, infeksi berulang, malpenyerapan ,  gangguan metabolik,  disregulasi hormonal berperan dalam terjadinya pubertas terlambat.
 menandakan  pubertas terlambat dan menarke 
berkaitan  dengan usia awitan terapi anti retroviral dan tidak berkaitan  dengan  status imun sebelum terapi dimulai. Infeksi HIV mengganggu pertumbuhan dan pubertas melalui beberapa mekanisme yaitu akibat defisiensi   nutrisi, infeksi berulang, dan proses  inflamasi kronik, dimana semuanya ini mengganggu aksis endokrin. Makin dini awitan  penyakit dan makin berat penyakitnya, maka makin besar kemungkinan terjadinya 
gangguan pubertas dan menurunnya pacu tumbuh pubertas.Pubertas terlambat lebih  sering ditemukan pada wanita  dibandingkan lelaki. Pubertas terlambat yang terjadi  yaitu  tipe hipogonadotropik dan hipogonadisme akibat menurunnya sekresi GnRH  oleh hipotalamus. pengobatan  pubertas terlambat meliputi  terapi penyakit utamanya,  optimalkan nutrisi, terapi hormonal untuk induksi pubertas dan jika memungkinkan konseling psikoligis dan sosial.
Penyakit gastrointestinal Faktor yang berperan terhadap terjadinya gagal tumbuh dan pubertas terlambat pada  pasien dengan penyakit gastrointestinal (inflammatory bowel syndrome/IBD, gangguan  hepar, penyakit celiac) cukup banyak, meliputi malnutrisi, meningkatnya kebutuhan energi, terapi steroid, diet restriktif dan gangguan sintesis faktor pertumbuhan.
baik defisiensi   mikronutrien atau makronutrien yaitu  salah satu faktor yang paling  penting dalam memicu  terjadinya pubertas terlambat.
malnutrisi, proses inflamasi kronik dan terapi kortikosteroid. Pada penyakit hepar kronik,gangguan pertumbuhan dan pubertas terlambat terjadi akibat malnutrisi, efek samping  terapi steroid, gangguan dalam metabolisme intermediet, dan akibat infeksi berulang. Transplantasi hepar mampu mengembalikan fungsi pubertas pada pasien dengan penyakit  hepar kronik. Pada 3-5 tahun sesudah  transplantasi pubertas berkembang secara normal.Penyakit ginjal kronik
Saat ini, angka Kematian  10 tahun anak dan remaja dengan gagal ginjal terminal mencapai 
70-85%. Meningkatnya angka Kematian  ini memicu  meningkatnya gangguan lainnya, seperti gangguan pertumbuhan, gangguan pubertas dan juga kelainan tulang,  Pertumbuhan lebih terhambat pada kelainan kongenital dibandingkan  yang diperoleh  . Makin dini usia awitan penyakitnya maka semakin berat gangguan pertumbuhan yang ada.Pada insufisiensi ginjal kronik, pubertas biasanya muncul 2,5 tahun lebih lambat  dari pubertas normal dan bahkan bisa lebih lambat lagi jika durasi insufisiensi ginjal 
lebih lama. Pacu tumbuh yang terjadi saat pubertas hanya 50% dari pacu tumbuh  yang normal. ini dipicu  sebab  kecepatan tumbuh saat pubertas menurun dan durasi pacu tumbuh pubertas pada anak dengan gangguan ginjal kronik lebih pendek.beragam faktor yang memicu  terjadinya pubertas terlambat dan gangguan pubertas pada insufisiensi ginjal kronik, antara lain yaitu  malnutrisi, gangguan asam-basa dan 
elektrolit, osteodistrofi ginjal, disfungsi hormonal, anemia, efek samping terapi, dan  faktor psikologis. Pubertas terlambat bisa  terjadi pada pasien yang memperoleh   terapi dialisis. Kadar gonadotropin cenderung meningkat, ini dipicu  sebab  menurunnya  klirens LH dan stimulasi GnRH yang berlebihan. Kadar estrogen dan testosteron rendah. ini dipicu  oleh disfungsi gonad akibat uremia. 
Patofisiologi yang mendasari gangguan pertumbuhan dan pubertas terlambat pada anemia  kronik belum jelas namun  faktor yang berperan cukup beragam  meliputi jenis anemia, 
hipoksemia intermiten, malnutrisi, defisiensi   mikronutrien atau efek samping terapi.Pubertas terlambat ditemukan pada 70-80% pasien thalasemia. Pubertas terlambat ini dipicu  sebab  defisiensi   gonadotropin (LH dan FSH), memicu  anak  thalasemia berisiko  tinggi untuk mengalami osteoporosis dan infertilitas. defisiensi   gonadotropin ini dipicu  oleh akumulasi besi di pituitari, namun hipoksia  kronis, faktor nutrisi, terapi kelasi besi juga berperan terhadap terjadinya pubertas  terlambat. Akumulasi besi juga bisa  terjadi di gonad, biasanya terjadi jika kerusakan  aksis hipotalamus-pituitari sudah lanjut dan ireversibel.Steroid seks meregulasi maturasi skeletal dan massa tulang, akibatnya insufisiensi  gonad berpengaruh besar terhadap integritas skeletal. Pubertas yang tidak normal  
memicu  peak bone mass tidak tercapai sehingga anak thalasemia berisiko  tinggi mengalami osteoporosis sejak dini. Pemeriksaan MRI T2* pituitari bisa  menunjukkan adanya akumulasi besi di pituitari dan kerusakan pituitari yang terjadi.
Tidak diketahui dengan pasti usia pertama kali besin dideposisi dan pada tahapan mana 
besi menstimulasi terjadinya disfungsi aksis hipotalamus-pituitari.Gangguan makan (anoreksia nervosa, bulimia) memicu  malnutrisi.
 Penurunan  berat badan secara drastis dan malnutrisi bisa  memicu  pubertas terlambat jika 
pasien masih dalam tahap prepubertal, pubertas jadi terhenti dengan amenorea primer jika 
pasien sudah pubertas atau oligomenorea atau amenorea sekunder dengan regresi tanda 
seks sekunder pada pasien yang sudah menarke, Gangguan pubertas ini dipicu  sebab  menurunnya kadar LH dan FSH akibat menurunnya rangsangan oleh GnRH.Pada pasien dengan gangguan makan juga terjadi gangguan pada aksis hormonal lain  memicu  terjadinya gangguan pertumbuhan. Peningkatan berat badan akan 
mengembalikan fungsi aksis hormonal ini. 
Latihan yang berlebihan juga berpengaruh terhadap pubertas. Jika ini terjadi  pada tahap  prepubertal maka akan memicu  pubertas terlambat dan gangguan pertumbuhan.
 Pada atlet yang sudah menarke bisa  terjadi amenorea atau menstruasi yang ireguler. Salah satu pemicu nya yaitu  lemak tubuh yang kurang dan adanya gangguan generator GnRH. Lemak menghasilkan  leptin yang berperan sebagai sinyal 
penghubung antara status nutrisi dengan aksis hipotalamus-pituitari-gonad dan defisiensi   
leptin berperan  memicu  gangguan pubertas.









transplantasi hati pada anak  berhasil  pertama kali dilakukannya pada tahun 1967,Sesudah  operasi pertama kali transplantasi hati pada anak dengan atresia bilier dilakukan  oleh Thomas E. Starzl pada tahun 1963,  dengan angka harapan hidup sesudah  1  tahun yaitu  4 dari 8 resipien. Pada tahun 1986 unit transplantasi hati dewasa biasanya   angka harapan hidup 1 tahun 80%, untuk anak hanya 60%. meski  transplantasi hati sudah  mencatat keberhasilan, namun  prosedur transplantasi hati yaitu  prosedur yang kompleks mengikutsertakan  banyak tenaga ahli, sarana  
prasarana , biaya tinggi, sehingga perlu berhati-hati melakukan seleksi potensial resipien dan memang tidak ada terapi lain selain transplantasi hati. Transplantasi hati anak di negara kita  dimulai pertama kali di Semarang, di RS Karyadi 
bekerja sama dengan tim transplantasi hati dari National University Hospital. Pada tanggal 
1 Oktober 2006,   anak berusia 1 tahun 3 bulan dengan Atresia Bilier menjalani  transplantasi hati. Transplantasi hati anak lalu  dilakukan di RS Dr. Soetomo bekerja sama dengan tim tranplantasi hati dari Oriental Organ Transplant Center (OOTC)
pada 24 April 2010, pada anak dengan atresia bilier. Operasi transplantasi pada anak mulanya berjalan lambat dari tahun 2010, bahkan sempat 
tidak ada operasi transplantasi hati anak sama sekali pada tahun 2011,sebab  kerjasama dengan tim dari Zhejiang University mengalami gangguan. Transplantasi  hati anak dimulai kembali pada 2012 namun  kali ini bekerja sama dengan Tim transplantasi hati dari National university Hospital, kerjasama ini berlangsung sampai tahun 2014. 
