kesehatan anak 4






1
Human immunodefciency virus-I ditemukan   di seluruh dunia. HIV-2 ditemukan   di Afrika Barat . sesudah  diagnosa  , uji laboratorium,  Bank darah   untuk mendeteksi HIV-1  dalam darah donor sehingga mencegah infeksi HIV-1-terkait, transfusi. uji diagnosa   HIV dan uji  infeksi perlu  mengetahui   struktur  HIV dan  tanggapan  imun terhadap infeksi. HIV-I dan HIV-2 yaitu  retrovirus. Virus ini memiliki selubung dan untai tunggal  RNA sens positif. Melalui pemakaian  enzim virus reverse transcriptase, RNA ditranskripsi ke dalam DNA yang lalu  diintegrasi kedalam genom sel pejamu. Protein virus yang sering  diperiksa  yaitu  p24. tanggapan  antibodi terhadap beragam  macam produk gen HIV, antara lain: produk env glikoprotein (gp) 160 (gp160, gp120, gp4l): gag p24. pl7, p9,P7  dan pol, p66, p51, p32, pll. 
2 sampai 7 minggu sesudah  infeksi. 60% pasien menderita sindrom yang mirip  mononukleosis infeksiosa., ada   kadar tinggi HIV-1 di dalam darah yang bisa  dideteksi melalui kultur atau PCR reverse terhadap protein HIV-1 bisa  terdeteksi 2-9 minggu sesudah  infeksi. ada   tanggapan  IgM terhadap produk gen gag yang perlahan akan bergeser menjadi tanggapan  IgG. biasanya , tanggapan  IgG terhadap p24 dan  gp120 terjadi di awal penyakit, dikuti oleh tanggapan  terhadap gp41 dan protein lain. Viremia dan kadar p24 dalam darah turun seiring dengan tanggapan  antibodi dan bisa  tidak terdeteksi selama periode asimtomatik infeksi, sedang  kadar antibodi p24 tetap tinggi. pada tahap lanjut , kadar antibodi p24 menurun, sedany antigen p24 meningkat.  sesudah  infeksi, saat  terjadi viremia HIV-1 dalam kadartinggi, hitung sel T CD4 akan menurun. Di awal periodeasimtomatik, angka ini kembali normal dan menurun secara bertahap seiring berjalannya waktu dan lebih cepat dalam tahap lanjut , 
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (Enzyme Immunoassay) ELISA (atau EIA) yaitu  uji skrining  untuk  diagnosa  infeksi HIV-1.  antigenHIV-I diimobilisasi pada permukaan padat, biasanya dicerukan atau butir plastik. Serum pasien dan  reagen yang tepat ditambahkan ke dalamnya. Antibodi HIV-1 yang terikat pada antigen HIV1 yang sudah  diimobilisasi lalu  terdeteksi oleh  antihuman IgG yang ditandai dengan enzim dan reaksi kolometrik. Jumlah warna yang muncul  lebih kuat dengan kadar antibodi HIV-1 yang lebih tinggi. Warna yang  berada di atas ambang dianggap menandakan  hasil uji positif. ELISA untuk HIV-1 memiliki nilai kepekaan  98% dan kekhususan  97% Bayi yang lahir dari ibu pasien  
HIV-1   menandakan  hasil ELISA positif terhadap HIV-1 sebab  adanya transfer  antibodi transplasenta. Pemeriksaan ini  bertahap akan menjadi negatif saat  pasien bayi  tidak betul betul terinfeksi HIV-1.  sebab  pasien  yang mungkin HIV-positif perlu dideteksi dengan cepat,  pemeriksaan ini perlu dilakukan  saat  masih berada di  klinik, uji EIA sudah  mengalami  peningkatan.  pemeriksaan untuk  menguji sekresi dilakukan , oral  beberapa imunoassay cepat untuk dipakai  dengan  darah dan serum,  Hasil positif harus dipastikan dengan Western blot, dan hasil negatif pada pasien  yang diduga kuat positif   harus melalui  pemeriksaan ulangan jika ada indikasi klinis.  Western blot alat pengukur antibodiHIV-1   untuk memastikan hasil ELISA yang positif. Dalam uji Western blot, protein HIV-1 dipisahkan melalui metode elektroforesis pada strip nitroselulosa. Strip ini lalu  diinkubasi dengan serum pasien. Antibodi HIV-khusus  lalu  dideteksi memakai  antihuman IgG terkait-enzim. Reaksi kolometrik yang positif membentuk pita pada kertas nitroselulosa yang sesuai  dengan posisi antigen HIV-1 khusus . syarat  untuk suatu uji yang positif yaitu  adanya salah satu dari kedua pita sesuai dengan p24gp41, dan gp120/160. Tidak adanya pita menandakan  hasilnegatif, sedang  adanya pita yang tidak memenuhi syarat hasil positif menandakan  hasil meragukan. Hasil uji positif-palsu dan  negatif palsu relatif jarang ditemukan  . Pasien denganhasil ELISA positif dan Western blot meragukan perlu mengalami  pemeriksaan  ulang. pasien  bayi yang lahir dari ibu pasien  HIV-1 bisa  saja memiliki hasil Western blot positif, namun  ini perlahan akan menjadi negatif jika pasien bayi  tidak betul-betul terinfeksi HIV-1. 
DNA diekstraksi dari sel mononuklear yang diperoleh dari darah perifer yang diberi 
antikoagulan. Primer oligonukleotida yang khusus  terhadap DNA provirus HIV-1  terintegrasi dipakai  dalam pemeriksaan PCR. Jenis pemeriksaan ini bisa  dipakai  pada bayi yang positif menandakan  antibodi dan terlahir dari ibu pasien  HIV untuk 
menentukan apakah pasien bayi  juga terinfeksi. Uji ini disarankan  bagi bayi yang berusia  kurang dari 18 bulan. 
ELISA dipakai  untuk mendeteksi antigen p24.Antibodi anti-p24 diimobilisasi pada 
permukaan padat dan diinkubasi dengan serum pasien.Jumlah p24 dideteksi memakai anti -HIV-1 IgG terkait-enzim dan reaksi kolorimetrik. Antigen p24 dideteksi selama tahap viremik akut dan tahap lanjut infeksi AIDS. sedikit pasien  infeksi  HIV-asimtomatik ternyata menandakan  hasil positif antigen p24. 
Beban virus tinggi yang terlihat dari tingginya kadar RNAHIV-1 menandakan  prognosis  buruk mirip  dengan  ini, hitung sel T CD4 yang rendah menandakan  risiko adanya infeksi oportunistik sehingga  prognosisnya menjadi lebih buruk. Baik beban virus maupun hitung sel T CD4 dipakai  untuk memantau efektivitas terapí antiretro-virus Pemeriksaan genotipe memakai  PCR reversetranscriptase untuk mengamplifikasi  RNA HIV-1 yang me-nyandi enzim virus yang menjadi target obat antiretrovirus. analisa  sekuens yang diamplifikasi itu mampu menentukan mutasi yang menyandi resistensi terhadap obat. Ujiresistensi  dilakukan  jika terjadi kegagalan terhadap regimen-pertama atau regimen-majemu obat atau dalam kehamilan. 
ada  beragam   pemeriksaan untuk mendeteksi dan menghitung jumlah RNA HIV1,   pemeriksaan PCR, pemeriksaan NASBA,  pemeriksaan bDNA untuk mendeteksi dan melakukan kuantitatif HIV-1. Pemeriksaan ini bisa  dipakai  untuk mendeteksi infeksi HIV-sebelum masa infekssi saat  uji antibodi menandakan  hasi negatif. Uji ini juga dipakai  untuk memantau efektivitas terapi anti HIV-1. 
Kultur jaringan yaitu  uji pertama infeksi HIV-1.Pemeriksaan ini dahulu dipakai  untuk menetapkan HIV-I sebagai pemicu  AIDS. Sel mononuklear darah perifer dari pasien yang kemungkinan terinfeksi dikultur bersama dengan sel mono-nuklear darah perifer dari pasien  yang tidak terinfeksi yang sudah  dirangsang dengan fitohemaglutinin dan interleukin-2 Kultur lalu  
dipantau  untuk mencari adanya pembentukan sel raksasa multinuklear, aktivitas reverse-
transcriptase HIV-1 atau produksi antigen p24 HIV-1. Kultur sel kuantitatif dan kultur plasma kuantitatif juga bisa  ikut  dilakukan . Kultur perlu    banyak waktu dan  biaya sehingga  tidak efektif untuk pemakaian  rutin. 
Hitung sel CD4 absolut  dipakai  untuk memantau status infeksi pasien HIV 1. Hitung ini  diperoleh memakai  sel darah lengkap yang diwarnai dengan antibodi anti-CD4 yang sudah  ditandai dengan pewarna fluoresens. Sel darah merah lalu  dipecah dan sel CD4 dihitung memakai  sitometri aliran. 
  Isolasi   dilakukan antaralain : 
-- memakai  hewan percobaan. 
mengenai   jenis hewan, usia, jenis kelamin dan cara penyuntikan tergantung pada jenis virus. 
--Penanaman pada telur berembrio. 
 Jenis biakan jaringan yang dipakai  tergantung  dari jenis virusnya. Keuntungan pemeriksaan isolasi yaitu  bisa  langsung dinyatakan virus 
pemicu penyakitnya. mengenai  kelemahan diagnosa  laboratorium  isolasi ini, yaitu : 
 Memakan waktu yang lama. contoh   pada pemeriksaan virus Polio.Bahan pemeriksaan berwujud   tinja, ditanam pada biakan jaringan ginjal kera (bjgk), eramkan selama 2 minggu tanpa diperlihatkan ada tidaknya cpe, lalu dipasase pada biakan jaringan  yang baru. sesudah  2 minggu, pasase lagi pada bjgk, periksa adanya cpe. jika  cpe negatif (-), berarti Polio negatif (-), namun  jika  cpe positif (+), harus dilakukan tipering Polio, yaitu dilakukan penanaman kembali pada bjgk untuk titrasi, biarkan selama 2 minggu, lalu tentukan tipenya. Hasil isolasi (+) atau (-) sangat berarti bagi epidemiologi untuk dikeluhkan  pada departemen kesehatan bahwa pada tempat tertentu ada penjangkitan penyakit itu.  Positif atau negatifnya hasil isolasi tergantung dari : 
-Saat mengambil bahan pemeriksaan harus tepat. Derivasi garis sel terus menerus sel kita  dan hewan. Sebagian besar jenis sel diambil dari Tubuh tidak tumbuh dengan baik dalam biakan. Jika sel dari a kultur primer bisa  disubkultur mereka tumbuh sebagai garis sel. Mereka bisa disubliskan hanya beberapa   kali kecuali mereka diabadikan, dalam hal ini mereka bisa  disubkultur tanpa batas waktu sebagai saluran seluler berkelanjutan . Sel kanker sudah diabadikan, dan garis sel terus menerus. 
-Jenis bahan pemeriksaan untuk isolasi. 
 contoh   untuk isolasi penyakit Influenza.  Bahan pemeriksaan,  berwujud   hapus atau air cucian tenggorokan . Jangan mengirim air liur atau air kusia mulut, sebab hasilnya akan negative. Cara mengambil bahan pemeriksaan itu, yaitu dengan memberi  larutan NaCl physiologis pada pasien  lalu  tenggorokannya dicuci dengan kepala menengadah ke atas. Pada bayi dan anak-anak bahan pemeriksaan diambil dari dinding belakang tenggorokan. 
 untuk mendeteksi antigen virus. contoh  itu diobati dengan antibodi anti-virus. Dalam Uji tidak langsung antibodi kedua berlabel mendeteksi antibodi anti-virus yang  terikat pada antigen.  Pemeriksaan serologi memiliki  arti diagnosa  lebih tinggi dibandingkan isolasi virus. Serodiagnosa  ini berpedoman bahwa diagnosa  positif jika  selama sakit terjadi  kenaikkan paling sedikit 4 kali. Ada 2 jenis serum yang dipantau   yaitu serum akut (SI) dan serum konvalesen (SII),  Keuntungan tes serologi : jika  isolasi negatif, namun  jika  ada kenaikan titer 4 kali atua lebih, maka diagnosa  positif, Lebih murah, sebab  kadang  tidak perlu  hewan percobaan.  Waktu yang dipakai  lebih pendek dibandingkan  isolasi.  Pada keadaan   tertentu tes serologis tidak mungkin untuk dilakukan, maka isolasi  dipakai  untuk mendiagnosa penyakit  virus itu, hal ini terutama pada keadaan     antaralain : 
--jika  ada infeksi campuran. contoh   infeksi virus Polio dan virus Ensephalitis pada pasien  yang sama  dengan meningoensephalomyelitis. Isolasi dengan bahan pemeriksaan dari 
tinja, hapus tenggorokan , liquor dan jaringan otak. 
-- jika  ada kumpulan gejala yang bisa dipicu  oleh lebih dari satu jenis virus, mutlak harus dilakukan isolasi. contoh  Meningitis serosa, bisa dipicu  oleh virus Polio, ECHO, Coxsackie, Herpes simplex, Mumps dan Limpogranuloma venerum.Demam 
dengan diare bisa dipicu  oleh virus Polio, ECHO, Morbilli dan Coxsackie. 
-- jika  ada wabah : jika  ada kelumpuhan pada anak-anak, harus dicari apakah 
pemicu nya virus polio, ECHO dll.Demam dan diare pada anak usia kurang dari 3 tahun, bisa dipicu  oleh Amoeba, Shigella, Virus morbilli, Polio atau ECHO. 
--jika  ada antigenik overlapping artinya sebagian antigen ada yang sama (saling menutupi).contoh   yellow fever, dengue 1, 2, 3, 4, japanese B Encephalitis. 
--Untuk memperkuat diagnose mikroskopik. contoh  , keropeng secara mikroskopik 
menunjukan  Paschen bodies. Untuk memastikan apakah Variola atau Vaccinia, maka  dilakukan isolasi pada CAM telur berembio. 
--Untuk Cacar : bahan pemeriksaan berwujud   darah, diambil pada saat demam dan sebelum 
gejala kulit muncul , sebab gejala kulit sudah  muncul  virus sudah berada di dalam kulit. 
--Untuk virus Dengue : bahan pemeriksaan berwujud   darah, diambil sebelum hari ketiga dari 
demam agar   virusnya masih ada   di dalam darah. Jika sudah hari keempat atau hari kelima, virus sudah tidak ada di dalam darah.  
contoh   untuk isolasi virus Dengue. Suntikan pada tikus bayi usia 1-3 hari. dipantau  selama 2 minggu, ambil otaknya lalu pasase pada tikus bayi biarkan selama 2 minggu. sesudah  2 minggu, ambil otaknya lalu pasase lagi biarkan 3 minggu baru dinyatakan positif atau negatif. 
--Untuk virus Influenza : bahan pemeriksaan berwujud   hapus tenggorokan , diambil 2 hari 
sebelum sampai 2 hari sesudah  gejala muncul . 
Golongan enterivirus memiliki  tempat predileksi saluran  pencernaan makanan, pada keadaan   sanitasi buruk, pasien  bisa mengandung virus Polio di dalam tinjanya tanpa mengalami sakit. jika  pasien  ini menderita sakit lumpuh dan dari isolasi tinja diperoleh   virus Polio, belum tentu virus Polio ini pemicu  kelumpuhan. Berhasil tidaknya isolasi virus tergantung dari : 
 Stadium penyakit waktu bahan pemeriksaan diambil contoh   : penyakit variola, untuk isolasi dari darah harus diambil sewaktu ada demam. jika  sudah ada gejala kulit,  harus dari kelainan kulit.  Seleksi bahan pemeriksaan. 
 contoh   : untuk isolasi virus Mumps, harus diambil saliva yang ada di bawah lidah. jika  diambil dari apus tenggorokan , air cucian tenggorokan , air kusia mulut, isolasi akan  negatif. Seleksi perbenihan. Virus Polio tidak bisa diisolasi di dalam telur berembrio namun  harus pada biakan jaringan. 
 Cara penanaman atau penyuntikan 
contoh   : Isolasi virus Influenza tidak bisa dalam yolk sac, herpes simplex jika  disuntik pada cavia tidak akan memicu  gejala penyakit. 
  pemurnian artial virion oleh sentrifugasi diferensial. Penyiapan mentah virus  yang mengandung host puing-puing dikenai sentrifugasi berkecepatan rendah / singkat  
contoh   10 000 g / 20 menit  diikuti dengan kecepatan tinggi / lama sentrifugasi (contoh   
100 000 g / 2 jam). Siklus ini  diulang untuk memperoleh  tingkat kemurnian yang lebih tinggi.  Pelet akhir yang mengandung sebagian virus yang dimurnikan disuspensikan  kembali dalam volume kecil cairan. Pemurnian virion dengan sentrifugasi gradien kepadatan. Persiapan virus yang sebagian dimurnikan lebih lanjut dimurnikan dalam gradien kerapatan. Tingkat sentrifugasi zonal mengikutsertakan  layering preparasi di atas pre-formed gradien. Sentrifugasi kesetimbangan  dimulai dengan suspensi virus tidak murni dalam larutan dari bahan gradien; gradien terbentuk selama sentrifugasi. 
 
 
Keberhasilan perawatan  di unit neonatologi  memberi  konsekuensi pada layanan intervensi dini gangguan tumbuh kembang yang  diawali sejak masa perawatan di rumah sakit. Bayi risiko tinggi yaitu  golongan  bayi yang memiliki kemungkinan  besar  mengalami kematian  termasuk gangguan 
tumbuh kembang, pemicu  yaitu  gangguan pada masa prenatal, saat kelahiran,  sesudah -natal. 
Bayi prematur terutama pada Extremely Low Birth Weight yang bertahan hidup, pada  usia koreksi 18-24 bulan akan mengalami disabilitas kognitif (Bayley Mental Development Index kurang dari 70) pada  40%, retardasi mental,  gangguan penglihatan  retinopati, prematuritas, gangguan perilaku dan  gangguan belajar, palsi serebral  12-18%, buta ganda  1-7%,  tuli   2-8%.semakin kecil usia gestasi, makin  besar risiko terjadinya gangguan tumbuh kembang ini . Perawatan bayi di ruang 
perawatan intensif (neonatal intensive care unit/NICU)  akan membatasi peluang bayi seperti  aktivitas  bayi sehat.  diperlukan  perawatan bayi yang mendukung perkembangan,  Aktivitas fungsional bayi yaitu   procuring, permainan sosial, makan,  permainan eksplorasi. Agar  bisa  melaksanakan aktivitas fungsional ini  dengan 
optimal, diperlukan elemen pendukung, baik dari faktor bayi sendiri maupun lingkungan. Bayi risiko tinggi  berisiko  biologis, prosedur intervensi dan  lingkungan ini  pada bayi kurang bulan, maupun bayi cukup bulan.  membagi kategori bayi risiko 
tinggi menjadi 3 kategori  berdasar  berat lahir dan morbiditas pada neonatus yaitu bayi risiko tinggi,  menengah, dan  rendah, 
-Inborn errors of metabolism  penyakit genetik lainnya, -Pemeriksaan neurologi tidaknormal  saat pulang Risiko Menengah -Berat lahir 1000 – 1500 g atau usia gestasi< 33 minggu , 
-Lingkungan rumah suboptimal -Kurang bulan, berat lahir 1500 – 2500 g -HIE derajat I 
-Hipoglikemi transien -pemicu  sepsis 
-Ikterus neonatorum yang memerlukan  terapi sinar -IVH derajat I -Kembar/triplet -Moderate neonatal HIE -Hipoglikemi, gula darah< 25 m/dL 
-Sepsis neonatus -Hiperbilirubinemia> 20 mg/dl atau memerlukan  transfusi tukar -IVH derajat 2 
-Berat lahir< 1000 g dan atau  usia gestasi< 28 minggu -Morbiditas mayor seperti chronic lung disease, intraventricular haemorrhage (IVH),  periventricular leukomalacia, -Asfiksia perinatal – Skor Apgar < 3 pada usia 5 menit dan atau  hipoksik iskemik ensefalopati (HIE) 
-keadaan    yang memerlukan  pembedahan seperti trakeoesofagus, hernia diafragmatika, fistula 
-Kecil masa kehamilan (< P3) dan besar masa kehamilan (>P97) -Hipoglikemi dan hipokalsemi yang menetap lama-Kejang -Meningitis 
-Syok yang memerlukan  agen inotropik/vasopresor -BIHA -Neonatus bilirubin ensefalopati 
-Twin to twin transfusion -Malformasi mayor 
 risiko neurodevelopmental disability (NDD)  bisa  diprediksi berdasar  faktor neonatus, tindakan intervensi yang dilakukan selama perawatan dan faktor lingkungan . Risiko ini berkaitan dengan sumber daya manusia yang harus melakukan pemantauan tumbuh kembang secara berkala. Semakin tinggi risikonya,  semakin banyak tenaga ahli kesehatan yang terlibat. Bayi risiko tinggi termasuk bayi prematur yang bertahan hidup,  memiliki angka kejadian luaran yang tidak optimal seperti disfungsi kemampuan adaptasi sosial,  disfungsi sekolah, kesulitan belajar,  kecerdasan (IQ) yang rendah,  kesulitan belajar, masalah motorik  halus, visual motorik ,  kekurangan  neuropsikologi, Namun kebanyakan faktanya bahwa  bayi prematur  memiliki tumbuh kembang 
yang normal, namun  memiliki masalah kesulitan belajar, 40 % bayi pengidap  Extremely Low Birth Weight  perlu  guru pendamping  terutama pada usia 8 sampai 11 tahun. bahwa ada  penurunan skor IQ 10 poin lebih rendah pada bayi dengan berat badan  rendah dibandingkan  bayi normal.  ini  dampak  pendidikan  anak prematur,  bahwa terjadi peningkatan 4 kali risiko anak mengalami  Gangguan Pemusatan Perhatian Hiperaktivitas (GPPH), Gangguan belajar  meningkat seiring  semakin rendahnya berat lahir dan usia gestasi, 
Gangguan perilaku  ditemukan  pada bayi prematur,  berwujud  hiperaktivitas, inatensi,  ansietas, depresi, masalah sosial,  Disabilitas belajar nonverbal  ditemukan  dengan   masalah kemampuan menulis, kemampuan sosial, visuospatial, visual motorik , nilai aritmatika  rendah, Bayi pengidap  prematur walaupun tidak memiliki gangguan neurologi yang nyata, tetap berisiko  mengalami gangguan belajar ,visual motorik   memicu  nilai Kesulitan  membaca, matematika,  terutama  bayi pengidap  Extremely 
Low Birth weight. anak dengan riwayat prematur usia gestasi 26 minggu, hanya 15% yang tidak mengalami disabilitas pada usia 6 tahun. Pada usia ini , 45% memiliki tingkat IQ kurang dari 60, 10% 
mengalami palsi serebral, 5% perlu  alat bantu dengar,  1% mengalami kebutaan, Pada usia 8 tahun 50%  populasi bayi prematur (ELBW) memiliki masalah neurosensori,  kognitif, akademik, 
30%  anak  mengulang kelas,  Masalah kronik yang ditemukan  khususnya pada bayi prematur (ELBW) berdampak  pada terbatasnya kemampuan mengurus diri sendiri, masalah  kesehatan, Perawatan jangka panjang di NICU  memicu  dampak kurang baik bagi masa depan  bayi, 
Developmental care yaitu  model perawatan yang mengurangi  stres yang dimuncul kan oleh perawatan jangka panjang di NICU termasuk meliputi   pengendalian rangsangan eksternal yang berlebihan (vestibular, auditori, visual, taktil), penerapan sistem satu ruangan pada ruang perawatan dan intervensi medis,  memposisikan bayi seperti posisi dalam rahim. strategi The Newborn and Infant Developmental Care and Assesment Program (NIDCAP)  meliputi pengaturan irama sirkadian, posisi bayi, intervensi taktil,  kinestetik, intervensi pendengaran,  intervensi visual.  ini  dilakukan guna mengubah stresor lingkungan dan perawatan yang berpotensi 
mengganggu stabilitas fisiologik, mengurangi  perilaku yang memicu  stres, menghemat energi, 
mengarahkan  orangtua mengenai cara interpretasi perilaku bayi, Program ini  dilakukan dimulai  sejak di kamar bersalin,  diteruskan   saat melakukan 
prosedur ataupun perawatan rutin. Pelaksanaan NIDCAP ini  mengikutsertakan  keluarga, 
Intervensi dini meliputi positioning, menggendong, pijat bayi,  pemberian makanan  untuk mencegah keterlambatan perkembangan dimulai sejak di ruang perawatan (NICU).


