1
Human immunodefciency virus-I ditemukan di seluruh dunia. HIV-2 ditemukan di Afrika Barat . sesudah diagnosa , uji laboratorium, Bank darah untuk mendeteksi HIV-1 dalam darah donor sehingga mencegah infeksi HIV-1-terkait, transfusi. uji diagnosa HIV dan uji infeksi perlu mengetahui struktur HIV dan tanggapan imun terhadap infeksi. HIV-I dan HIV-2 yaitu retrovirus. Virus ini memiliki selubung dan untai tunggal RNA sens positif. Melalui pemakaian enzim virus reverse transcriptase, RNA ditranskripsi ke dalam DNA yang lalu diintegrasi kedalam genom sel pejamu. Protein virus yang sering diperiksa yaitu p24. tanggapan antibodi terhadap beragam macam produk gen HIV, antara lain: produk env glikoprotein (gp) 160 (gp160, gp120, gp4l): gag p24. pl7, p9,P7 dan pol, p66, p51, p32, pll.
2 sampai 7 minggu sesudah infeksi. 60% pasien menderita sindrom yang mirip mononukleosis infeksiosa., ada kadar tinggi HIV-1 di dalam darah yang bisa dideteksi melalui kultur atau PCR reverse terhadap protein HIV-1 bisa terdeteksi 2-9 minggu sesudah infeksi. ada tanggapan IgM terhadap produk gen gag yang perlahan akan bergeser menjadi tanggapan IgG. biasanya , tanggapan IgG terhadap p24 dan gp120 terjadi di awal penyakit, dikuti oleh tanggapan terhadap gp41 dan protein lain. Viremia dan kadar p24 dalam darah turun seiring dengan tanggapan antibodi dan bisa tidak terdeteksi selama periode asimtomatik infeksi, sedang kadar antibodi p24 tetap tinggi. pada tahap lanjut , kadar antibodi p24 menurun, sedany antigen p24 meningkat. sesudah infeksi, saat terjadi viremia HIV-1 dalam kadartinggi, hitung sel T CD4 akan menurun. Di awal periodeasimtomatik, angka ini kembali normal dan menurun secara bertahap seiring berjalannya waktu dan lebih cepat dalam tahap lanjut ,
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (Enzyme Immunoassay) ELISA (atau EIA) yaitu uji skrining untuk diagnosa infeksi HIV-1. antigenHIV-I diimobilisasi pada permukaan padat, biasanya dicerukan atau butir plastik. Serum pasien dan reagen yang tepat ditambahkan ke dalamnya. Antibodi HIV-1 yang terikat pada antigen HIV1 yang sudah diimobilisasi lalu terdeteksi oleh antihuman IgG yang ditandai dengan enzim dan reaksi kolometrik. Jumlah warna yang muncul lebih kuat dengan kadar antibodi HIV-1 yang lebih tinggi. Warna yang berada di atas ambang dianggap menandakan hasil uji positif. ELISA untuk HIV-1 memiliki nilai kepekaan 98% dan kekhususan 97% Bayi yang lahir dari ibu pasien
HIV-1 menandakan hasil ELISA positif terhadap HIV-1 sebab adanya transfer antibodi transplasenta. Pemeriksaan ini bertahap akan menjadi negatif saat pasien bayi tidak betul betul terinfeksi HIV-1. sebab pasien yang mungkin HIV-positif perlu dideteksi dengan cepat, pemeriksaan ini perlu dilakukan saat masih berada di klinik, uji EIA sudah mengalami peningkatan. pemeriksaan untuk menguji sekresi dilakukan , oral beberapa imunoassay cepat untuk dipakai dengan darah dan serum, Hasil positif harus dipastikan dengan Western blot, dan hasil negatif pada pasien yang diduga kuat positif harus melalui pemeriksaan ulangan jika ada indikasi klinis. Western blot alat pengukur antibodiHIV-1 untuk memastikan hasil ELISA yang positif. Dalam uji Western blot, protein HIV-1 dipisahkan melalui metode elektroforesis pada strip nitroselulosa. Strip ini lalu diinkubasi dengan serum pasien. Antibodi HIV-khusus lalu dideteksi memakai antihuman IgG terkait-enzim. Reaksi kolometrik yang positif membentuk pita pada kertas nitroselulosa yang sesuai dengan posisi antigen HIV-1 khusus . syarat untuk suatu uji yang positif yaitu adanya salah satu dari kedua pita sesuai dengan p24gp41, dan gp120/160. Tidak adanya pita menandakan hasilnegatif, sedang adanya pita yang tidak memenuhi syarat hasil positif menandakan hasil meragukan. Hasil uji positif-palsu dan negatif palsu relatif jarang ditemukan . Pasien denganhasil ELISA positif dan Western blot meragukan perlu mengalami pemeriksaan ulang. pasien bayi yang lahir dari ibu pasien HIV-1 bisa saja memiliki hasil Western blot positif, namun ini perlahan akan menjadi negatif jika pasien bayi tidak betul-betul terinfeksi HIV-1.
DNA diekstraksi dari sel mononuklear yang diperoleh dari darah perifer yang diberi
antikoagulan. Primer oligonukleotida yang khusus terhadap DNA provirus HIV-1 terintegrasi dipakai dalam pemeriksaan PCR. Jenis pemeriksaan ini bisa dipakai pada bayi yang positif menandakan antibodi dan terlahir dari ibu pasien HIV untuk
menentukan apakah pasien bayi juga terinfeksi. Uji ini disarankan bagi bayi yang berusia kurang dari 18 bulan.
ELISA dipakai untuk mendeteksi antigen p24.Antibodi anti-p24 diimobilisasi pada
permukaan padat dan diinkubasi dengan serum pasien.Jumlah p24 dideteksi memakai anti -HIV-1 IgG terkait-enzim dan reaksi kolorimetrik. Antigen p24 dideteksi selama tahap viremik akut dan tahap lanjut infeksi AIDS. sedikit pasien infeksi HIV-asimtomatik ternyata menandakan hasil positif antigen p24.
Beban virus tinggi yang terlihat dari tingginya kadar RNAHIV-1 menandakan prognosis buruk mirip dengan ini, hitung sel T CD4 yang rendah menandakan risiko adanya infeksi oportunistik sehingga prognosisnya menjadi lebih buruk. Baik beban virus maupun hitung sel T CD4 dipakai untuk memantau efektivitas terapí antiretro-virus Pemeriksaan genotipe memakai PCR reversetranscriptase untuk mengamplifikasi RNA HIV-1 yang me-nyandi enzim virus yang menjadi target obat antiretrovirus. analisa sekuens yang diamplifikasi itu mampu menentukan mutasi yang menyandi resistensi terhadap obat. Ujiresistensi dilakukan jika terjadi kegagalan terhadap regimen-pertama atau regimen-majemu obat atau dalam kehamilan.
ada beragam pemeriksaan untuk mendeteksi dan menghitung jumlah RNA HIV1, pemeriksaan PCR, pemeriksaan NASBA, pemeriksaan bDNA untuk mendeteksi dan melakukan kuantitatif HIV-1. Pemeriksaan ini bisa dipakai untuk mendeteksi infeksi HIV-sebelum masa infekssi saat uji antibodi menandakan hasi negatif. Uji ini juga dipakai untuk memantau efektivitas terapi anti HIV-1.
Kultur jaringan yaitu uji pertama infeksi HIV-1.Pemeriksaan ini dahulu dipakai untuk menetapkan HIV-I sebagai pemicu AIDS. Sel mononuklear darah perifer dari pasien yang kemungkinan terinfeksi dikultur bersama dengan sel mono-nuklear darah perifer dari pasien yang tidak terinfeksi yang sudah dirangsang dengan fitohemaglutinin dan interleukin-2 Kultur lalu
dipantau untuk mencari adanya pembentukan sel raksasa multinuklear, aktivitas reverse-
transcriptase HIV-1 atau produksi antigen p24 HIV-1. Kultur sel kuantitatif dan kultur plasma kuantitatif juga bisa ikut dilakukan . Kultur perlu banyak waktu dan biaya sehingga tidak efektif untuk pemakaian rutin.
Hitung sel CD4 absolut dipakai untuk memantau status infeksi pasien HIV 1. Hitung ini diperoleh memakai sel darah lengkap yang diwarnai dengan antibodi anti-CD4 yang sudah ditandai dengan pewarna fluoresens. Sel darah merah lalu dipecah dan sel CD4 dihitung memakai sitometri aliran.
Isolasi dilakukan antaralain :
-- memakai hewan percobaan.
mengenai jenis hewan, usia, jenis kelamin dan cara penyuntikan tergantung pada jenis virus.
--Penanaman pada telur berembrio.
Jenis biakan jaringan yang dipakai tergantung dari jenis virusnya. Keuntungan pemeriksaan isolasi yaitu bisa langsung dinyatakan virus
pemicu penyakitnya. mengenai kelemahan diagnosa laboratorium isolasi ini, yaitu :
Memakan waktu yang lama. contoh pada pemeriksaan virus Polio.Bahan pemeriksaan berwujud tinja, ditanam pada biakan jaringan ginjal kera (bjgk), eramkan selama 2 minggu tanpa diperlihatkan ada tidaknya cpe, lalu dipasase pada biakan jaringan yang baru. sesudah 2 minggu, pasase lagi pada bjgk, periksa adanya cpe. jika cpe negatif (-), berarti Polio negatif (-), namun jika cpe positif (+), harus dilakukan tipering Polio, yaitu dilakukan penanaman kembali pada bjgk untuk titrasi, biarkan selama 2 minggu, lalu tentukan tipenya. Hasil isolasi (+) atau (-) sangat berarti bagi epidemiologi untuk dikeluhkan pada departemen kesehatan bahwa pada tempat tertentu ada penjangkitan penyakit itu. Positif atau negatifnya hasil isolasi tergantung dari :
-Saat mengambil bahan pemeriksaan harus tepat. Derivasi garis sel terus menerus sel kita dan hewan. Sebagian besar jenis sel diambil dari Tubuh tidak tumbuh dengan baik dalam biakan. Jika sel dari a kultur primer bisa disubkultur mereka tumbuh sebagai garis sel. Mereka bisa disubliskan hanya beberapa kali kecuali mereka diabadikan, dalam hal ini mereka bisa disubkultur tanpa batas waktu sebagai saluran seluler berkelanjutan . Sel kanker sudah diabadikan, dan garis sel terus menerus.