Pada tahun 2012-2014 operasi transplantasi hati anak masih berjalan lambat, hanya  berlangsung 1 pasien setahun.  Percepatan transplantasi hati mulai terjadi sejak April tahun 2015, yaitu sejak Tim  transplantasi hati rumahsakit -FKUI berkerjasama dengan tim Transplantasi hati dari National 
Center for Child Health and Development (NCCHD) Jepang. Tim dari Jepang ini dimotori oleh Prof Murio Kasahara. Tahun 2015 berlangsung operasi transplantasi 4 pasien anak, meningkat pada tahun 2016 sebanyak 14 operasi transplantasi hati anak dan tahun ini sampai dengan bulan Juni 2017 sudah  berlangsung 6 operasi transplantasi anak,  direncanakan 2 operasi transplantasi dilakukan pada bulan Juli, dan 2 pasien lagi pada 
bulan Agustus 2017.Sebagai perbandingan, di National University Hospital, Singapore, tahun 2015 ada  12 pasien anak dan 2016 ada  6 pasien anak di transplantasi hati Di brunai , transplantasi hati berlangsung pada rata-rata 8-9 pasien pertahun,  3-4 pasien diantaranya yaitu  anak.
Jenis transplantasi hati anak,  Di lihat dari donor, transplantasi hati bisa  berasal dari donor jenazah (orthotopic liver transplantation/OLT atau dinamakan  juga deceased donor liver transplantation/DDLT) atau  bila donor berasal dari donor hidup dinamakan  living donor liver transplantation (LDLT).  Untuk LDLT bila donor berasal dari keluarga dinamakan  juga living related liver transplantation(LRLT). Pada LDLT penting untuk dinilai ukuran graft yang kuat  untuk resipien  dengan hati yang ditinggalkan juga cukup untuk donor. Ukuran yang cukup yaitu  bila 
dicapai minimal 0.8% graft-to recipient body weight ratio (GRWR), ukuran idealnya yaitu  
1%. Sesudah  LDLT, graft dan hati donor akan melakukan regenerasi ke ukuran normalnya 
dalam waktu 4 minggu.Kelebihan transplantasi hati memakai  LDLT yaitu  skrining donor bisa  
secara mendalam, saat operasi bisa  diatur optimal, dan minimal cold ischemia time.Cold 
ischemia time yaitu  interval dari mulai preservasi dingin organ sampai pengangkatan graft hati dari penyimpanan 4o C.Cold ischemia time berkaitan  dengan prognosis  pasien transplantasi hati.   LDLT berkaitan  dengan lebih rendahnya kematian 
resipien saat menunggu transplantasi dibandingkan dengan DDLT. biasanya  operasi 
LDLT pada anak memakai  segmen lateral kiri atau lobus kiri hati.  Di tangan dokter  bedah transplantasi hati yang berpengalaman operasi LDLT bisa    berhasil.Operasi transplantasi hati pada anak rumahsakit  seluruhnya yaitu  LDLT yang juga  LRLT, mengambil lobus kiri hati, pada segmen 2 dan 3 donor.Tim Transplantasi hati dan prosedur transplantasi Saat ini tim transplantasi hati rumahsakit  terdiri dari:Dokter spesialis dan sub spesialis, Perawat, Dietisien, Pekerja sosial  Fisioterapis, Farmasis, Tim PPIRS(Pencegahan 
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit), dan Tenaga penunjang non-medisUntuk urusan managemen, rumahsakit -FKUI sudah  membentuk Tim Transplantasi Organ dan Jaringan. Tim ini membawahi Tim Transplantasi Hati, Transplantasi Ginjal, Transplantasi Kornea, dan Transplantasi Sumsum Tulang. Kegiatan Tim transplantasi hati  dalam bekerja sehari-hari diatur oleh 2 pasien  koordinator transplantasi hati dan satu pasien   koordinator transplantasi organ dan jaringan.Untuk alur resipien pasien transplantasi  organ termasuk hati,    bahwa semua pasien baik dari internal atau eksternal didaftarkan ke koordinator transplantasi rumahsakit  dahulu, dan diteruskan  sampai  dinilai apakah pasien yaitu  kandidat transplantasi atau bukan. Sebelum operasi transplantasi dilakukan pasien harus memperoleh   persetujuan dari Komite Etik dan Hukum untuk bisa  diteruskan  operasinya.
bahwa diperiksa golongan darah dan fungsi organ hati,calon donor akan dikirim ke tim advokasi donor rumahsakit  dan dinilai kelayakan sebagai donor. Tim advokasi yaitu  tim diluar tim transplantasi 
hati rumahsakit . Tim ini independen, tidak bisa  dipengaruhi dan tidak di bawah tim  transplantasi hati. Bila sudah  lolos dari tim advokasi, donor akan menjalani skrining untuk donor lalu . Bila lolos dari tim transplantasi hati, sebelum dilakukan operasi, donor harus dinilai oleh Komite Etik dan Hukum. Indikasi transplantasi hati
Transplantasi hati yaitu  terapi untuk gagal hati akut dan kronik. Pada gagal hati  kronis bisa  dilakukan transplantasi hati untuk penyakit hati kolestasis (atresia bilier,  hepatitis neonatal idiopatik, sindrom Alagille, Progressive familial intrahepatic cholestasis(PFIC), Nonsyndromic biliary hypoplasia), Penyakit metabolik hati (Wilson s disease, Glycogen storage tipe IV, Tirosinemia), dan Hepatitis kronis (autoimmune, hepatitis B dan C, Primary immunodeficiency). Sedang indikasi pada gagal hati akut bisa  dilakukan pada fulminant hepatitis (autoimmune hepatitis, acetaminophen poisoning, hepatitis 
virus A,B,C atau Non A-G), penyakit metabolic (fatty acid oxidation defect, Neonatal 
haemachromatosis, tyrosinemia tipe I, Wilson s disease), Inborn error of metabolism (Sindrom 
Criggler Najjar tipe I, Familialhypercholesterolemia, Organic aciduria, Urea cycle defect), 
Tumor hati (tumor jinak, tumor ganas hati yang tidak bisa  direseksi).Saat ini rumahsakit  hanya melakukan transplantasi untuk gagal hati kronik, belum melakukan transplantasi untuk gagal hati akut, mengingat persiapan untuk gagal 
hati akut memerlukan kecepatan yang lebih tinggi. 
Evaluasi pratransplantasi dan persiapan transplantasi hati Evaluasi pasien pre-transplantasi hati meliputi:
- Penilaian beratnya penyakit hati dan kemungkinan penanganan medis.
- Penilaian kemampu-laksana teknik operasi
- Penilaian ada tidaknya kontraindikasi
- Persiapan psikologis keluarga dan anak.Tahap evaluasi di atas sudah  dilakukan rumahsakit . Untuk penilaian beratnya penyakit pre-transplantasi rumahsakit  dibagi menjadi 4 tahapan yaitu tahap I-IV yaitu Tahap I. Pemeriksaan awal untuk resipien dan donor, donor lalu  dikirim ke tim advokasi RS, pada tahap II. Pemeriksaan psikologis, Tahap III. Pemeriksaan lanjutan resipien dan donor bila disetujui tim advokasi, dan Tahap IV. Pesiapan operasi.Sebelum transplantasi hati dilakukan, pasien transplantasi hati anak perlu 
dipersiapkan untuk memperoleh   vaksinasi selengkap mungkin dalam waktu yang tersisa 
sebelum transplantasi hati dilakukan. Vaksin hidup yaitu  kontraindikasi diberikan sesudah  transplantasi sebab  adanya risiko diseminasi sekunder akibat pemakaian  imunosupresan. Ada jadwal imunisasi khusus yang dipercepat untuk anak yang akan  menjalani transplantasi hati, 
 Sesudah  transplantasi hati pemberian vaksinasi yang optimal belum jelas, namun  banyak senter transplantasi memberi  sesudah     bulan transplantasi saat  level imunosupresan yang diinginkan dicapai.Selain imunisasi, pasien perlu memperoleh   pengobatan  untuk komplikasi penyakit  gagal hati yang dialami seperti penanganan perdarahan varises berulang, sepsis termasuk kolangitis asendens, peritonitis bakterial spontan, dan penanganan asites. Pemberian tunjangan nutrisi untuk pasien transplantasi juga penting sebab  status nutrisi yaitu  faktor prognostik yang penting untuk pasien hidup sesudah  transplantasi hati. Divisi nutrisi metabolik IKA ikut dan  dalam tim transplantasi hati rumahsakit Pasien   memperoleh   nutrisi memakai  nasogastric tube (NGT) dan bila perlu 
dirawat inap untuk menaikkan status nutrisi pasien sebelum transplantasi hati.Persiapan psikologis yaitu  hal yang penting dilakukan untuk anak dan pasien tua sebelum transplantasi hati dilakukan. rumahsakit , konseling psikologis mengikutsertakan  tim psikiater anak yang juga masuk dalam tim transplantasi hati rumahsakit 
KontraindikasiSebelum tahun 2015, anak usia < 1 tahun dan berat badan < 10 kg masih menjadi 
kontraindikasi untuk transplantasi hati rumahsakit . Sejak tahun 2015, dengan bantuan Profesor Mureo Kasahara, yang sudah  dianugrahi Adjuct Professor dari Universitas negara kita  pada tanggal 10 Agustus 2016, ini tidak menjadi masalah lagi. Bayi dengan berat badan 6-7 kg sudah  dilakukan transplantasi hati rumahsakit . Pada bayi yang   kecil Prof Kasahara dikenal bisa  melakukan transplantasi hati dengan teknik 
mono-segmen (1 segmen dari donor saja, buka 2 segmen seperti biasanya ).Dengan teknik ini bayi dengan berat badan 2,4 kg sudah  pernah dilakukan transplantasi hati dan berhasil baik.