Tekanan darah yaitu parameter penilaian derajat dan pemantauan syok. berbagai protokol syok memakai  mean arterial pressure (MAP) normal sebagai target terapi.peneliti mencari nilai 
tekanan darah optimal sebagai target terapi syok pada populasi pasien ICU dewasa. dengan  membanding-bandingkan  luaran antara golongan  MAP tinggi (80-85 mmHg) dan rendah (65-70 mmHg).  uji acak terkendali  menandakan  tidak ada perbedaan mortalitas 30 hari, bahkan efek samping berwujud  fibrilasi atrium lebih besar pada golongan  MAP tinggi,   uji silang, menandakan  terget MAP tinggi berkaitan  dengan peningkatan denyut  dan curah jantung, namun tidak berpengaruh pada kadar laktat. target optimal tekanan darah pada populasi ini belum diketahui. 
riset  dasar patofisiologi  penting untuk menjawab permasalahan ini. Komponen yang  berkaitan sirkulasi darah yaitu : aliran darah,  beda tekanan  tahanan vaskular, tekanan darah arterial,  ventriculo-arterial (VA) coupling, Keseimbangan berbagai komponen ini  diperlukan  dalam sirkulasi darah normal dan seharusnya menjadi target terapi syok; tidak sekedar mencapai nilai  normal  pada 
salah satu komponen. Hantaran oksigen (oxygen delivery, DO2 ) ke jaringan dipengaruhi oleh curah jantung (cardiac output, CO) dan kandungan oksigen (oxygen content, CaO2). CaO2 terdiri atas: 
kadar hemoglobin (Hb), saturasi oksigen arterial (SaO2), dan oksigen terlarut plasma (tekanan parsial oksigen arterial, PaO2). Curah jantung, yang yaitu  perkalian antara  volume sekuncup (stroke volume, SV) dan denyut jantung, berperan 60-70% dalam DO2. Tekanan darah arterial terdiri atas komponen pulsatil dan tetap, Komponen  pulsatil yaitu  tekanan darah sistolik,  diastolik, sedang  komponen steady yaitu  tekanan rata-rata  arteri Saat ini, MAP  sebagai  driving pressure perfusi jaringan sehingga menjadi target dalam pengobatan  syok,  namun pada beberapa keadaan    patologis, nilai MAP  tidak menanggapi dakan  tekanan perfusi sebetulnya,  contoh  pada masalah  peningkatan tekanan ekstravaskular regional (hipertensi intrakranial, sindrom kompartemen abdominal) atau peningkatan tekanan sistemik vena (gagal jantung kanan).berdasar  hukum Ohm, aliran darah ke jaringan hanya  bisa  terjadi jika  ada perbedaan tekanan (pressure gradient) antara dua ujung vaskular. Aliran darah ini  berbanding terbalik dengan tahanan vaskular (rumus 1).Persamaan di atas menandakan  bahwa curah jantung atau aliran darah bukan dipengaruhi oleh nilai MAP itu sendiri, namun oleh beda MAP dan mRAP. Pada keadaan    normal, mRAP  bisa  diabaikan sebab  bernilai rata-rata  0-5 mmHg; namun pada keadaan    gagal jantung kanan, peningkatan mRAP  bermakna dalam mempengaruhi pressure  gradient, sehingga diperlukan  MAP yang lebih tinggi untuk menjamin aliran darah optimal. Tahanan vaskular sistemik (systemic vascular resistance, SVR) berbanding lurus dengan panjang vaskular dan viskositas darah, namun berbanding terbalik dengan pangkat 4  radius vaskular. Diameter vaskular sangat dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis. Pada 
peningkatan stimulasi simpatis, vasokonstriksi memicu  penurunan diameter  vaskular secara bermakna sehingga tahanan vaskular meningkat, akibatnya aliran darah akan menurun.
 Kesesuaian antara aliran darah dan tonus vaskular inilah dinamakan  VA coupling. Parameter ini  bisa  diukur memakai  rasio arterial elastance (Ea) terhadap left ventricular elastance (Ees) atau rasio energi potensial terhadap energi kinetik jantung 
(potential to kinetik ratio, PKR). Ees yaitu  gambaran kemampuan sistolik LV, yang yaitu  interaksi  antara kinerja kontraktilitas, efisiensi inotropik, dan sifat  struktural, fungsional, 
geometrik LV. sedang  Ea yaitu  total tahanan (afterload) yang harus dihadapi oleh LV,  yaitu  interaksi parah  antara komplians, tahanan, dan kekakuan dinding sistem arteri. VA coupling normal jika  Ea/Ees ≤1, yaitu menandakan  kesesuaian optimal antara beban kerja ventrikel kiri (LV) dan sistem arterial, saat LV mengeluarkan darah ke sistem arterial.Gangguan VA coupling memicu  gagal jantung dan gagal sirkulasi.  contoh, pada masalah  gagal jantung atau syok kardiogenik, kemampuan ejeksi LV menurun sehingga volume sekuncup (stroke volume, SV) menurun. Ini akan diikuti oleh stimulasi simpatis melalui vasokonstriksi arteriol di seluruh tubuh untuk meningkatkan volume  darah di arteri besar sehingga mempertahankan MAP. Pada keadaan    terkompensasi, MAP   bisa  dipertahankan normal; namun penurunan Ees memicu  VA uncoupling (Ea/
Ees >1). Pada masalah  ini, MAP normal tidak menanggapi   sirkulasi normal sebab  Ea  relatif lebih tinggi dibandingkan  Ees memicu  penurunan aliran darah menuju jaringan. Pada keadaan    lanjut, kinerja LV (Ees) semakin menurun sebab  makin tingginya total tahanan di sistem arteri (Ea). juga , vasokonstriksi arteriol memicu  berkurangnya pressure gradient antara arteri besar dan arteriol sehingga aliran darah  menjadi berkurang. Pada tingkat mikrosirkulasi, MAP mempengaruhi tekanan perfusi ke jaringan. Tekanan pada kapiler sistemik rata-rata  antara 35 mmHg pada area dekat akhir arteriol sampai 10 mmHg pada area dekat akhir venula, dengan tekanan rata-rata  fungsional di sebagian besar vascular bed sebesar 17 mmHg. Tekanan ini  rendah untuk memicu  plasma keluar melalui dinding kapiler menuju sel atau jaringan.Aliran darah sangat dipengaruhi oleh kebutuhan jaringan. Jaringan yang sangat aktif  memerlukan  oksigen dan nutrien 20-30 kali lebih besar dibandingkan pada keadaan    basal. Untuk memenuhinya diperlukan peningkatan aliran darah menuju jaringa, namun hal ini tidak mungkin dipenuhi hanya dengan meningkatkan curah jantung  sebab  keterbatasan peningkatan curah jantung 4-7 kali dari keadaan    basal. Oleh sebab  itu, melalui pengaturan saraf otonom, pembuluh darah lokal (terutama arteriol)  bisa  mengatur kalibernya berwujud  vasodilatasi atau vasokonstriksi. sebab  aliran darah sebanding dengan pangkat 4 radiusnya, peningkatan sedikit saja diameter pembuluh darah  bisa  meningkatkan aliran darah dalam jumlah besar. Mekanisme inilah yang memicu  kecukupan nutrien dan oksigen jaringan pada keadaan    aktif.Selain tekanan perfusi dan aliran darah, ternyata perfusi jaringan dipengaruhi pula oleh distribusi aliran darah. Pada masalah  syok septik, hipovolemik, dan kardiogenik, terjadi 
penurunan functional capillary density (FCD). Akibatnya terjadi penurunan jumlah aliran 
darah dan peningkatan jarak difusi ke jaringan. Pada syok septik, terjadi pula perubahan 
aliran darah berwujud  aliran yang melambat, terhenti, atau intermitten, sehingga terjadi 
heterogenitas aliran.ini  menandakan  tekanan darah tidak  bisa  dipakai  sebagai parameter 
hemodinamik tunggal sebab  banyaknya faktor yang saling mempengaruhi. Pemantauan 
terhadap aliran darah dan tekanan pada tingkat makro- dan mikrosirkulasi  menggambarkan hemodinamik secara holistik. Target tekanan darah: MAP tinggi atau rendah? Pada  anak, nilai tekanan darah  beragam  tergantung usia, berkaitan dengan 
perbedaan volume sekuncup, denyut nadi,  tahanan vaskular. Saat ini, protokol syok  sepsis anak menetapkan target MAP dengan rumus: 
Tekanan perfusi = MAP – CVP = (1,5 x usia) + 55 
  bahwa hasil perhitungan ini menandakan  persentil 50 MAP pada anak sehat dengan tinggi badan persentil 50 sesuai usia, dengan perkiraan tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP) sebesar 0 mmHg. jika  CVP >0 mmHg, MAP  disesuaikan untuk memperoleh  tekanan perfusi optimal,  membanding-bandingkan luaran pasien antara golongan  MAP tinggi dan rendah pada pasien ICU dewasa,  hasil riset pasien dewasa (2 uji klinis acak dan 10 uji silang) menandakan  tidak adanya perbedaan mortalitas  30 hari antara golongan  MAP tinggi dan rendah, bahkan prevalensi fibrilasi atrium lebih tinggi pada golongan  MAP tinggi,  Curah jantung dan denyut 
jantung lebih tinggi pada golongan  MAP tinggi, namun kadar laktat tidak berbeda, Namun,  masih 
kurangnya bukti kuat target MAP pada pasien,  sebab  MAP yaitu  perkalian curah jantung (CO) dan tahanan vaskular sistemik (SVR), MAP normal tidak  menandakan  keadaan    hemodinamik normal. Pada syok dingin (hipodinamik) terkompensasi, penurunan CO  diikuti oleh peningkatan  SVR untuk mempertahankan MAP (tekanan perfusi). Pada keadaan   ini curah jantung harus tetap diperbaiki melalui pemberian resusitasi cairan atau obat-obatan inotropik dan vasodilator. MAP juga  bisa  normal pada syok hangat (hiperdinamik) sebab  penurunan SVR diikuti oleh peningkatan CO. Pada keadaan    ini, SVR harus ditingkatkan dengan 
memakai  vasopressor.Pada keadaan    dekompensasi, MAP akan menurun, namun harus didiagnosa  komponen hemodinamik yang terganggu. Anggapan bahwa vasopressor yaitu  satu-satunya terapi untuk meningkatkan MAP, yaitu  tidak tepat. Terutama sebab  80% fenotipe 
syok anak yaitu  hipodinamik (penurunan kontraktilitas dan curah jantung),  hanya 20% yang hiperdinamik (penurunan tekanan perfusi akibat vasoplegia),  jika  pada keadaan    hipodinamik, diberikan vasopressor, akan terjadi gangguan VA coupling, sebab  obat ini  menurunkan diameter vaskular dan meningkatkan SVR, sedang  curah 
jantung tetap rendah. Akibatnya, terjadi penurunan aliran darah ke jaringan, sekalipun MAP normal  bisa  dicapai. Vasopressor hanya dipakai  sebagai terapi pada syok hiperdinamik,  tekanan darah tidak bisa dijadikan parameter tunggal target terapi syok. apalagi , tekanan darah yaitu  hasil interaksi berbagai komponen  hemodinamik sehingga terapi harus ditargetkan untuk memperbaiki masing-masing komponen yang terganggu. diperlukan  keseimbangan seluruh komponen hemodinamik, 
terutama untuk menjamin aliran darah dan perfusi jaringan optimal. Pemantauan komponen hemodinamik , target terapi syok tidak sekedar MAP normal, namun harus ditambah perbaikan 
perfusi jaringan. Perbaikan perfusi menandakan  tercapainya keseimbangan antara aliran 
darah dan tekanan perfusi. Tanda perbaikan perfusi antara lain: nadi perifer menguat, suhu ekstremitas hangat, CRT <2 detik, perbaikan kesadaran, dan peningkatan diuresis. lalu  akan diikuti perbaikan denyut nadi menuju nilai normal. Namun, untuk 
tujuan penyesuaian terapi, parameter klinis memiliki  kelemahan dalam hal kepekaan  dan kekhususan . contoh  tanda klinis tidak mampu dengan cepat menandakan  keadaan    refrakter cairan saat resusitasi. juga , tanda klinis tidak mampu menandakan  kecukupan perfusi di tingkat mikrosirkulasi. Oleh sebab  itu, perlu adanya pemantauan  hemodinamik canggih.Saat ini, untuk pemantauan curah jantung  bisa  dipakai  alat-alat invasif dan non-invasif. Kateter arteri pulmonal (teknik termodilusi) masih menjadi standar baku 
pemantauan curah jantung. Pemantauan lain secara tranpulmonal (PiCCO, LiDCO)  bersifat less invasive dan memberi  akurasi hasil yang mirip dengan kateter arteri  pulmonal. Ultrasonografi (termasuk ekokardiografi dan USCOM) juga sudah  dipakai   secara luas dengan memberi  keuntungan, memiliki  keunggulan,  pemantauan curah jantung, ultrasonografi, pengukuran VA coupling,  Ekokardiografi menentukan VA coupling melalui 
pengukuran Ea dan  Ees,  sedang  USCOM mengukurnya melalui ratio energi potensial 
terhadap kinetik (PKR).  VA coupling dipakai  sebagai panduan penyesuaian dan target terapi pada keadaan    gangguan sirkulasi. Pemantauan mikrosirkulasi  bisa  dilakukan dengan berbagai metode.   bisa  dibagi menjadi dinamik, metode tidak langsung, metode langsung,  Metode tidak langsung meliputi pemeriksaan jaringan,  surrogate oksigenasi jaringan seperti laktat,  NIRS (near infrared spectroscopy), saturasi oksigen mixed vein, kadar CO2 darah, Pemeriksaan langsung meliputi Vascular occlusion tests (VOT) yaitu  contoh pemeriksaan dinamik, laser Doppler dan teknik videomikroskopi (Orthogonal Polarisation Spectral,OPS; Sidestream Dark-Field, SDF;  Incident DarkField, IDF). 



 identifikasi faktor pemicu  terjadinya PJB yaitu penyimpangan pembentukan organ jantung pada trimester I kehamilan  masih belum jelas,  usaha  di bidang pencegahan juga masih belum optimal. 
Deteksi sekaligus perawatan dini, sistem rujukan ke pusat pelayanan jantung yang lebih 
memadai untuk pelaksanaan  diagnosa  dan  pengobatan  definitifnya. Keterbatasan sarana 
untuk perawatan intensif dan  perawatan pre- dan sesudah -operasi, jalur konsultasi dan 
komunikasi ilmiah berwujud  pertemuan ilmiah berkelanjutan, pembahasan masalah  baik 
nasional maupun internasional.Diagnosa dini sering terlambat bahkan lolos dari pengamatan terutama pada bayi yang berisiko tinggi terjadi penyakit jantung bawaan kritis. Tampilan klinis PJB pada bayi baru lahir sering tidak jelas, bahkan adanya PJB kritis pada masa neonatal sering 
lolos dari pengamatan. Hal ini terjadi sebab  adanya sirkulasi transisi memicu  bayi tampak  normal , gejala klinis yang cukup jelas baru tampak beberapa hari atau minggu  bahkan sesudah  2 atau 3 bulan, sehingga bayi sering dipulangkan tanpa diagnosa  penyakit jantung. Keterlambatan diagnosa  baik prenatal maupun postnatal sering yaitu  ciri khas  diagnosa  PJB, 
terlambatnya pasien memeriksakan bayinya, ketidakpatuhan minum obat yang disarankan  
dokter dan  pemeriksaan untuk pengendalian  rutin mungkin sebab  kekurangpahaman  atau kesadaran para pasien  tentang penyakit jantung pada anak, sering menolak jika  perlu  tindakan invasif maupun pembedahan, bahkan banyak para pasien  yang  masih sering menganggap bahwa penyakit jantung hanya diderita pada orang dewasa..Dalam tim Layanan jantung pada anak mengikutsertakan  beberapa ahli dari berbagai disiplin  ilmu yaitu : 
-dokter ahli anastesi kardiovaskular
-dokter intensivis
-dokter ahli bedah jantung anak
-dokter ahli radiologi
-dokter ahli patologi klinik
-dokter ahli rehabilitasi medik 
-perawat mahir di bidang perawatan intensif atau tindakan kateterisasi
-Angiografi, perawatan pre- dan sesudah -intervensi
-pembantu perawat mahir
-dokter spesialis anak
-dokter spesialis anak konsultan
kekurangpahaman yaitu  ciri khas  layanan jantung anak di  Fetal ekokardiografi sangat penting untuk deteksi saat usia janin, walau tidak semua malformasi jantung dan  gangguan irama jantung bisa dideteksi. maka  bisa memberi  informasi dan pendidikan kepada orangtua, konseling dan indikasi terminasi kehamilan, memilih  rujukan yang memadai, merencanakan pengobatan  jangka panjang, menekan mortalitas PJB kritis.Dibidang diagnosa  non invasif (laboratorium, EKG, Roentgen dada, ekokardiografi, MSCT, MRI), diagnosa  invasif (ruang kateterisasi dan angiografi),  dibidang perawatan (cardiac intensive care unit) harus sudah lengkap dengan dokter ahli dan perawat mahirnya. Risiko munculnya  penyulit selama transportasi, hipoksia berat, hipotermi, asidosis, hipoglikemia, serangan sianosis, gagal jantung.    seperti ini tentu perlu  pendamping tenaga ahli dan  fasilitas kegawatan jantung yang 
tidak murah dan jika  hal ini terjadi pesawat harus segera mendarat jika  didalam pesawat  tidak disediakan peralatan kegawatan jantung dan  tenaga profesional yang mendampingi 
selama perjalanan, tentu hal ini akan menambah biaya perjalanan yang tidak murah.Tugas tim di pusat layanan jantung anak yang menerima rujukan
Sesudah  menerima informasi tentang data-data pasien yang akan diterima, Data tentang insidens dan prevalens bayi dengan PJB sangat kurang, sering hanya  yaitu  ekstrapolasi atau asumsi dari data yang diperoleh dari seluruh dunia, sehingga 
data yang diperoleh sebetulnya  lebih tinggi dibanding negara maju.Pencegahan kejadian PJB seperti juga pencegahan penyakit lainnya yaitu bergantung pada pemicu nya, seperti juga di negara maju. Genetik sebagai pemicu  primer (chromosomal and single gene defects) dengan lingkungan yang tidak kondusif. Multi factor inheritance yaitu interaksi genetik dan lingkungan yang tidak bisa dicegah, walaupun angka kejadian 
kelainan kromosom meningkat selaras dengan bertambahnya usia ibu dan  belum sempurnanya keluarga berencana dan masih banyaknya ibu hamil dengan usia diatas 30 tahun, sehingga di negara berkembang diperoleh insiden yang tinggi dari kromosom trisomi. Penyakit jantung bawaan sering ditemukan pada Sindroma Down dan trisomi 13, 18, yang tersering yaitu  21.Bahan teratogen sering meimbulkan PJB di negara berkembang dan kejadiannya bisa  dicegah. Infeksi intrauterin (rubella) di negara maju bisa dicegah dengan vaksinasi anti rubella. Kemiskinan dengan predisposisi wanita sebelum dan selama hamil kurang gizi,  perkawinan yang masih ada pertalian darah masih sangat menonjol di negara berkembang.Oleh sebab  itu di negara berkembang perlu dipikirkan  biaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi penyakit jantung pada anak, Penyakit jantung bawaan (PJB) masih menjadi pemicu  kematian perinatal  30%, lebih dari 10% kematian terjadi pada bulan pertama kehidupan,  PJB  menyumbang beban ekonomi sistem perawatan kesehatan, Fetal echocardiography
 yaitu  salah satu alat  mendeteksi PJB semasa 
janin masih berada di kandungan ibu. Fetal echocardiography diharapkan  bisa  membantu 
keluarga dalam mengambil keputusan mengenai menghentikan atau melanjutkan kehamilan, mempersiapkan keluarga, mempersiapkan biaya,  pengobatan,  memilih tempat untuk melahirkan, 
Di negara maju fetal echocardiography ini sebagian besar dilakukan pada kehamilan berisiko tinggi,  namun  di negara berkembang perannya sebagai alat skrining rutin prenatal rutin masih kontroversi,   bahwa fetal echocardiography yang dilakukan hanya berdasar  indikasi ternyata  bisa  memicu  kebanyakan PJB tidak terdeteksi yang akan memicu  penanganan bayi baru lahir yang tidak tepat sehingga memicu  peningkatan angka kematian neonatal dini. jika  dilakukan pada 
semua janin tanpa melihat indikasi akan menghabiskan biaya dan waktu  besar, Ketepatan diagnosa  fetal echocardiography  tergantung dengan masing-masing  yang melakukan,  akibat  spektrum dan parah itas anatomi patologi jantung pada janin, fetal echocardiography  dilakukan   oleh  yang sudah  ahli, dalam fetal  echocardiography. Untuk melakukan evaluasi ekokardiografi janin yang terinci diperlukan  pengetahuan tentang anatomi dan fungsi jantung,  Skrining awal  bisa  dilakukan oleh dokter yang sudah  menjalani pelatihan dasar, sedang  penilaian lalu  dilakukan oleh pediatric cardiology yang sudah terlatih dan berpengalaman, dokter spesialis kebidanan  radiologi dapat  melakukan ekokardiografi janin, Struktur jantung kecil, denyut jantung janin yang cepat, posisi janin yang berubah-ubah yaitu  kesulitan untuk melakukan fetal echocardiography, kedalaman pencitraan yang  substansial melalui perut hamil,  keadaan    pencitraan suboptimal, termasuk window yang terbatas, ibu kegemukan ,  untuk PJB dengan defek mayor, defek minor,  defek non-struktural rata-rata  98%, sedang  kepekaan  untuk 4 defek mayor 90%, untuk defek minor 70%, untuk defek non-struktural defek atau aritmia 90% untuk seluruh defek 89%,   jika  fetal echocardiography dilakukan pandangan apikal 4 ruang  bisa  mendeteksi 7%, Namun jika  fetal echocardiography dilakukan secara menyeluruh dan terperinci  bisa  meningkatkan deteksi 
PJB lebih dari 80 sampai 95%.  faktor berperan terhadap waktu yang tepat untuk dilakukan fetal echocardiography, yaitu untuk saat rujukan oleh dokter SpOG sesudah  melakukan USG rutin pada trisemester kedua,  kehamilan berisiko tinggi, fetal echocardiography dilakukan pada usia 18-23
minggu.  Saat ini fetal echocardiography  bisa  dilakukan pada usia kehamilan lebih awal yaitu 
trimester kedua dan awal trimester kedua (usia gestasi <18 minggu).  ini dimungkinkan  dengan ada nya probe dengan transduser frekuensi tinggi, termasuk yang probe transvaginal. Indikasi untuk dilakukan fetal echocardiography pada usia kehamilan lebih awal, sama dengan pada kehamilan trisemester kedua. Terutama ditujukan pada ibu hamil dengan risiko kehamilan yang lebih tinggi contoh: anak sebelumnya lahir dengan 
PJB parah . Fetal echocardiography transabdominal  bisa  menerapkan  struktur 
jantung janin dengan baik pada usia 13 sampai 14 minggu. Fetal echocardiograhy yang  dilakukan sebelum usia ini  dilakukan  dengan probe transvaginal sebab  adanya jarak antara dinding perut  dan ukuran jantung janin yang kecil. 
Pemeriksaan fetal echocardiography dilakukan pada kehamilan dengan risiko tinggi  Ibu 
-Rubella, -Infeksi pada ibu dengan kemungkinan janin suspek fetal myocarditis, -Diabetes mellitus, 
-Phenylketonuria, -Maternal autoantibodies (SSA/SSB+), Ibu mengkonsumsi :
-NSAIDs pada trisemester ke tiga, 
-Angiotensin converting enzim (ACE) inhibitors
-Retinoic acid, Assisted reproduction technology 
Riwayat PJB di keluarga (orangtua atau saudara kandung menderita PJB) , Pemeriksaan rutin USG yang dilakukan oleh dokter kebidanan menandakan  kecurigaan kelainan di jantung atau di luar jantung pada fetus  tidaknormal  fetal karyotype 
Takikardia atau bradikardia yang ditemukan pada fetus  Fetal hydrops Kelainan pada lengkung aorta yaitu  malformasi yang umum terjadi, sebagai varian pada  populasi normal atau  bisa  yaitu  kaitannya dengan anomali intrakardiak. Salah 
satu kelainan lengkung seperti itu yaitu  anomali asal mula arteri subklavia kanan atau 
aberrant right subclavian artery (ARSA). Arteri ini biasanya muncul di atas permukaan lengkung aorta, sebagai cabang pertama dari arteri innominata (atau brachiocephalic),  yaitu  pembuluh pertama yang muncul  dari lengkung aorta  penelitian sebelum nya sudah  menandakan  bahwa rata-rata  2% orang normal, arteri 
subklavia kanan (RSA) muncul secara anomali sebagai cabang keempat lengkung aorta   yaitu  Aberrant right subclavian artery  dan ternyata berkaitan  trisomi, jika  hasil ekokardiografi menemukan atau mencurigai atau menemukan PJB. Sesudah  diagnosa dilakukan , harus dilakukan rujukan ke pediatric cardiology dan lalu  
dilakukan konseling yang terperinci, mengenai diagnosa , rencana pengobatan  dan prognosis. Pada  PJB parah  sebaiknya dirujuk ke pusat rujukan yang  sudah  berpengalamam melakukan pengobatan  PJB parah .Dilakukan serial ekokardiografi jika  ditemukan:
-Miokarditis atau kardiomiopati, 
-Disfungsi miokardium progresif sekunder akibat gangguan irama, hidrops atau kematian janin mendadak, -Tumor intrakardiak, -Aritmia janin, 
-Konstriksi duktus arteriosus, -Retriksi foramen ovale, -Kardiomegali progresif akibat curah jantung yang meningkat, -Insufisiensi katup atrioventrikular atau semilunar progresif yang  bisa  memicu  dilatasi ventrikel -Obstruksi katup atrioventrikular, aorta, arteri pulmonalis, cabang arteri pulmonalis, dan hipoplasia arkus aorta sekunder akibat lesi obstruktif, Sesudah  diagnosa  PJB prenatal  akurat dilakukan, konseling prenatal,   konseling prenatal  yaitu  memberi  gambaran prognosis yang jelas dan jujur, 