-Jenis bahan pemeriksaan untuk isolasi.
contoh untuk isolasi penyakit Influenza. Bahan pemeriksaan, berwujud hapus atau air cucian tenggorokan . Jangan mengirim air liur atau air kusia mulut, sebab hasilnya akan negative. Cara mengambil bahan pemeriksaan itu, yaitu dengan memberi larutan NaCl physiologis pada pasien lalu tenggorokannya dicuci dengan kepala menengadah ke atas. Pada bayi dan anak-anak bahan pemeriksaan diambil dari dinding belakang tenggorokan.
untuk mendeteksi antigen virus. contoh itu diobati dengan antibodi anti-virus. Dalam Uji tidak langsung antibodi kedua berlabel mendeteksi antibodi anti-virus yang terikat pada antigen. Pemeriksaan serologi memiliki arti diagnosa lebih tinggi dibandingkan isolasi virus. Serodiagnosa ini berpedoman bahwa diagnosa positif jika selama sakit terjadi kenaikkan paling sedikit 4 kali. Ada 2 jenis serum yang dipantau yaitu serum akut (SI) dan serum konvalesen (SII), Keuntungan tes serologi : jika isolasi negatif, namun jika ada kenaikan titer 4 kali atua lebih, maka diagnosa positif, Lebih murah, sebab kadang tidak perlu hewan percobaan. Waktu yang dipakai lebih pendek dibandingkan isolasi. Pada keadaan tertentu tes serologis tidak mungkin untuk dilakukan, maka isolasi dipakai untuk mendiagnosa penyakit virus itu, hal ini terutama pada keadaan antaralain :
--jika ada infeksi campuran. contoh infeksi virus Polio dan virus Ensephalitis pada pasien yang sama dengan meningoensephalomyelitis. Isolasi dengan bahan pemeriksaan dari
tinja, hapus tenggorokan , liquor dan jaringan otak.
-- jika ada kumpulan gejala yang bisa dipicu oleh lebih dari satu jenis virus, mutlak harus dilakukan isolasi. contoh Meningitis serosa, bisa dipicu oleh virus Polio, ECHO, Coxsackie, Herpes simplex, Mumps dan Limpogranuloma venerum.Demam
dengan diare bisa dipicu oleh virus Polio, ECHO, Morbilli dan Coxsackie.
-- jika ada wabah : jika ada kelumpuhan pada anak-anak, harus dicari apakah
pemicu nya virus polio, ECHO dll.Demam dan diare pada anak usia kurang dari 3 tahun, bisa dipicu oleh Amoeba, Shigella, Virus morbilli, Polio atau ECHO.
--jika ada antigenik overlapping artinya sebagian antigen ada yang sama (saling menutupi).contoh yellow fever, dengue 1, 2, 3, 4, japanese B Encephalitis.
--Untuk memperkuat diagnose mikroskopik. contoh , keropeng secara mikroskopik
menunjukan Paschen bodies. Untuk memastikan apakah Variola atau Vaccinia, maka dilakukan isolasi pada CAM telur berembio.
--Untuk Cacar : bahan pemeriksaan berwujud darah, diambil pada saat demam dan sebelum
gejala kulit muncul , sebab gejala kulit sudah muncul virus sudah berada di dalam kulit.
--Untuk virus Dengue : bahan pemeriksaan berwujud darah, diambil sebelum hari ketiga dari
demam agar virusnya masih ada di dalam darah. Jika sudah hari keempat atau hari kelima, virus sudah tidak ada di dalam darah.
contoh untuk isolasi virus Dengue. Suntikan pada tikus bayi usia 1-3 hari. dipantau selama 2 minggu, ambil otaknya lalu pasase pada tikus bayi biarkan selama 2 minggu. sesudah 2 minggu, ambil otaknya lalu pasase lagi biarkan 3 minggu baru dinyatakan positif atau negatif.
--Untuk virus Influenza : bahan pemeriksaan berwujud hapus tenggorokan , diambil 2 hari
sebelum sampai 2 hari sesudah gejala muncul .
Golongan enterivirus memiliki tempat predileksi saluran pencernaan makanan, pada keadaan sanitasi buruk, pasien bisa mengandung virus Polio di dalam tinjanya tanpa mengalami sakit. jika pasien ini menderita sakit lumpuh dan dari isolasi tinja diperoleh virus Polio, belum tentu virus Polio ini pemicu kelumpuhan. Berhasil tidaknya isolasi virus tergantung dari :
Stadium penyakit waktu bahan pemeriksaan diambil contoh : penyakit variola, untuk isolasi dari darah harus diambil sewaktu ada demam. jika sudah ada gejala kulit, harus dari kelainan kulit. Seleksi bahan pemeriksaan.
contoh : untuk isolasi virus Mumps, harus diambil saliva yang ada di bawah lidah. jika diambil dari apus tenggorokan , air cucian tenggorokan , air kusia mulut, isolasi akan negatif. Seleksi perbenihan. Virus Polio tidak bisa diisolasi di dalam telur berembrio namun harus pada biakan jaringan.
Cara penanaman atau penyuntikan
contoh : Isolasi virus Influenza tidak bisa dalam yolk sac, herpes simplex jika disuntik pada cavia tidak akan memicu gejala penyakit.
pemurnian artial virion oleh sentrifugasi diferensial. Penyiapan mentah virus yang mengandung host puing-puing dikenai sentrifugasi berkecepatan rendah / singkat
contoh 10 000 g / 20 menit diikuti dengan kecepatan tinggi / lama sentrifugasi (contoh
100 000 g / 2 jam). Siklus ini diulang untuk memperoleh tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Pelet akhir yang mengandung sebagian virus yang dimurnikan disuspensikan kembali dalam volume kecil cairan. Pemurnian virion dengan sentrifugasi gradien kepadatan. Persiapan virus yang sebagian dimurnikan lebih lanjut dimurnikan dalam gradien kerapatan. Tingkat sentrifugasi zonal mengikutsertakan layering preparasi di atas pre-formed gradien. Sentrifugasi kesetimbangan dimulai dengan suspensi virus tidak murni dalam larutan dari bahan gradien; gradien terbentuk selama sentrifugasi.
Keberhasilan perawatan di unit neonatologi memberi konsekuensi pada layanan intervensi dini gangguan tumbuh kembang yang diawali sejak masa perawatan di rumah sakit. Bayi risiko tinggi yaitu golongan bayi yang memiliki kemungkinan besar mengalami kematian termasuk gangguan
tumbuh kembang, pemicu yaitu gangguan pada masa prenatal, saat kelahiran, sesudah -natal.