Kontraindikasi transplantasi hati yang berlaku saat ini di rumahsakit  yaitu : Sepsis berat, tumor ganas hati dengan metastasis di luar hati, infeksi HIV, Penyakit di luar hati yang berat yang tidak reversible dengan transplantasi hati, gagal multiorgan.  Komplikasi transplantasi hati anak
Komplikasi segera sesudah  operasi (early postoperative complication) yaitu  primary graft 
non-functioning, komplikasi bedah (contoh  perdarahan intra-perut ), thrombosis 
vaskular, dan obstruksi jalan keluar vena (venous outflow obstruction) Komplikasi transplantasi hati pada anak yang sering yaitu  infeksi, thrombosis arteri hepatika, dan striktur bilier.  Thrombosis arteri hepatika sesudah  transplantasi hati di 
luar negeri tampak  10%, dan menurun sesudah  adanya reduksi hepatektomi atau pada 
LDRT. Adanya rekonstruksi arteri hepatika dengan operasi mikro makin menurunkan komplikasi trombosis arteri hepatika. rumahsakit , penyambungan arteri hepatika  dilakukan dengan cara operasi mikro memakai  mikroskopi. Sampai saat ini komplikasi trombosis arteri hepatika bisa  dicegah rumahsakit  , Pada hari ke 7-10 sesudah  transplantasi hati bisa  terjadi rejeksi selular akut. Insidens rejeksi selular akut pada bayi sekitar 20%, meningkat menjadi 50-60% pada anak besar 
dan dewasa. Gejalanya yaitu  demam, iritabilitas, rasa tidak nyaman di perut, dan kadangkadang asites. Terjadi peningkatan kadar bilirubin, fosfatase alkali, dan gamma glutamyll 
transpeptidase, ALT dan AST. Penting dilakukan biopsi hati untuk memastikan terjadinya 
rejeksi selular akut.ada    kematian donor transplantasi hati anak rumahsakit . Komplikasi donor pada operasi transplantasi hati anak di rumahsakit  sampai saat ini tidak ditemukan.
Asal pasien transplantasi hati (rujukan)
Pasien transplantasi hati anak rumahsakit  berasal dari berbagai  kota di negara kita . 
Dibandingkan dengan biaya di luar negeri, biaya rumahsakit  tergolong cukup murah, namun  tentu 
saja   memberatkan keluarga muda yang anaknya memerlukan operasi transplantasi hati. Sebagian dana ditanggung oleh BPJS. Pada anak yang menjalani transplantasi hati LDLT di Jepang, Negara yang paling banyak  melakukan LDLT pada anak. Dari  100 anak yang menjalani LDLT, angka harapan  hidup 1 tahun dan 5 tahun yaitu  88%, Angka harapan hidup 1 tahun pasien transplatasi hati anak dengan LDLT di rumahsakit  
yaitu  89% pada tahun 2015 dan 78% pada tahun 2016.Terjadi penurunan cukup besar  pada angka harapan hidup dari tahun 2015 ke tahun 2016 sebab  pada tahun 2015 terjadi lonjakan pasien yang dioperasi transplantasi dari 1 pasien anak setahun pada tahun 2014 menjadi 5 setahun. Kematian resipien sejak awal transplantasi hati terjadi pada 3 pasien semuanya sebab  sepsis bakteria. Sejak saat ini, perbaikan perawatan dilakukan, mulai dari ruang tunggu dan ruang periksa pasien transplantasi hati di rawat jalan dipisahkan dari pasien lain yang infeksius, ruang rawat inap terpisah, dan mengajak divisi infeksi IKA untuk bergabung. Sejak saat itu sampai saat ini belum ada lagi pasien yang meninggal sebab  infeksi. 

5


Infeksi jamur yaitu  pemicu   morbiditas dan mortalitas pada manusia, memicu  spektrum klinis yang luas, dari infeksi superfisial dan mukosa sampai penyakit invasif. Candida spp dan Aspergillus spp yaitu  dua jenis jamur yang sering  ditemukan. Angka mortalitas akibat kandidasis dan aspergillosis invasif pada anak masingmasing  31%,  Candidemia pemicu  ke tempat terbanyak pada nosocomial bloodstream infection.Kejadian meningkat terutama di rumah sakit. Angka kematian dan kesakitan di rumah 
sakit masih tinggi (10%) pada semua usia  walaupan diberikan pengobatan. Disseminated atau infeksi kandida invasif pada anak termasuk jarang, namun berkaitan  dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Angka kematian pada 
candidiasis invasif yang terjadi pada infeksi pada darah dan organ sudah  tampak  dari 16% menjadi 29% dan pada bayi lebih tinggi yaitu dari 28% menjadi 54%. , Candidiasis invasif   berkaitan  dengan peningkatan lama perawatan 25 hari. Infeksi candida pada anak berkaitan  dengan luaran yang jelek dan peningkatan biaya. Belum diketahui dengan pasti spesies yang memicu  penyakit menjadi berat. Sampai sekarang data mengenai  infeksi candidiasis masih sulit diperoleh , oleh sebab  banyak yang  underanalisa   dan sulit  memperkirakan ke arah candidemia oleh sebab  gejala yang tidak khas atau khusus . 8Pasien yang dirawat di rumah sakit yang menderita  invasive candidiasis  berkaitan  dengan neutropenia, pemakaian central venous or peripher catheters, terapi antibiotik yang akan mengganggu keseimbangan flora endogen. Selain Candida albicans, ada jenis spesies lain pada pasien anak contoh  Candida tropicalis yang sering berkaitan  dengan pasien leukemia dengan prolonged granulocytopenia. Candida parapsilosis dan Candida zeylanoides yang berkaitan  dengan insersi kateter sentral yang lama. Candida lusitaniaeberkaitan  dengan fungemia pada pasien imunokompromis.  juga Candida galbrata sering diperoleh  pada pasien onkologi.  Epidemiologi kejadian candidemia berubah kearah candida-non albicans.  pemicu  kuman pada CIs yang gram positif, didominasi Staphylococcus dan Enterococcus spesies, untuk gram  negatif didominasi Pseudomonas dan Eschericia coli. Klebsiella   kebanyakan masalah  penyakit Berat Badan Lahir   Rendah (berat badan LSR), preterm, 
necrotizing enterocolitis, dan sepsis, pneumonia, gagal nafas. Dari tahun ke tahun ada perubahan kejadian spesies candida,   perbedaan spesies candida pada neonates dan non-neonates yang diperoleh  pada penelitian Hawksheed , 
Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saprofit dan infeksi baru terjadi bila ada    faktor predisposisi pada tubuh pejamu. faktor  yang dikaitkan  dengan meningkatnya masalah  kandidiasis antara lain disebabkna oleh: 
- Penyakit tertentu contoh  diabetes mellitus. - Kehamilan. - Rangsangan setempat pada kulit oleh cairan yang terjadi terus menerus contoh  air 
liur, keringat,  urin. - Kondisi tubuh yang lemah atau kondisi  yang memburuk. 