Kardiologi anak  diawali saat   tahun 1938 Robert Gross melakukan pembedahan untuk menutup duktus arteriosus persisten. pada tahun 1961 kardiologi anak menjadi khusus  ilmu kesehatan anak. pada  penyakit jantung bawaan  yang semula tidak  bisa  diobati sebagian besar  bisa  dipulihkan. pencitraan  ekokardografi, Doppler berwarna,   magnetic resonance imaging sudah  membuat kateterisasi jantung untuk tujuan diagnosa  saat ini banyak ditinggalkan, dan lebih dimanfaatkan untuk tujuan terapeutik seperti penutupan berbagai  defek, pelebaran obstruksi yang menggantikan peran  bedah.  kardiologi anak  mengikutsertakan  
patologi, fisiologi, kardiologi, bedah, perawatan intensif, anestesioloigi, pencitraan, penelitian  kardiologi anak digolongkan dalam aspek  yang meskipun cenderung bersifat tumpang-tindih,  seperti  pencegahan, penelitian etiologi, diagnosa , terapi, prognosis,  pengobatan  jangka panjang,  
Banyak penyakit jantung bawaan yang  memiliki  predileksi familial atau genetik. faktor lingkungan   masa awal kehamilan,  saat embrio terbentuk, 
Amerika Serikat  memiliki Human Genome Project  bisa  mengkaji faktor etiologi  faktor risiko  terjadinya penyakit jantung bawaan. Dengan data genomik, anak yang berpotensi mengandung faktor risiko terjadinya penyakit jantung pada masa dewasa  bisa  diidentifikasi secara dini, 
berbagai  aspek kelainan jantung diperoleh    berkaitan dengan penyakit sistemik  meskipun secara garis besar sudah  diketahui namun masih perlu  riset  agar  ada tindakan preventif,  Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik  banyak ditemukan  di negara yang sedang berkembang,  Penyakit Kawasaki  yaitu  penyakit jantung diperoleh   terbanyak, juga masih menyimpan 
misteri tentang kepastian etiologinya. Bayi yang lahir dari ibu dengan kelainan tertentu juga memiliki  risiko yang lebih tinggi untuk menderita kelainan kardiovaskular. contoh: bayi yang lahir dari ibu penderita HIV cenderung mengalami kelainan kardiovaskular dengan morbiditas dan 
mortalitas yang setara dengan pajanan HIV in utero. Hal ini menunjukan  peran faktor janin dan perkembangan  terjadinya penyakit tertentu. Diet ibu selama hamil juga  bisa  mempengaruhi  status kardiovaskuar janin dan bayi yang lahir. contoh: masukan kalsium yang tinggi pada trimester kedua kehamilan berkaitan dengan tekanan darah 
sistolik bayi yang dilahirkan.  lambat laun tindakan intervensi terhadap janin yang mengalami masalah kardiovaskular  bisa  dilakukan dengan lebih baik.
jika  sebelumnya kateterisasi jantung yaitu  modalitas  untuk memastikan  diagnosa  berbagai  penyakit jantung bawaan, dewasa ini kateterisasi jantung untuk  keperluan diagnosa  sudah minimal. Kateterisasi jantung sekarang lebih banyak dipakai  untuk tindakan terapeutik,  Perkembangan pencitraan mulai dari radiologi konvesional, ultrasonografi / ekokardiografi, magnetic resonance imaging, CT scan, Ultrasonografi intrauterin yang sudah lama dilaksanakan namun 
masih belum  bisa  mendeteksi sebagian besar penyakit jantung bawaan,  ahli kardiologi anak  mengkhususkan diri pada pencitraan kardiovaskular dari janin, bayi, anak,  remaja,   penelitian biomolekular cenderung bersifat multidimensi, salah satunya  bisa  dimanfaatkan untuk  diagnosa  gangguan kardiovaskular.
pengobatan  kelainan kardiovaskular pada bayi dan anak   menandakan  perkembangan . jika  semula bayi dan anak dengan kelainan jantung bawaan harus dilakukan operasi paliatif atau definitif, sekarang masalah  penyakit jantung bawaan  bisa  diatasi   tanpa pembedahan, yaitu  dengan kateterisasi intervensi. Penyempurnaan alat untuk tindakan kateterisasi terapeutik ini  penting dalam segi  terapi penyakit jantung bawaan.  bahwa sebagian besar obat yang dipakai  untuk penanganan gagal jantung, disritmia, kardiomiopati pada bayi dan anak hampir semuanya  berdasar  pada evidence pada orang dewasa. Bahkan digoksin yang sudah berpuluh tahun  diberikan kepada bayi dan anak dengan gagal jantung akibat penyakit jantung bawaan maupun penyakit jantung diperoleh  , dasarnya yaitu  hasil penelitian pada orang dewasa. Praktis belum ada evidence yang definitif dari penelitian yang dilakuan pada bayi dan 
anak. Hal serupa juga terjadi pada pemakaian obat-obat lain seperti kaptopril, verapamil, 
penghambat beta, Pemanfaatan obat untuk anak dari ekstrapolasi dari obat yang dipakai  pada orang dewasa seharusnya tidak dibenarkan, sehingga masih terbuka uji klinis untuk berbagai obat yang sudah dipakai  dan tentu saja obat-obat yang dikembangkan lalu .  memperhatikan 
 etika pada Penelitian  yang mengikutsertakan  bayi dan anak. Minat pemakaian  biomarker untuk menilai satus kardiovaskular anak makin 
meningkat. Cardiac troponin T (cTnT) yaitu  biomarker yang berkaitan  dengan  kerusakan miokardium oleh berbagai sebab. Biomarker lain yang bermanfaat untuk menilai status jantung yaitu  N-terminal pro-hormone brain natriuretic peptide (NT-proBNP), yang disekresi oleh miosit di ventrikel jantung. Biomarker ini meningkat pada disfungsi miokardium, baik yang   simptmatis (termasuk gagal jantung) maupun tidak.
pemakaian  alat / kateterisasi selain bermanfaat untuk menutup berbagai  defek juga dimanfaatkan untuk melebarkan pembuluh atau katup yang menyempit. Meskipun berhasil baik, namun masih cukup banyak masalah  yang mengalami obstruksi 
ulang. Transplantasi jantung  sekarang  bisa  dilakukan  Namun pasien yang sekarang harus menjalani transplantasi jantung  bisa  diganti dengan sel–sel jantung; contoh: pada pasien kardiomiopati dan gagal jantung yang tidak  bisa  
diatasi dengan medikamentosa. Katup bioengineering diharapkan  bisa  makin berkembang dan mengantikan katup  mekanik dan homograft untuk beberapa jenis kelainan jantung tertentu. Katup-katup ini  dibuat dengan sel-sel pasien sendiri dan tumbuh sejalan dengan pertumbuhan pasien sehingga tidak perlu diganti salama hidup. Kardiomiopati dan hipertensi pulmonal yang masih yaitu  masalah besar saat ini, dengan kemajuan dalam bioengineering
secara bertahap  bisa  diatasi. dari registri kardiomiopati diketahui bahwa  pasien kardiomiopati yang menyertai penyakit distrofi muskular lebih buruk prognosisnya  dibanding dengan kardiomiopati oleh sebab lain, sehingga pemantauan yang lebih teratur  dan intensif perlu dilakukan pada pasien kardiomiopati dengan distrofia muskular. Pada masa depan ahli kardiologi anak harus memahami farmakogenomik sehingga  pemberian obat disesuaikan dengan genotip masing-masing pasien,  dengan mengetahui peran gen dalam terjadinya kelainan 
kardiovaskular mungkin  bisa  dilakukan rekayasa  faktor lingkungan untuk mencegah mutasi genetik tertentu. Obat lain selain asam folat mungkin  bisa  mempengaruhi  efek  samping gen atau mencegah beberapa jenis penyakit jantung bawaan. 
kita ketahui penyakit jantung bawaan bukan   kelainan yang statis, Dia  bisa  menetap,  bisa  pula membaik secara spontan, dan  bisa  pula memburuk. masalah  ini   terjadi pada lesi awalnya, atau juga pada lesi sesudah  dilakukan tindakan. Oleh sebab nya diperlukan pemantauan yang komprehensif. Dengan makin meluasnya universal health coverage (UHC) maka para remaja dan 
dewasa dengan penyakit jantung bawaan  bisa  memperoleh perawatan jantung yang  memadai. 
fungsi miokard yang cenderung berangsur menurun dan berakhir pada gagal jantung pada 
mantan pasien penyakit jantung bawaan yang dilakukan operasi saat bayi dan anak  bisa  
dicegah atau ditangani lebih baik. banyak ahli kardiologi anak yang mengkhususkan diri dalam intervensi, pencitraan, elektrofisiologi, dan transplantasi jantung. Salah satu yang penting dan 
diharapkan berkembang yaitu  kardiologi pencegahan.Pencegahan terhadap kejadian penyakit jantung bawaan perlu  bukti ilmiah 
yang mungkin tidak  bisa  diperoleh dalam waktu dekat.  termasuk pencegahan terjadinya penyakit kardiovaskular pada dewasa akibat  masalah yang ditemukan pada masa bayi dan anak. Anak obesitas  cenderung  mengalami sindrom metabolik yang yaitu  kombinasi dari insulin 
resistance, dislipidemia, dan hipertensi sehingga terancam menderita diabetes melitus tipe  2 dan  komplikasi aterosklerosis. usaha  pencegahan ini  perlu  kolaborasi  kardiologi, gastroenterologi, nefrologi, endokrinologi, nutrisi, 24% pasien dengan penyakit  jantung bawaan juga mengalami kegemukan , bahwa pasien dengan penyakit jantung bawaan, kardiomiopati, transplantasi jantung, kegemukan , Faktor epigenetik, kemungkinan merekayasa  faktor risiko, pemakaian  biomarker untuk surrogate endpoints yang   penting, kolaborasi dengan disiplin lain, penguatan dan  registry yaitu  cara yang disarankan  untuk penelitian kardiovaskular anak pada masa mendatang. Akhir-akhir ini  banyak  penelitian yang berdasar pada registry pada pasien dengan penyakit jantung bawaan. Untuk itu diperlukan pusat penelitian klinis dengan infrastrukturnya, dan ditambah dengan registry yang bagus, 


Palsi Serebral (PS) atau Cerebral Palsy (CP)  yaitu   kelainan  permanen dari perkembangan motorik  dan postur tubuh, yang memicu  keterbatasan aktivitas,  akibat dari gangguan non progresif yang terjadi pada saat pembentukan otak janin atau bayi. Kelainan motorik  dan postur tubuh pada CP 
 ditambah oleh gangguan kognisi, komunikasi,  tingkah laku, epilepsi, gangguan sensasi, persepsi, 
 Konsensus tentang  definisi CP dari The American Academy of Cerebral Palsy and Developmental Disabilities ini  mengakui situasi awal atau cedera non progresif pada otak yang imatur  juga mengakui   masalah  sosial yang dipicu  adanya gangguan terhadap perkembangan otak yang normal sepanjang hidup, Cerebral Palsy  yaitu  disabilitas fisik yang terjadi pada masa awal perkembangan otak anak dan menjadi pemicu  disabilitas pada anak, pemicu  pasti CP  tidak  bisa  diketahui.  penderita CP  mengalami lebih dari satu gangguan penyerta, yang  menyulitkan terapi dan mengurangi kualitas hidup, prevalensi penderita 
CP diperkirakan rata-rata  1-5 per 100 kelahiran hidup. Data kecenderungan persentase 
disabilitas pada anak berusia 24-59 bulan 
sebesar 0,09%. anak-anak CP dengan gangguan penyerta, seperti gangguan bahasa dan berbicara  (70%), gangguan emosional (50%), gigi 40 (55%),   disabilitas intelektual dan kesulitan  belajar  (49%).  Untuk fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara diperkirakan minimal Rp 500.000,00 per bulan dan maksimal diperlukan biaya  sebesar Rp 1.300.000,00 per bulan. ang seharusnya bisa dicegah melalui tindakan 
preventif, mengingat anak CP perlu  terapi, habilitasi dan rehabilitasi seusia  hidup yang menghabiskan biaya yang sangat besar.
anak ini  harus diterapi selama 3 - 5 tahun, lebih–lebih jika  seusia  hidup. Perlu diprediksi pula berapa usia harapan hidup anak CP. survey register awal ini belum  bisa  dikaitkan dengan informasi mengenai proses persalinannya fisiologis  atau patologis. Begitu juga usia  ibu saat melahirkan anak CP harus didiagnosa  secara 
khusus pula mengingat risiko terjadinya kelainan janin saat di dalam kandungan semakin 
meningkat sejalan dengan meningkatnya usia  ibu. kriteria CP harus memenuhi 5 elemen di bawah ini 
yaitu : Sebagai akibat dari gangguan yang non progresif, berwujud  lesi, atau ketidaknormalan , pada otak, Gangguan, lesi atau ketidaknormalan  yang dipicu  oleh otak yang imatur.  suatu terminologi payung untuk suatu golongan  gangguan,   suatu keadaan    yang permanen akan namun  suatu waktu  bisa  terjadi perubahan dari keadaan    awal CP, Meliputi gangguan gerak dan atau postur dan  fungsi motorik  lainnya, 
Pastikan bahwa bukan penyakit saraf pusat yang progresif atau degeneratif, yaitu dengan 
anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan ibu, riwayat kelahiran anak, riwayat sesudah  lahir, mencari dan menemukan faktor risiko kemungkinan pemicu  CP dan pemeriksaan 
fisik yang teliti meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologi (termasuk 
pemeriksaan reflek-reflek primitif yang masih menetap), ukuran,  bentuk kepala, adanya dismorfi, deformitas maupun sudah  adanya kontraktur, pemeriksaan penglihatan dan pendengaran. 
Pemeriksaan penunjang untuk  mencari kemungkinan  pemicu  CP yang bisa dilakukan antara lain pemeriksaan neuroimaging (MRI  
disarankan dibandingkan  CT Scan), pemeriksaan laboratorium tes metabolik dan tes genetik. 
Klasifikasi CP berdasar  tipe gangguan motorik , terdiri dari spastik CP, ataksik CP, diskinetik CP (bisa berwujud  distonik maupun choreo-athetotic), CP campuran. Klasifikasi CP  berdasar  topografi, terdiri dari spastik unilateral (hemiplegia 
dan monoplegia) dan jelas  (diplegia, triplegia dan kuadriplegia). ,  klasifikasi CP berdasar  derajat beratnya penyakit, dibagi menjadi minimal, ringan, sedang,  berat.