Bayi prematur terutama pada Extremely Low Birth Weight yang bertahan hidup, pada usia koreksi 18-24 bulan akan mengalami disabilitas kognitif (Bayley Mental Development Index kurang dari 70) pada 40%, retardasi mental, gangguan penglihatan retinopati, prematuritas, gangguan perilaku dan gangguan belajar, palsi serebral 12-18%, buta ganda 1-7%, tuli 2-8%.semakin kecil usia gestasi, makin besar risiko terjadinya gangguan tumbuh kembang ini . Perawatan bayi di ruang
perawatan intensif (neonatal intensive care unit/NICU) akan membatasi peluang bayi seperti aktivitas bayi sehat. diperlukan perawatan bayi yang mendukung perkembangan, Aktivitas fungsional bayi yaitu procuring, permainan sosial, makan, permainan eksplorasi. Agar bisa melaksanakan aktivitas fungsional ini dengan
optimal, diperlukan elemen pendukung, baik dari faktor bayi sendiri maupun lingkungan. Bayi risiko tinggi berisiko biologis, prosedur intervensi dan lingkungan ini pada bayi kurang bulan, maupun bayi cukup bulan. membagi kategori bayi risiko
tinggi menjadi 3 kategori berdasar berat lahir dan morbiditas pada neonatus yaitu bayi risiko tinggi, menengah, dan rendah,
-Inborn errors of metabolism penyakit genetik lainnya, -Pemeriksaan neurologi tidaknormal saat pulang Risiko Menengah -Berat lahir 1000 – 1500 g atau usia gestasi< 33 minggu ,
-Lingkungan rumah suboptimal -Kurang bulan, berat lahir 1500 – 2500 g -HIE derajat I
-Hipoglikemi transien -pemicu sepsis
-Ikterus neonatorum yang memerlukan terapi sinar -IVH derajat I -Kembar/triplet -Moderate neonatal HIE -Hipoglikemi, gula darah< 25 m/dL
-Sepsis neonatus -Hiperbilirubinemia> 20 mg/dl atau memerlukan transfusi tukar -IVH derajat 2
-Berat lahir< 1000 g dan atau usia gestasi< 28 minggu -Morbiditas mayor seperti chronic lung disease, intraventricular haemorrhage (IVH), periventricular leukomalacia, -Asfiksia perinatal – Skor Apgar < 3 pada usia 5 menit dan atau hipoksik iskemik ensefalopati (HIE)
-keadaan yang memerlukan pembedahan seperti trakeoesofagus, hernia diafragmatika, fistula
-Kecil masa kehamilan (< P3) dan besar masa kehamilan (>P97) -Hipoglikemi dan hipokalsemi yang menetap lama-Kejang -Meningitis
-Syok yang memerlukan agen inotropik/vasopresor -BIHA -Neonatus bilirubin ensefalopati
-Twin to twin transfusion -Malformasi mayor
risiko neurodevelopmental disability (NDD) bisa diprediksi berdasar faktor neonatus, tindakan intervensi yang dilakukan selama perawatan dan faktor lingkungan . Risiko ini berkaitan dengan sumber daya manusia yang harus melakukan pemantauan tumbuh kembang secara berkala. Semakin tinggi risikonya, semakin banyak tenaga ahli kesehatan yang terlibat. Bayi risiko tinggi termasuk bayi prematur yang bertahan hidup, memiliki angka kejadian luaran yang tidak optimal seperti disfungsi kemampuan adaptasi sosial, disfungsi sekolah, kesulitan belajar, kecerdasan (IQ) yang rendah, kesulitan belajar, masalah motorik halus, visual motorik , kekurangan neuropsikologi, Namun kebanyakan faktanya bahwa bayi prematur memiliki tumbuh kembang
yang normal, namun memiliki masalah kesulitan belajar, 40 % bayi pengidap Extremely Low Birth Weight perlu guru pendamping terutama pada usia 8 sampai 11 tahun. bahwa ada penurunan skor IQ 10 poin lebih rendah pada bayi dengan berat badan rendah dibandingkan bayi normal. ini dampak pendidikan anak prematur, bahwa terjadi peningkatan 4 kali risiko anak mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian Hiperaktivitas (GPPH), Gangguan belajar meningkat seiring semakin rendahnya berat lahir dan usia gestasi,
Gangguan perilaku ditemukan pada bayi prematur, berwujud hiperaktivitas, inatensi, ansietas, depresi, masalah sosial, Disabilitas belajar nonverbal ditemukan dengan masalah kemampuan menulis, kemampuan sosial, visuospatial, visual motorik , nilai aritmatika rendah, Bayi pengidap prematur walaupun tidak memiliki gangguan neurologi yang nyata, tetap berisiko mengalami gangguan belajar ,visual motorik memicu nilai Kesulitan membaca, matematika, terutama bayi pengidap Extremely
Low Birth weight. anak dengan riwayat prematur usia gestasi 26 minggu, hanya 15% yang tidak mengalami disabilitas pada usia 6 tahun. Pada usia ini , 45% memiliki tingkat IQ kurang dari 60, 10%
mengalami palsi serebral, 5% perlu alat bantu dengar, 1% mengalami kebutaan, Pada usia 8 tahun 50% populasi bayi prematur (ELBW) memiliki masalah neurosensori, kognitif, akademik,
30% anak mengulang kelas, Masalah kronik yang ditemukan khususnya pada bayi prematur (ELBW) berdampak pada terbatasnya kemampuan mengurus diri sendiri, masalah kesehatan, Perawatan jangka panjang di NICU memicu dampak kurang baik bagi masa depan bayi,
Developmental care yaitu model perawatan yang mengurangi stres yang dimuncul kan oleh perawatan jangka panjang di NICU termasuk meliputi pengendalian rangsangan eksternal yang berlebihan (vestibular, auditori, visual, taktil), penerapan sistem satu ruangan pada ruang perawatan dan intervensi medis, memposisikan bayi seperti posisi dalam rahim. strategi The Newborn and Infant Developmental Care and Assesment Program (NIDCAP) meliputi pengaturan irama sirkadian, posisi bayi, intervensi taktil, kinestetik, intervensi pendengaran, intervensi visual. ini dilakukan guna mengubah stresor lingkungan dan perawatan yang berpotensi
mengganggu stabilitas fisiologik, mengurangi perilaku yang memicu stres, menghemat energi,
mengarahkan orangtua mengenai cara interpretasi perilaku bayi, Program ini dilakukan dimulai sejak di kamar bersalin, diteruskan saat melakukan
prosedur ataupun perawatan rutin. Pelaksanaan NIDCAP ini mengikutsertakan keluarga,
Intervensi dini meliputi positioning, menggendong, pijat bayi, pemberian makanan untuk mencegah keterlambatan perkembangan dimulai sejak di ruang perawatan (NICU).
Tekanan darah yaitu parameter penilaian derajat dan pemantauan syok. berbagai protokol syok memakai mean arterial pressure (MAP) normal sebagai target terapi.peneliti mencari nilai
tekanan darah optimal sebagai target terapi syok pada populasi pasien ICU dewasa. dengan membanding-bandingkan luaran antara golongan MAP tinggi (80-85 mmHg) dan rendah (65-70 mmHg). uji acak terkendali menandakan tidak ada perbedaan mortalitas 30 hari, bahkan efek samping berwujud fibrilasi atrium lebih besar pada golongan MAP tinggi, uji silang, menandakan terget MAP tinggi berkaitan dengan peningkatan denyut dan curah jantung, namun tidak berpengaruh pada kadar laktat. target optimal tekanan darah pada populasi ini belum diketahui.
riset dasar patofisiologi penting untuk menjawab permasalahan ini. Komponen yang berkaitan sirkulasi darah yaitu : aliran darah, beda tekanan tahanan vaskular, tekanan darah arterial, ventriculo-arterial (VA) coupling, Keseimbangan berbagai komponen ini diperlukan dalam sirkulasi darah normal dan seharusnya menjadi target terapi syok; tidak sekedar mencapai nilai normal pada
salah satu komponen. Hantaran oksigen (oxygen delivery, DO2 ) ke jaringan dipengaruhi oleh curah jantung (cardiac output, CO) dan kandungan oksigen (oxygen content, CaO2). CaO2 terdiri atas:
kadar hemoglobin (Hb), saturasi oksigen arterial (SaO2), dan oksigen terlarut plasma (tekanan parsial oksigen arterial, PaO2). Curah jantung, yang yaitu perkalian antara volume sekuncup (stroke volume, SV) dan denyut jantung, berperan 60-70% dalam DO2. Tekanan darah arterial terdiri atas komponen pulsatil dan tetap, Komponen pulsatil yaitu tekanan darah sistolik, diastolik, sedang komponen steady yaitu tekanan rata-rata arteri Saat ini, MAP sebagai driving pressure perfusi jaringan sehingga menjadi target dalam pengobatan syok, namun pada beberapa keadaan patologis, nilai MAP tidak menanggapi dakan tekanan perfusi sebetulnya, contoh pada masalah peningkatan tekanan ekstravaskular regional (hipertensi intrakranial, sindrom kompartemen abdominal) atau peningkatan tekanan sistemik vena (gagal jantung kanan).berdasar hukum Ohm, aliran darah ke jaringan hanya bisa terjadi jika ada perbedaan tekanan (pressure gradient) antara dua ujung vaskular. Aliran darah ini berbanding terbalik dengan tahanan vaskular (rumus 1).Persamaan di atas menandakan bahwa curah jantung atau aliran darah bukan dipengaruhi oleh nilai MAP itu sendiri, namun oleh beda MAP dan mRAP. Pada keadaan normal, mRAP bisa diabaikan sebab bernilai rata-rata 0-5 mmHg; namun pada keadaan gagal jantung kanan, peningkatan mRAP bermakna dalam mempengaruhi pressure gradient, sehingga diperlukan MAP yang lebih tinggi untuk menjamin aliran darah optimal. Tahanan vaskular sistemik (systemic vascular resistance, SVR) berbanding lurus dengan panjang vaskular dan viskositas darah, namun berbanding terbalik dengan pangkat 4 radius vaskular. Diameter vaskular sangat dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis. Pada
peningkatan stimulasi simpatis, vasokonstriksi memicu penurunan diameter vaskular secara bermakna sehingga tahanan vaskular meningkat, akibatnya aliran darah akan menurun.