- pemakaian  obat diantaranya : antibiotik, kortikosteroid dan sitostatik. Faktor risiko infeksi Candida sistemik Penyakit invasif akibat jamur terbanyak dan menjadi patogen pemicu  terbanyak infeksi rumah sakit yaitu  Candida spp. Jamur seperti candida spp (yeast atau ragi) yaitu  
organisme yang hidup vegetative pada permukaan mukosa rongga mulut, spesies terbanyak 
yaitu  C. albicans. Dalam kondisi imunitas normal maka jamur ini juga bisa berkolonisasi  pada permukaan kulit dan mukosa lain. Candida spp menjadi penyakit dan invasif tergantung pada virulensi spesies, imunitas inang (host), dan jumlah dari koloni jamur.  Flora normal lain juga berpengaruh terhadap risiko invasi candida. Pasien yang tergolong  berisiko  menderita candidosis invasive yaitu  neonates terutama premature, wanita hamil, pasien  dengan defisiensi   imun kongenital atau diperoleh  , kondisi imunosupresif akibat pengobatan (kemoterapi dan kortikosteroid) atau radiasi, pasien hematoonkologi,  endokrinopati (diabetes mellitus), sesudah trauma atau pembedahan, dan perubahan kondisi  pertahanan kulit/mukosa yang dipicu  oleh alat medis invasif (kateter atau implant)  atau pengobatan (antimikroba baik lokal atau  sistemik yang berlebihan).Pasien anak-anak yang berisiko  tinggi menderita infeksi candida invasif selain pasien bonkologi, HIV, sepsis dengan pemakaian  antibiotika lama, yaitu  prematur. Bayi prematur  menjadi salah saru fokus penting sebab  masalah sistem imunologi yang kurang baik. Semakin muda usia gestasi dan berat badan bayi maka semakin risiko menderita infeksi candida invasif. Angka kematian masalah  pediatrik dengan candidosis invasif sekitar 50%. 
Hospital Acquired infection (HAIs) Candidiasis 
Peningkatan kejadian fungal healthcare-associated infections (HAIs) yaitu  konsekuensi 
dari kemajuan terapi bedah, penanganan hematopoetic stem cell transplantation (HSCT), 
solid organ transplantation (SOT) dan kemoterapi baru. Predisposisi faktor terjadinya infeksi jamur invasif terutama candida yaitu  pada pasien dengan imunokompromais  termasuk neutropenia, cell mediated immune dysfunction, kerusakan integritas mukosa. Terlebih pada peningkatan pemakaian  kateter terutama intravascular central lines, akan memicu  peningkatan nosocomial catheter-related bloodstream infections (CRBSIs) oleh sebab  candida. Candida spp pemicu  terbanyak dari infeksi jamur yang memicu  HAIs yang serius/berat terutama pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU), dan candidemia 
termasuk tiga per empat pemicu  healthcare-associated bloodstream infections di rumah 
sakit di USA.analisa   infeksi candida invasif
analisa   dini infeksi Candida invasif tidak mudah, keluhan dan gejala tidak khas dan sering muncul sesudah  tahap  penyakit sudah lanjut. Jamur terutama jamur pemicu  infeksi sistemik terbanyak, bisa  menginvasi semua organ. gejala khusus  yang terjadi tergantung pada organ yang terkena. Bila Candida spp menyerang mukosa mulut 
maka tampilan klinisnya yaitu  candidosis oral. Infeksi Candida yang berat terjadi pada masalah  defisiensi   imun dan perubahan flora normal akibat antibiotika. Candidemia termasuk pemicu  tersering sepsis infeksi rumah sakit sesudah  gram positif dan gram negatif pada anak dengan kanker, terutama masalah  dengan neutropenia ANC < 100 per mm3
. Faktor risiko lain yaitu  pemakaian obat-obatan yang mempengaruhi tanggapan  imun dalam jangka panjang seperti kortikosteroid dan juga lekopenia lama. 
Jamur yang memicu  fungemia terpenting yaitu  Candida spp, secara teoritis jamur lain juga bisa  memicu  fungemia dengan gejala utama yaitu demam  dan atau menggigil yang terjadi pada pasien dengan penyakit mendasar sebelumnya dan tidak membaik dengan pengobatan  antibiotika sesuai dengan asal atau jenis kulturnya. kondisi  biasa  pasien akan memburuk dengan cepat terutama pada neonatus. Gambaran darah tepi tidak khas pada fungemia atau dalam ini candidemia, namun  darah tepi yang menunjukkan lekopeni berat dengan ANC   rendah < 100 /mm3 
menunjukkan risiko tinggi candidemia. Netrofil yaitu  lekosit paling potensial untuk membunuh candida dan mampu mendesak candida dari bentuk komensal (yeast) menjadi patologis (hifa/pseudohifa). Sehingga bila dalam sediaan darah tepi atau urine, feses, dan cairan tubuh lain menunjukkan adanya yeast like fungi maka defisiensi nya ada    Candida dalam bentuk komensal aau kolonisasi di organ asal cairan tubuh ini . analisa   Candida secara dini memang tidak mudah, sehingga dibuat Candida score untuk menilai risiko candidosis invasif pada pasien non neutropenia. Komponen Candida score yaitu  sepsis berat , total parenteral nutrition pelaksanaan  pembedahan  dan kolonisasi Candida multifokal  Skor kurang dari 3 menunjukkan risiko  rendah candidosis invasif. namun  pasien-pasien ini masih harus dievaluasi dengan baik  sebab  menurut riset  pada masalah  dengan skor kurang dari 3 masih terjadi 
candidosis invasif sekitar 0-5%,   dan skor Candida masih bisa  berubah selama pasien 
dalam perawatan.   juga masih ada faktor risiko candidosis yang belum termasuk  dalam komponen Candida score diatas. Setidaknya ada    beberapa faktor yang menjadi faktor risiko seperti pasien dengan kateter pembuluh darah atau urine, pasien perawatan  lama di ICU, pasien dengan neutropenia, pasien dengan antibiotika lama, premature, ibu  hamil, diabetes mellitus,
Gejala yang ditampakkan pada neonatus tidak begitu jelas, dan keikutsertaan  system  saraf pusat (meningoensefalitis) memiliki prevalens yang lebih tinggi bila dibandingkan  dengan populasi dewasa, maka  neonatus berisiko  tinggi terjadinya  gangguan neurologi persisten. Deteksi antigen fungi atau amplifikasi asam nukleat fungi 
dengan PCR bisa  dilakukan untuk deteksi awal candidemia. Dalam riset  , 13 dari 57 neonatus dan anak di ICU menandakan  hasil PCR yang positif meski  kultur darah menunjukkan hasil negatif. Suatu pemeriksaan komponen dinding fungi  dengan memakai  1-3-β-D-glucan dalam serum memiliki kepekaan  70%. Mortalitas 
berkaitan  dengan segera dimulai terapi dan pengawasan terhadap sumber infeksi. CVC sering berkaitan  dengan candidemia, namun kateter tidak selalu menjadi sumber infeksi, terutama pada pasien neutropenia dimana sistim gastrointestinal yaitu  sumber yang sering menjadi pemicu  infeksi, Pada pasien anak, belum ada bukti berbasis medik yang memadai untuk menyimpulkan bahwa pemberian antijamur empiris pada demam neutropenia bisa  menurunkan angka mortalitas. Beberapa riset  yang ada mengikutsertakan  pasien dari segala usia atau menggabungkan teraoi empiris, profilaksi dan definitif, sehingga kurang tepat memakai  untuk menjawab pertanyaan klinis. namun , sebab  kesulitan mendiagnosa   dan 
mortalitas yang tinggi akibat infeksi jamur invasif, sebaiknya anak dengan demam neutropenia yang menetap lebih dari lima hari sesudah  pemberian antibiotik yang kuat , juga diberikan antijamur empiris. Pedoman Internasional dalam penatalaksanaan candidiasis sebagai berikut : 
I. Pada Candidemia non-neutropeni  : 
a. Echinocandin (apofung): loading dose 70 mg, lalu  50 mg setiap hari. Micafungin: 100 mg setiap hari,   anidulafungin: loading dose 200 mg, lalu  
100 mg setiap hari yaitu  terapi inisial. 
b. Flukonazol: intravena atau oral, 800 mg (12 mg/kg berat badan ) loading dose, lalu  400 mg (6 mg/kg berat badan ) setiap hari yaitu  alternatif selain echinocandin  sebagai terapi inisial pada beberapa pasien tertentu terutama pada pasien yang  tidak berada pada kondisi kritis dan yang kemungkinan terinfeksi spesies Candida
yang tidak resisten terhadap flukonazol. 
c. Transisi dari echinocandin ke flukonazol (biasanya pada hari ke 5-7) dilakukan 
pada pasien yang stabil, terbukti kuman suseptibel terhadap flukonazol (contoh   Candida albicans) dan kultur darah yang steril sesudah  evaluasi,
d. Formulasi lipid Ampotericin B (3-5 mg/kg berat badan  setiap hari) yaitu  alternatif  bila ada    intoleransi, ketersediaan yang terbatas atau resistensi terhadap  antifungal lainnya. 
e. Transisi dari Ampotericin B ke flukonazol (biasanya pada hari ke 5-7) dilakukan 
pada pasien yang stabil, terbukti kuman yang siusesptibel terhadap flukonazol  dan kultur darah yang steril setlah evaluasi.
f. Voriconazol 400 mg (6 mg/kg berat badan ) dua kali sehari, lalu  200 mg (3 mg/kg berat badan ) 
dua kali sehari yaitu  efektif untuk candidemia, namun memiliki Kelebihan  yang lebih kecil dibandingkan flukonazol sebagai terapi inisial
g. Durasi terapi candidemia tanpa koplikasi metastase yaitu  2 minggu sesudah  hilangnya spesies candida dari aliran darah (hasil kultur terdokumentasi) dan resolusi gejala candidemia.
h. Semua pasien nonneutropenia dengan candidemia harus melakukan pemeriksaan 
opthalmologi dalam 1 minggu sesudah  terdeteksi   oleh sebab  bisa  terjadi keikutsertaan  ocular seperti endoftalmitis yang membahayakan  penglihatan. 
i. Pelepasan central venous catheter (CVC) harus dilakukan sejak awal bila dicurigai 
candidemia dengan CVC sebagai sumber infeksinya. 