Pada anak dengan Short Bowel Syndrome (SBS)   adanya kesulitan pemberian nutrien yang dipicu  oleh kegagalan fungsi pencernaan. pemicu   SBS yaitu  kelainan akibat operasi: midgut volvulus from malrotation, complicated meconeum ileus, meconeum peritonitis, mislocation of the stoma, inflammatory bowel disease, tumor, trauma, multiple intestinal atresias, Hirschsprung‘s disease (long segment), necrotizing enterocolitis, gastroschisis, pemicu  kelainan bukan akibat operasi di antaranya: congenital short bowel, pseudo intestinal obstruction. Konsekuensi yang akan terjadi yaitu  ketidakmampuan menjaga keseimbangan balans mikronutrien,  energi, protein, cairan, elektrolit, 
 Lambung dibantu oleh asam lambung dan enzim, di mana terjadi penyerapan  vitamin B12. Lambung juga memberi  reaksi terhadap reseksi luas 
pada usus dengan hipersekresi asam lambung. Duodenum memiliki  panjang 10-12 cm, di duodenum terjadi penyerapan  besi dan folat. Jejunum yaitu  3/5 panjang usus halus, memiliki villi yang panjang, area penyerapan  luas terhadap bahan karbohidrat, magnesium,  besi,protein, lemak, kalsium,  Reseksi memicu  hilangnya enzim, sehingga  tidak terjadi penyerapan  bahan ini  di atas. Ileum yaitu  2/5 panjang usus halus, memiliki area penyerapan  lebih kecil dibandingkan  jejunum. Terjadi penyerapan  asam empedu, vitamin A, D, E, K, B12, karbohidrat, protein, cairan, elektrolit. Katup Ileosecal berfungsi meningkatkan waktu transit, dan mencegah bakteri overgrowth’. Kolon melakukan penyerapan  cairan, natrium, ekskresi kalium,  bikarbonat,  Pada keadaan   SBS penyerapan  tidak kuat , terjadi malpenyerapan , dan malnutrisi. 
penyerapan  tidak kuat  dari produk sistem pankreatik dan bilier dan gangguan sekresi 
usus akan memicu  kehilangan banyak cairan dan elektrolit dengan manifestasi diare sekretorik dan osmotik. Gangguan penyerapan  vitamin B12, vitamin larut lemak, dan  penyerapan  garam empedu, memicu  defisiensi vitamin, terbentuknya batu empedu, batu oksalat, batu ginjal,  
Proses patogenik dan prognosis kegagalan saluran cerna digambarkan oleh panjang sisa usus halus.
 Panjang sisa usus yaitu  faktor prognosis SBS, meskipun juga ada  pengaruh variabel lain yang akan mempengaruhi adaptasi usus. contoh  yaitu , pada  bayi matur memiliki  panjang usus halus 250 cm,  dikatakan sebagai SBS berat jika  ada  sisa usus halus kurang dari 40 cm. Namun sebab  adanya proses adaptasi usus, pasien  bisa  hidup tanpa nutrisi parenteral dengan sisa usus halus 15-30 cm.pengobatan  nutrisi pada SBS beragam  pada setiap masing-masing  anak tergantung faktor fisiologi dan klinis yang dialami. Secara garis besar ada  3 tahap  pengobatan  dukungan 
nutrisi sesudah  dilakukan reseksi saluran cerna.3
tahap  Awal (tahap  akut) dimulai sesudah  operasi, berlangsung rata-rata  1-3 minggu. Saat ini 
terjadi hipersekresi, kehilangan elektrolit,  cairan, sehingga perlu  penggantian  cairan intravena dan nutrisi parenteral memakai  akses vena sentral. tahap  kedua, berlangsung dalam minggu atau bulan, diikuti perbaikan kehilangan cairan 
dan adaptasi usus. Nutrisi enteral makin meningkat bertahap,  diikuti berkurangnya nutrisi parenteral. tahap  ketiga, pada tahap  ini pemberian nutrisi enteral seluruhnya  bisa  ditoleransi yang  bisa  diartikan usus berhasil adaptasi, dan nutrisi 
parenteral  bisa  dihentikan. kebutuhan energi untuk neonatus yaitu  110-135 kkal/kg, dengan protein 3,5-4 g protein/kg untuk bayi prematur dan BBLSR 1000-1800 gram. Kebutuhan energi parenteral 10% lebih rendah dibandingkan  enteral, sebab  peranan diet yang dipengaruhi termogenesis.  contoh pemberian nutrisi parenteral 
yang disarankan  yaitu  110-120 kkal/kg energi, 3-4 g lipid/kg, 1,5-4 gr asam amino/kg 
dan karbohidrat sampai dengan 18 gr/kg/hari. Indikasi pemberian nutrisi perenteral (NP) pada SBS yaitu  untuk mengoreksi keseimbangan cairan  elektrolit, maintenans,  memperbaiki status nutrisi, 
memperbaiki kualitas hidup. Jalur parenteral ini  sudah diprediksi jika  sisa usus  halus <100 cm dengan Jejunum,  <50 cm jika  ada  kolon. Nutrisi parenteral dimulai pada tahap  awal periode sesudah  operasi, sesudah  terlebih dahulu mencapai stabilitas  hemodinamik,  keseimbangan cairan,  elektrolit. Nutrisi parenteral memakai  akses vena sentral untuk memfasilitasi kebutuhan kalori dan nutrien. Pemberian nutrisi kebutuhan utama kalori meliputi karbohidrat, protein,  lemak.
 2/3 kalori berasal dari karbohidrat dan 1/3 dari lipid. Total energi termasuk protein  bisa  mencapai 
0,85-1,5 kali REE. Pada bayi, dekstrose dimulai pada 5–7 mg glukosa/kg/menit, dengan 
dosis peningkatan 1–3 mg glukosa/kg/menit, dan tujuan maksimum 12–14 mg/kg/menit. 
Lipid, dimulai dengan 1 gr/kg/hari, dosis peningkatan 1 gr/kg/hari dan maksimal 3 gr/kg/
hari pada bayi dan 2gr/kg/hari pada anak. Pemberian lipid tidak melebihi 30–40% kalori 
total per hari. Asam Amino parenteral dimulai dengan 1,5–2 gr/kg/hari. Pemberian secara 
kuat  elektrolit, mineral dan vitamin juga esensial diberikan harian secara parenteral  pada bayi dan anak dengan SBS.Lama pemberian nutrisi perenteral dan peralihan ke enteral tergantung faktor fisiologi termasuk sisa panjang usus halus, kemampuan hidrasi, dan toleransi terhadap 
nutrisi enteral, ada tidaknya bakteri tumbuh lampau, dan gangguan hepatobilier yang terjadi, 
jika  anak sudah tidak perlu  lagi perawatan di rumah sakit dan masih tergantung pemberian nutrisi parenteral jangka panjang, sedang  NP yaitu  pilihan yang paling tepat untuk memperbaiki kualitas hidupnya maka dipersiapkan untuk 
Home Parenteral Nutrition (HPN), Saat stabilisasi hemodinamik, cairan,  elektrolit tercapai,   terjadi perbaikan pada terapi nutrisi parenteral, maka pemberian nutrisi enteral  bisa  dimulai untuk menyiapkan adaptasi usus dan pertumbuhan. Adaptasi usus dipengaruhi proses  hiperplasi selular, hipertrofi villous, panjang usus, peningkatan tanggapan  hormon yang mana akan mempengaruhi luas permukaan penyerapan . sedang  kebutuhan nutrisi enteral dan penggantian cairan tergantung pada panjang dan kualitas usus yang tersisa,   ada tidaknya katup ileocaecal. Adaptasi usus terjadi segera pada 24-48 jam sesudah  reseksi. Ileum memiliki kemampuan adaptasi lebih besar dibandingkan  duodenum dan jejunum.Nutrisi enteral diberikan dimulai dengan volume minimal (10-12 ml/kg/hr) dan secara bertahap dinaikkan. Pada bayi prematur, kenaikan volume dimulai dengan 1 ml/kg/hari. Gangguan pada nutrisi enteral  yaitu  mual, mulas perih kembung  perut distensi, peningkatan produksi stoma yang juga meningkat seiring dengan peningkatan volume pemberian nutrien. Peningkatan produksi stoma dijaga tidak melebihi 30 ml/kg untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. jika  sudah  melebihi 50 ml/kg/hari 
yaitu  kontra indikasi untuk meningkatkan volume pemberian nutrien enteral.Cara dan jalur NE. Pemberian secara terusmenerus  akan efisien untuk luas permukaan  penyerapan  yang terbatas dan transpor protein. Pemberian secara intermiten sesuai dengan siklus hormon dan pengosongan kantung empedu. Oleh sebab  itu NE terusmenerus  diberikan segera sesudah  operasi dan lalu   bisa  dilakukan secara enteral intermiten dan 
akhirnya berlanjut secara oral.Jenis nutrien. Diet nutrisi enteral standar  bisa  diberikan jika  masih diperoleh kolon. ASI, tetap masih ditoleransi dibandingkan dengan jika  hanya dengan formula. 
Pada pemakaian dengan ASI, waktu pemberian Nutrisi parenteral total lebih singkat, dan 
mengurangi morbiditas yang muncul . ASI mengandung nutrien yang bersifat imunologi yang mendukung maturasi dan adaptasi intestinal, memperbaiki toleransi makanan,  menyiapkan nutrien pada bayi prematur.ada  beberapa kontroversi saran   mengenai pemilihan formula enteral untuk pasien anak dengan SBS, yaitu  elemental, semi-elemental, atau formula dengan bahan dasar peptide. Pada masalah  lain juga ditemukan reaksi alergi terhadap pemberian nutrien pada pasien SBS. Bakteri tumbuh lampau pada SBS  bisa  menjadi faktor predisposisi 
terjadi reaksi alergi saluran cerna. Pemilihan lemak LCT   bisa  mendukung adaptasi usus, sedang  MCT mendukung penyerapan lebih baik.bahwa permeabilitas usus, kenaikan berat badan, balans nitrogen pasien SBS tidak berbeda antara yang memakai  formula terhidrolisat atau tidak, namun lebih dipengaruhi oleh panjang, sisi,  fungsi usus yang tersisa, dengan pemberian formula polimerik standar untuk bayi dan anak.Formula berbahan dasar Asam Amino, Neocate, mempengaruhi lama pemberian NP dalam 4 bulan, 6 bulan, 13 bulan tergantung sisa panjang usus halus dan usus besar.pengaturan  nutrisi pada bayi prematur dengan SBS. Pemberian nutrisi parenteral dilakukan sesudah  stabilisasi hemodinamik, cairan 
dan elektrolit pada 3 hari sesudah  operasi, diteruskan  nutrisi parenteral, dan lalu  dipadukan dengan enteral, dan  lalu  oral. Pilihan pertama nutrien untuk nutrisi  enteral yaitu  ASI, yang meningkatkan imunitas, toleransi dan adaptasi pada usus yang lebih cepat. Belum diperoleh konsensus pilihan formula mana yang dipilih. jika  ASI tidak memungkinkan, formula terhidrolisat atau formula dasar asam amino yaitu  
langkah bertahap yang bisa dilakukan jika  intolerans terhadap nutrien polimerik. jika  ada 
gangguan terhadap penyerapan  lemak maka pemakaian MCT akan menguntungkan.
Perhatian khusus yang perlu dilakukan yaitu evaluasi balans Natrium, Kalium,  Magnesium   hidrasi oral dengan larutan gula garam (cairan rehidrasi oral) pada pasien dengan jejunostomi.
Waktu memulai pemberian per oral yaitu  sesegera  mungkin untuk mendukung stimulasi mengisap dan menelan dan  perkembangan motorik  mulut. Keuntungan lain minum per oral yaitu  meningkatkan sekresi tropik faktor gastrointestinal dan salivary epidermal  growth factor dan secara keseluruhan membantu adaptasi usus dan  mencegah parenteral  nutrition associated liver diseases (PNALD). Makanan padat dan cair per-oral diberikan  secara pelan dan bertahap. Pada keadaan   tidak adanya kolon, perlu penambahan pemberian 
cairan rehidrasi oral.Evaluasi laboratorium darah selama terapi nutrisi yaitu  hemoglobin, leukosit, 
trombosit, natrium, kalium, kalsium, magnesium, fosfor, albumin, ureum, kreatinin, bilirubin direk, alkali pospatase, transaminase, CRP, GGT.
Komplikasi yang perlu dicegah  dalam perawatan pasien SBS, 


 enterokolitis nekrotikans (EKN) /Necrotizing enterocolitis (NEC) yaitu  penyakit radang akut usus yang terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada bayi prematur, yang ditandai dengan nekrosis hemoragik jaringan usus yang  bisa  memicu  perforasi dan rusaknya jaringan usus, 
 Enterokolitis nekrotikans  dibedakan dengan gejala mirip EKN (NEC-like symptoms) yang berbeda patogenesis, pencegahan dan terapinya.
 Gejala mirip EKN terjadi minggu pertama sesudah  lahir pada neonatus cukup bulan dan late preterm sedang  EKN terjadi di minggu kedua dan ketiga pada neonatus dengan usia kehamilan <32 minggu. Berbagai faktor menjadi pemicu  terjadinya gejala mirip EKN yaitu asfiksi, penyakit jantung bawaan sianotik, aganglionosis, susu formula, pemberian korioamnionitis, nutrisi cepat, polisitemia,  
Perforasi usus spontan (PUS, SIP=spontaneous intestinal perforation) yaitu diagnosa  diferensial  terhadap EKN. Perbedaan terutama pada waktu terjadinya perforasi pada PUS yaitu pada hari-hari pertama sesudah  lahir dan secara patogenesis tidak terbukti ada hubungannya dengan inflamasi atau pemberian minum, namun  terkait adanya 
pemberian steroid dan indometasin. Gejala ileus paralitik yang memicu  muntah dan distensi perut  pada sepsis  terdiagnosa  sebagai EKN. Perbedaannya ada  pada gambaran foto polos perut , pada sepsis hanya diperoleh air fluid level multiple sedang  pada EKN diperoleh pneumatosis atau udara pada sistem bilier.Kejadian EKN berkaitan  dengan kelahiran bayi prematur, tidak dipengaruhi oleh  ras atau etnis.  Angka kematian NEC rata-rata yaitu  10-35%, meningkat 50% berbanding lurus dengan rendahnya berat lahir dan usia kehamilan, terutama pada penderita yang memerlukan  tindakan bedah.Faktor risiko utama terjadinya EKN yaitu  prematuritas (gestasi ≤32 minggu) atau bayi berat lahir amat rendah (berat lahir ≤1500 gram). Imaturitas sistem pencernaan diperoleh baik pada struktur maupun fungsi sistem pencernaan memicu  permeabilitas mukosa 
lebih tinggi, lapisan mucin pada mukosa usus lebih tipis akan meningkatkan daya lekat  bakteri sehingga meningkatkan permeabilitas dinding usus. Faktor ini  memudahkan munculnya  jejas pada mukosa usus.Imaturitas sistem imun yaitu  dasar munculnya  jejas pada sel dan jaringan mukosa usus. Sistem imun bawaan yang diperankan oleh berbagai toll like receptor(TLR) tidak berfungsi dengan normal. Terjadi perubahan fungsi dalam pengenalan  bakteri patogen oleh TLR terutama pada TLR-4 dan TLR-9. Reaksi berlebihan TLR4 di 
permukaan usus akan berekspresi negatif terhadap kolonisasi bakteri gram negatif dalam  usus sehingga memicu  kerusakan, meningkatnya apoptosis enterosit, kegagalan  penyembuhan mukosa dan pelepasan sitokin proinflamasi inflamasi yang tidak kuat,  Aktifasi TLR4 juga terjadi pada sel endotel permukaan usus sehingga terjadi vasokonstriksi  dan mengurangi aliran darah dan  muncul  iskemi dan nekrosis. Penjelasan ini  dikenal 
sebagai  hipotesis cross-switching .Faktor lain yang berperan pada patogenesis EKN yaitu :
-menurunnya motilitas usus sehingga mengurangi fungsi pembersihan lumen usus.
-menurunnya fungsi pencernaan dan penyerapan  usus sebab  imaturitas dari enterosit.
-menurunnya jumlah sel goblet penghasil lendir pada bayi prematur sehingga  mengurangi fungsi protektif mekanik.
-meningkatnya tonus mikrovasuler pada pembuluh darah mesenterial bayi prematur.
-imaturitas tight junctions sel epitel saluran cerna.
asupan nutrisi enteral yaitu  salah satu faktor risiko terjadinya ekn. 
-meningkatnya fungsi apoptosis enterosit di permukaan usus akibat peningkatan stres 
pada sel retikulo endoplasmik saluran cerna bayi prematur.
Faktor pemicu nya yaitu  cara pemberiannya,  jenis nutrisi yang diberikan melalui mekanisme 
gangguan keseimbangan kolonisasi bakteri,stres 
hiperosmolar, efek protein susu sapi,  aktivasi reaksi proinflamasi,  perubahan aliran darah saluran cerna,  pemberian trophic feeding 15-25mL/kgBB/hari ASI atau susu formula, diberikan setiap 2-3 jam pada minggu pertama sesudah  lahir. Pertambahan volume  pemberian trophic feeding secara cepat dilakukan sesudah  toleransi tercapai pada hari ke 3-7 sesudah  lahir. Intoleransi terhadap pemberian nutrisi enteral lebih ditekankan pada keadaan   klinis adanya distensi perut , muntah hijau bilier dan darah. Volume residu cairan lambung yang berisiko tinggi berkaitan  dengan terjadinya EKN yaitu  2-3mL/
kgBB atau >50% dari volume pemberian minum sebelumnya.Osmolaritas nutrisi yang diberikan secara enteral tidak boleh melebihi 400mOsm/L. biasanya  semua susu formula bayi prematur memiliki osmolaritas 400mOsm/L, ASI rata-rata  300mOsm/L dan jika   diberikan fortifikasi osmolaritasnya masih di bawah 400mOsm/L.
Gangguan keseimbangan kolonisasi bakteri komensal usus juga yaitu  pemicu  terjadinya EKN. Prosedur kelahiran dengan bedah Caesar akan mengurangi kontak bakteri normal maternal di jalan lahir seperti Bacteroides, Bifidobacteria, Lactobacillus,  Pemberian terapi antibiotik lama pada neonatus pemicu  infeksi akan mengganggu keseimbangan kolonisasi bakteri komensal dan meningkatkan kolonisasi bakteri patogen 
yang resisten. Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI akan kehilangan kesempatan 
memperoleh  prebiotik yang terkandung dalam ASI sehingga mengalami gangguan keseimbangan bakteri komensal dalam usus,  Air susu ibu mencegah terjadinya EKN. sebab  ada  nitrit/nitrat, L-arginin, glutamin, oligosakarida, laktoferin,  faktor pertumbuhan. Enterokolitis nekrotikans terutama terjadi pada bayi prematur yang  menandakan  gejala secara tiba-tiba meliputi buang air besar berdarah,  adanya tanda klinis sepsis,  intoleransi pemberian minum, distensi  perut ,  Intoleransi minum yaitu  gejala dini terkait EKN15, namun  parameter ini masih belum disepakati sebab  
tidak adanya standar prosedur dalam pengambilan  aspirat cairan lambung,  Penentuan  tingkat beratnya penyakit masih memakai  tanda klinis dan gambaran radiologis berdasar  sistem skor rekayasa  dari Bell, yaitu EKN ringan (Bell stadium I), sedang (Bell stadium II dan berat (Bell stadium III). diagnosa  EKN   ditentukan adanya tanda patognomonik berdasar  gambaran radiologis foto polos perut  dengan ditemukannya pneumatosis intestinalis (Bell stadium II).Prediksi diagnosa  EKN    dilakukan  berdasar  sistem skor parameter klinis 
intoleransi minum dengan adanya residu cairan lambung pada 24 dan 12 jam sebelum 
terjadinya, Akurasi sistem skor ini  cukup baik namun  masih perlu dilakukan validasi eksterna dengan suatu penelitian prospektif untuk  bisa  
dipakai   .  tidak  bisa  diimplementasikan 
sebab  parameter sistem skor yang dipakai  yaitu  faktor risiko meliputi usia kehamilan, pemberian ASI, riwayat pemberian tranfusi, adanya sepsis, asidosis metabolik, Awitan terjadinya EKN dibagi dalam awitan dini, yaitu terjadi 7 hari sesudah  lahir dan awitan lambat 32 hari sesudah  lahir. Faktor 
risiko terjadinya EKN awitan dini yaitu  pemberian steroid sebelum lahir dan proses kelahiran dengan bedah Caesar. sedang  faktor risiko terjadinya EKN awitan lambat ditandai oleh adanya faktor risiko penyakit membran hialin, terapi patensi duktus 
arteriosus dengan indometasin dan lamanya pemberian bantuan ventilator,  pengobatan  medis  untuk mengatasi masalah inflamasi, toleransi pemberian nutrisi enteral dan gangguan keseimbangan kolonisasi bakteri dalam usus. Masalah inflamasi dilakukan dengan tindakan terhadap pemicu nya yaitu adanya gangguan 
ventilasi atau sirkulasi. Intoleransi pemberian nutrisi enteral dihentikan untuk waktu tertentu yaitu 5-7 hari pada tingkat kelainan ringan dan 7-10 hari pada tingkat kelainan sedang dan berat. Antibiotik diperlukan  sesuai dengan jenis kuman pemicu  berdasar  pola kuman di masing-masing pusat pelayanan,  bedah diperlukan  pada 50% masalah  untuk mengeliminasi jaringan nekrotik pada usus,  Tindakan dekompresi ruang perut  untuk mengurangi desakan ruang perut  ke rongga dada dilakukan dengan memasang drain pada rata-rata  75% masalah,  Pencegahan paling efektif yaitu  pemberian nutrisi enteral dengan ASI, baik ASI ibu 
sendiri maupun ASI donor  Salah satu mekanisme pencegahan terjadinya EKN oleh  ASI yaitu  aktivitas enzim glikoten sintetasi kinase dalam menghambat kerja TLR4  sehingga terjadi proliferasi sel stem dan penyembuhan mukosa, 
usaha  pencegahan lain yaitu  dengan memberi  probiotik sebagai usaha  menjaga  keseimbangan kolonisasi bakteri usus. pencegahan EKN memakai  probiotik dengan hasil adanya penurunan mortalitas  dan morbiditas EKN, namun  secara tepat jenis probiotik yang dipakai , waktu dan 
lama pemberian masih belum ada kesepakatan. Pemberian probiotik bakteri Lactobacillus 
rhamnosus  meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel Paneth enterosit dengan 
merangsang TLR9 dan menghambat TLR4.
pengobatan  kuat  bayi prematur diperlukan  untuk mengurangi risiko terjadinya  EKN yaitu pemberian steroid antenatal, retriksi cairan dan pengobatan  kuat  patensi  duktus arteriosus. Strategi pencegahan sedang dalam penelitian yaitu  suplementasi  laktoferin, imunoglobulin per oral dan imunonutrien seperti glutamin dan arginin. 
Laktoferin yaitu  glikoprotein antimikroba yang terkandung dalam kolostrum dan ASI. Hasil riset  Cochrane menandakan  tidak adanya penurunan bermakna morbiditas EKN  dengan pemberian imunoglobulin. Glutamin dan arginin yaitu  asam amino dalam ASI  yang berfungsi melindungi kerusakan mukosa usus. Arginin  bisa  menghasilkan nitrit oksida sebagai vasodilator dan mencegah terjadinya jejas usus sebab  iskemi perfusi, 