Kesesuaian antara aliran darah dan tonus vaskular inilah dinamakan VA coupling. Parameter ini bisa diukur memakai rasio arterial elastance (Ea) terhadap left ventricular elastance (Ees) atau rasio energi potensial terhadap energi kinetik jantung
(potential to kinetik ratio, PKR). Ees yaitu gambaran kemampuan sistolik LV, yang yaitu interaksi antara kinerja kontraktilitas, efisiensi inotropik, dan sifat struktural, fungsional,
geometrik LV. sedang Ea yaitu total tahanan (afterload) yang harus dihadapi oleh LV, yaitu interaksi parah antara komplians, tahanan, dan kekakuan dinding sistem arteri. VA coupling normal jika Ea/Ees ≤1, yaitu menandakan kesesuaian optimal antara beban kerja ventrikel kiri (LV) dan sistem arterial, saat LV mengeluarkan darah ke sistem arterial.Gangguan VA coupling memicu gagal jantung dan gagal sirkulasi. contoh, pada masalah gagal jantung atau syok kardiogenik, kemampuan ejeksi LV menurun sehingga volume sekuncup (stroke volume, SV) menurun. Ini akan diikuti oleh stimulasi simpatis melalui vasokonstriksi arteriol di seluruh tubuh untuk meningkatkan volume darah di arteri besar sehingga mempertahankan MAP. Pada keadaan terkompensasi, MAP bisa dipertahankan normal; namun penurunan Ees memicu VA uncoupling (Ea/
Ees >1). Pada masalah ini, MAP normal tidak menanggapi sirkulasi normal sebab Ea relatif lebih tinggi dibandingkan Ees memicu penurunan aliran darah menuju jaringan. Pada keadaan lanjut, kinerja LV (Ees) semakin menurun sebab makin tingginya total tahanan di sistem arteri (Ea). juga , vasokonstriksi arteriol memicu berkurangnya pressure gradient antara arteri besar dan arteriol sehingga aliran darah menjadi berkurang. Pada tingkat mikrosirkulasi, MAP mempengaruhi tekanan perfusi ke jaringan. Tekanan pada kapiler sistemik rata-rata antara 35 mmHg pada area dekat akhir arteriol sampai 10 mmHg pada area dekat akhir venula, dengan tekanan rata-rata fungsional di sebagian besar vascular bed sebesar 17 mmHg. Tekanan ini rendah untuk memicu plasma keluar melalui dinding kapiler menuju sel atau jaringan.Aliran darah sangat dipengaruhi oleh kebutuhan jaringan. Jaringan yang sangat aktif memerlukan oksigen dan nutrien 20-30 kali lebih besar dibandingkan pada keadaan basal. Untuk memenuhinya diperlukan peningkatan aliran darah menuju jaringa, namun hal ini tidak mungkin dipenuhi hanya dengan meningkatkan curah jantung sebab keterbatasan peningkatan curah jantung 4-7 kali dari keadaan basal. Oleh sebab itu, melalui pengaturan saraf otonom, pembuluh darah lokal (terutama arteriol) bisa mengatur kalibernya berwujud vasodilatasi atau vasokonstriksi. sebab aliran darah sebanding dengan pangkat 4 radiusnya, peningkatan sedikit saja diameter pembuluh darah bisa meningkatkan aliran darah dalam jumlah besar. Mekanisme inilah yang memicu kecukupan nutrien dan oksigen jaringan pada keadaan aktif.Selain tekanan perfusi dan aliran darah, ternyata perfusi jaringan dipengaruhi pula oleh distribusi aliran darah. Pada masalah syok septik, hipovolemik, dan kardiogenik, terjadi
penurunan functional capillary density (FCD). Akibatnya terjadi penurunan jumlah aliran
darah dan peningkatan jarak difusi ke jaringan. Pada syok septik, terjadi pula perubahan
aliran darah berwujud aliran yang melambat, terhenti, atau intermitten, sehingga terjadi
heterogenitas aliran.ini menandakan tekanan darah tidak bisa dipakai sebagai parameter
hemodinamik tunggal sebab banyaknya faktor yang saling mempengaruhi. Pemantauan
terhadap aliran darah dan tekanan pada tingkat makro- dan mikrosirkulasi menggambarkan hemodinamik secara holistik. Target tekanan darah: MAP tinggi atau rendah? Pada anak, nilai tekanan darah beragam tergantung usia, berkaitan dengan
perbedaan volume sekuncup, denyut nadi, tahanan vaskular. Saat ini, protokol syok sepsis anak menetapkan target MAP dengan rumus:
Tekanan perfusi = MAP – CVP = (1,5 x usia) + 55
bahwa hasil perhitungan ini menandakan persentil 50 MAP pada anak sehat dengan tinggi badan persentil 50 sesuai usia, dengan perkiraan tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP) sebesar 0 mmHg. jika CVP >0 mmHg, MAP disesuaikan untuk memperoleh tekanan perfusi optimal, membanding-bandingkan luaran pasien antara golongan MAP tinggi dan rendah pada pasien ICU dewasa, hasil riset pasien dewasa (2 uji klinis acak dan 10 uji silang) menandakan tidak adanya perbedaan mortalitas 30 hari antara golongan MAP tinggi dan rendah, bahkan prevalensi fibrilasi atrium lebih tinggi pada golongan MAP tinggi, Curah jantung dan denyut
jantung lebih tinggi pada golongan MAP tinggi, namun kadar laktat tidak berbeda, Namun, masih
kurangnya bukti kuat target MAP pada pasien, sebab MAP yaitu perkalian curah jantung (CO) dan tahanan vaskular sistemik (SVR), MAP normal tidak menandakan keadaan hemodinamik normal. Pada syok dingin (hipodinamik) terkompensasi, penurunan CO diikuti oleh peningkatan SVR untuk mempertahankan MAP (tekanan perfusi). Pada keadaan ini curah jantung harus tetap diperbaiki melalui pemberian resusitasi cairan atau obat-obatan inotropik dan vasodilator. MAP juga bisa normal pada syok hangat (hiperdinamik) sebab penurunan SVR diikuti oleh peningkatan CO. Pada keadaan ini, SVR harus ditingkatkan dengan
memakai vasopressor.Pada keadaan dekompensasi, MAP akan menurun, namun harus didiagnosa komponen hemodinamik yang terganggu. Anggapan bahwa vasopressor yaitu satu-satunya terapi untuk meningkatkan MAP, yaitu tidak tepat. Terutama sebab 80% fenotipe
syok anak yaitu hipodinamik (penurunan kontraktilitas dan curah jantung), hanya 20% yang hiperdinamik (penurunan tekanan perfusi akibat vasoplegia), jika pada keadaan hipodinamik, diberikan vasopressor, akan terjadi gangguan VA coupling, sebab obat ini menurunkan diameter vaskular dan meningkatkan SVR, sedang curah
jantung tetap rendah. Akibatnya, terjadi penurunan aliran darah ke jaringan, sekalipun MAP normal bisa dicapai. Vasopressor hanya dipakai sebagai terapi pada syok hiperdinamik, tekanan darah tidak bisa dijadikan parameter tunggal target terapi syok. apalagi , tekanan darah yaitu hasil interaksi berbagai komponen hemodinamik sehingga terapi harus ditargetkan untuk memperbaiki masing-masing komponen yang terganggu. diperlukan keseimbangan seluruh komponen hemodinamik,
terutama untuk menjamin aliran darah dan perfusi jaringan optimal. Pemantauan komponen hemodinamik , target terapi syok tidak sekedar MAP normal, namun harus ditambah perbaikan
perfusi jaringan. Perbaikan perfusi menandakan tercapainya keseimbangan antara aliran
darah dan tekanan perfusi. Tanda perbaikan perfusi antara lain: nadi perifer menguat, suhu ekstremitas hangat, CRT <2 detik, perbaikan kesadaran, dan peningkatan diuresis. lalu akan diikuti perbaikan denyut nadi menuju nilai normal. Namun, untuk
tujuan penyesuaian terapi, parameter klinis memiliki kelemahan dalam hal kepekaan dan kekhususan . contoh tanda klinis tidak mampu dengan cepat menandakan keadaan refrakter cairan saat resusitasi. juga , tanda klinis tidak mampu menandakan kecukupan perfusi di tingkat mikrosirkulasi. Oleh sebab itu, perlu adanya pemantauan hemodinamik canggih.Saat ini, untuk pemantauan curah jantung bisa dipakai alat-alat invasif dan non-invasif. Kateter arteri pulmonal (teknik termodilusi) masih menjadi standar baku
pemantauan curah jantung. Pemantauan lain secara tranpulmonal (PiCCO, LiDCO) bersifat less invasive dan memberi akurasi hasil yang mirip dengan kateter arteri pulmonal. Ultrasonografi (termasuk ekokardiografi dan USCOM) juga sudah dipakai secara luas dengan memberi keuntungan, memiliki keunggulan, pemantauan curah jantung, ultrasonografi, pengukuran VA coupling, Ekokardiografi menentukan VA coupling melalui
pengukuran Ea dan Ees, sedang USCOM mengukurnya melalui ratio energi potensial
terhadap kinetik (PKR). VA coupling dipakai sebagai panduan penyesuaian dan target terapi pada keadaan gangguan sirkulasi. Pemantauan mikrosirkulasi bisa dilakukan dengan berbagai metode. bisa dibagi menjadi dinamik, metode tidak langsung, metode langsung, Metode tidak langsung meliputi pemeriksaan jaringan, surrogate oksigenasi jaringan seperti laktat, NIRS (near infrared spectroscopy), saturasi oksigen mixed vein, kadar CO2 darah, Pemeriksaan langsung meliputi Vascular occlusion tests (VOT) yaitu contoh pemeriksaan dinamik, laser Doppler dan teknik videomikroskopi (Orthogonal Polarisation Spectral,OPS; Sidestream Dark-Field, SDF; Incident DarkField, IDF).
identifikasi faktor pemicu terjadinya PJB yaitu penyimpangan pembentukan organ jantung pada trimester I kehamilan masih belum jelas, usaha di bidang pencegahan juga masih belum optimal.