II. Pada Candidemia neutropenia: 
a. Ehinocandin (caspofungi): loading dose 70 mg, lalu  50 mg setiap hari,   micafungin: 100 mg setiap hari,   anidulafungin: loading dose 200 mg, lalu  100 mg setiap hari yaitu  terapi inisial. 
b. Formulasi lipid AmB 3-5 mg/kg berat badan  setiap hari, efektif namun bukan suatu 
alternative yang baik sebab  potensi toksisitasnya. 
c. Fluconazol, 400 mg (6mg/kg berat badan ) setiap hari, bisa  dipakai  untuk terapi stepdown selama neutropenia persisten pada pasien dengan klinis yang baik dan 
kuman yang suseptibel terhadap obat ini dan  hasil kultur darah menunjukkan 
 bersih . d. Voriconazol 400 mg (6 mg/kg berat badan ) dua kali sehari, lalu  200 mg (3 mg/kg berat badan ) dua kali sehari yaitu  efektif untuk candidemia, bisa  dipakai  untuk terapi step-down selama neutropenia persisten pada pasien dengan klinis yang baik dan kuman yang suseptibel terhadap obat ini dan  hasil kultur darah menunjukkan  bersih .
e. Durasi terapi candidemia tanpa koplikasi metastase yaitu  2 minggu sesudah  hilangnya spesies Candida dari aliran darah (hasil kultur terdokumentasi) dan resolusi gejala candidemia
f. Semua pasien non-neutropenia dengan candidemia harus melakukan pemeriksaan 
opthalmologi dalam 1 minggu sesudah  terdeteksi   oleh sebab  bisa  terjadi keikutsertaan  ocular seperti endoftalmitis yang membahayakan  penglihatan. 
g. Pelepasan central venous catheter (CVC) harus dilakukan sejak awal bila dicurigai candidemia dengan CVC sebagai sumber infeksinya. 




Nefritis Lupus (NL) yaitu  salah satu dampak  klinis berat pada pasien Lupus eritematosus sistemik (LES), sehingga nefritis lupus yaitu  
pemicu  morbiditas dan mortalitas pada pasien LES. Sekitar 50% populasi LES memiliki keikutsertaan  ginjal, dengan prevalensi terendah sekitar 26% dan prevalensi tertinggi 88%. Sekitar 90% pasien dengan keikutsertaan  ginjal akan menjadi nefritis pada tahun pertama analisa   dan 20% akan hadir pada pertengahan anatara tahun 
pertama dan kedua sesudah  onset, namun masih   mungkin terjadi lebih lama lagi.
Nefritis Lupus yaitu  LES yang diikuti dengan kelainan ginjal,  NL yaitu  suatu penyakit autoimun kronik yang ditandai dengan inflamasi dan adanya 
circulating autoantibodies terhadap self-antigens dengan keikutsertaan  ginjal. dampak  kelainan ginjal pada nefritis lupus bisa  berwujud  hipertensi, glomerulonefritis akut,  gagal ginjal, hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik, Pengobatan yang
agresif dengan kortikosteroid dan imunosupresan  bisa  mengurangi lesi aktif nefritis lupus dan memberi  prognosis yang lebih baik. Sebaliknya pengobatan yang terlambat  akan memicu  prognosis yang buruk sebab bisa  terjadi gagal ginjal ditambah  hipertensi. Gagal ginjal, sepsis, miokarditis,  perdarahan otak yaitu  pemicu  
kematian pada anak dengan nefritis lupus, 
penggolongan  untuk lupus nephritis,   Pada nefritis lupus klas I WHO diperoleh   adanya proteinuria tanpa adanya kelainan pada sedimen urin. Pada NL klas II WHO diperoleh  kelainan ginjal yang ringan.  hanya diperoleh  anti-dsDNA yang  positif dan kadar komplemen serum yang rendah. Sedimen urin tidak aktif, tanpa  hipertensi, proteinuria ± 1 gram/24jam, dan kadar kreatinin serum dan  laju filtrasi  glomerulus (LFG) normal. Pada NL klas III WHO  diperoleh  sedimen urin 
yang aktif. Proteinuria lebih dari 1 gr/24 jam, kira-kira  35% pasien dengan proteinuria >3 gr/24 jam. Peningkatan kreatinin serum diperoleh  pada 25% pasien. Pada sebagian  pasien juga diperoleh  hipertensi. Pada nefritis lupus klas IV WHO ditemukan sedimen  urin yang aktif pada seluruh pasien. Proteinuria >3gr/24 jam diperoleh  pada 50% pasien, dan hipertensi ditemukan pada hampir semua pasien, dan penurunan fungsi ginjal 
  tipikal. Pada pasien nefritis lupus klas V WHO secara klinis ditemukan sindrom  nefrotik, sebagian dengan hematuria dan hipertensi, namun  fungsi ginjal masih normal sedang  pada nefritis lupus klas VI WHO dijumpai penurunan fungsi ginjal yang progresif lambat, dengan urin yang relatif normal.  kelas glomerulonefritis yang terlihat  pada LES dan prevalensinya masing-masing yaitu   Kelas IV dan III atau gromerulonefitis proliferative (PLN) (50% dan 24%),  Kelas II atau gromerulonefritis mesangial (19-27%) ,  Kelas V atau glomerulonefritis membranosa (20%). Kelas LN bisa tumpang tindih, maka , tidak jarang ditemukan, contoh , gambaran LN proliferatif dan membranosa dalam biopsi yang sama. Kelainan tubulointerstitial tidak jarang ditemukan pada nefritis lupus. Berat  ringannya kelainan ini menentukan prognosa pasien. Bila kelainannya berat, pada prognosisnya lebih buruk. Secara skematis, Nefritis Lupus dilakukan  jika sebelumnya pasien sudah  terdeteksi   LES, sebab  seperti sudah  dinamakan  sebelumnya, NL yaitu  komplikasi ginjal pada LES dan ditemukan pada 
20-50% dari semua pasien LES. analisa   LES dilakukan  berdasar  syarat  American  Rheumatism Association yang sudah  direkayasa  pada tahun 1997. Ditemukan 4 dari 11 
syarat  memiliki  kepekaan  dan spesifisitas sebesar 96% untuk LES, syarat  ini  meliputi: 7
Untuk analisa   NL ini dilakukan  bila pada presentasi klinis ringan/minimal berwujud  
ditemukannya proteinuria dengan atau tanpa hematuria/silinderuria, normalnya fungsi ginjal (serum kreatinin)  biasanya tanpa hipertensi. sedang  pada tanda presentasi klinis berat berwujud  glomerulonefritis yaitu proteinuria, hematuria, ditambah  peningkatan kreatinine serum >1.2 mg/dL dengan atau tanpa hipertenis dan bisa  ditambah  gejala klinik sindroma nefrotik proteinuria dalam jumlah  lebih atau sama dengan 40mg/m2/jam, hipoalbuminemia <2.5gr/dL, hiperkolesterolemia. Biopsi ginjal diperlukan untuk mengetahui gambaran patologi anatomi ginjal untuk menentukan penggolongan  NL yang penting untuk terapi dan menentukan prognosis. 