Anemia penyakit kronis yaitu  bentuk anemia yang terjadi akibat: infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik yang sudah  berlangsung 
kurang lebih 1 bulan dan tidak ditambah endokrin,  penyakit hati, ginjal, Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan metabolism besi, sehingga terjadi  penumpukan besi, hipoferemia di makrofag, 
Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan 
anemia defisiensi besi dan keduanya memberi  gambaran penurunan besi serum,  Oleh sebab  itu penentuan parameter besi yang lain diperlukan untuk membedakannya, Anemia penyakit kronik yaitu  anemia multifaktorial,  diagnosa nya dilakukan  berdasar pada adanya keadaan    infeksi atau inflamasi kronik seperti adanya infeksi, penyakit  autoimun, penyakit ginjal,  kanker. Adanya anemia mikrositik atau normositik dan 
rendahnya retikulosit yaitu  tanda yang khusus  dari anemia penyakit kronik. Kadar besi serum dan transferrin menurun atau normal, sedang  kadar feritinnya normal atau  meningkat.Ada 3 mekanisme yang bisa menjelaskan terjadinya anemia pada penyakit kronik, 
-Terganggunya eritropoisis sebab  turunnya produksi eritropoitin (EPO) dan tanggapan  
sumsum tulang terhadap EPO
-Metabolisme besi terganggu sebab  meningkatnya hepsidin yang lalu  menghambat penyerapan  besi . 
-Terjadinya pemendekan usia eritrosit sebab  terjadi pelepasan sitokin inflamasi,  terjadi pada pasien kanker atau infeksi granulomatous kronik.
keadaan   inflamasi kronik meningkatkan produksi sitokin seperti IL-1, TNF-α, dan interferon-γ yang langsung menghambat diferensiasi progenitor sel eritroid. Sitokin inflamasi ini akan menekan produksi dari EPO, menurunnya konsentrasi EPO 
di plasma dan meningkatnya apoptosis sel eritroid ,Infeksi oleh invasi mikroorganisme  bisa  mempengaruhi homeostasis tubuh dalam metabolisme besi. Panel A menggambarkan bahwa invasi mikroorganisme, sel ganas ataupun disregulasi autoimun  bisa  mengaktivasi sel T (CD3) dan monosit yang  memicu  munculnya  tanggapan  imun untuk memproduksi sitokin seperti IFN∂, TNFα, IL-1, IL-6, IL-10 (dari monosit dan makrofag). IL-6 dan lipopolisakarida akan merangsang hati untuk memproduksi protein hepcidin yang merangsang penurunan penyerapan besi dari duodenum. IFN∂ dan lipopolisakarida juga akan merangsang ekspresi transporter besi 
DMT-1 sehingga meningkatkan penyerapan besi ke intrasel dalam bentuk diferric (Fe2+), selain juga mempengaruhi penurunan ekspresi dari transporter makrofag besi ferroportin yang memacu penyimpanan besi di makrofag. IL-10 akan meningkatkan ekspresi reseptor 
transferring dan memediasi penyerapan besi terikat transferrin ke dalam monosit. TNF-α 
akan mengaktifkan fagositosis oleh makrofag dan merangsang penurunan pemecahan  eritrosit tua. IL-1, IL-6,IL-10 merangsang ekspresi ferritin memicu penyimpanan dan retensi besi di makrofag lebih lanjut. Semua mekanisme ini  akan memicu  
konsentrasi besi di sirkulasi menurun dan mempengaruhi keadaan besi baik untuk 
metabolise sel-sel tubuh maupun untuk proses erytropoiesis yang akan berkembang  menjadi anemia.   bisa  membatasi perkembangan invasi mikroorganisme yang juga memerlukan  besi untuk proliferasi, Sebagian besar anemia penyakit kronik secara klasifikasi morfologi tergolong anemia  normokromik normositer, tapi rata-rata  sepertiga dari masalah  tergolong hipokromik 
mikrositer. Adanya defisiensi besi fungsional yaitu  sebagai konsekuensi meningkatnya produksi hepsidin,  jika  dilihat hapusan darah tepinya mirip dengan defisiensi besi atau thalassemia yang dipengaruhi oleh produksi hem atau globin, 
 Ciri khas dari anemia penyakit kronik ini yaitu  hipoproliferasi yang ringan hingga sedang (derajat 1 atau 2). Jika menjadi lebih berat (derajat 3, atau memburuk, kadar Hb < 8 g/dl ), maka anemianya 
yaitu  multifaktorial bersama dengan keadaan   yang lain seperti perdarahan saluran  cerna, kehilangan darah  dan inflamasi, terutama pada pasien anak dengan  gagal ginjal kronis, keganasan saluran cerna, pasien yang sedang memperoleh   terapi steroid, atau obat anti inflamasi non steroid. Serum ferritin dan saturasi transferrin sering rendah 
pada anemia penyakit kronik. Kadar serum ferritinnya kurang dari 20 ng/mL. Walau sebagai protein tahap  akut, kadar ferritin bisa normal pada keadaan   inflamasi. Kadar ferritin  > 50 ng/mL jarang pada anemia penyakit kronik,  saat kita menemui pasien dengan anemia, langkah berikutnya yaitu  melihat  indeks sel darah merah (MCV,MCH, MCHC). Dari melihat indeks sel darah merah ini  menggolongkan anemia berdasar morfologi ini menjadi 3 jenis yaitu : anemia  hipokromik mikrositer, anemia normokromik normositer, dan anemia makrositer. jika  anemianya tergolong hipokromik mikrositer, periksa kadar besi serum dan daya ikat  besi total (total iron binding capacity, TIBC). Pada anemia penyakit kronik kadar besi 
serumnya rendah dan TIBC normal atau rendah. jika  morfologinya yaitu  anemia  normokromik normositer lalu  dilihat kadar retikulosit yang rendah , 
2
 penyakit respiratori disederhanakan menjadi 2 aspek  yaitu penyakit yang  terkait parenkim paru dan saluran napas,  Endoskopi saluran napas yaitu  salah satu prosedur   diagnosa  dan pengobatan  berbagai patologi di saluran napas. Berbagai 
teknik  bisa  dipakai  untuk menilai berbagai struktur yang berbeda memakai  endoskopi rigid/kaku dan atau  fleksibel baik untuk diagnosa  atau terapeutik.sedang  peran endoskopi pada kelainan paru parenkimal lebih terbatas dan lebih banyak ditujukan dalam usaha  diagnosa,  penyakit respiratori    disederhanakan menjadi 2 jenis yaitu :
-Penyakit yang terutama mengenai parenkim paru (parenchymal diseases): penyakit atau 
kelainan yang terjadi  bisa  meliputi alveolus, jaringan interstisial dan vaskular paru. 
-Penyakit yang terutama mengenai saluran napas penyakit atau kelainan yang terjadi  bisa  meliputi hidung hingga bronkiolus. Kelainan yang sering 
terjadi,  memerlukan  tindakan endoskopi biasanya  yaitu  kelainan yang  bersifat obstruktif. 
biasanya  endoskopi saluran napas  bisa  berperan diagnosa  atau terapeutik. Kelebihan endoskopi saluran napas untuk diagnosa  yaitu   bisa  menerapkan  keadaan    anatomi intralumen saluran napas dengan lebih akurat dan   bisa  menilai keadaan    saluran napas secara dinamis contoh: untuk melihat stenosis ataupun malasia. Endoskopi 
saluran napas juga  bisa  dipakai  untuk memperoleh  contoh  dari saluran napas 
bawah yang  bisa  berwujud bilasan bronkoalveolar , sikatan/biopsi endobronkial untuk pemeriksaan mikrobiologi atau sitologi yang sangat diperlukan pada pasien dengan imunokompromais atau pneumonia yang refrakter/berulang.Namun 
 kekurangan endoskopi saluran napas yaitu  tidak  bisa  menilai keadaan   ekstraluminal sehingga untuk memperoleh   gambaran yang utuh mengenai kelainan di sistem pernapasan perlu pemeriksaan penunjang yang lain seperti rontgen thoraks atau 
CT scan thoraks.Indikasi terapeutik endoskopi saluran napas antara lain meliputi penyedotan 
contoh: pada mukus plak, reinflasi lobus yang mengalami atelektasis, ekstraksi benda  asing, alat untuk memasukkan obat intra bronkial dan memberi  panduan pada masalah  intubasi yang sulit. saat ini sudah  dilakukan pemasangan 
sten saluran napas pada anak. 
Pada kelainan ini peran bronkoskopi terbatas untuk pengambilan  contoh bilasan  bronkus untuk kelainan parenkim dan biopsi transbronkial. Struktur saluran napas meliputi hidung hingga bronkiolus. Secara artifisial saluran napas    dibagi menjadi saluran napas atas dan saluran napas bawah. 
-Saluran napas bawah meliputi glottis hingga bronkiolus. Namun yang  bisa  diterapkan  oleh bronkoskopi hanya mencapai percabangan bronkus generasi ke 3-4 jika memakai  bronkoskopi fleksibel sedang  jika memakai  
bronkoskopi kaku atau rigid/kaku visualisasi hanya sampai di bronkus utama atau segmen generasi kedua percabangan bronkus.
-Saluran napas atas meliputi hidung hingga struktur supraglotis diatas pita suara. Area 
ini  bisa  diterapkan  dengan pemeriksaan endoskopi saluran napas atas yaitu dengan 
rinofaringolaringoskop. masalah sistem pernapasan yang akan memperoleh manfaat dari prosedur  bronkoskopi meliputi :
Kelainan  terutama mengenai saluran napas 
pasien  bisa  datang dengan keluhan stridor, batuk kronik, ataupun mengi/wheezing yang tidak jelas pemicu nya, obstructive sleep apnea syndrome 
(OSAS), sesak napas oleh sebab  pemicu  aspirasi pneumonia ataupun benda asing  dan hemoptysis atau perdarahan paru.
Dengan prosedur endoskopi  bisa  mendeteksi secara akurat ketidaknormalan  anatomi  saluran napas dan  menentukan letak obstruksi seperti:
massa intraluminal, kompresi saluran napas ekstraluminal, aspirasi benda asing, mukus plak, granuloma saluran napas, fistula trakeoesofageal, trakeal bronkus, laryngeal/trakeal web, papilloma laring, kista laring, stenosis trakea, cincin trakea komplit, stenosis bronkial, polip nasal, celah laring,  hipertrofi tonsiloadenoid, stenosis subglotik, edema subglotik, subglotik,  supraglotik hemangioma dan menentukan lokasi perdarahan.
,  obstruksi saluran napas yang bersifat dinamis juga  bisa  terlihat dengan  endoskopi contoh: paresis/paralisis pita suara. trakeomalasia  bronkomalasia.laringomalasia, kolaps faring, obstruksi dasar lidah, Endoskopi terapeutik  bisa  dilakukan pada beberapa masalah  seperti menyedot mukus plak, pemberian mukolitik intrabronkial contoh: pada masalah  fibrosis kistik ataupun pemasangan sten saluran napas.
Endoskopi saluran napas yaitu  prosedur di bidang respirologi yang  berguna  dalam aspek diagnosa  maupun terapetik dalam mengatasi masalah/penyakit  respiratorik. Prosedur ini yaitu  prosedur yang aman dan berefek  samping minimal jika dilakukan oleh tenaga terlatih. Manfaat utama prosedur ini yaitu  pada  kelainan di saluran napas terutama obstruksi saluran napas yang  bisa  dipicu  oleh berbagai hal. Pada kelainan parenkimal manfaat endoskopi terbatas untuk kepentingan 
diagnosa .
Prosedur endoskopi saluran napas seharusnya tidak dilakukan  jika tidak ada indikasi yang 
kuat, peralatan yang lengkap maupun tenaga yang terlatih. secara klinis tidak ada kontraindikasi mutlak untuk melakukan endoskopi, Kontraindikasi yaitu gangguan perdarahan, bronkospasme berat,  hipoksemia berat,  keadaan    yang  meningkatkan risiko tindakan seperti instabilitas kardiovaskular, 
keadaan    ini sebaiknya di atasi sebelum tindakan endoskopi dilakukan. Komplikasi sesudah  
tindakan sangat jarang, hanya beberapa masalah  fatal saja yang pernah dikeluhkan , 
. Kelainan yang terutama mengenai parenkim
Peran endoskopi pada kelainan ini terbatas terutama untuk tujuan diagnosa .pengambilan  contoh  terutama untuk pemeriksaan mikrobiologi, sitologi  maupun histopatologi banyak bermanfaat pada masalah  tertentu contoh: pneumonia 
berulang atau pneumonia yang tidak betanggapan  dengan pemberian obat standar (refrakter), pneumonia pada imunokompromais pasien seperti HIV/AIDS, imunodefisiensi primer, sesudah  transplantasi organ ataupun pasien dengan kelainan  paru interstisial maupun gambaran radiologis menetap yang tidak jelas pemicu nya.
Prosedur endoskopi saluran napas pada anak biasanya  perlu  tindakan sedasi umum, kecuali pada anak besar dan kooperatif yang  bisa  memakai  anestesi lokal/topical. Sedasi yang dipakai   bisa  berwujud  sedasi sedang dengan conscious sedation hingga anestesi umum tergantung kebutuhan. Alat endoskopi yang dipakai   bisa  masuk melalui hidung atau mulut dengan atau  tanpa artificial airway (jalan napas buatan) seperti masker laryngeal, pipa endotrakeal, 
masker wajah ataupun kanul trakeostomi.
 Alat endoskopi yang dipakai  diameternya disesuaikan dengan usia anak,   dikenal ukuran alat untuk bayi dan anak. Alat endoskopi yang  bisa  dipakai  terdiri dari 2 jenis yaitu endoskopi kaku/
rigid dan fleksibel, 




Ginekomastia yaitu  pembesaran kelenjar mamae yang terjadi pada laki-laki. Hal ini terjadi sebab  adanya gangguan fisiologi hormon steroid yang bersifat sedang  maupun menetap. Ginekomastia terjadi sebab  berbagai macam perubahan dalam 
payudara termasuk jaringan penunjang, proliferasi duktus kelenjar mamae, penambahan 
vaskularisasi, dan sel sel radang kronik. Pembesaran  terjadi pada regio tepat di bawah papila dan areola mamae, ditambah atau tanpa sekresi mirip   kolostrum, teraba lunak,  pembesaran papila dan areola mamae. Ginekomastia jangan disamakan  dengan lipomastia yaitu lemak subkutan, teraba lunak yang seringkali tampak seolah-olah memiliki  payudara pada laki-laki gemuk. Perjalanan klinis ginekomastia  seperti juga efek obat-obatan  bisa  dipantau dengan mengukur diameter lempeng 
jaringan kelenjar mamae setiap 3 bulan sekali. Sering terjadi asimetri pada perkembangan 
ginekomastia, dan perkembangan mamae unilateral  bisa  selalu dipikirkan  sebagai 
stadium perkembangan ginekomastia jika teral. Hormon stimulans pertumbuhan mamae 
yang dominan yaitu  estrogen, sedang  androgen berefek  inhibisi yang lemah. Ginekomastia ini akan terjadi jika  ada  penurunan ratio androgen terhadap estrogen. Peran prolaktin pada genesis ginekomastia masih belum jelas. Prolaktin serum pada kebanyakan pasien ginekomastia dalam batas normal. Prolaktin kadang  ikut berperan  melalui efek tidak langsung pada gonad dan kemungkinan pada fungsi adrenal yang  bisa  memicu  perubahan ratio estrogen atau androgen dalam sirkulasi.
 Pada telars  prematur perkembangan payudara  bisa  terjadi pada salah satu atau kedua payudara. 
Prevalensi telars prematur tertinggi terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, pembesaran payudara sebelum usia 2 tahun dianggap sugestif untuk telars prematur dan resolusi 40% sampai 60% masalah . Telars prematur   menyatakan perkembangan payudara tanpa  tanda-tanda seks sekunder lainnya pada anak wanita  berusia  kurang dari 8 tahun. tanpa  percepatan pematangan tulang, bau badan dewasa,  perubahan perilaku khas pada pubertas, perkembangan rambut, estrogenisasi mukosa vagina, percepatan pertumbuhan linier, Perkembangan payudara unilateral    mencapai 50% pasien. ada pengaruh estrogen sedang  yang lain tidak menemukannya. 
Kadar hormon gonadotropin yang normal maupun meningkat   dikeluhkan .  eksogen juga sudah  dikeluhkan  sebagai pemicu  munculnya  perkembangan telars prematur   melalui ingesti, aborpsi melalui kulit atau kontak dengan lingkungan. Perjalanan alamiah telars prematur beragam  dari regresi, persisten, progresif tanpa ditambah gejala lain hingga pasien memasuki usia pubertas ataupun berkembang menjadi pubertas prekoks sentral.
Patogenesis telars prematur masih kontroversial. Ada yang mengatakan telars prematur dipicu  oleh meningkatnya kepekaan  secara tidaknormal  jaringan mamae ,  terhadap peningkatan sekresi estrogen fisiologis.  telars prematur mungkin dipicu  oleh peningkatan sedikit estrogen ovarium sebagai tanggapan   terhadap peningkatan kadar gonadotropin transient.  telars prematur mungkin
dipicu  oleh produksi estrogen yang berlebihan secara autonom dari folikel ovarium  yang mengalami transformasi kistik dan luteinisasi pada tahun pertama hingga ke-empat kehidupan.  telars prematur  diduga  bisa  dipicu  oleh peningkatan 
produksi estrogen dari prekursor adrenal. 
diagnosa  tampak pola pertumbuhan linier masih normal tanpa adanya akselerasi, usia tulang masih sesuai dengan usia kronologik. Pada pemeriksaan USG pelvis terlihat uterus berukuran prepurbertal ruangan (rasio korpus banding serviks yaitu  1: 2), tidak adanya menstruasi. Pemeriksaan hormonal pada telars prematur memperlihatkan pola 
prepubertal. Kadar hormon estradiol berada dalam tingkat prepubertal sesuai dengan usia  pasien, namun kadang  sedikit meningkat. Kadar FSH basal dan LH biasanya  normal, namun FSH mungkin agak meningkat.  juga terhadap uji stimulasi 
LHRH menandakan  pola prepubertas. 
 Telars prematur yaitu  suatu keadaan   yang self limited dan jarang  menjadi pubertas prekoks sentral.    telars prematur yang terjadi  usia kurang dari 3 tahun memiliki  prognosis yang baik, sebab  payudara biasanya   akan mengalami regresi spontan, sehingga disarankan untuk tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak perlu. terapi sesegera  mungkin  bisa  segera dilakukan pada pasien telars prematur yang berkembang menjadi pubertas prekok sentral.  dampak yang dimuncul kan pubertas prekoks sentral sangat mengganggu. Oleh sebab itu setiap pasien 
telars prematur perlu diamati secara berkala. pemicu  ginekomastia   oleh sebab  hipogonadisme primer 7%, tumor testis 2%, hipogonadisme sekunder 2%, hipertiroid 1%,  gagal ginjal kronik 1%obat-obatan  25%, tidak ditemukan kelainan pada 26%, ginekomastia pubertas yang menetap 27%, sirosis hepatis atau malnutrisi 9%, 
1. Ginekomastia patologis
Ginekomastia patologis yaitu  ginekomastia yang dipicu  oleh efek samping obatobatan atau kelainan endokrin atau penyakit, Kelainan endokrin 
pada ginekomastia patologis biasanya  kelainan endokrin yang secara potensial memicu  penurunan konsentrasi androgen (hipogonadism) atau peningkatan sekresi estrogen. Androgen akan mengalami aromatisasi perifer di jaringan menjadi 
estrogen. Rasio androgen dan estrogen ini yang berperan pada terjadinya ginekomastia. 
Pada sindrom Klinefelter terjadi hipergonadotropik hipogonadism seringkali ditemukan  ginekomastia, sebab  terjadi disgenesis gonad. Pada hipertiroid    ditemukan  ginekomastia sebab  terjadi peningkatan produksi androstenedion dan peningkatan aromatisasi androgen perifer. Ginekomastia yang terjadi pada malnutrisi biasanya  muncul  sesudah  peningkatan masukan kalori, mungkin berkaitan  dengan disfungsi 
hati, selama kelaparan produksi hormon seks turun, saat  masukan makanan menjadi normal produksi estrogen maupun androgen meningkat dan terjadilah ginekomastia dan pembesaran payudara biasanya menghilang sesuai perbaikan fungsi hati. 
2. Ginekomastia idiopatik
Ginekomastia idiopatik sesudah  dicari pemicu nya tetap tidak diketahui dan ginekomastia idiopatik tidak memicu  gangguan kesehatan yang berarti. 
3. Ginekomastia fisiologis
-Ginekomastia usia lanjut
Ginekomastia usia lanjut yaitu  ginekomastia yang ditemukan pada laki-laki usia lanjut.
-Ginekomastia pada neonatus
Pembesaran payudara pada neonatus diduga dipicu  oleh faktor estrogen maternal atau plasenta atau kombinasi keduanya. Pembesaran ini  bisa  atau tidak berkaitan dengan produksi ASI dan biasanya hilang dalam beberapa minggu, 
walaupun pada beberapa masalah  tertentu  bisa  menetap lebih lama. 
-Ginekomastia pubertas
Ginekomastia pubertas selalu diawali dengan tanda-tanda perkembangan seks laki-laki seperti perkembangan rambut pubis, pigmentasi kulit skrotum, dan pembesaran testis (volume 8 ml) khas ada  sedikitnya 6 bulan sebelum onset pembesaran payudara. Pada usia 10-17 tahun kira-kira 50% anak lakilaki menderita ginekomastia transien dengan puncak insidens (69%) pada usia 
14 tahun. Ginekomastia pubertas akan menghilang 79% dalam 2 tahun dan menghilang 95% dalam 3 tahun, menjadi ginekomastia besar kira kira 10%. 
Pada ginekomastia pubertas, diameter kelenjar mamae biasanya kurang dari  4 cm mirip  breast bulding. jika   ukaran mamae pada ginekomastia 
serupa dengan M4 atau M5 stadium pubertas wanita  maka dinamakan  makroginekomastia. Pada makroginekomastia regresi spontan tidak mungkin terjadi. 
diagnosa  yaitu  membedakan ginekomastia fisiologis atau patologis. 
Pada anamnesis riwayat pemakaian obat-obatan  penting selain riwayat keluarga dengan ginekomastia menetap. harus diidentifikasikan ada tidaknya gagal ginjal, sirosis hepatis, hipertiroid, hipogonadisme, malnutrisi,  trauma lokal dinding dada. Pemeriksaan fisik untuk memeriksa tanda tanda ginekomastia  dan mencari tanda-tanda penyakit yang mendasarinya. Pemeriksaan laboratorium  dilakukan, 
pengobatan :
- Tamoksifen dan raloksifen yaitu  anti estrogen, tamoksifen yang  berkompetisi dengan estrogen binding site jaringan mamae.  efektif   diberikan dengan dosis 10-20 mg/kali diberikan 2 kali 
sehari pada remaja. Efek samping  nause  abdominal discomfort pada laki-laki yang diobati dan tidak perlu  penghentian pengobatan. 
-. Testolakton yaitu  suatu aromatase inhibitor, dosis yang diberikan 150 mg/ kali 3 kali sehari, yaitu  dosis aman yang tidak menghambat sekresi gonadotropin atau memperlambat pubertas. 
-. Dihidrotestosteron heptanoat diberikan secara intra muskuler  belum ada  secara komersial. Obat ini tidak mengalami aromatisasi  menghambat pembentukan mamae.
-. Hasil terapi demgan raloksifen klomifen sitrat, tamoksifen, testolakton, danasol,  testosteron atau dihidrotestosteron heptanoat dikeluhkan  dengan hasil yang tidak konsisten. 
Indikasi bedah pada ginekomastia yaitu  jika   ukuran melebihi 6 cm atau jaringan mamae menetap lebih dari 4 tahun dan sudah terjadi fibrosis luas, dan adanya stres psikologis berat
-. Pengobatan ginekomastia tergantung pada pemicu  dan lamanya menderita ginekomastia.
-. Pada 90% masalah  ginekomastia pubertas terjadi regresi spontan dalam 3 tahun 
atau dalam 6 bulan dengan terapi medis.