Deteksi sekaligus perawatan dini, sistem rujukan ke pusat pelayanan jantung yang lebih
memadai untuk pelaksanaan diagnosa dan pengobatan definitifnya. Keterbatasan sarana
untuk perawatan intensif dan perawatan pre- dan sesudah -operasi, jalur konsultasi dan
komunikasi ilmiah berwujud pertemuan ilmiah berkelanjutan, pembahasan masalah baik
nasional maupun internasional.Diagnosa dini sering terlambat bahkan lolos dari pengamatan terutama pada bayi yang berisiko tinggi terjadi penyakit jantung bawaan kritis. Tampilan klinis PJB pada bayi baru lahir sering tidak jelas, bahkan adanya PJB kritis pada masa neonatal sering
lolos dari pengamatan. Hal ini terjadi sebab adanya sirkulasi transisi memicu bayi tampak normal , gejala klinis yang cukup jelas baru tampak beberapa hari atau minggu bahkan sesudah 2 atau 3 bulan, sehingga bayi sering dipulangkan tanpa diagnosa penyakit jantung. Keterlambatan diagnosa baik prenatal maupun postnatal sering yaitu ciri khas diagnosa PJB,
terlambatnya pasien memeriksakan bayinya, ketidakpatuhan minum obat yang disarankan
dokter dan pemeriksaan untuk pengendalian rutin mungkin sebab kekurangpahaman atau kesadaran para pasien tentang penyakit jantung pada anak, sering menolak jika perlu tindakan invasif maupun pembedahan, bahkan banyak para pasien yang masih sering menganggap bahwa penyakit jantung hanya diderita pada orang dewasa..Dalam tim Layanan jantung pada anak mengikutsertakan beberapa ahli dari berbagai disiplin ilmu yaitu :
-dokter ahli anastesi kardiovaskular
-dokter intensivis
-dokter ahli bedah jantung anak
-dokter ahli radiologi
-dokter ahli patologi klinik
-dokter ahli rehabilitasi medik
-perawat mahir di bidang perawatan intensif atau tindakan kateterisasi
-Angiografi, perawatan pre- dan sesudah -intervensi
-pembantu perawat mahir
-dokter spesialis anak
-dokter spesialis anak konsultan
kekurangpahaman yaitu ciri khas layanan jantung anak di Fetal ekokardiografi sangat penting untuk deteksi saat usia janin, walau tidak semua malformasi jantung dan gangguan irama jantung bisa dideteksi. maka bisa memberi informasi dan pendidikan kepada orangtua, konseling dan indikasi terminasi kehamilan, memilih rujukan yang memadai, merencanakan pengobatan jangka panjang, menekan mortalitas PJB kritis.Dibidang diagnosa non invasif (laboratorium, EKG, Roentgen dada, ekokardiografi, MSCT, MRI), diagnosa invasif (ruang kateterisasi dan angiografi), dibidang perawatan (cardiac intensive care unit) harus sudah lengkap dengan dokter ahli dan perawat mahirnya. Risiko munculnya penyulit selama transportasi, hipoksia berat, hipotermi, asidosis, hipoglikemia, serangan sianosis, gagal jantung. seperti ini tentu perlu pendamping tenaga ahli dan fasilitas kegawatan jantung yang
tidak murah dan jika hal ini terjadi pesawat harus segera mendarat jika didalam pesawat tidak disediakan peralatan kegawatan jantung dan tenaga profesional yang mendampingi
selama perjalanan, tentu hal ini akan menambah biaya perjalanan yang tidak murah.Tugas tim di pusat layanan jantung anak yang menerima rujukan
Sesudah menerima informasi tentang data-data pasien yang akan diterima, Data tentang insidens dan prevalens bayi dengan PJB sangat kurang, sering hanya yaitu ekstrapolasi atau asumsi dari data yang diperoleh dari seluruh dunia, sehingga
data yang diperoleh sebetulnya lebih tinggi dibanding negara maju.Pencegahan kejadian PJB seperti juga pencegahan penyakit lainnya yaitu bergantung pada pemicu nya, seperti juga di negara maju. Genetik sebagai pemicu primer (chromosomal and single gene defects) dengan lingkungan yang tidak kondusif. Multi factor inheritance yaitu interaksi genetik dan lingkungan yang tidak bisa dicegah, walaupun angka kejadian
kelainan kromosom meningkat selaras dengan bertambahnya usia ibu dan belum sempurnanya keluarga berencana dan masih banyaknya ibu hamil dengan usia diatas 30 tahun, sehingga di negara berkembang diperoleh insiden yang tinggi dari kromosom trisomi. Penyakit jantung bawaan sering ditemukan pada Sindroma Down dan trisomi 13, 18, yang tersering yaitu 21.Bahan teratogen sering meimbulkan PJB di negara berkembang dan kejadiannya bisa dicegah. Infeksi intrauterin (rubella) di negara maju bisa dicegah dengan vaksinasi anti rubella. Kemiskinan dengan predisposisi wanita sebelum dan selama hamil kurang gizi, perkawinan yang masih ada pertalian darah masih sangat menonjol di negara berkembang.Oleh sebab itu di negara berkembang perlu dipikirkan biaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi penyakit jantung pada anak, Penyakit jantung bawaan (PJB) masih menjadi pemicu kematian perinatal 30%, lebih dari 10% kematian terjadi pada bulan pertama kehidupan, PJB menyumbang beban ekonomi sistem perawatan kesehatan, Fetal echocardiography
yaitu salah satu alat mendeteksi PJB semasa
janin masih berada di kandungan ibu. Fetal echocardiography diharapkan bisa membantu
keluarga dalam mengambil keputusan mengenai menghentikan atau melanjutkan kehamilan, mempersiapkan keluarga, mempersiapkan biaya, pengobatan, memilih tempat untuk melahirkan,
Di negara maju fetal echocardiography ini sebagian besar dilakukan pada kehamilan berisiko tinggi, namun di negara berkembang perannya sebagai alat skrining rutin prenatal rutin masih kontroversi, bahwa fetal echocardiography yang dilakukan hanya berdasar indikasi ternyata bisa memicu kebanyakan PJB tidak terdeteksi yang akan memicu penanganan bayi baru lahir yang tidak tepat sehingga memicu peningkatan angka kematian neonatal dini. jika dilakukan pada
semua janin tanpa melihat indikasi akan menghabiskan biaya dan waktu besar, Ketepatan diagnosa fetal echocardiography tergantung dengan masing-masing yang melakukan, akibat spektrum dan parah itas anatomi patologi jantung pada janin, fetal echocardiography dilakukan oleh yang sudah ahli, dalam fetal echocardiography. Untuk melakukan evaluasi ekokardiografi janin yang terinci diperlukan pengetahuan tentang anatomi dan fungsi jantung, Skrining awal bisa dilakukan oleh dokter yang sudah menjalani pelatihan dasar, sedang penilaian lalu dilakukan oleh pediatric cardiology yang sudah terlatih dan berpengalaman, dokter spesialis kebidanan radiologi dapat melakukan ekokardiografi janin, Struktur jantung kecil, denyut jantung janin yang cepat, posisi janin yang berubah-ubah yaitu kesulitan untuk melakukan fetal echocardiography, kedalaman pencitraan yang substansial melalui perut hamil, keadaan pencitraan suboptimal, termasuk window yang terbatas, ibu kegemukan , untuk PJB dengan defek mayor, defek minor, defek non-struktural rata-rata 98%, sedang kepekaan untuk 4 defek mayor 90%, untuk defek minor 70%, untuk defek non-struktural defek atau aritmia 90% untuk seluruh defek 89%, jika fetal echocardiography dilakukan pandangan apikal 4 ruang bisa mendeteksi 7%, Namun jika fetal echocardiography dilakukan secara menyeluruh dan terperinci bisa meningkatkan deteksi
PJB lebih dari 80 sampai 95%. faktor berperan terhadap waktu yang tepat untuk dilakukan fetal echocardiography, yaitu untuk saat rujukan oleh dokter SpOG sesudah melakukan USG rutin pada trisemester kedua, kehamilan berisiko tinggi, fetal echocardiography dilakukan pada usia 18-23
minggu. Saat ini fetal echocardiography bisa dilakukan pada usia kehamilan lebih awal yaitu
trimester kedua dan awal trimester kedua (usia gestasi <18 minggu). ini dimungkinkan dengan ada nya probe dengan transduser frekuensi tinggi, termasuk yang probe transvaginal. Indikasi untuk dilakukan fetal echocardiography pada usia kehamilan lebih awal, sama dengan pada kehamilan trisemester kedua. Terutama ditujukan pada ibu hamil dengan risiko kehamilan yang lebih tinggi contoh: anak sebelumnya lahir dengan
PJB parah . Fetal echocardiography transabdominal bisa menerapkan struktur
jantung janin dengan baik pada usia 13 sampai 14 minggu. Fetal echocardiograhy yang dilakukan sebelum usia ini dilakukan dengan probe transvaginal sebab adanya jarak antara dinding perut dan ukuran jantung janin yang kecil.