Pengobatan LES   dilakukan dengan pemberian kortikosteroid, sitostatik,  Dengan pengobatan seperti ini, mortalitas nefritis lupus semakin 
berkurang. Kortikosteroid dianggap sebagai obat terbaik untuk nefritis lupus dan   diberikan per oral atau dengan cara puls intravena. Pada NL dengan gambaran patologi anatomi ginjal yang minor dan dampak  klinis yang ringan, biasanya tidak diberikan kortikosteroid. Sitostatik  diberikan jika hasil pengobatan dengan kortikosteroid 
tidak memuaskan, ada    efek samping steroid, atau pada nefritis lupus.Sitostatik yang sering dipakai  pada pengobatan nefritis lupus yaitu  siklofosfamid  yang bisa  diberikan per oral dan secara intravena dosis tinggi atau puls. Pemberian 
siklofosfamid puls pada nefritis lupus sudah  dilakukan oleh beberapa peneliti dengan hasil 
 baik.Nefritis Lupus kelas I dan II, Diberikan steroid dimulai dengan prednisone oral 60mg/m2
/hari atau 2mg/kg/hari (max.80mg/hari) selama 8 minggu lalu  diturunkan bertahap 5-10mg/minggu 
hingga mencapai setengah dosis, dan lalu  selang sehari. Dosis lalu  diturunkan sampai 10 mg/hari dipertahankan 1-2 tahun, baru dipikirkan  untuk dihentikan.Nefritis Lupus kelas III dan IV
Diberikan terapi steroid ditambah dengan sitostatika. Sitoatatika yang sering dipakai  
yaitu  Siklifosfamid (CPA), Siklosporin, atau Mycophenolate mofetil (MMF). Untuk  pengobatan NL kelas III dan IV secara garis besar terapi dibagi menjadi terapi induksi  dan terapi rumatan.
Terapi induksi diberikan kombinasi CPA dan kortikosteroid pada 6 bulan pertama. Steroid yang diberikan diawali dengan metilprednisolone puls (15-30mg/kg/kali atau  600-1000mg/m2
, max. 1 gr) selang sehari (sebelum pemberian CPA) selama 3x lalu  dilajutkan prednisone oral dengan dosis 2mg/kg/hari (60mg/m2 /hari). CPA diberikan  setiap bulan, sesudah  pemberian steroid puls selang sehari sebelumnya sebanyak 3x. CPA  diberikan intravena (puls 500mg/m2
 per infus). Dosis bisa  dinaikan menjadi 1000mg/m2bila tidak ada leukopenia (<2000/mm3). Bila terjadi leukopenia <1000/mm3 diturunkan 
menjadi 125mg/m2. Untuk mencegah sistitis bisa  diberikan hidrasi yang cukup sebelum dan sesudah  terapi puls. Pemberian puls 1 kali perbulan selama 6 bulan. Efek samping 
pemberian CPA jangka panjang yaitu  azotemia dan amenorrhea.Terapi Rumatan bisa  diberikan prednisone oral alternating atau 5-10mg tiap hari 
dikombinasi MMF oral dimulai 500mg/hari max 30mg/kg berat badan /hari (2gr/hari) dibagi 2 
dosis. Efek samping pemberian MMF yaitu  gangguan gastrointestinal. Lama pemberian 
terapi rumatan 2-3 tahun, namun  bias sampai seusia  hidup. Bila sudah  terjadi penurunan kondisi akut yang ditunjukan dengan kondisi klinis 
dan laboratoris terutama klinis, dosis steroid bisa  dikurangi sampai dengan sama dengan dosis pemberian steroid pada kelas I dan II. 
Evaluasi biposi ginjal diulang 1-2 tahun sesudah  mulai pengobatan. Perbaikan histologi diharapkan terjadi sesudah  pemberian pengobatan pada tahap awal serangan akut. Masih menjadi kontroversi untuk dilakukannya biopsi evaluasi, namun masih menjadi pertimbangan bagi pasien dengan lesi awal yang parah Nefritis Lupus kelas V
NL kelas V ini dikaitkan dengan proteinuria yang parah, terapi yang dipakai  sama  dengan terapi NL kelas I dan II. Prognosis Pada NL faktor yang bisa  meningkatkan mortalitas yaitu  adanya krisis hipertensi, laju filtrasi gromerulus (LFG) yang kurang dari 75ml/menit/1.73m2, dan gambaran 
histopatologi yang menunjukan lesi proliferatif.





 perawatan intensif perinatal dan neonatal memicu  peningkatan kelangsungan  bayi prematur. 
  ini tidak diikuti dengan perbaikan luaran pertumbuhan dan neurodevelopmental. Bayi yang bertahan hidup berisiko  mengalami morbiditas jangka panjang, gangguan perkembangan dan neurologis. Bayi  yang lahir prematur dan atau  bayi dengan riwayat perawatan intensif  terdampak dalam  pertumbuhannya,  angka kejadian prematuritas sebesar 10%,  angka kejadian bayi small-for gestational age (SGA) atau kecil-masa-kehamilan (KMK) tertinggi di dunia yaitu  di India sekitar 45%. Pertumbuhan pada tahun pertama   menentukan luaran kognitif dan sikap  anak suatu saat,  Pertumbuhan somatik yang buruk dalam 1 tahun pertama kehidupan berkaitan  dengan keterlambatan neurodevelopmental pada bayi prematur.
Gangguan kognitif yang terjadi sekitar 40%, palsi serebral  17%, buta bilateral 2%,  tuli 9%. Gangguan jangka panjang meliputi IQ yang rendah sampai borderline, gangguan belajar, gangguan motorik halus, problem visual-motor, prestasi akademik yang rendah, masalah sikap  seperti gangguan pemusatan perhatian 
dan hiperaktif, atau defisit neuropsikologis.
Pemantauan pertumbuhan dimulai pada saat periode antenatal, terutama pada bayi  prematur. Bayi prematur memiliki  periode awal pertumbuhan yang buruk, yang bisa  memicu  retardasi pertumbuhan pada satu tahun pertama kehidupan. Pengukuran pertumbuhan harus dilakukan secara serial pada semua parameter 
pertumbuhan, untuk mengetahui penyimpangan dan percepatan pertumbuhan.Pengukuran berat, panjang,  lingkar kepala, diperlukan mulai saat perawatan, untuk mengetahui potensi masalah-masalah pada periode neonatal. beragam macam kurva pertumbuhan sudah  tersedia namun masih banyak keterbatasannya. Semua bayi yang lahir digolongkan  sesuai berat lahir dan usia gestasi. Usia gestasi bisa ditentukan pada saat prenatal dan postnatal. Pada masa prenatal, penentuan usia gestasi berdasar  riwayat maternal, pemeriksaan klinis dan ultrasonografi (USG). Pada masa postnatal salah satu penentuan usia gestasi yaitu  dengan memakai  New Ballard 
Score (NBS). bayi prematur yaitu  semua bayi yang lahir kurang dari 37 minggu, atau di bawah 259 hari dari hari pertama haid  terakhir (HPHT). Kesalahan menentukan usia gestasi akan mempengaruhi intervensi lalu .Istilah SGA atau KMK bukan merujuk pada pertumbuhan janin, melainkan ukuran bayi saat lahir, yaitu  berat lahir < - 2SD atau < persentil 10 terhadap usia gestasi. SGA  berkaitan  dengan faktor maternal (penyakit kronis, malnutrisi, kehamilan multipel, hipertensi, merokok), faktor plasenta (infark, previa, abrupsi, malformasi anatomi), faktor janin (biasanya simetris, berat lahir, panjang dan lingkar kepala semuanya kurang), infeksi kongenital (TORCH), ketidaknormalan  kromosom, malformasi kongenital (sindrom dismorfik, fetal diabetes mellitus dan anomali kongenital lainnya).
Pertumbuhan intrauterin bisa  dinilai dengan memakai  rasio berat terhadap panjang badan (Indeks Ponderal), yaitu: (100xberat(gram))/panjang (cm).10 berdasar  Indeks Ponderal bisa  ditentukan apakah bayi termasuk KMK asimetris atau simetris. Indeks Ponderal normal jika berat, panjang, dan lingkar kepala dalam proporsi seimbang, namun  masih di bawah gestasi sebetulnya . Kondisi ini  terjadi pada KMK simetris, 
yang sering dipicu  oleh faktor genetik atau infeksi selama kehamilan pada kehamilan trimester pertama. Indeks Ponderal meningkat bila panjang dan lingkar kepala normal namun berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Akibatnya pertumbuhan bayi asimetris, dan hal ini  biasanya  dipicu  oleh faktor maternal atau plasenta.10Para klinisi atau peneliti sebelumnya memakai  data reference untuk menilai pertumbuhan bayi. pemakaian  data reference ini belum memuaskan. beragam hal yang menjadi alasannya yaitu : sampel diambil dari rumah sakit sehingga bisa  terjadi bias seleksi, tidak bisa  digeneralisasi pada populasi, status sosial ekonomi, bayi yang 
diikutdan kan tidak diketahui faktor risiko yang bisa mempengaruhi  pertumbuhan janin, 
tidak membedakan jenis kelamin (1 jenis kelamin/unisex), tidak mencantumkan interval 
kepercayaan, tidak membedakan apakah ragam  pertumbuhan janin termasuk fisiologis 
atau patologis.Koreksi prematuritas dilakukan sampai usia gestasi 40 minggu. Sesudah  usia gestasi lebih dari 40 minggu dipakai kurva CDC. 