 Epigenetik yaitu   mekanisme yang mengendalikan  apakah gen tertentu akan menjadi aktif atau 
inaktif.  Epigenetik yaitu   lingkungan yang    mempengaruhi ekspresi gen dan memanipulasi 
perkembangan awal yang  bisa  menjadi faktor predisposisi munculnya  alergi.pasien  memiliki beberapa gen yang tidak dieskspresikan atau diekspresikan  pada jaringan tertentu atau pada keadaan    tertentu. contoh , setiap sel di dalam tubuh kita memiliki kode genetik yang sama, namun profil gen yang diekspresikan pada 
masing-masing sel dan jaringan berbeda, seperti kulit, otot, tulang,  organ lain. Variasi  ini diatur melalui suatu program epigenetik yang parah , yang menentukan apa, kapan  dimana sebuah gen akan diekspresikan. Mekanisme epigenetik ini tidak mengubah sekuens DNA yang secara mitosis atau meiosis diturunkan.  ini menjelaskan mengapa 
pada keturunan yang memilki DNA identik belum tentu memunculkan ciri atau sifat  yang sama.
Epigenetik dan pengendalian  ekspresi gen
Pada sel eukariotik, gen-gen di dalam rantai DNA dikemas membentuk struktur kromosom yang berada di dalam nukleus sel. Rantai DNA mengelilingi histon membentuk nukleosome yang terikat menjadi suatu untaian dinamakan  kromatin. Dalam hal ini epigenetik diartikan  sebagai perubahan kimia yang  bisa  membuka’ untaian kromatin dan struktur DNA sehingga gen  bisa  diekspresikan atau menutup’ untaian kromatin sehingga gen tidak dieskspresikan. contoh proses regulasi ekspresi gen  antara lain metilasi DNA dan rekayasa  histon. Metilasi DNA yaitu  proses biokimia  yang berkaitan terhadap penambahan gugus metil terhadap nukleotid DNA.  ini 
yaitu  proses epigenetik yang paling utama pada gene silencing dan secara subsekuens 
menginhibisi transkripsi gen. sedang  rekayasa  histon yaitu  serangkaian perubahan berwujud  metilasi, asetilasi atau fosforilasi sepanjang rekayasa  post translasi dari berbagai  macam protein histon. Efek dari rekayasa  histon ini  bisa  beragam  mulai dari aktivasi  hingga inaktivasi gen dan   bisa  juga terjadi beberapa perbaikan fungsi DNA. faktor lingkungan dinamakan  berpengaruh terhadap regulasi ekspresi gen antara lain paparan zat kimia, asap rokok, hormon, perubahan suhu, komponen di dalam makanan dan stress. Epigenetik menjelaskan bagaimana lingkungan  bisa  mempengaruhi ekspresi gen dalam waktu yang sangat cepat tanpa harus mengubah sekuens DNA itu sendiri. inilah yang membuka pandangan  bahwa lingkungan  bisa  berpengaruh terhadap  penyakit. Dengan mengetahui faktor apa yang mempengaruhi rekayasa  ekspresi gen sehingga memicu  suatu penyakit tertentu, maka  bisa  juga menjadi strategi untuk melakukan rekayasa  gen dalam mencegah terjadinya penyakit ini .
Peran epigenetik terhadap perkembangan imun dan munculnya alergi, Selama proses perkembangan embrio dan janin, proses epigenetik ini  beragam dan dinamis  sehingga sebuah sel  bisa  berdiferensiasi menjadi berbagai jaringan dan 
organ  .  juga dengan perkembangan sistem imun pada awal masa kehidupan. Selama proses kehamilan, perkembangan sistem imun janin sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, fluktuasi hormon selama kehamilan,  sistem imun maternal. Janin mengandung antigen asing dari paternal yang lalu  ditanggapi  oleh sistem imun berwujud  T helper 1 (Th1). Sistem imun Th1 bekerja sebagai sistem pertahanan tubuh yang siap untuk menyerang atau menolak antigen asing. Namun, pada kehamilan, terjadi perubahan tanggapan  imunologi secara parah  yang mencegah terjadinya rejeksi antigen janin ini. perubahan hormon mampu menginduksi  tanggapan  imun T helper (Th2) yang akan melindungi janin dan menekan tanggapan  imun  Th1.   bukti  terjadi  peningkatan tanggapan  imun Th2 dan penurunan Th1 pada masa kehamilan.8
Pada saat bayi baru lahir, diperoleh sel T yang masih imatur dengan dominasi  sel Th2 akibat pengaruh efek Th2 maternal dan pengaruh hormon pada kehamilan. Meskipun tanggapan  imun bayi baru lahir  bisa  memberi  tanggapan  imun pertahanan Th1  jika  terjadi paparan infeksi, namun kemampuan ini lebih rendah dibandingkan dengan tanggapan  imun pada anak yang lebih tua atau dewasa. dikeluhkan  bahwa pada pasien anak 
normal menandakan  perubahan gradual dan progresif tanggapan  imun dari Th2 menjadi 
Th1. dinamakan   bahwa paparan dengan mikroba pada awal kehidupan yaitu  hal yang penting dalam switching tanggapan  imun Th1 dan jika  perubahan ini tidak terjadi maka tanggapan  imun akan dominan oleh Th2 sehingga berisiko mengalami penyakit alergi. Salah satu mekanisme bagaimana epigenetik mempengaruhi sistem imun selama  proses perkembangan janin yaitu  teori epigenetik. Perubahan epigenetik mengatur 
gen untuk produksi sitokin tertentu yang akan mempengaruhi apakah sel T naive akan 
berdiferensiasi menjadi sel Th1 atau Th2. Sitokin Th1 seperti IL-12 dan IFN-É£ yaitu  komponen yang penting dalam menekan tanggapan  imun alergi yang diperankan oleh sel Th2. sedang  sitokin Th2 seperti IL-4 mampu menginduksi diferensiasi sel T naive menjadi sel Th2. Keseimbangan antara sitokin-sitokin inilah yang salah satunya  bisa  
mempengaruhi muncul atau tidaknya alergi.10
Pada bayi baru lahir, fungsi gen sitokin Th1 secara epigenetik dinonaktifkan melalui 
 mekanisme  penambahan gugus metil ke dalam rantai DNA.  Seiring dengan bertambahnya usia, gugus metil ini lalu  akan hilang sehingga 
memicu  gen sitokin Th1 menjadi aktif. dinamakan  bahwa terjadinya metilasi DNA ini dipicu  sebab  paparan mikroba saat proses kehamilan. Teori  terkait  keadaan    ini yaitu   hygiene hypothesis  yang menyatakan bahwa paparan mikroba pada saat  awal kehidupan  bisa  mencegah terjadinya alergi. Paparan mikroba  menginduksi 
tanggapan  imun Th1. Dengan berkembangnya tanggapan  Th1 yang dominan lalu  akan 
menekan tanggapan  imun Th2 sehingga kejadian alergi  bisa  dicegah. bahwa pada pasien anak dengan alergi, terjadi penurunan tanggapan  imun Th1 dan peningkatan  tanggapan  imun Th2 bahkan sebelum munculnya gejala klinis alergi. tanggapan  imun tidak akan terlepas dari tanggapan  imun innate yang diperankan  oleh APC (Antigen Presenting Cells). APC yaitu  pertahanan awal yang mampu mengenali bakteri atau mikroba lain dan lalu  memberi  sinyal untuk aktivasi  dan diferensiasi sel T. Pada tahap ini, regulasi epigenetik mampu mempengaruhi aktivasi  gen sitokin yang bertanggung jawab terhadap diferensiasi sel T baik melalui proses DNA 
metilasi maupun rekayasa  histon. Sitokin yang dihasilkan akan mengaktivasi faktor  transkripsi sesuai dengan jalur diferensiasinya, seperti IL-12 dan IFN-É£ akan mengaktivasi  STAT1/T-bet untuk diferensiasi Th1; IL-4 mengaktivasi STAT6/Gata3 untuk diferensiasi  Th2; sinyal dari sitokin IL-6 dan TGF-β akan mengaktivasi RORγ untuk diferensiasi 
Th17; dan TGF-β mengaktivasi FoxP3 untuk diferensiasi T reg.11 Melalui mekanisme 
regulasi inilah keseimbangan sel T dipertahankan. Ketidakseimbangan diferensiasi sel T  akan memicu  munculnya berbagai keadaan    penyakit seperti alergi atau autoimun. contoh  pada patogenesis alergi, tanpa sinyal pro-Th1 dari APC, maka diferensiasi sel T  cenderung mengarah menjadi sel Th2.    ini  ditemukan pada  anak  alergi, dimana tanggapan  imun Th2 lebih dominan.
Peran faktor lingkungan terhadap regulasi epigenetik,  Beberapa faktor lingkungan yang dikaitkan dengan regulasi epigenetik dalam munculnya penyakit alergi antara lain :Alergen
Pengaruh alergen terhadap regulasi epigenetik pada pasien dengan asma dan alergi  dikaitkan dengan peningkatan metilasi DNA sesudah  sensitisasi alergen. Alergen yang  ditanggapi  oleh sel Th2 berkorelasi dengan penurunan ekspresi sitokin IFN-É£  yaitu  sitokin utama untuk diferensiasi Th1. terjadi metilasi DNA pada beberapa lokus gen pada populasi  pasien dengan alergi HDM.  , pasien yang terpapar HDM menandakan  peningkatan tanggapansuper  jalan napas, inflamasi dan remodeling jalan napas.
Salah satu faktor dinamakan  protektif terhadap alergi yaitu  paparan mikroba pada masa awal kehidupan.  anak yang tumbuh besar dalam lingkungan pertanian tradisional berisiko  lebih kecil terhadap penyakit alergi pernapasan. Pada pasien anak yang tinggal di lingkungan pedesaan menandakan  gambaran jumlah sel Treg  yang meningkat menonjol  sesudah  stimulasi dengan lipopolisakarida.  bahwa gen antibakterial seperti RANTES, lipocalin-2 (LCN-2), dan prostaglandin E synthase (PTGES) memperantarai peningkatan kadar asetilasi histon yang  memicu  aktivasi gen yang berkaitan dengan tanggapan  imun Th1 yang akan mencegah munculnya  penyakit alergi.
 gaya hidup yaitu   faktor  yang mempengaruhi 
regulasi epigenetik.  pada jaringan adiposa terjadi penurunan tingkat ekspresi gen yang berkaitan dengan fosforilasi oksidatif karbohidrat, asam amino dan metabolisme lipid. Metilasi DNA yang terjadi pada beberapa lokus gen seperti CCL5, 
IL2RA dan faktor transkripsi T-box (TBX21)  bisa  memicu  polarisasi Th1. tingkat metilasi lebih tinggi dibandingkan golongan  non kegemukan . Di sisi lain, terjadi peningkatan metilasi promoter untuk TGF-β, yang mengkode sitokin yang berkaitan  dengan aktivitas anti-inflamasi dan fungsi sel Treg. Lebih lanjut, metilasi promoter juga 
ditemukan pada gen FCER2, yaitu reseptor dengan afinitas yang rendah untuk IgE. Hal ini  yaitu  contoh peranan alterasi epigenetik sebagai mekanisme perubahan metabolik dan pengaruhnya terhadap ekspresi gen yang berkaitan pada perkembangan  fenotip alergi.
Salah satu komponen yang penting dalam donor metil pada proses metilasi DNA yaitu  asam folat. Hal ini  akan mengubah epigenom suatu gen sehingga gen menjadi inaktif. Konsumsi asam folat pada kehamilan dikaitkan dengan kejadian munculnya alergi pada anak. Namun beberapa penelitian menandakan  hal yang sebaliknya. 
belum ada bukti yang menandakan  saran  pemakaian  suplementasi folat selama 
kehamilan untuk mencegah terjadinya alergi.
Paparan asap rokok selama kehamilan yaitu  faktor berkembangnya asma pada anak. disebab  komponen yang dihasilkan dari asap rokok yaitu  toksik dan menurunkan fungsi metabolik dengan cara mempengaruhi program epigenetik pada tipe sel yang berbeda. Induksi metilasi DNA  dan asetilasi histon pada beberapa gen mengindikasikan bahwa mekanisme epigenetik 
akibat paparan asap rokok  bisa  mempengaruhi kejadian asma. ada   wheezing, asma,  positif skin prick test pada anak dari  ibu yang terpapar asap rokok selama kehamilan.
Stress yaitu   dalam bagian rekayasa  epigenetik.  sebagai faktor risiko  patogenesis dan keparahan asma pada anak. Reseptor membran untuk adrenal adenylate cyclase-activatingpeptida (ADCYAP1R1) yaitu  ekspresi tertinggi dalam hipotalamus dan struktur limbik yang berintegrasi pada tanggapan  
stress.  status metilasi lebih tinggi pada gen 
ADCYAP1R1 dan peningkatan ini berkaitan  dengan perkembangan asma, khususnya  pada anak dengan pengalaman kekerasan dalam keluarga. mekanisme ini juga  diperantarai oleh modulasi aksis HPA oleh stressor yang akan memicu  gangguan pada regulasi sistem imun, terutama sistem imun Th2.
Minyak ikan yaitu  salah satu sumber  asam lemak omega 3 yang menjadi prekursor kebanyakan mediator anti-inflamasi. Konsumsi minyak ikan selama kehamilan, awal kehidupan atau keduanya dinamakan   bisa  mencegah perkembangan 
penyakit alergi.  ada  mekanisme perubahan 
pada faktor κΒ subunit p65 dan deasetilasi histon pada sel makrofag.  bahwa konsumsi minyak ikan  saat kehamilan    menurunkan risiko terjadinya alergi makanan, asma, positif skin prick 
test dan kejadian atopi pada anak.



Infeksi sistem saraf pusat (SSP) yaitu  infeksi yang dipicu  oleh patogen yang    mengenai otak dan medula spinalis. Infeksi pada otak seperti subdural,  ventrikulitis, meningitis, ensefalitis, abses otak, empiema, yang berdampak pada   kematian dan kecacatan. Infeksi SSP    memicu  gejala sisa akut maupun kronik seperti kejang, hidrosefalus, kekurangan  neurologis fokal, tuli , kognitif,  tingkah laku. Infeksi SSP  bisa  dipicu  oleh bakteri, virus, jamur, parasit,  autoimun. pengobatan  tergantung dari cepatnya  diagnosa  dan pemberian terapi 
yang sesuai.diagnosa  bayi dan anak dengan sangkaan infeksi SSP dimulai dengan evaluasi 
gejala klinis yang  bisa  memberi  informasi ke arah diagnosa  etiologi. Identifikasi agen pemicu  yang sangat tergantung dari hasil diagnosa  cairan serebro spinalis (CSS) melalui tindakan pungsi lumbal. Neuroimaging juga berperan  penting dalam membuat keputusan diagnosa  dan terapeutik.
Meningitis bakterial yaitu   peradangan dari leptomeningen, akibat adanya bakteri di rongga subarakhnoid. diagnosa  yang cepat  diperlukan untuk penyakit yang mengancam nyawa namun   bisa  diobati ini.Gejala klinis dari meningitis bakteri yaitu  kaku kuduk,  penurunan kesadaran. demam, Gejala klinis awal pada bayi    berwujud  menangis lemah, gerak yang kurang aktif, letargi, tidak mau makan sampai yang paling parah ditemukan  adanya gangguan napas. Gejala  awal pada anak usia  1 – 4 tahun meliputi demam muntah, kaku kuduk,  Letargi, gelisah, anoreksia,  fotopobia, Pada   penyakit lebih lanjut    ditemukan, kejang ubunubun besar (UUB), membonjol,  koma.  nyeri 
kepala dan leher.,  ditemukan  paresis nervus kranialis akibat   peningkatan tekanan intrakranial, edema papil, kelemahan  tungkai dan pada 
anak yang lebih besar ada  ataksia. Ada dua tampilan gejala klinis pada meningitis bakterial, yang pertama demam ditambah gejala non khusus  yang lain, muncul beberapa hari dengan atau tanpa fokus infeksi yang jelas (contoh  saluran napas atas atau saluran cerna). Pasien dengan infeksi SSP  dengan gejala non khusus  akan sulit menentukan kapan awitan yang pasti dari meningitis. Tampilan yang kedua, sangat akut, tidak jarang fulminan dan ditambah gejala dan tanda  sepsis (gangguan kardiovaskuler, manifestasi di kulit seperti ruam eritema, makulopapular atau ptekial), lalu  meningitis berkembang menjadi berat dalam beberapa jam, 
Meningismus yaitu  kekakuan leher dan otot di punggung untuk menghindari nyeri akibat peradangan meningen. Tanda klinis iritasi meningeal termasuk tanda Kernig  (ekstensi pasif sendi lutut pada paha dalam keadaan   fleksi dan memicu  nyeri di punggung), tanda Brudzinski (fleksi pasif di leher memicu  fleksi spontan di tungkai bawah, tanda tripod (dalam keadaan   duduk, anak menahan punggung dengan meletakkan 
kedua lengan dibelakang bokong), tanda knee-kissing (anak tidak  bisa  mencium lututnya 
sendiri). Kaku kuduk hanya 1 – 2 % tidak ditemukan  pada bayi dan anak, semakin muda 
usia  anak gejala kaku kuduk kurang menonjol.1
Kejang muncul  sebelum masuk RS atau dalam 2 hari pertama perawatan pada  30% anak dengan meningitis bakterial. Kejang   bukan   prediktor yang buruk. Adanya tanda neurologis fokal seperti paresis, kelumpuhan saraf kranial, dan kejang fokal sering yaitu  prediktor luaran yang buruk untuk kerusakan otak yang permanen.Arthritis    mendahului meningitis H. influenzae dan N. meningitidis,  bisa  memicu  kesalahan pada pemeriksaan neurologis dengan monoparesis. Arthritis  ditemukan  di sendi lutut dan siku. Dari pasien dengan septik arthritis H. influenzae 30% 
ditambah dengan meningitis. Sellulitis periorbital muncul  pada meningitis H.influenzae.
 diagnosa  banding, pada meningitis aseptik, 
ensefalitis, abses otak, kejang demam, trauma kepala, perdarahan intrakranial,  meningitis neoplasma. agen pemicu   seperti jamur, rikettsia, 
 tuberkulosis. Anak dengan kejang demam sederhana  kecil kemungkinannya suatu meningitis bakterial, infeksi shunt SSP muncul  kira – kira pada 10% masalah , biasanya muncul  antara 1 – 2 
bulan sesudah  pemasangan shunt. Kebanyakan infeksi dipicu  Staphylococcus koagulasenegatif atau Staphylococcus aureus, juga bisa flora di kulit. Infeksi shunt harus dicurigai pada setiap anak dengan terpasang shunt ditambah dengan demam.
Keterlibatan SSP pada tuberkulosis ekstrapulmoner yaitu  suatu keadaan   yang 
mengancam nyawa anak, rata-rata  1 – 2 % anak terkena meningitis jika   penyakit TB tidak diobati. Meningitis tuberkulosa (MTB) jarang ditemukan  pada anak dibawah 3 bulan namun  masalah  meningkat dalam 5 tahun pertama. Riwayat kontak dengan penderita TB dewasa sering ditemukan  pada meningitis tuberkulosa., Onset dari meningitis tuberkulosa  bisa  dibedakan dengan penyakit lain yaitu  menetapnya gejala klinis dan berfluktuasi. Gejala klasik MTB berwujud  rangsangan 
meningeal subakut, namun gejala ini biasanya tidak ditemukan pada awal penyakit baik anak maupun dewasa. diagnosa  dan pengobatan dini yaitu  faktor risiko tunggal  untuk menilai luaran pada anak dengan MTB. Pada anak yang kecil gejala awal berwujud   berat badan tidak bertambah, demam tidak tinggi, dan lemah. lalu  gejala awal yang  bisa  disembuhkan total ini  bisa  berkembang menjadi koma, opistotonus,  kematian. Pada anak yang lebih besar, gejala awal  yaitu  demam, sakit kepala  muntah  flu. Kontak dengan 
penderita TB aktif dewasa bisa menjadi petunjuk diagnosa  yang penting. jika   gejala klasik neurologi lanjut MTB (termasuk kaku kuduk, koma, kejang, tanda peninggian tekanan intra kranial [TIK], parese nervus kranialis, hemiparesis, and gerakan involunter)  muncul , diagnosa  MTB   mudah dilakukan  namun    biaya pengobatan  mahal.
Gejala meningitis tuberkulosa  berkembang perlahan dalam beberapa hari sampai minggu, namun  awitan akut ditemukan  pada separuh anak. Gejala awal sering tidak jelas terdiri dari status gizi yang buruk, iritabilitas, dan apati (stadium I). Pada bayi  kecil gejala yang sering ditemukan  yaitu  demam, batuk, penurunan kesadaran, UUB 
membonjol, kejang tonik-klonik umum. Pada anak yang lebih besar ditemukan  demam yang  tidak tinggi, mual, muntah, pusing  dan sakit perut. Kaku kuduk sering tidak begitu jelas. Pada stadium II, ditemukan kekurangan  saraf kranial unilateral dan jika teral, gangguan  neuro-oftalmologi seperti neuritis retrobulbar, palsi gaze, dan lesi di khorioretina. Stadium III, kesadaran  menurun  kejang, papil edema,  kekurangan  neurologis mayor.   pasien ditemukan  hiponatremia yang dipicu  oleh SIADH atau yang lebih jarang sidroma cerebral salt-wasting.


Ensefalitis yaitu  peradangan akut dari parenkim otak, terbanyak dipicu  oleh virus  mumps, herpes simplex virus (HSV), cytomegalovirus (CMV), varicella zoster virus (VZV), enterovirus, dan virus  lainnya.  gejala pusing  muntah,   anak dengan ensefalitis virus sering   kejang dan penurunan kesadaran yang beragam  dari somnolen sampai koma. Demam  dengan suhu   dari rendah sampai 400C atau lebih.Pasien  ensefalitis    memiliki menifestasi kelainan dari parenkim otak, namun  
kebanyakan berkaitan  dengan manifestasi infeksi meningens,  ini sering tumpang  tindih dengan meningoensefalitis. Kejang, fokal atau umum, ditemukan  pada  60% bayi atau anak dengan ensefalitis.  Kejang fokal yang refrakter mengindikasikan  pemicu nya yaitu  HSV. Pemeriksaan neurologis pada anak dan remaja dengan ensefalitis    ditemukan  hiperrefleksia, ataksia, gangguan kognitif,  kekurangan  neurologis fokal seperti hemiparesis,  afasia. Gejala yang berat ditemukan  tanda peninggian tekanan intrakranial (TIK) termasuk ketidaknormalan postur,  pupil, respirasi, Ensefalitis autoimun sebab  pemicu   ensefalitis yaitu  dipicu  infeksi, ada  kriteria diagnosa   dan pedoman konsensus untuk ensefalitis sebagai suatu proses infeksi. Namun, dalam 10 tahun terakhir ini meningkatnya jumlah masalah  non infeksi, sebagian besar autoimun 
dan yang paling banyak yaitu  ensefalitis reseptor anti N-methyl-D-aspartate (NMDA), Berbeda dengan gejala khas ensefalitis, yang cenderung mendadak dari 24 sampai  72 jam, ensefalitis reseptor anti-NMDA dimulai perlahan, sering beberapa hari sampai  beberapa minggu. Manifestasi klinis pada orang dewasa dan anak  ditemukan kejang atau pusing  namun gejala khas dari ensefalitis reseptor anti-NMDA berwujud  gangguan tingkah laku seperti kecemasan, agitasi, delusi atau paranoid, disfungsi memori, dan 
halusinasi visual atau auditori. rata-rata  40% dari anak-anak dengan gangguan ini memiliki 
kejang atau gangguan gerak (koreoatetosis dan tardif orofasial),  beberapa ditemukan mutism atau katatonia. Tumor ovarium, pemicu sering pada wanita dewasa dengan antiNMDA ensefalitis reseptor, namun jarang ditemukan pada anak. rata-rata  20% dari orang dewasa dengan ensefalitis reseptor anti-NMDA memiliki pola EEG  extreme delta brush . 40% pemeriksaan MRI pada anak dengan ensefalitis reseptor anti-NMDA ada  peningkatan intensitas sinyal fokal atau multifokal terutama pada substansi otak putih, 
Mielitis transversa Demielinasi dari medula spinalis dinamakan mielitis transversa. Gejala klinis  bisa  berwujud  kelemahan jika teral dari ekstremitas bawah, gangguan sensorik dan otonom. Paresis  bisa   terjadi dengan hiporefleksi dan lalu  menjadi hiperrefleksi,  ini  bisa  terjadi 
bergantung pada letak lesi. Pemeriksaan MRI dan diagnosa  cairan serebrospinal  diperlukan untuk evaluasi pelaksanaan  diagnosa . Pungsi lumbal
diagnosa  etiologi dari infeksi SSP berdasar  dari diagnosa  CSS. Lumbal pungsi (LP) sebaiknya dilakukan walaupun hanya sedikit bukti dari gejala meningitis. Jarang dilakukan pengambilan  CSS dari tempat lain termasuk ventrikel dan reservoir VP shunt. Pungsi lumbal yaitu  prosedur  jarang ditemukan  komplikasi yang  serius. Sakit kepala  bisa  ditemukan  1 – 6 jam sesudah  LP  biasanya ringan. Jika ditemukan  biasanya lokasinya di frontal dan diperberat dengan pergerakan dari posisi tidur ke  duduk atau berdiri. Sakit kepala sesudah  LP dipicu  terus mengalirnya CSS dari tempat  pungsi yang memicu  turunnya tekanan CSS dan traksi dari struktur sensitif-nyeri. 
Masalah ini  bisa  dikurangi dengan mengambil hanya sedikit CSS dan memakai  jarum yang lebih kecil.Herniasi batang otak dan serebelum tonsil ke foramen magnum  jarang  ditemukan  pada anak. Risiko herniasi  berkaitan  dengan peninggian fokal tekanan  TIK. Risiko munculnya  meningitis pada anak sepsis yang dilakukan LP tidak bermakna, 
dan bukan   kontra indikasi.
Bacterial Meningitis Score, untuk mendeteksi anak dengan pleiositosis CSS yang  berisiko rendah untuk meningitis. Pasien digolongkan  dengan risiko sangat rendah jika   tidak ditemukan  semua dari yang berikut ini: pewarnaan Gram CSS positif, hitung  neutrofil absolut CSS minimal 1000/μl, kadar protein CSS paling sedikit 80 mg/dl, 
hitung absolut netrofil darah tepi minimal 10.000/μl, dan riwayat kejang sebelum atau  saat pemeriksaan.Lumbal pungsi ulangan pada meningitis bakterial hanya diindikasikan jika   
ditemukan  keterlambatan sterilisasi CSS, relaps atau sangkaan rekurensi meningitis. Pungsi 
lumbal sebaiknya tidak diulang, kecuali hasil yang diharapkan  bisa  merubah pengobatan  pasien. Kebanyakan pasien hanya perlu  sekali LP.
Kontra indikasi dari LP ada empat: 
- Riwayat atau gejala gangguan perdarahan.
- Tanda infeksi di tempat melakukan pungsi (pioderma, sellulitis, erisipelas).
- Tanda peninggian TIK fokal yang nyata ( lesi masa dan atau  shift of the midline pada 
neuroimaging, penurunan kesadaran, ketidaknormalan  fokal pada pemeriksaan fisik neurologis) yang ditemukan pada pemeriksaan fisik atau pencitraan neurologis.
- Gangguan kardiorespirasi yang berat, terutama pada neonatus atau anak dengan sakit  parah.
Pada keadaan   diatas LP sebaiknya ditunda sampai keadaan   penyakitnya dikoreksi 
atau dieksklusi jika  memungkinkan.
Pasien dengan meningitis bakterial biasanya didahului bakteremia,  ini berdasar  patogenesis penyakitnya. pengambilan  sampel kultur darah pada saat masuk sangat berharga dan positif pada 80 – 90% masalah  meningitis bakterial. Kultur bakteri dari tempat lain seperti kulit, mukosa, hidung dan tenggorokan tidak membantu. Kultur dari fokus infeksi seperti sellulitis (periorbital, buccal), efusi telinga tengah, sinusitis, mastoiditis, 
dan urin pada bayi muda kemungkinan  bisa  menemukan bakteri patogen pemicu  meningitis. Pemeriksaan hapusan Gram dan kultur dari ptekie  bisa  secara cepat  mengetahui pemicu  meningitis contoh: meningokokkus.
diagnosa  CSS  pada pasien dengan infeksi SSP. 
Konfirmasi diagnosa  dengan ditemukannya bakteri patogen melalui pemeriksaan mikroskopis, kultur, polymerase chain reaction (PCR), atau tesrapid antigen-detection di CSS. Pewarnaan gram 
dilakukan saat melakukan LP.Pemeriksaan tanggapan  inflamasi kemungkinan  bisa  membantu, seperti jumlah lekosit/hitung jenis, LED, CRP. namun  pemeriksaan ini tidak  bisa  mengeksklusi diagnosa  meningitis bakterial.
 Serum procalcitonin yaitu  marker baru dengan kepekaan  dan kekhususan  yang tinggi untuk membedakan meningitis bakterial dengan meningitis aseptik.
Pemeriksaan CT dan MRI kepala pada meningitis tuberkulosa sama dengan  meningitis bakterial, ditambah dengan lesi parenkim, infark, dan tuberkuloma di area  basal otak. Hidrosefalus ditemukan  pada sebagian besar pasien.
Pemeriksaan neuroimaging, seperti CT, MRI, dan USG kranial (bayi dengan UUB terbuka)  dilakukan pada pasien dengan tanda peninggian intrakranial (perubahan retina,  pola nafas tidaknormal ,  gangguan kardiovaskularpenurunan kesadaran, reaksi pupil melambat atau dilatasi pupil, oftalmoplegia, ). Peninggian TIK  dipicu  edema otak atau komplikasi inrakranial lain seperti hidrosefalus, efusi subdural, trombosis, infark, abses otak,  Penyangatan kortikal mungkin ditemukan  dan mengindikasikan  serebritis. Pengulangan pencitraan mungkin diperlukan untuk mengevaluasi penyakit dan mempertimbangkan intervensi lebih lanjut. ketidaknormalan  pada pencitraan berkaitan  dengan prognosis yang buruk.
Pemeriksaan MRI pada virus  lain bisa normal atau edema difus. pemeriksaan MRI   Sesudah  periode neonatus MRI pada ensefalitis herpes simpleks memperlihatkan T2 prolongation di lobus temporalis media, regio orbitofrontal, atau girus singulus, dan penyangatan kortikal dengan kontras gadolinium. Pada ensefalitis Japanese atau Epstein-Barr  ditemukan  ketidaknormalan  fokal di basal ganglia.
 Tuberkuloma intrakranial  bisa  memberi  gambaran seperti SOL dengan keluhan   kejang,  kekurangan neurologis fokal pusing,  Foto rontgen dada sering tidaknormal , dengan gambaran pembesaran kelenjar di hilus atau gambaran milier namun  bisa juga normal.Untuk sangkaan ensefalitis HSV dan reseptor anti NMDA, 
Pemilihan antibiotik tergantung dari sangkaan patogen pemicu  dan kerentanan antibiotik yang berbeda di berbagai tempat. Semua kemungkinan terbanyak bakteri pemicu  meningitis harus bisa diobati dengan terapi empiris antibiotik, 
Lama pemberian antibiotik pada anak tidak ada pedoman yang baku dan  tergantung dari tanggapan  klinis pasien. Meningitis yang dipicu  N. meningitidis  bisa  diberikan selama 4 hari.
Terapi empiris antibiotik  segera diberikan pada  anak dengan sangkaan bakterial meningitis. Pemberian antibiotik  jangan ditunda lebih dari 15 menit untuk keperluan pengambilan  sampel CSS dan serum pada anak dengan sakit parah , walaupun hal ini  bisa  mengurangi kemungkinan menemukan kuman pemicu  meningitis.
efisiensi pemakaian antibiotik jangka pendek belum memiliki bukti yang mendukung.  pemberian antibiotik selama 5 hari berefek 
 sama dengan pemakaian antibiotik selama 10 hari. 
Meningitis yang dipicu bakteri Enterobactericeae, L monocytogenes dan bakteri lain yang tidak biasa kemungkinan  perlu  terapi lebih lama. Pada anak dengan tanggapan  klinis yang baik, terapi 
antibiotik sebaiknya tidak diperpanjang dari yang disarankan  sebab  alasan demam yang 
berkepanjangan. pemicu  demam yang lain seperti demam sebab  obat, infeksi jalur vena, infeksi lain yang tidak terdiagnosa , efusi subdural sebaiknya dipikirkan .  dexamethasone menurunkan risiko gangguan  pendengaran dan gejala sisa jangka pendek pada meningitis H. influenzae dan kemungkinan juga meningitis non H.influenzae. Dosis dexamethasone yang disarankan  0.15 
mg/kg tiap 6 jam selama maksimal 2 – 4 hari, dan diberikan beberapa saat sebelum  atau bersamaan dengan dosis antibiotika yang pertama. Dexamethasone sebaiknya tidak diberikan untuk meningitis neonatus, Pengumpulan cairan ektra aksial sebagian besar akan hilang tanpa dilakukan 
intervensi. jika   ditemukan  demam dan gejala klinis yang persisten sesudah  pemberian 
antibiotik, dan pengumpulan ini berperan seperti masa, maka perlu dilakukan pungsi  untuk menyingkirkan kemungkinan suatu empiema dan mengurangi efek masa.
Kejang yaitu  komplikasi ensefalitis yang sering ditemukan ,  bisa  diatasi  dengan diazepam dan diteruskan  dengan phenobarbital atau phenytoin. Peninggian TIK yaitu  komplikasi ensefalitis yang mengancam nyawa, dan  bisa  diobati dengan 
pemberian manitol, NaCl 3%, furosemid dan hiperventilasi. Anak yang sakit kritis  perlu  perawatan di ruang intensif.Ensefalitis autoimun
Kortikosteroid yaitu  pengobatan lini pertama pada ensefalitis reseptor anti-NDMA. Metilprednisolon yaitu  kortikosteroid yang paling umum dipakai , diberikan secara intravena dengan dosis 15 sampai 30 mg/kg/hari (maksimum 1 g/hari) selama 3 
sampai 5 hari, lalu  diturunkan bertahap dengan metilprednisolon oral 10 sampai 14 hari atau lebih. Imunoglobulin intravena (IVIg), memakai  dosis yang sama dengan yang dipakai  pada sindroma Guillain-Barre, dan plasmaferesis bermanfaat sebagai terapi ajuvan terutama pada pasien yang tidak tanggap  terhadap kortikosteroid. Rituximab 
dan siklofosfamid sudah  dipakai  pada pasien dengan-NMDA anti ensefalitis reseptor 
yang tidak menanggapi   terhadap kortikosteroid atau IVIg.7,8,1Mielitis transversaTerapi mielitis transversa pada anak sangat mempengaruhi prognosis masalah  ini. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi (20 – 30 mg/kg/hari) selama 3 – 5 hari, jika klinis membaik maka tidak diperlukan pemberian terapi lanjutan. Namun, jika klinis berkurang  bisa  diteruskan  dengan steroid oral (1 mg/kg/hari dan tapering selama 14 – 21 hari). Terapi tambahan lain  bisa  diberikan jika tidak menanggapi  dengan pemberian steroid yaitu  
pemberian immunoglobulin intravena (2 gr/kg selama 2 – 5 hari), dan plasma exchange
(5 – 8 exchange dalam 10 hari).
 pyrazinamide, dan streptomycin masih Isoniazid, rifampicin, ethambutol,yaitu  obat lini pertama pada pengobatan meningitis tuberkulosa yang organisme sensitif. Fluoroquinolone juga yaitu  obat yang poten terhadap tuberkulosis, obat ini sebagai cadangan untuk masalah  yang sulit diobati.Pengobatan awal dimulai dengan 4 macam OAT selama 2 bulan (isoniazid, streptomycin, 
rifampicin, pyrazinamide atau ethambutol ). Selnjutnya dua macam OAT (rifampicin, dan isoniazid) selama 9 – 12 bulan. Pyridoxyne disaran kan pada anak dengan malnutrisi untuk mencegah isoniazid-induce peripheral neurophathy.
Terapi pada anak dengan ensefalitis virus harus mempertimbangkan berat ringannya penyakit, sangkaan agen pemicu ,  keadaan obat antivirus yang khusus .Ensefalitis virus yang  bisa  diobati dengan antivirus diantaranya 
ensefalitis VZV, infeksi HIV,  infeksi CMV, ensefalitis HSV, . Bayi dan anak dengan ensefalitis HSV 
 bisa  diberikan acyclovir iv 20 mg/kg tiap 8 jam selama 21 hari, untuk remaja dosis 
acyclovir 1500 mg/m2
 selama 21 hari. Hati – hati dengan efek samping ke ginjal, perlu pemantauan berkala fungsi ginjal untuk pemakaian jangka panjang. Anak dan remaja 
dengan ensefalitis VZV  bisa  diberikan acyclovir iv dengan dosis 1500 mg/m2 selama minimal 10 hari.
Banyak virus yang mengenai SSP tidak  bisa  diobati dengan antivirus khusus , sehingga penderita sangat tergantung dari terapi pendukung  yang baik seperti, antipiretik, cairan iv, antiepileptik,  jarang dengan kortikosteroid. 