Pemeriksaan fetal echocardiography dilakukan pada kehamilan dengan risiko tinggi Ibu
-Rubella, -Infeksi pada ibu dengan kemungkinan janin suspek fetal myocarditis, -Diabetes mellitus,
-Phenylketonuria, -Maternal autoantibodies (SSA/SSB+), Ibu mengkonsumsi :
-NSAIDs pada trisemester ke tiga,
-Angiotensin converting enzim (ACE) inhibitors
-Retinoic acid, Assisted reproduction technology
Riwayat PJB di keluarga (orangtua atau saudara kandung menderita PJB) , Pemeriksaan rutin USG yang dilakukan oleh dokter kebidanan menandakan kecurigaan kelainan di jantung atau di luar jantung pada fetus tidaknormal fetal karyotype
Takikardia atau bradikardia yang ditemukan pada fetus Fetal hydrops Kelainan pada lengkung aorta yaitu malformasi yang umum terjadi, sebagai varian pada populasi normal atau bisa yaitu kaitannya dengan anomali intrakardiak. Salah
satu kelainan lengkung seperti itu yaitu anomali asal mula arteri subklavia kanan atau
aberrant right subclavian artery (ARSA). Arteri ini biasanya muncul di atas permukaan lengkung aorta, sebagai cabang pertama dari arteri innominata (atau brachiocephalic), yaitu pembuluh pertama yang muncul dari lengkung aorta penelitian sebelum nya sudah menandakan bahwa rata-rata 2% orang normal, arteri
subklavia kanan (RSA) muncul secara anomali sebagai cabang keempat lengkung aorta yaitu Aberrant right subclavian artery dan ternyata berkaitan trisomi, jika hasil ekokardiografi menemukan atau mencurigai atau menemukan PJB. Sesudah diagnosa dilakukan , harus dilakukan rujukan ke pediatric cardiology dan lalu
dilakukan konseling yang terperinci, mengenai diagnosa , rencana pengobatan dan prognosis. Pada PJB parah sebaiknya dirujuk ke pusat rujukan yang sudah berpengalamam melakukan pengobatan PJB parah .Dilakukan serial ekokardiografi jika ditemukan:
-Miokarditis atau kardiomiopati,
-Disfungsi miokardium progresif sekunder akibat gangguan irama, hidrops atau kematian janin mendadak, -Tumor intrakardiak, -Aritmia janin,
-Konstriksi duktus arteriosus, -Retriksi foramen ovale, -Kardiomegali progresif akibat curah jantung yang meningkat, -Insufisiensi katup atrioventrikular atau semilunar progresif yang bisa memicu dilatasi ventrikel -Obstruksi katup atrioventrikular, aorta, arteri pulmonalis, cabang arteri pulmonalis, dan hipoplasia arkus aorta sekunder akibat lesi obstruktif, Sesudah diagnosa PJB prenatal akurat dilakukan, konseling prenatal, konseling prenatal yaitu memberi gambaran prognosis yang jelas dan jujur,
Kardiologi anak diawali saat tahun 1938 Robert Gross melakukan pembedahan untuk menutup duktus arteriosus persisten. pada tahun 1961 kardiologi anak menjadi khusus ilmu kesehatan anak. pada penyakit jantung bawaan yang semula tidak bisa diobati sebagian besar bisa dipulihkan. pencitraan ekokardografi, Doppler berwarna, magnetic resonance imaging sudah membuat kateterisasi jantung untuk tujuan diagnosa saat ini banyak ditinggalkan, dan lebih dimanfaatkan untuk tujuan terapeutik seperti penutupan berbagai defek, pelebaran obstruksi yang menggantikan peran bedah. kardiologi anak mengikutsertakan
patologi, fisiologi, kardiologi, bedah, perawatan intensif, anestesioloigi, pencitraan, penelitian kardiologi anak digolongkan dalam aspek yang meskipun cenderung bersifat tumpang-tindih, seperti pencegahan, penelitian etiologi, diagnosa , terapi, prognosis, pengobatan jangka panjang,
Banyak penyakit jantung bawaan yang memiliki predileksi familial atau genetik. faktor lingkungan masa awal kehamilan, saat embrio terbentuk,
Amerika Serikat memiliki Human Genome Project bisa mengkaji faktor etiologi faktor risiko terjadinya penyakit jantung bawaan. Dengan data genomik, anak yang berpotensi mengandung faktor risiko terjadinya penyakit jantung pada masa dewasa bisa diidentifikasi secara dini,
berbagai aspek kelainan jantung diperoleh berkaitan dengan penyakit sistemik meskipun secara garis besar sudah diketahui namun masih perlu riset agar ada tindakan preventif, Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik banyak ditemukan di negara yang sedang berkembang, Penyakit Kawasaki yaitu penyakit jantung diperoleh terbanyak, juga masih menyimpan
misteri tentang kepastian etiologinya. Bayi yang lahir dari ibu dengan kelainan tertentu juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita kelainan kardiovaskular. contoh: bayi yang lahir dari ibu penderita HIV cenderung mengalami kelainan kardiovaskular dengan morbiditas dan
mortalitas yang setara dengan pajanan HIV in utero. Hal ini menunjukan peran faktor janin dan perkembangan terjadinya penyakit tertentu. Diet ibu selama hamil juga bisa mempengaruhi status kardiovaskuar janin dan bayi yang lahir. contoh: masukan kalsium yang tinggi pada trimester kedua kehamilan berkaitan dengan tekanan darah
sistolik bayi yang dilahirkan. lambat laun tindakan intervensi terhadap janin yang mengalami masalah kardiovaskular bisa dilakukan dengan lebih baik.
jika sebelumnya kateterisasi jantung yaitu modalitas untuk memastikan diagnosa berbagai penyakit jantung bawaan, dewasa ini kateterisasi jantung untuk keperluan diagnosa sudah minimal. Kateterisasi jantung sekarang lebih banyak dipakai untuk tindakan terapeutik, Perkembangan pencitraan mulai dari radiologi konvesional, ultrasonografi / ekokardiografi, magnetic resonance imaging, CT scan, Ultrasonografi intrauterin yang sudah lama dilaksanakan namun
masih belum bisa mendeteksi sebagian besar penyakit jantung bawaan, ahli kardiologi anak mengkhususkan diri pada pencitraan kardiovaskular dari janin, bayi, anak, remaja, penelitian biomolekular cenderung bersifat multidimensi, salah satunya bisa dimanfaatkan untuk diagnosa gangguan kardiovaskular.
pengobatan kelainan kardiovaskular pada bayi dan anak menandakan perkembangan . jika semula bayi dan anak dengan kelainan jantung bawaan harus dilakukan operasi paliatif atau definitif, sekarang masalah penyakit jantung bawaan bisa diatasi tanpa pembedahan, yaitu dengan kateterisasi intervensi. Penyempurnaan alat untuk tindakan kateterisasi terapeutik ini penting dalam segi terapi penyakit jantung bawaan. bahwa sebagian besar obat yang dipakai untuk penanganan gagal jantung, disritmia, kardiomiopati pada bayi dan anak hampir semuanya berdasar pada evidence pada orang dewasa. Bahkan digoksin yang sudah berpuluh tahun diberikan kepada bayi dan anak dengan gagal jantung akibat penyakit jantung bawaan maupun penyakit jantung diperoleh , dasarnya yaitu hasil penelitian pada orang dewasa. Praktis belum ada evidence yang definitif dari penelitian yang dilakuan pada bayi dan
anak. Hal serupa juga terjadi pada pemakaian obat-obat lain seperti kaptopril, verapamil,
penghambat beta, Pemanfaatan obat untuk anak dari ekstrapolasi dari obat yang dipakai pada orang dewasa seharusnya tidak dibenarkan, sehingga masih terbuka uji klinis untuk berbagai obat yang sudah dipakai dan tentu saja obat-obat yang dikembangkan lalu . memperhatikan
etika pada Penelitian yang mengikutsertakan bayi dan anak. Minat pemakaian biomarker untuk menilai satus kardiovaskular anak makin
meningkat. Cardiac troponin T (cTnT) yaitu biomarker yang berkaitan dengan kerusakan miokardium oleh berbagai sebab. Biomarker lain yang bermanfaat untuk menilai status jantung yaitu N-terminal pro-hormone brain natriuretic peptide (NT-proBNP), yang disekresi oleh miosit di ventrikel jantung. Biomarker ini meningkat pada disfungsi miokardium, baik yang simptmatis (termasuk gagal jantung) maupun tidak.
pemakaian alat / kateterisasi selain bermanfaat untuk menutup berbagai defek juga dimanfaatkan untuk melebarkan pembuluh atau katup yang menyempit. Meskipun berhasil baik, namun masih cukup banyak masalah yang mengalami obstruksi
ulang. Transplantasi jantung sekarang bisa dilakukan Namun pasien yang sekarang harus menjalani transplantasi jantung bisa diganti dengan sel–sel jantung; contoh: pada pasien kardiomiopati dan gagal jantung yang tidak bisa
diatasi dengan medikamentosa. Katup bioengineering diharapkan bisa makin berkembang dan mengantikan katup mekanik dan homograft untuk beberapa jenis kelainan jantung tertentu. Katup-katup ini dibuat dengan sel-sel pasien sendiri dan tumbuh sejalan dengan pertumbuhan pasien sehingga tidak perlu diganti salama hidup. Kardiomiopati dan hipertensi pulmonal yang masih yaitu masalah besar saat ini, dengan kemajuan dalam bioengineering
secara bertahap bisa diatasi. dari registri kardiomiopati diketahui bahwa pasien kardiomiopati yang menyertai penyakit distrofi muskular lebih buruk prognosisnya dibanding dengan kardiomiopati oleh sebab lain, sehingga pemantauan yang lebih teratur dan intensif perlu dilakukan pada pasien kardiomiopati dengan distrofia muskular. Pada masa depan ahli kardiologi anak harus memahami farmakogenomik sehingga pemberian obat disesuaikan dengan genotip masing-masing pasien, dengan mengetahui peran gen dalam terjadinya kelainan
kardiovaskular mungkin bisa dilakukan rekayasa faktor lingkungan untuk mencegah mutasi genetik tertentu. Obat lain selain asam folat mungkin bisa mempengaruhi efek samping gen atau mencegah beberapa jenis penyakit jantung bawaan.
kita ketahui penyakit jantung bawaan bukan kelainan yang statis, Dia bisa menetap, bisa pula membaik secara spontan, dan bisa pula memburuk. masalah ini terjadi pada lesi awalnya, atau juga pada lesi sesudah dilakukan tindakan. Oleh sebab nya diperlukan pemantauan yang komprehensif. Dengan makin meluasnya universal health coverage (UHC) maka para remaja dan
dewasa dengan penyakit jantung bawaan bisa memperoleh perawatan jantung yang memadai.