Pola pertumbuhan bayi prematur biasanya  konsisten dengan pertumbuhan intrauterin, namun penyimpangan terbesar dalam percepatan penambahan berat badan terjadi antara bayi prematur dan fetus dan bayi sebelum lahir lahir aterm, antara 37 dan 40 minggu. Pada periode ini, pertumbuhan bayi prematur lebih superior dan 
mendekati linear. Periode antara fetal akhir dan awal masa bayi yaitu  tahap  transisi yang memerlukan dukungan dan pemantauan yang baik.Penilaian pertumbuhan yaitu  bagian dari deteksi dini kondisi klinis dan pemantauan  
pada bayi. Pola pertumbuhan yang tidak normal mengindikasikan adanya masalah-masalah 
medis, nutrisi, pertumbuhan atau perkembangan. Panjang atau tinggi badan, berat badan, 
dan lingkar kepala yaitu  parameter antropometris yang sering dipakai  untuk menilai pertumbuhan.
Pemantauan pertumbuhan dimulai pada saat periode antenatal. Pemantauan pertumbuhan intrauterin penting untuk mendeteksi adanya hambatan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation/IUGR). Bayi yang lahir dengan IUGR dan/atau SGA akibat kondisi intrauterin yang tidak kondusif lagi untuk tumbuh, memerlukan  pemantauan pertumbuhan dan perkembangan yang baik agar tumbuh kembang bayi ini  optimal. Restriksi pertumbuhan pada janin, baik yang lahir prematur (kurangbulan) atau cukup-bulan, bisa  mempengaruhi  kelangsungan , kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan. Peningkatan berat badan janin yang pesat sekitar enam kali lipat terjadi antara usia kehamilan 22 sampai 40 minggu. maka , bayi yang lahir pada periode ini memerlukan penanganan profesional untuk menilai pertumbuhan dan menyediakan 
nutrisi dan perawatan yang memadai, 
Pengukuran pertumbuhan dilakukan tidak hanya berdasar  satu parameter, melainkan semua parameter, yaitu berat, panjang atau tinggi, dan lingkar kepala. Pengenalan disproporsi pertumbuhan tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala  penting untuk mengevaluasi bayi dan anak. Jika berat badan menurun, namun panjang dan lingkar kepala normal, berdefisiensi  ada    gangguan nutrisi pada janin. Sebaliknya, 
jika berat, panjang dan lingkar kepala semua di bawah rata-rata usia gestasi, berdefisiensi  bayi 
mungkin normal, kurang nutrisi berat atau mengalami malformasi.Pengukuran serial juga diperlukan untuk mengetahui perubahan percepatan pertumbuhan. Penurunan percepatan pertumbuhan biasanya ditandai pertama 
dengan penurunan berat badan, lalu  panjang badan, dan terakhir lingkar kepala. Peningkatan pertumbuhan terjadi jika asupan kalori terpenuhi. Pada janin yang mengalami undernutrition, pertumbuhan normal sesuai target tidak bisa tercapai dengan baik meski  sampai periode remaja. Tahun pertama kehidupan   penting 
dalam pemenuhan nutrisi yang kuat , untuk kelangsungan , pertumbuhan, perkembangan, 
dan kesehatan jangka panjang. Jika pemenuhan nutrisi tidak kuat  pada masa bayi, maka bayi akan jatuh pada gangguan pertumbuhan linear yang irreversible dan terjadi defisit kognitif. Pertumbuhan yang menurun biasanya  terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan,   stunting terjadi sekitar 30-40%. Berat lahir rendah berisiko  2 kali lebih  banyak mengalami wasting, stunting, dan underweight.memantau pertumbuhan. Pengukuran pertumbuhan pada bayi meliputi:Pengukuran berat badan
 timbangan elektronik/digital  durable, ditera  mampu mengukur sampai presisi 0,1 kg (100 g), mampu mengukur sampai 150 kg. Bayi ditimbang dalam kondisi  tidak berpakaian.Bayi yang tidak mengalami morbiditas berat memiliki  
penambahan berat yang lebih cepat. Kecepatan penambahan berat juga berkaitan  dengan durasi pemberian nutrisi parental yang lebih pendek dan pemberian nutrisi enteral yang lebih dini.
Peningkatan kecepatan berat badan kedua terjadi pada usia koreksi 6 bulan sampai 2 tahun. Periode catch-up growth terjadi pada usia 4-5 tahun. Semua bayi prematur  mengalami pertumbuhan yang buruk, terutama pada 1 tahun pertama kehidupan. Bayi prematur yang kehilangan berat badan pada 1 bulan pertama kehidupan, memerlukan  sekitar  1  tahun untuk mencapai pertumbuhan yang diharapkan. memperoleh  hubungan penambahan berat badan dan lingkar kepala sesudah  rawat inap dengan luaran kognitif 
pada usia 1 tahun sampai dewasa. Pada usia gestasi 40 minggu, bayi prematur  lebih kecil dibandingkan dengan bayi aterm. Bayi prematur tetap mengalami  retardasi pertumbuhan untuk beberapa tahun, morbiditas  mortalitas lebih tinggi,
undermineralized bones, gagal tumbuh, dan keterlambatan neurodevelopmental yang 
  menetap sampai usia sekolah.Pertumbuhan otak bisa  dilihat dari lingkar kepala. Lingkar kepala mencerminkan volume otak. Pertumbuhan otak terjadi   pesat pada periode bayi, sehingga pengukuran lingkar kepala seharusnya dilakukan setiap bulan pada 1 tahun pertama. Pengukuran 
lingkar kepala berdasar  ukuran lingkar kepala terbesar dari occipital-frontal, dengan memakai  pita logam (metal tape). Pita ukur ini dipakai sebab  lebih kuat, tidak elastis,  akurat.
Peningkatan lingkar kepala lebih dari 2,5 cm/minggu atau di atas 2SD berkaitan  dengan hidrosefalus. di  hidrosefalus, terjadi disproporsi lingkar kepada dengan panjang  dan berat badan. Pada mikrosefali, pertambahan ukuran lingkar kepala kurang dari 0,5  cm/minggu. Pada kondisi ini terjadi disproporsi lingkar kepala (lebih kecil) dibandingkan  panjang dan berat badan. Catch-up pertumbuhan lingkar kepala yang terjadi pada anak yang sebelumnya lingkar kepalanya kecil akibat kurang nutrisi menunjukkan adanya 
pemenuhan asupan kalori yang sudah sesuai, sehingga terjadi pemulihan ukuran sel-sel 
otak. Tingkat percepatan pertumbuhan lingkar kepala tergantung periode undernutrition
yang dialami,   semakin lama dan berat deprivasi yang terjadi, semakin sulit untuk memperoleh  pemulihan yang sempurna. Percepatan pertumbuhan lingkar kepala terjadi pada tahun pertama kehidupan. Penambahan berat atau lingkar kepala pada 4 minggu sesudah  lahir menyumbang   terhadap IQ anak suatu saat . Anak yang mengalami penambahan berat dan lingkar kepala yang lebih cepat pada 1 bulan pertama memiliki  IQ 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan  anak yang mengalami penambahan berat atau lingkar kepala yang lebih sedikit. Anak yang 
mengalami gagal tumbuh memiliki  IQ 3-4 poin lebih rendah dibandingkan  yang tidak 
mengalami gagal tumbuh.






Acute kidney injury (AKI)  dialami  pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit atau ICU) dengan mortalitas mencapai 50%.
epidemiologi AKI pada anak sudah   menonjol .  pemakaian  continuous renal replacement therapy 
(CRRT) semakin meningkat dalam pengobatan  AKI pada anak dan  mengatasi kelebihan 
cairan pada anak. Terapi sulih ginjal akut dipakai  pada  10% pasien yang mengalami sakit kritis 
  dan menunjukkan peningkatan 11% per tahun.  pemakaian  CRRT  memperbaiki fungsi ginjal jangka panjang. Terapi sulih ginjal berkelanjutan  (CRRT) yaitu   metode purifikasi darah  untuk  membersihkan darah dari toksin endogen dan eksogen secara perlahan-lahan, menjaga homeostasis tubuh, mempertahankan keseimbangan asam-basa, elektrolit,  Terapi CRRT memerlukan kecepatan aliran darah dan dialisat yang rendah sehingga  CRRT ini dilakukan  selama 24 jam, mirip  fungsi ginjal yang sebetulnya . Terapi sulih ginjal berkelanjutan  yaitu  salah satu terapi yang dilakukan di ruang rawat 
intensif yang memerlukan alat canggih dan  biaya yang mahal. Oleh sebab itu diperlukan 
beragam ndicator yang menentukan apakah CRRT yang dilakukan cukup berkualitas dan  berguna  baik bagi pasien atau  bagi unit ICU. Indikator ini dipakai sebagai patokan untuk mengurangi pemakaian  CRTT yang tidak berkualitas, mengoptimalkan sumber daya pemakai  CRRT dan  memperbaiki luaran pasien. Terapi sulih ginjal berkelanjutan pada anak yang mengalami ketidak-stabilan hemodinamik. 