Epilepsi yaitu  penyakit neurologis kronis pada semua usia akibat aktivitas  sinkronisasi neuronal tidaknormal  di otak. Epilepsi ditandai dengan adanya faktor predisposisi yang menetap untuk memicu  kejang berwujud  kelainan neurologi, kognitif,  Epilepsi  anakanak, mengalami kejang pertama sebelum usia 18 tahun.berkaitan  dengan tingginya   kejadian infeksi otak dan trauma kepala.
 beragam gejala, tanda dan diagnosa  banding yang mirip dengan epilepsi. Kesalahan diagnosa  diperkirakan 30% terjadi di dalam penanganan epilepsi, yang memicu  banyak pasien mungkin memperoleh  pengobatan dan pemeriksaan 
yang tidak perlu. pelaksanaan  diagnosa  berdasar  anamnesis  untuk membedakan  gangguan paroksismal nonepileptik dari epilepsi. pemeriksaan Electroencephalogram (EEG)  diperlukan untuk mencari etiologi dari kejang. 
40 % pasien epilepsi juga mengalami mental retardasi,  mengalami gangguan perilaku,  gangguan belajar.  
Sebagian besar   epilepsi belum diketahui etiologinya. biasanya  etiologi epilepsi  bergantung pada usia pasien. Etiologi epilepsi sampai saat ini dari akibat kelainan herediter genetik di otak seperti kelainan malformasi kelainan metabolik, atau sebab  faktor diperoleh   sesudah  kelahiran seperti kelainan struktur di otak akibat stroke,tumor, trauma, infeksi, gangguan imunologi, epilepsi berwujud  kejang tanpa diprovokasi reflek berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam atau satu kali kejang tanpa diprovokasi refleks dan kemungkinan kejang berulang yang serupa dengan risiko tinggi berulang (setidaknya 60%) sesudah  dua kali kejang tanpa  di provokasi kemungkinan terjadi dalam 10 tahun ke depan.
 membagi klasifikasi epilepsi berdasar  3 tipe onset fokal, umum  ,onset yang tidak diketahui. Terjadi perubahan dari klasifikasi yang lama parsial menjadi fokal dengan memperhatikan sadar atau tidak  sadar, 
Epilepsi sindrom dipikirkan  pada masing-masing  bergantung pada usia saat onset dan remisi, pencetus kejang, variasi diurnal, penemuan EEG dan imaging yang berkaitan  dengan etiologi, pengobatan dan kadang  prognosis. . yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua bangkitan atau lebih tanpa adanya pemulihan kesadaran. Status epileptikus yaitu  bangkitan di antara bangkitan-bangkitan ini .Dalam keadaan    normal, ada  keseimbangan antara aktivitas listrik eksitatorik dengan inhibitorik.  saat kejang epilepsi terjadi, ada  aktivitas listrik eksitatorik yang  melebihi aktivitas listrik inhibitorik. Sehingga, terjadi bangkitan listrik tidaknormal  akibat terlalu banyak neuron yang teraktivasi. 
Kejang fokal, Beberapa mekanisme yang memicu  terjadinya kejang fokal yaitu : 1.Menurunnya 
inhibisi neuron terjadi akibat: Penurunan inhibisi oleh neurontransmiter GABA-A dan GABA-B, Menurunnya aktivasi neuron-GABA, (
 Menurunnya aktivitas buffering  kalsium intraseluler, GABA yaitu  neurontransmiter inhibitorik utama di otak. Neurontransmiter 
ini memiliki dua reseptor, yaitu reseptor GABA-A dan GABA-B. Pada masalah  epilepsi  terjadi mutasi atau penurunan ekspresi reseptor GABA-A. Reseptor GABA-A yaitu  reseptor yang terikat pada kanal klorida. Kanal ini berfungsi meningkatkan ambang batas membran potensial sehingga letupan potensial aksi susah dicapai. Oleh sebab  itu, penurunan ekspresi reseptor GABA-A pada kanal klorida akan menurunkan inhibisi 
letupan potensial aksi. Reseptor GABA-B yaitu  reseptor yang terikat dengan kanal potasium. Durasi  inhibisi GABA-B lebih panjang dibanding GABA-A. Oleh sebab  itu, mutasi pada  reseptor GABA-B diketahui mempengaruhi proses transisi tahap  inter-iktal ke tahap  iktal.  Neuron GABA yaitu  neuron yang berfungsi menghasilkan inhibitory post-synaptic potensial (IPSP). Neuron ini berfungsi menginhibisi potensial aksi yang dihasilkan oleh neuron eksitatorik. Aktivasi neuron ini bergantung pada feedforward dan feedback yang  berasal dari neuron eksitatorik. Feedforward dan feedback dari neuron eksitatorik akan 
disampaikan ke neuron GABA melalui interneuron (pada girus dentata, interneuron ini  bernama mossy cells). terjadi penurunan jumlah mossy cell yang memicu  penurunan feedforward dan feedback yang disampaikan ke  neuron GABA.
Peningkatan kalsium intraseluler seharusnya diikuti dengan meningkatnya konsentrasi protein yang berfungsi mengikat kalsium (agen kelator). Agen kelator ini lalu  akan berdifusi ke interneuron yang berfungsi sebagai neuron inhibitorik. Rusaknya interneuron akibat paparan hipoksia atau proses oksidatif akan memicu  menurunnya aktivitas inhibisi. Meningkatnya aktivasi neuron eksitatorik akibat: Peningkatan sinkronisasi dan atau aktivasi akibat eksitasi berulang oleh neuron kolateral, Peningkatan aktivasi reseptor 
NMDA,  Peningkatan sinkronisasi neuron akibat adanya interaksi epileptikal, 
Mekanisme patofisiologi kejang umum yang  mudah dipahami yaitu  mekanisme kejang absans. Mekanisme kejang ini berkaitan dengan interaksi talamo-kortikal. Sirkuit  talamo-kortikal terdiri atas neuron di neokorteks, neuron penghubung di talamus,  neuron pada nukleus retikularis talamus (NRT). Perubahan ritme kerja sirkuit talamokortikal akan memicu  munculnya letupan yang menstimulus kejang umum. Neuron  pada NRT yaitu  neuron inhibitor yang mengandung neurontransmiter GABA. Neuron ini akan mengatur aktivasi kanal kalsium-T yang ada pada neuron pengubung  di talamus. Kanal kalsium ini memiliki 3 cara kerja, yaitu membuka, menutup,  inaktif. saat  terjadi hiperpolarisasi, kanal kalisum-T akan yang awalnya inaktif akan berubah tahap  menjadi tahap  menutup yang siap untuk diaktivasi saat  diperlukan . diagnosa  epilepsi, diperlukan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang  mendukung,   pemeriksaan EEG. Menurut International League Against Epilepsy 
(ILAE), dinyatakan epilepsi secara operasional jika  :
diagnosa  adanya sindrom epilepsi.Ditemukan satu kali episode kejang tidak terprovokasi (refleks kejang) dan ada   kemungkinan kejang lebih lanjut yang mirip dengan risiko rekurensi umum (minimal 
60%) sesudah  dua episode kejang tanpa provokasi, yang terjadi dalam jangka waktu 10 tahun,  Ditemukan minimal dua kejadian kejang tanpa provokasi apapun dengan interval  waktu masing-masing lebih dari 24 jam,  
Pemeriksaan diagnosa  antara lain:
-EKG; Modalitas ini dipakai  untuk melihat adanya pemanjangan QT dan menyingkirkan pemicu  kelainan jantung lain.
-Pemeriksaan kadar obat anti epilepsi; Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui 
tercapai atau tidaknya target level obat. Dilakukan saat bangkitan terkendali  dengan baik dan tanpa gejala toksik. Pemeriksaan ini rutin dilakukan tiap tahun untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien. Pemeriksaan ini juga dilakukan jika  bangkitan 
muncul  kembali atau muncul  gejala toksisitas, 
-EEG. Pemeriksaan EEG    membantu menentukan tipe kejang, lokalisasi, kemungkinan sindrom, dan perkiraan untuk munculnya  kejang lagi. Hasil EEG 
normal, tidak menyingkirkan diagnosa  epilepsi. EEG tidaknormal  tidak otomatis  menegakkan diagnosa  epilepsi, kecuali kejang terjadi pada saat rekaman EEG. EEG ulang dilakukan pada epilepsi yang tidak terkendali  dengan obat untuk membantu klasifikasi kembali tipe bangkitan, sebelum menghentikan pengobatan epilepsi dalam 
memprediksi resiko serangan berulang, dan pada anak dengan kemunduran kognitif,  perilaku yang tidak bisa diterangkan pemicu nya seperti pada epileptic ensefalopati, SSPE, non konvulsive status epileptikus. 
-Pemeriksaan laboratorium  bertujuan untuk mencari etiologi seperti gangguan metabolik (magnesium, fosfat, dan bikarbonat, natrium, kalium, calcium ), toksin dengan skrining toksikologi dari urin dan darah, infeksi dengan pemeriksaan cairan serebrospinal. Pemeriksaan hematologik  mencakup pemeriksaan darah 
perifer lengkap, elektrolit, kadar glukosa darah, fungsi hati, fungsi ginjal. Pemeriksaan ini dilakukan pada awal pengobatan, diulang saat gejala muncul , dan rutin setiap tahun.
- Neuroimaging; Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk yang. mengalami perubahan bentuk bangkitan, . usia awitan kejang kurang dari 2 tahun, 
. epilepsi intraktabel, . memiliki gejala kekurangan  neurologis fokal, . epilepsi sindrom simptomatik. 
. pasien dengan kecurigaan pemicu  berwujud  kelainan struktural, 
Anamnesis  bisa  dilakukan secara auto- atau allo-anamnesis. Allo-anamnesis sebaiknya dilakukan pada orang yang melihat kejadian kejang. Hal yang perlu ditanyakan yaitu pencetus kejang,kejadian saat kejang, pola bangkitan, durasi,  frekuensi kejang, keadaan   sesudah  kejang, kejadian kejang sebelumnya: usia awitan, durasi, frekuensi,  interval terpanjang antar bangkitan,  gejala sebelum, saat, dan sesudah  bangkitan yaitu : Gejala atau tanda sebelum kejang,  Pemeriksaan fisik neurologi untuk mencari adanya tanda dan gejala kekurangan  neurologi fokal atau difus. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan fisik neurologi bergantung pada interval antara waktu dilakukannya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir. Jika dilakukan dalam interval yang pendek (beberapa menit atau jam sesudah  bangkitan), akan diperoleh tanda post-iktal yang  bisa  menjadi petunjuk lokasi bangkitan di otak, seperti Todd’s paresis, transient aphasic symptoms. 
Pemeriksaan fisik   untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan penyakit epilepsi yang diderita pasien, seperti kongenital, keganasan kelainan pada kulit (neurofakomatosis).trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, kelainan 
 pemeriksaan neurologis yaitu  mencari tanda disfungsi sistem saraf permanen, Prinsip pengobatan epilepsi berdasar  tipe kejang dan sindrom epilepsi dan tergantung masing-masing  Pengobatan dimulai dari monoterapi di titrasi dari dosis kecil untuk mengurangi  efek samping pengobatan dan dinaikan sampai tercapai kadar obat terapeutik.. Cara kerja obat epilepsi tergantung dari mekanisme kerja obat.  pemilihat obat anti epilepsi (OAE) berdasar  tipe kejang.
Pilihan Obat anti epilepsi pilihan pertama. 
jika   kejang tidak terkendali  dengan OAE lini pertama harus dipikirkan  apakah diagnosa  sudah benar, kepatuhan dari pengobatan ditambah   efek samping obat, atau pemilihan OAE sudah sesuai dengan tipe epilepsi. OAE tertentu  bisa  memperburuk gejala epilepsi 
Obat OAE yang  bisa  memperburuk kejang 
Epilepsi biasanya  membaik dengan pengobatan rutin OAE pertama dan kedua 80% masalah , lebih kurang 30 % dari tidak membaik dan perlu penambahan poli terapi. 
Kemungkinan lain pemicu  kejang, seperti: infeksi SSP, trauma, dan tumor kepala, terapi yang pernah diperoleh dan tanggapan nya, penyakit lain yang diderita pasien saat ini, riwayat penyakit neurologik, psikiatrik,  riwayat penyakit epilepsi  