fungsi miokard yang cenderung berangsur menurun dan berakhir pada gagal jantung pada
mantan pasien penyakit jantung bawaan yang dilakukan operasi saat bayi dan anak bisa
dicegah atau ditangani lebih baik. banyak ahli kardiologi anak yang mengkhususkan diri dalam intervensi, pencitraan, elektrofisiologi, dan transplantasi jantung. Salah satu yang penting dan
diharapkan berkembang yaitu kardiologi pencegahan.Pencegahan terhadap kejadian penyakit jantung bawaan perlu bukti ilmiah
yang mungkin tidak bisa diperoleh dalam waktu dekat. termasuk pencegahan terjadinya penyakit kardiovaskular pada dewasa akibat masalah yang ditemukan pada masa bayi dan anak. Anak obesitas cenderung mengalami sindrom metabolik yang yaitu kombinasi dari insulin
resistance, dislipidemia, dan hipertensi sehingga terancam menderita diabetes melitus tipe 2 dan komplikasi aterosklerosis. usaha pencegahan ini perlu kolaborasi kardiologi, gastroenterologi, nefrologi, endokrinologi, nutrisi, 24% pasien dengan penyakit jantung bawaan juga mengalami kegemukan , bahwa pasien dengan penyakit jantung bawaan, kardiomiopati, transplantasi jantung, kegemukan , Faktor epigenetik, kemungkinan merekayasa faktor risiko, pemakaian biomarker untuk surrogate endpoints yang penting, kolaborasi dengan disiplin lain, penguatan dan registry yaitu cara yang disarankan untuk penelitian kardiovaskular anak pada masa mendatang. Akhir-akhir ini banyak penelitian yang berdasar pada registry pada pasien dengan penyakit jantung bawaan. Untuk itu diperlukan pusat penelitian klinis dengan infrastrukturnya, dan ditambah dengan registry yang bagus,
Palsi Serebral (PS) atau Cerebral Palsy (CP) yaitu kelainan permanen dari perkembangan motorik dan postur tubuh, yang memicu keterbatasan aktivitas, akibat dari gangguan non progresif yang terjadi pada saat pembentukan otak janin atau bayi. Kelainan motorik dan postur tubuh pada CP
ditambah oleh gangguan kognisi, komunikasi, tingkah laku, epilepsi, gangguan sensasi, persepsi,
Konsensus tentang definisi CP dari The American Academy of Cerebral Palsy and Developmental Disabilities ini mengakui situasi awal atau cedera non progresif pada otak yang imatur juga mengakui masalah sosial yang dipicu adanya gangguan terhadap perkembangan otak yang normal sepanjang hidup, Cerebral Palsy yaitu disabilitas fisik yang terjadi pada masa awal perkembangan otak anak dan menjadi pemicu disabilitas pada anak, pemicu pasti CP tidak bisa diketahui. penderita CP mengalami lebih dari satu gangguan penyerta, yang menyulitkan terapi dan mengurangi kualitas hidup, prevalensi penderita
CP diperkirakan rata-rata 1-5 per 100 kelahiran hidup. Data kecenderungan persentase
disabilitas pada anak berusia 24-59 bulan
sebesar 0,09%. anak-anak CP dengan gangguan penyerta, seperti gangguan bahasa dan berbicara (70%), gangguan emosional (50%), gigi 40 (55%), disabilitas intelektual dan kesulitan belajar (49%). Untuk fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara diperkirakan minimal Rp 500.000,00 per bulan dan maksimal diperlukan biaya sebesar Rp 1.300.000,00 per bulan. ang seharusnya bisa dicegah melalui tindakan
preventif, mengingat anak CP perlu terapi, habilitasi dan rehabilitasi seusia hidup yang menghabiskan biaya yang sangat besar.
anak ini harus diterapi selama 3 - 5 tahun, lebih–lebih jika seusia hidup. Perlu diprediksi pula berapa usia harapan hidup anak CP. survey register awal ini belum bisa dikaitkan dengan informasi mengenai proses persalinannya fisiologis atau patologis. Begitu juga usia ibu saat melahirkan anak CP harus didiagnosa secara
khusus pula mengingat risiko terjadinya kelainan janin saat di dalam kandungan semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya usia ibu. kriteria CP harus memenuhi 5 elemen di bawah ini
yaitu : Sebagai akibat dari gangguan yang non progresif, berwujud lesi, atau ketidaknormalan , pada otak, Gangguan, lesi atau ketidaknormalan yang dipicu oleh otak yang imatur. suatu terminologi payung untuk suatu golongan gangguan, suatu keadaan yang permanen akan namun suatu waktu bisa terjadi perubahan dari keadaan awal CP, Meliputi gangguan gerak dan atau postur dan fungsi motorik lainnya,
Pastikan bahwa bukan penyakit saraf pusat yang progresif atau degeneratif, yaitu dengan
anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan ibu, riwayat kelahiran anak, riwayat sesudah lahir, mencari dan menemukan faktor risiko kemungkinan pemicu CP dan pemeriksaan
fisik yang teliti meliputi pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologi (termasuk
pemeriksaan reflek-reflek primitif yang masih menetap), ukuran, bentuk kepala, adanya dismorfi, deformitas maupun sudah adanya kontraktur, pemeriksaan penglihatan dan pendengaran.
Pemeriksaan penunjang untuk mencari kemungkinan pemicu CP yang bisa dilakukan antara lain pemeriksaan neuroimaging (MRI
disarankan dibandingkan CT Scan), pemeriksaan laboratorium tes metabolik dan tes genetik.
Klasifikasi CP berdasar tipe gangguan motorik , terdiri dari spastik CP, ataksik CP, diskinetik CP (bisa berwujud distonik maupun choreo-athetotic), CP campuran. Klasifikasi CP berdasar topografi, terdiri dari spastik unilateral (hemiplegia
dan monoplegia) dan jelas (diplegia, triplegia dan kuadriplegia). , klasifikasi CP berdasar derajat beratnya penyakit, dibagi menjadi minimal, ringan, sedang, berat.
Pada anak dengan Short Bowel Syndrome (SBS) adanya kesulitan pemberian nutrien yang dipicu oleh kegagalan fungsi pencernaan. pemicu SBS yaitu kelainan akibat operasi: midgut volvulus from malrotation, complicated meconeum ileus, meconeum peritonitis, mislocation of the stoma, inflammatory bowel disease, tumor, trauma, multiple intestinal atresias, Hirschsprung‘s disease (long segment), necrotizing enterocolitis, gastroschisis, pemicu kelainan bukan akibat operasi di antaranya: congenital short bowel, pseudo intestinal obstruction. Konsekuensi yang akan terjadi yaitu ketidakmampuan menjaga keseimbangan balans mikronutrien, energi, protein, cairan, elektrolit,
Lambung dibantu oleh asam lambung dan enzim, di mana terjadi penyerapan vitamin B12. Lambung juga memberi reaksi terhadap reseksi luas
pada usus dengan hipersekresi asam lambung. Duodenum memiliki panjang 10-12 cm, di duodenum terjadi penyerapan besi dan folat. Jejunum yaitu 3/5 panjang usus halus, memiliki villi yang panjang, area penyerapan luas terhadap bahan karbohidrat, magnesium, besi,protein, lemak, kalsium, Reseksi memicu hilangnya enzim, sehingga tidak terjadi penyerapan bahan ini di atas. Ileum yaitu 2/5 panjang usus halus, memiliki area penyerapan lebih kecil dibandingkan jejunum. Terjadi penyerapan asam empedu, vitamin A, D, E, K, B12, karbohidrat, protein, cairan, elektrolit. Katup Ileosecal berfungsi meningkatkan waktu transit, dan mencegah bakteri overgrowth’. Kolon melakukan penyerapan cairan, natrium, ekskresi kalium, bikarbonat, Pada keadaan SBS penyerapan tidak kuat , terjadi malpenyerapan , dan malnutrisi.
penyerapan tidak kuat dari produk sistem pankreatik dan bilier dan gangguan sekresi
usus akan memicu kehilangan banyak cairan dan elektrolit dengan manifestasi diare sekretorik dan osmotik. Gangguan penyerapan vitamin B12, vitamin larut lemak, dan penyerapan garam empedu, memicu defisiensi vitamin, terbentuknya batu empedu, batu oksalat, batu ginjal,
Proses patogenik dan prognosis kegagalan saluran cerna digambarkan oleh panjang sisa usus halus.
Panjang sisa usus yaitu faktor prognosis SBS, meskipun juga ada pengaruh variabel lain yang akan mempengaruhi adaptasi usus. contoh yaitu , pada bayi matur memiliki panjang usus halus 250 cm, dikatakan sebagai SBS berat jika ada sisa usus halus kurang dari 40 cm. Namun sebab adanya proses adaptasi usus, pasien bisa hidup tanpa nutrisi parenteral dengan sisa usus halus 15-30 cm.pengobatan nutrisi pada SBS beragam pada setiap masing-masing anak tergantung faktor fisiologi dan klinis yang dialami. Secara garis besar ada 3 tahap pengobatan dukungan
nutrisi sesudah dilakukan reseksi saluran cerna.3
tahap Awal (tahap akut) dimulai sesudah operasi, berlangsung rata-rata 1-3 minggu. Saat ini
terjadi hipersekresi, kehilangan elektrolit, cairan, sehingga perlu penggantian cairan intravena dan nutrisi parenteral memakai akses vena sentral. tahap kedua, berlangsung dalam minggu atau bulan, diikuti perbaikan kehilangan cairan
dan adaptasi usus. Nutrisi enteral makin meningkat bertahap, diikuti berkurangnya nutrisi parenteral. tahap ketiga, pada tahap ini pemberian nutrisi enteral seluruhnya bisa ditoleransi yang bisa diartikan usus berhasil adaptasi, dan nutrisi
parenteral bisa dihentikan. kebutuhan energi untuk neonatus yaitu 110-135 kkal/kg, dengan protein 3,5-4 g protein/kg untuk bayi prematur dan BBLSR 1000-1800 gram. Kebutuhan energi parenteral 10% lebih rendah dibandingkan enteral, sebab peranan diet yang dipengaruhi termogenesis. contoh pemberian nutrisi parenteral
yang disarankan yaitu 110-120 kkal/kg energi, 3-4 g lipid/kg, 1,5-4 gr asam amino/kg
dan karbohidrat sampai dengan 18 gr/kg/hari. Indikasi pemberian nutrisi perenteral (NP) pada SBS yaitu untuk mengoreksi keseimbangan cairan elektrolit, maintenans, memperbaiki status nutrisi,
memperbaiki kualitas hidup. Jalur parenteral ini sudah diprediksi jika sisa usus halus <100 cm dengan Jejunum, <50 cm jika ada kolon. Nutrisi parenteral dimulai pada tahap awal periode sesudah operasi, sesudah terlebih dahulu mencapai stabilitas hemodinamik, keseimbangan cairan, elektrolit. Nutrisi parenteral memakai akses vena sentral untuk memfasilitasi kebutuhan kalori dan nutrien. Pemberian nutrisi kebutuhan utama kalori meliputi karbohidrat, protein, lemak.