Prinsip  CRRT pada anak sama dengan dewasa. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan CRRT pada anak yaitu  volume darah ndicatoria, kebutuhan priming  sirkuit sebelum melakukan CRRT, adaptasi terhadap alat-alat yang dipasang ke tubuh  pasien dan  pemakaian  CRRT untuk pasien yang mengalami inborn errors of metabolism.  Terapi CRRT bisa  dilakukan pada neonates dan bayi dengan berat badan < 10 
kg. Nomenklatur CRRT disesuaikan dengan tipe akses vaskuler dan metode bersihan molekul. awalnya  CRRT dimulai dengan kombinasi tipe akses vaskuler arterivena (continuous arterio-venous hemofiltration /CAVH). Pada perkembangan lalu  muncul  continuous veno-venous hemofiltration (CVVH), continuous veno-venous hemodialysis (CVVHD), continuous veno-venous hemodiafiltration (CVVHDF). kelebihan  CRRT pada anak dengan kondisi kritis bila dibandingkan dengan terapi sulih ginjal yang lain yaitu CRRT bisa  mempertahankan stabilitas hemodinamik, bisa  membuang kelebihan volume dalam jumlah yang besar secara perlahan dalam waktu yang lebih panjang sehingga terhadap pasien bisa  diberikan produk darah dan nutrisi 
sesuai kebutuhan pasien. namun , saat melakukan CRRT sering terjadi komplikasi pada sirkuit seperti bekuan,  sulit  melakukan prosedur lain dan  pemeriksaan radiologi. Pasien  sering mengalami hipotermia (meski pada sirkuit sudah ada proses 
pemanasan sebelumnya),  pasien  mengalami ketidakseimbangan elektrolit sebab  selama proses CRRT diberikan cairan yang mengandung elektrolit.  Indikasi terapi sulih ginjal berkelanjutan  pada anak,  terapi sulih ginjal berkelanjutan  dikerjakan pada pasien yang mengalami AKI 
dan kelebihan cairan. Lebih dari 95% pasien memakai  CRRT untuk mengatasi  gangguan  berwujud  ndicatoria, uremia simptomatik (ensefalopati, perdarahan, pericarditis) asidosis ndicator dan gangguan elektrolit lain.  Selain dari indikasi ini  di atas, CRRT juga dipakai  untuk pengobatan  overdosis hiperamonia dan intoksikasi , Indikator kualitas terapi sulih ginjal berkelanjutan  (CRRT)berdasar  The United States cara c Framework Board for National Quality Measurement and Reporting System, ndicator kualitas terapi sulih ginjal berkelanjutan  (CRRT) dinilai berdasar  4 syarat  yaitu usability,  feasibility, importance, scientific acceptability, 
Importance dinilai berdasar   pentingnya  pelaksanaan  CRRT pada pasien ini . dibahas mengenai  peresepan atau perencanaan pelaksanaan , pelaksanaan  pemantauan  yang dilakukan selama proses CRRT berlangsung. Semuanya ini tergantung kepada kondisi dan kebutuhan pasien yang memerlukan   CRRT. Terapi sulih ginjal ini  cukup mahal  sehingga diperlukan  perhitungan yang cermat mengenai untung rugi pelaksanaan  CRRT, Scientific acceptability  untuk menilai keberhasilan pelaksanaan  CRRT dan luaran  . Usability dan feasibility berkaitan  dengan sarana dan prasarana  pelaksanaan  CRRT,   implementasi tiap ndicator terhadap praktek sehari-hari. 
beragam ndicator yang dipakai  untuk menilai kualitas CRRT bisa  dilihat pada  ndic 1.  Perhitungan dosis dan pelaksanaan CRRT bisa  dilakukan baik oleh intensivis atau  oleh nerfrologis. Pelaksaan CRRT harus memikirkan  ketersediaan sirkuit pasien, sumber daya manusia (dokter, perawat), biaya  rekam medis yang 
baik.,  Terapi sulih ginjal yang dilakukan sesegera mungkin   bisa  memperbaiki gangguan elektrolit,  inflamasi sistemik,  kerusakan ginjal, kerusakan organ lain akibat kelebihan cairan, membuang zat-zat toksik, Di lain pihak, CRRT secepatnya   bisa  mengganggu stabilitas hemodinamik, perdarahan akibat pemakaian antikoagulan, infeksi aliran darah,  inflamasi atau stress oksidatif akibat bio-inkompatibilitas membrane dialiser. angka kejadian infeksi aliran darah yang berkaitan dengan pemasangan kateter untuk pelaksanaan  terapi sulih ginjal secepatnya  lebih tinggi dibandingkan   terapi sulih delayed strategy (10% berbanding 5%, p=0,03). Perbaikan fungsi ginjal pun lebih cepat tercapai pada terapi sulih ginjal delayed strategy (p <0,01).Terapi sulih ginjal secepatnya  dilakukan segera sesudah  analisa   AKI stadium  3 dilakukan  sedang  delayed strategy dilakukan bila sudah  muncul tanda-tanda hiperkalemia berat, asidosis metabolik, edema paru, kadar blood urea nitrogen (BUN) 
lebih dari 112 mg/dL atau oliguria lebih dari 72 jam sesudah  analisa   AKI dilakukan . riset  randomized controlled trial (RCT) yang membanding-bandingkan  terapi sulih ginjal early
dan delayed strategy menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam jumlah mortalitas, waktu perawatan ICU dan rumah sakit.  namun  bila jenis terapi sulih ginjal yang dikerjakan yaitu  CRRT diperoleh  mortalitas yang rendah dan perawatan pasien yang singkat bila CRRT dilakukan sesegera mungkin.  Intensitas optimal CRRT sampai saat ini masih belum jelas. Penelitian yang membanding-bandingkan  CRRT intensitas tinggi (40 ml/kg berat badan/jam) dengan intensitas rendah (25 ml/kg berat badan/jam) menerangkan  bahwa tidak ada perbedaan mortalitas dalam 90 hari pertama. walau begitu  hipofosfatemi lebih sering terjadi pada golongan  
CRRT intensitas tinggi dibandingkan dengan intensitas rendah (66% berbanding 50%, 
P<0,001).Pada sirkuit yang dipakai  untuk CRRT terjadi aktivasi kaskade pembekuan darah akibat darah mengalir melalui kateter pembuluh darah. Aliran darah yang lambat, turbulensi pada kateter, ukuran kateter yang kecil dan  hematokrit yang tinggi bisa  memicu  bekuan pada sirkuit. Sebab itu, pada pelaksanaan CRRT antikoagulan 
sering dipakai . Antikoagulan yang sering dipakai yaitu  heparin atau sodium sitrat. Kedua antikoagulan ini sama efektifnya, walau  komplikasi perdarahan lebih sering  dimunculkan oleh heparin. Pada pasien yang tidak memakai  antikoagulan sering mengalami koagulopati, disseminated intravascular coagulation (DIC) dan gagal hati.Pada pemakaian sitrat sebagai antikoagulan sering memicu  hipokalsemia pada pasien  akibat sitrat mengikat kalsium darah. Sebab itu pemakaian sitrat sebagai antikoagulan 
sering bersamaan dengan kalsium klorida atau kalsium glukonas. Hemofilter CRRT bisa  dipakai lebih lama pada pasien yang memakai  antikoagulan sitrat dibanding dengan heparin (72 jam berbanding 18 jam, p < 0,0001), Infeksi yang sering terjadi pada proses CRRT dipicu  oleh bacteremia sesudah  terkait kateter CRRT. Tidak ada perbedaan kejadian infeksi berdasar  lokasi pemasangan kateter. Angka kejadian infeksi lebih tinggi bila kateter terpasang lebih dari 4 hari. Kejadian infeksi ini membuat lama rawat di rumah sakit dan ICU memanjang.










kesehatan anak 2 kesehatan anak  2 Reviewed by bayi on Oktober 11, 2023 Rating: 5

About

LINK VIDEO