munologi   salah satu bidang penelitian bioteknologi medis  berkaitan dengan pencegahan dan penanganan berbagai macam gangguan tubuh, seperti penyakit inflamasi pada kulit, usus, saluran pernafasan, sendi,  susunan saraf pusat.  penyakit 
menular  dianggap sebagai akibat gangguan kekebalan tubuh. penyakit neoplastik, transplantasi organ,  beberapa penyakit autoimun  bisa  terjadi 
dalam keadaan   imunosupresif. Sistem kekebalan tubuh yaitu  salah satu sistem biologis paling parah  di tubuh kita. Fungsi dasar sistem kekebalan tubuh yaitu  membedakan antigen diri dari antigen asing Antigen asing ini bisa berwujud  organisme menular, organ yang ditransplantasikan, atau sel endogen yang bisa dianggap asing. tanggapan  kekebalan tubuh manusia terhadap antigen asing ada dua jenis: - bawaan (alami, tidak khusus ) 
- adaptif (diperoleh   atau khusus ), 
 Imunomodulasi suatu proses yang mengubah atau menyesuaikan tanggapan  imun ke level yang diinginkan melalui tiga strategi, yaitu imunopotensiasi, imunosupresi, atau induksi 
imunotoleransi. imunomodulator  yaitu  zat atau obat yang dipakai  untuk  mengatur  menormalkan sistem kekebalan tubuh. Zat-zat yang bersifat sebagai imunomodulator juga dibagi ke dalam tiga 
grup, yaitu: 1.Imunoregulator
Suatu zat atau obat yang  bisa  menginduksi imunotoleransi. 2. Immunopotensiator
Zat atau obat yang  bisa  meningkatkan tanggapan  imun. Imunopotensiator ini  bisa  dibagi yang nonkhusus  dan khusus .3. Immunosupresan 
Zat atau obat yang  bisa  menekan sistem imun. Imunosupresan  bisa  dibagi menjadi yang sistemik dan khusus  terhadap sel, sitokin, atau reseptor sitokin khusus .
1. Imunopotensiator
Zat yang termasuk imunopotensiator yaitu imunoglobulin,  adjuvan, vaksin,  yang dipakai  untuk pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.
- Imunopotensiator khusus 
Imunopotensiator ini bekerja berdasar  antigen khusus  dari tanggapan  imun adaptif, contoh: dengan memakai  antigen khusus  vaksin (imunisasi aktif) atau dengan memberi  antibodi poliklonal (imunisasi pasif), Vaksin antigen khusus   untuk mengatasi infeksi. Preparat gammaglobulin dan hiperimun mengandung kadar antibodi khusus  yang tinggi terhadap berbagai mikroorganisme, sebagai terapi pengganti pada pasien yang mengalami defisiensi imunitas humoral.
-. Imunopotensiator nonkhusus 
golongan  zat ini merangsang tanggapan  imun secara khusus , terutama melalui pengaktifan sel antigen presenting cells (APCs) dari sistem imun bawaan atau  nonkhusus , paling banyak berwujud  sel dendrit dan makrofag. Zat ini tidak perlu  kekhususan  antigen, termasuk dalam hal ini yaitu  antigen dari luar (contoh  garam anorganik, seperti garam aluminium) dan zat-zat organik 
(seperti squalene yang biasanya dipakai untuk adjuvan vaksin). Zat endogen seperti hormon, contoh: estrogen,  bisa  meningkatkan tanggapan  imun nonkhusus . Walaupun adjuvan utamanya merangsang sistem imun bawaan, jika  digabung 
dengan antigen vaksin yang khusus  maka adjuvan ini akan mengaktifkan sistem imun yang khusus  dan  mempercepat, mempertahankan jangka lama,  
meningkatkan tanggapan  imun yang khusus . Pengaktifan sel-sel imunitas bawaan oleh adjuvan terjadi melalui interaksi dengan pattern-recognition receptors (PRRs), reseptor khusus  toll-like receptors (TLRs) yang berada pada atau di dalam sel. bahwa mekanisme pengaktifan makrofag secara  molekuler oleh aluminium diperantarai oleh NALP3 inflammasone, pelepasan sitokin inflamasi, dan interleukin (IL), yaitu IL-1b, IL-18, dan  IL-33.
2. Imunosupresan
Imunomodulator jenis ini berefek  menekan reaktivitas tanggapan  imun. Imunosupresan juga terdiri atas nonkhusus , yaitu bekerja pada banyak tempat di sistem imun, dan khusus , yaitu bekerja pada sel target, sitokin,  reseptor sitokin. Contoh imunosupresan nonkhusus , antara lain plasmaferesis, radiasi, obat-obat sitotoksik, glukokortikoid, imunofilin (contoh: siklosporin) 
Contoh imunosupresan khusus , antara lain
soluble receptor constructs (contoh: anakinra) 
  sitokin-sitokin (contoh: interferon)  antibodi monoklonal dan poliklonal, fusi protein terapeutik (contoh: etanercept), 
Obat-obat Imunostimulan yaitu   untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Obat-obat ini meningkatkan tanggapan  imun tingkat dasar dan bekerja sebagai agen imunoterapi pada masing-masing  dengan penurunan tanggapan  imun. 
beberapa  gangguan, seperti infeksi virus,  keadaan   imunodefisiensi, penyakit autoimun, kanker,  
 bisa  diobati dengan obat imunostimulan. Imunomodulator menjadi adjuvan yang memadai untuk  pengobatan penyakit menular,  obat potensiator di pasaran untuk meningkatkan tanggapan  imun pada pasien yang mengalami infeksi atau defisiensi imun.  zat imunomodulator  antara lain vaksin BCG, Echinacea purpurea, 
Phyllantus niruri,  imunomodulator sintetik seperti metisoprinol. Infeksi saluran napas berulang  terjadi pada anak dan   ini mempengaruhi  kualitas hidup anak-anak,  yang paling banyak dipakai  yaitu  pemberian imunostimulan, yaitu molekul asal bakteri atau sintetis yang berinteraksi 
dengan mekanisme imunologis secara in vitro dan in vivo.  bahwa jumlah infeksi menurun sesudah  
pengobatan imunostimulan, Echinacea tidak mengurangi  durasi dan tingkat keparahan infeksi saluran napas akut (ISPA). Andrographis paniculata
atau Echinacea menurunkan sekresi hidung (p <0,01), namun tidak untuk gejala ISPA. 
Kombinasi Echinacea, propolis, dan asam askorbat  bisa  menurunkan jumlah episode ISPA, durasi gejala, dan jumlah hari penyakit (p <0,001). Echinacea dikaitkan dengan frekuensi ruam yang lebih tinggi dibandingkan dengan plasebo (p = 0,008). Baik asam askorbat maupun homeopati tidak efektif. Khasiat seng tidak jelas, dan seng mungkin berkaitan  dengan efek samping pada anak-anak. Manipulasi osteopati menurunkan 
episode otitis media akut (p = 0,04) dan kebutuhan timpanostomi (p = 0,03) pada anakanak dengan otitis media akut berulang. Terapi pengaturan  stres mengurangi durasi ISPA  dibandingkan dengan terapi relaksasi dengan panduan atau perawatan dasar (p <0,05). Data saat ini   tidak memadai untuk mendukung CAM untuk pencegahan atau perawatan ISPA pada anak.peningkatan pemberian ASI , pemakaian  imunoglobulin intravena, dan imunoglobulin khusus  terhadap respiratory sinsytical virus (RSV), dan  metode untuk merangsang kekebalan tubuh, seperti imunoterapi ribosom.Inosine pranobex (BAN; juga dikenal sebagai inosine acedoben dimepranol [INN] atau metisoprinol) yaitu  obat antiviral yang yaitu  kombinasi inosin dan dimepranol  acedoben (garam asam asetat dan asam dimethylaminoisopropanol) dengan perbandingan 1 sampai 3. Inosine pranobex tidak berefek  pada partikel virus itu sendiri. Sebagai 
gantinya, ia bertindak sebagai imunostimulan, analog hormon timus. untuk mengobati komplikasi campak langka, yaitu subacute sclerosing 
panencephalitis, bersamaan dengan terapi interferon intratekal.inosine pranobex  diindikasikan untuk infeksi mukokutan sebab  
virus herpes simpleks (tipe 1 dan tipe 2) dan untuk pengobatan kutil kelamin, yaitu sebagai terapi tambahan terhadap laser podofilin atau karbondioksida.Broncho-Vaxom® yaitu  ekstrak bakteri yang diberikan secara oral yang sudah  
terbukti memodulasi tanggapan  kekebalan terhadap patogen virus dan bakteri invasif.Zat 
aktif Broncho-Vaxom® terdiri dari lysophilized bacterial lysate dari 21 strain bakteri yang 
berbeda, yang berasal dari 8 spesies dan subspesies utama. Broncho-Vaxom® paling 
sering dikaitkan dengan Streptococcus 
pneumoniae, Streptococcus sanguinis,  Staphylococcus aureus),  ISPA (Haemophilus influenzae, Streptococcus pyogenes, Moraxella catarrhalis, Klebsiella pneumoniae pneumoniae, Klebsiella pneumoniae ozaenae, Broncho-Vaxom® dipakai  dalam pencegahan infeksi saluran napas berulang dan atau eksaserbasi pada populasi berisiko (termasuk anak-anak).  imunostimulan 
ini juga dipakai  sebagai adjuvan untuk pengobatan infeksi saluran pernapasan bagian atas.





kelainan endokrin tidak terlihat sebagai kelainan tunggal yang  bisa  dilihat atau dipalpasi. Kecuali kelenjar tiroid dan testis, organ endokrin yang lain tidak  bisa  dilakukan pemeriksaan fisik. diagnosa  fisik bergantung pada pengamatan  teliti  yang sesudah  dilakukan anamnesa ,  diagnosa  endokrin mengikutsertakan  anamnesa, 
pemeriksaan fisik, laboratorium,  evaluasi radiologis.  ahli endokrinologi harus menerapkan keterampilan kognitif berdasar  apa yang dia dengar, lihat,  rasakan. Mengenali suatu penyakit menjadi mudah jika  kita sudah  memiliki  gambaran mengenai penyakit ini . Hipertiroid, miksedema, akromegali,  penyakit Cushing 
kadang  bisa  segera dikenali pada pemeriksaan fisik.  sebab  gejala yang sangat nyata, baru melihat wajahnya saja kita tahu diagnosa nya. Berarti kita sudah paham  dengan pola penyakit ini . Namun walaupun demikian, penyakit endokrin sering 
terlewat, tidak terdiagnosa .  beberapa hal yang memicu  terjadinya tidak terdiagnosa : onset penyakit yang begitu perlahan dan tidak khas sehingga pasien sendiri tidak menyadarinya. 
. dokter tidak berfikir tentang penyakit yang sedang dihadapi; . gejala awal yang tidak khas dan perlahan, contoh: lelah, gelisah, anoreksia; 
Pasien dengan gangguan endokrin bergejala  tidak khusus , seperti mudah lelah, badan lemah, gangguan konsentrasi, turun berat badan, gangguan perilaku sering ditemukan pada penyakit 
non-endokrin. 
bahwa penyakit endokrin cukup sederhana, gangguannya terjadi sebagai bentuk kelebihan atau kekurangan hormon dalam suatu aksis dari hipofise ke adrenal, tiroid, gonad, paratiroid,  kelenjar hormon yang lain. Banyak sekali hormon yang ikut berperan dalam kehidupan sehari-hari, namun gangguan pada aksis hormon tertentu memiliki  gambaran keluhan dan gejala yang berbeda dengan gangguan pada aksis hormon yang lain. sebab  adanya aksis untuk masing-masing hormon maka  kejadian tumpang tindih diantara penyakit hormon sangat jarang terjadi. 
sering terjadi kemiripan dengan penyakit non-endokrin yang menyulitkan pelaksanaan  diagnosa .
gejala-gejala khasnya:
a. Perawakan tinggi 
yaitu  gejala pada beberapa keadaan   dimana diperoleh kelebihan hormon pertumbuhan, pubertas prekoks pada awal gejala, dan hipertiroid. 
b. Kecepatan pertumbuhan 
Kecepatan pertumbuhan menjadi tanda yang sangat baik akan adanya proses endokrin yang sedang berlangsung. Kenaikan kecepatan pertumbuhan terjadi pada hipertiroid, awal pubertas, dan gigantisme. sedang  perlambatan kecepatan pertumbuhan  bisa  terjadi pada hipotiroid, sindrom Cushing, defisiensi hormon pertumbuhan, defisiensi vit D, 
c.   fisik
Penentuan rentang lengan dan rasio segmen atas/bawah berguna dalam evaluasi  perawakan pendek. contoh:, untuk menandakan  hipokondroplasia atau 
achondroplasia atau kelainan pertumbuhan tidak seimbang lainnya.  pada keterlambatan pubertas, contoh: untuk mencari panjang lengan dan rasio segmen atas/bawah yang lebih rendah (trunkus lebih pendek dari panjang kaki), seperti pada hipogonadisme dinamakan  proporsi eunuchoid. Rasio segmen atas/bawah yang  menurun ditemukan pada sindrom Klinefelter,  peningkatan rasio ditemukan pada hipotiroidisme yang tidak diobati.  bentuk wajah dan ciri-ciri khusus yaitu  hal yang sering ditemukan  pada penyakit atau sindrom tertentu,  contoh: pada sindrom Cushing, diperoleh anak yang obesitas  dengan distribusi lemak terutama diarea  perut , bagian belakang leher dan punggung atas , yang kita kenal sebagai buffalo hump’. guratan-guratan di kulit yang agak keunguan  di bagian dengan penumpukan lemak terbanyak. Wajahnya tampak moonface’.Contoh lain: Kejang tetani dengan spasme karpopedal sebab  hipokalsemia hipoparatiroid yang diperoleh   pada sindrom DiGeorge, struma yang tampak sebagai leher tengah bagian depan 
yang membesar atau bengkak’ pada gangguan tiroid, lid lag dan eksoptalmus pada 
hipertiroid
d. Berat badan 
- Kenaikan berat badan terjadi pada sindrom Cushing sebab  kelebihan hormon glukokortikoid, baik yang berasal dari produksi endogenous ataupun sebab  pemberian dari luar, contoh: obat-obatan steroid. 
- Terutama berkaitan  dengan hormon tiroid yang mengatur aktifitas metabolisme tubuh. Metabolisme yang melambat memicu  kenaikan berat badan, dan keadaan   ini sering terjadi pada hipotiroid.
- Kelainan pada indung telur seperti polycystic ovary syndrome (PCOS) juga memicu  kenaikan berat badan sebab  ketidak seimbangan estrogen dan progesteron. 
e.  fungsi organ
endokrin mempengaruhi hampir semua sel, organ dan fungsi tubuh sehingga tercipta  suatu homeostasis. Sistem endokrin berperan dalam regulasi suasana hati (mood), reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan, fungsi jaringan, metabolisme,  fungsi seksual,  sebab  multifungsi sistem endokrin, jika  terjadi gangguan hormon maka akan mempengaruhi fungsi-fungsi organ terkait. contoh:, gangguan pencernaan, gangguan konsentrasi, gangguan mata, gangguan muskuloskeletal, 
f. Berat badan 
Berat badan turun yaitu  gejala yang sering diperoleh pada penyakit endokrin. Namun sebab  insidens kegemukan  yang meningkat   maka penurunan berat badan  bisa  tidak terlalu menjadi masalah, sehingga kurang diperhatikan.
Beberapa penyakit endokrin dengan berat badan turun:
- Insufisiensi adrenal, dimana produksi hormon mineralokortikoid dan atau  glukokortikoid menurun. keadaan   seperti ini bisa terjadi pada Hiperplasia  Adrenal Kongenital atau penyakit Addison. ( Perawakan pendek diperoleh pada gangguan yang dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon pertumbuhan, gangguan metabolisme, gangguan penulangan, dan gangguan pubertas. 
Oleh sebab nya perawakan pendek ditemukan  pada defisiensi hormon pertumbuhan, gangguan tiroid seperti pada hipotiroid, diabetes mellitus tipe 1 yang tidak terkendali  dengan baik, panhipopituitari, hiperkortisol seperti pada sindrom Cushing, beberapa sindrom lain seperti trisomi 21, sindrom Silver-Russel, sindrom Turner, hipokondroplasia, pubertas prekoks yang tidak tertangani, Constitutional Growth Delay, 
- Hipertiroid, sebab  metabolisme yang sangat meningkat pada sekresi hormon tiroid yang berlebihan. 
- Diabetes mellitus, dimana terjadi kegagalan pemakaian gula darah sebagai sumber 
energi sebab  kurangnya insulin atau resistensi insulin, sehingga terjadi proses katabolisme. 
Mendiagnosa  penyakit endokrin akan menjadi mudah jika   semua gejala muncul sesuai sifat  tipikal masing-masing.  namun  kenyataannya tidak semua masalah  menandakan  gejala yang khas.  hal yang    membantu  diagnosa  
penyakit endokrin, yaitu: 
-Membuat suatu hipotesa awal tentang penyakit pasien. Hipotesa dibuat berdasar  keluhan utama, usia  dan gender, kombinasi dari gejala, dan mencari komplikasi yang mungkin sudah terjadi. usia  penderita, gender, ras dan area  tempat tinggal, sering menjadi signal untuk insidens penyakit tertentu. contoh: hiperplasia adrenal 
kongenital yang salt-losing akan banyak ditemukan  pada usia bayi, namun yang non 
salt-losing sering ditemukan  terlambat sebagai pubertas prekoks, hipertiroid  sering ditemukan pada wanita namun bukan berarti tidak terjadi pada anak laki-laki, penderita goiter akibat kekurangan yodium biasanya  banyak ditemukan di area  perbukitan atau dataran tinggi, pasien pengidap  poliuri dan koma membuat kita berfikir tentang ketoasidosis diabetikum, 
-Anamnesa yaitu  hal yang  penting,  keluhan utama pasien bisa jadi bukan tanda yang khusus dari suatu penyakit, oleh sebab nya kita perlu menggali lebih dalam keluhan atau gejala lain,  Anamnesa yang baik akan membantu kita  memilih pemeriksaan fisik yang sesuai, 
-Pengetahuan yang mendalam tentang penyakit , baik yang endokrin maupun bukan sehingga kita  bisa  membuat diagnosa  banding yang benar.
-Sifat herediter penyakit, apakah suatu penyakit keturunan, seperti penyakit Graves yang memiliki  potensi manifestasi disetiap generasi keturunannya, atau hiperplasia adrenal kongenital yang juga bisa diderita oleh saudara kandungnya. 
-Beberapa gejala yang khusus memberi  arahan kemana kita harus berpikir, 
– Adanya galaktorea memicu  kita harus menilai gangguan hipofisis.
– Ginekomastia pada laki-laki  mungkin memiliki nilai klinis yang penting mulai dari hipogonadisme, hipertiroid sampai keganasan. 
– Pada laki-laki , pemeriksaan alat genitalia bersamaan dengan manifestasi kelainan 
gonad perifer mungkin memiliki hasil diagnosa  yang tinggi. dokter  harus berhati-hati saat memeriksa ada tidaknya testis di dalam skrotum dan melakukan palpasi untuk menentukan ukuran dan konsistensi. 
– Adanya perbedaan pola rambut kemaluan pada laki-laki dan wanita   bisa  dipakai petunjuk adanya gangguan hormon androgen dan atau estrogen. 
– Pemeriksaan perineum  bisa  menghasilkan informasi yang penting seperti klitoromegali, sinekia labia atau kelainan urogenital yang lain.
Kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosa    bisa  diperkecil dengan melakukan beberapa 
hal sebagai berikut: 
-Semua gejala penyakit termasuk yang sederhana harus ditinjau lebih jauh dengan anamnesis yang baik. Gejala yang sederhana itu mungkin yaitu  
salah satu bagian dalam golongan  gejala penyakit endokrin. 
- Dengan pemeriksaan fisik yang baik  perlu memantau  perkembangan gejala yang ada dan melihat apakah ada gejala baru yang muncul sebab  perjalanan penyakit endokrin biasanya  lambat. 
- Semua keluhan utama harus dicari akar pemicu nya sebab  mungkin yaitu  bagian dari penyakit endokrin, penyakit non-endokrin atau bahkan beberapa penyakit yang bersamaan.contoh , jangan mengesampingkan suatu diagnosa  penyakit endokrin jika  keluhan utama pasien hanya berwujud  pusing  atau gangguan neuropsikiatri, 
Banyak gejala yang harus membuat kita waspada akan adanya penyakit endokrin, seperti hipertensi, hiperglikemia, gelisah, amenore, polidipsi-poliuri, gangguan tumbuh kembang, perubahan yang berkaitan  dengan cairan tubuh seperti edema, gangguan elektrolit, diare berkepanjangan, sakit perut, mual muntah , gangguan pada rambut 
dan kulit, distribusi rambut atau alopesia, pola berkeringat,  toleransi terhadap panas dan dingin. gejala ini tidak akan berdiri sendiri, selalu ada gejala lain pada suatu penyakit sebab  setiap penyakit memiliki  golongan  gejala. dokter  yang berpengalaman sering memakai  golongan  gejala sebagai alat bantu 
diagnosa . contoh: pembesaran tiroid, takikardia, dan tidak tahan panas identik dengan hipertiroid. Poliuria, polidipsia dan polifagia sesuai dengan diabetes mellitus. Komponen dalam golongan  gejala satu penyakit harus benar-benar saling berkaitan  dan bukan yaitu  gejala dari penyakit lain. Pasien datang dengan ekspektasi diagnosa  yang berbeda, Berdasar apa yang dirasakan, Padahal belum tentu dugaannya benar. dokter juga 
cenderung membuat diagnosa  penyakit yang umum, sedang  penyakit yang jarang terjadi selalu memperoleh   urutan terakhir,  Dengan pengetahuan yang luas dan ketrampilan yang baik dalam pengumpulan data melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemilihan pemeriksaan laboratorium yang benar maka seorang dokter diharapkan  bisa  membuat diagnosa  yang tepat. 
Contoh   
--. Bayi laki-laki usia 14 bulan datang dengan keluhan sering diare, kadang hanya sedikitsedikit, kadang ditambah panas dan berat badan tidak naik dengan baik. Saat datang berat badan 6,8 kg, anak tampak aktif dan kurus. Tampak ada pembesaran leher dan pada pemeriksaan laboratorium diperoleh hipertiroid.
-- Seorang anak laki-laki 6 tahun dikeluhkan hiperaktif dan sudah memperoleh  latihan 
selama beberapa bulan, namun tidak ada perkembangan yang membaik. sebab  ibunya penderita hipertiroid, maka ibu minta anaknya diperiksa hormon tiroidnya. Hasilnya ternyata menandakan  hipertiroid. 
--seorang bayi wanita  usia 19 jam. Berat badan 4100g, menangis terus dan tampak ‘berkeringat’ di wajahnya. Pernafasan menjadi cepat dan bayi tiba-tiba kejang. Sesudah  dilakukan pemeriksaan ternyata gula darah 20mg/dL, diagnosa : hipoglikemia. 
-- Seorang anak   usia 5 tahun, koma sesudah  dioperasi usus buntu. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut, gelisah, sesak nafas dan muntah-muntah. diagnosa  kerja apendisitis akut dan anak ini  dioperasi. Namun anak tidak kunjung sadar sesudah  operasi dan bahkan koma. Pemeriksaan laboratorium menandakan  hasil gula darah sangat tinggi >800mg/dl, HbA1c 13,2 %, hiponatremia dan hipokalemia. diagnosa : 
ketoasidosis diabetikum dengan gejala akut perut .
--Seorang anak wanita 17 tahun  dengan kejang berulang walau sudah minum obat epilepsi. Dia memperoleh  obat epilepsi sejak kecil. Pada pemeriksaan tampak anak agak dismorfik, ada tetani dan karpopedal saat kejang. Hasil Ca rendah, 
dan hasil pemeriksaan kromosom diperoleh 22q11.2 deletion syndrome sesuai dengan 
sindrom DiGeorge.
-- anak laki-laki usia 9 tahun  berobat dengan 
keluhan anaknya cepat sekali tinggi. Pada pemeriksaan diperoleh tinggi badan yang melewati batas atas rentang potensial genetik kedua orang tuanya. Indeks massa tubuh masih dalam batas normal. Dalam anamnesa diperoleh banyak masalah  endokrin dalam riwayat kesehatan keluarganya. Sesudah  diamati, nampak leher sedikit membesar. Pemeriksaan hormon menandakan  adanya hipertiroid. Sesudah  dilakukan pengobatan, tinggi badan kembali masuk kedalam rentang potensi genetik orang tua. 
-- Bayi  lahir dengan penis’ kecil, terdaftar sebagai anak laki-laki di akte kelahirannya. Warna kulit gelap, yang sebetulnya  hiperpigmentasi, namun tidak memperoleh  perhatian sebab  diterima sebagai bawaan lahir. Sesudah  usia mendekati 
2 bulan, datang ke dokter sebab  sering muntah dan diare. Seusia itu sudah 2 kali masuk rumah sakit untuk memperoleh  infus sebab  dehidrasi. Pada pemeriksaan fisik ternyata penis’ kecil yaitu  klitoromegali, dan ternyata diperoleh sinekia labia. 
Karyotyping bayi ini ternyata 46,XX , 17-OH progesteron sangat tinggi 418 nmol/L (angka normal 1,10-4,8 nmol/L), kalium tinggi dan natrium rendah. diagnosa  : saltlosing Congenital Adrenal Hyperplasia pada bayi wanita. Melalui proses hukum, akte kelahiran diubah sesuai hasil pemeriksaan kromosom, 
--seorang bayi laki-laki usia 9 hari mengalami diare dan perut kembung, membaik sesudah  diinfus. Pulang pada usia 10 hari. Pada usia 14 hari datang kembali sebab  diare, tapi masih bisa minum walau berkurang. Dalam perawatan di rumah sakit tiba-tiba bayi pucat dan cardiac arrest, saat  itu kebetulan datang hasil elektrolit dimana K >7 mmol/L dan Na 124 mmol/L. Tidak ada hiperpigmentasi, namun melihat hasil laborat dan riwayat penyakitnya, diputuskan diberikan injeksi 
hidrokortison. Anak tertolong dan hasil pemeriksaan lanjutan sesuai masalah  no 5 namun 
pada anak laki-laki. Pada anak wanita  penyakit ini memicu  klitoromegali, sehingga  bisa  membantu diagnosa .
-- bayi usia 10 bulan menandakan  keterlambatan secara menyeluruh, pada saat lahir tidak dilakukan skrining TSHs dan ternyata bayi ini yaitu  masalah  hipotiroid kongenital yang harusnya bisa terdeteksi sejak awal dengan skrining. Pada saat lahir, 
bayi besar dan tidak tampak kelainan.
--. Pasien 9 tahun laki-laki, kurus dengan nafas sesak. sudah  memperoleh  pengobatan untuk batuk namun belum sembuh. Batuk seminggu, panas tidak terlalu tinggi, minum banyak, makan tak mau. Pada anamnesa diperoleh penurunan berat badan  sejak sebulan terakhir dan sering kencing. Biasanya anak ini sudah tidak ngompol, 
namun belakangan ngompol lagi. Suara nafas tanpa ronkhi, tidak ada wheezing, cepat dan dalam. Pasien disarankan  periksa darah, urine dan rawat inap dengan dugaan diabetes ketoasidosis, pasien menolak sebab  merasa tidak mungkin anak kecil 
diabetes dan keluarganya tidak ada yang diabetes. Keesokan harinya pasien datang dalam keadaan   koma. diagnosa : diabetes mellitus tipe 1 dengan koma ketoasidosis diabetikum.






kesehatan anak 4 kesehatan anak 4 Reviewed by bayi on Oktober 11, 2023 Rating: 5

About

LINK VIDEO