2/3 kalori berasal dari karbohidrat dan 1/3 dari lipid. Total energi termasuk protein bisa mencapai
0,85-1,5 kali REE. Pada bayi, dekstrose dimulai pada 5–7 mg glukosa/kg/menit, dengan
dosis peningkatan 1–3 mg glukosa/kg/menit, dan tujuan maksimum 12–14 mg/kg/menit.
Lipid, dimulai dengan 1 gr/kg/hari, dosis peningkatan 1 gr/kg/hari dan maksimal 3 gr/kg/
hari pada bayi dan 2gr/kg/hari pada anak. Pemberian lipid tidak melebihi 30–40% kalori
total per hari. Asam Amino parenteral dimulai dengan 1,5–2 gr/kg/hari. Pemberian secara
kuat elektrolit, mineral dan vitamin juga esensial diberikan harian secara parenteral pada bayi dan anak dengan SBS.Lama pemberian nutrisi perenteral dan peralihan ke enteral tergantung faktor fisiologi termasuk sisa panjang usus halus, kemampuan hidrasi, dan toleransi terhadap
nutrisi enteral, ada tidaknya bakteri tumbuh lampau, dan gangguan hepatobilier yang terjadi,
jika anak sudah tidak perlu lagi perawatan di rumah sakit dan masih tergantung pemberian nutrisi parenteral jangka panjang, sedang NP yaitu pilihan yang paling tepat untuk memperbaiki kualitas hidupnya maka dipersiapkan untuk
Home Parenteral Nutrition (HPN), Saat stabilisasi hemodinamik, cairan, elektrolit tercapai, terjadi perbaikan pada terapi nutrisi parenteral, maka pemberian nutrisi enteral bisa dimulai untuk menyiapkan adaptasi usus dan pertumbuhan. Adaptasi usus dipengaruhi proses hiperplasi selular, hipertrofi villous, panjang usus, peningkatan tanggapan hormon yang mana akan mempengaruhi luas permukaan penyerapan . sedang kebutuhan nutrisi enteral dan penggantian cairan tergantung pada panjang dan kualitas usus yang tersisa, ada tidaknya katup ileocaecal. Adaptasi usus terjadi segera pada 24-48 jam sesudah reseksi. Ileum memiliki kemampuan adaptasi lebih besar dibandingkan duodenum dan jejunum.Nutrisi enteral diberikan dimulai dengan volume minimal (10-12 ml/kg/hr) dan secara bertahap dinaikkan. Pada bayi prematur, kenaikan volume dimulai dengan 1 ml/kg/hari. Gangguan pada nutrisi enteral yaitu mual, mulas perih kembung perut distensi, peningkatan produksi stoma yang juga meningkat seiring dengan peningkatan volume pemberian nutrien. Peningkatan produksi stoma dijaga tidak melebihi 30 ml/kg untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. jika sudah melebihi 50 ml/kg/hari
yaitu kontra indikasi untuk meningkatkan volume pemberian nutrien enteral.Cara dan jalur NE. Pemberian secara terusmenerus akan efisien untuk luas permukaan penyerapan yang terbatas dan transpor protein. Pemberian secara intermiten sesuai dengan siklus hormon dan pengosongan kantung empedu. Oleh sebab itu NE terusmenerus diberikan segera sesudah operasi dan lalu bisa dilakukan secara enteral intermiten dan
akhirnya berlanjut secara oral.Jenis nutrien. Diet nutrisi enteral standar bisa diberikan jika masih diperoleh kolon. ASI, tetap masih ditoleransi dibandingkan dengan jika hanya dengan formula.
Pada pemakaian dengan ASI, waktu pemberian Nutrisi parenteral total lebih singkat, dan
mengurangi morbiditas yang muncul . ASI mengandung nutrien yang bersifat imunologi yang mendukung maturasi dan adaptasi intestinal, memperbaiki toleransi makanan, menyiapkan nutrien pada bayi prematur.ada beberapa kontroversi saran mengenai pemilihan formula enteral untuk pasien anak dengan SBS, yaitu elemental, semi-elemental, atau formula dengan bahan dasar peptide. Pada masalah lain juga ditemukan reaksi alergi terhadap pemberian nutrien pada pasien SBS. Bakteri tumbuh lampau pada SBS bisa menjadi faktor predisposisi
terjadi reaksi alergi saluran cerna. Pemilihan lemak LCT bisa mendukung adaptasi usus, sedang MCT mendukung penyerapan lebih baik.bahwa permeabilitas usus, kenaikan berat badan, balans nitrogen pasien SBS tidak berbeda antara yang memakai formula terhidrolisat atau tidak, namun lebih dipengaruhi oleh panjang, sisi, fungsi usus yang tersisa, dengan pemberian formula polimerik standar untuk bayi dan anak.Formula berbahan dasar Asam Amino, Neocate, mempengaruhi lama pemberian NP dalam 4 bulan, 6 bulan, 13 bulan tergantung sisa panjang usus halus dan usus besar.pengaturan nutrisi pada bayi prematur dengan SBS. Pemberian nutrisi parenteral dilakukan sesudah stabilisasi hemodinamik, cairan
dan elektrolit pada 3 hari sesudah operasi, diteruskan nutrisi parenteral, dan lalu dipadukan dengan enteral, dan lalu oral. Pilihan pertama nutrien untuk nutrisi enteral yaitu ASI, yang meningkatkan imunitas, toleransi dan adaptasi pada usus yang lebih cepat. Belum diperoleh konsensus pilihan formula mana yang dipilih. jika ASI tidak memungkinkan, formula terhidrolisat atau formula dasar asam amino yaitu
langkah bertahap yang bisa dilakukan jika intolerans terhadap nutrien polimerik. jika ada
gangguan terhadap penyerapan lemak maka pemakaian MCT akan menguntungkan.
Perhatian khusus yang perlu dilakukan yaitu evaluasi balans Natrium, Kalium, Magnesium hidrasi oral dengan larutan gula garam (cairan rehidrasi oral) pada pasien dengan jejunostomi.
Waktu memulai pemberian per oral yaitu sesegera mungkin untuk mendukung stimulasi mengisap dan menelan dan perkembangan motorik mulut. Keuntungan lain minum per oral yaitu meningkatkan sekresi tropik faktor gastrointestinal dan salivary epidermal growth factor dan secara keseluruhan membantu adaptasi usus dan mencegah parenteral nutrition associated liver diseases (PNALD). Makanan padat dan cair per-oral diberikan secara pelan dan bertahap. Pada keadaan tidak adanya kolon, perlu penambahan pemberian
cairan rehidrasi oral.Evaluasi laboratorium darah selama terapi nutrisi yaitu hemoglobin, leukosit,
trombosit, natrium, kalium, kalsium, magnesium, fosfor, albumin, ureum, kreatinin, bilirubin direk, alkali pospatase, transaminase, CRP, GGT.
Komplikasi yang perlu dicegah dalam perawatan pasien SBS,
enterokolitis nekrotikans (EKN) /Necrotizing enterocolitis (NEC) yaitu penyakit radang akut usus yang terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada bayi prematur, yang ditandai dengan nekrosis hemoragik jaringan usus yang bisa memicu perforasi dan rusaknya jaringan usus,
Enterokolitis nekrotikans dibedakan dengan gejala mirip EKN (NEC-like symptoms) yang berbeda patogenesis, pencegahan dan terapinya.
Gejala mirip EKN terjadi minggu pertama sesudah lahir pada neonatus cukup bulan dan late preterm sedang EKN terjadi di minggu kedua dan ketiga pada neonatus dengan usia kehamilan <32 minggu. Berbagai faktor menjadi pemicu terjadinya gejala mirip EKN yaitu asfiksi, penyakit jantung bawaan sianotik, aganglionosis, susu formula, pemberian korioamnionitis, nutrisi cepat, polisitemia,
Perforasi usus spontan (PUS, SIP=spontaneous intestinal perforation) yaitu diagnosa diferensial terhadap EKN. Perbedaan terutama pada waktu terjadinya perforasi pada PUS yaitu pada hari-hari pertama sesudah lahir dan secara patogenesis tidak terbukti ada hubungannya dengan inflamasi atau pemberian minum, namun terkait adanya
pemberian steroid dan indometasin. Gejala ileus paralitik yang memicu muntah dan distensi perut pada sepsis terdiagnosa sebagai EKN. Perbedaannya ada pada gambaran foto polos perut , pada sepsis hanya diperoleh air fluid level multiple sedang pada EKN diperoleh pneumatosis atau udara pada sistem bilier.Kejadian EKN berkaitan dengan kelahiran bayi prematur, tidak dipengaruhi oleh ras atau etnis. Angka kematian NEC rata-rata yaitu 10-35%, meningkat 50% berbanding lurus dengan rendahnya berat lahir dan usia kehamilan, terutama pada penderita yang memerlukan tindakan bedah.Faktor risiko utama terjadinya EKN yaitu prematuritas (gestasi ≤32 minggu) atau bayi berat lahir amat rendah (berat lahir ≤1500 gram). Imaturitas sistem pencernaan diperoleh baik pada struktur maupun fungsi sistem pencernaan memicu permeabilitas mukosa
lebih tinggi, lapisan mucin pada mukosa usus lebih tipis akan meningkatkan daya lekat bakteri sehingga meningkatkan permeabilitas dinding usus. Faktor ini memudahkan munculnya jejas pada mukosa usus.Imaturitas sistem imun yaitu dasar munculnya jejas pada sel dan jaringan mukosa usus. Sistem imun bawaan yang diperankan oleh berbagai toll like receptor(TLR) tidak berfungsi dengan normal. Terjadi perubahan fungsi dalam pengenalan bakteri patogen oleh TLR terutama pada TLR-4 dan TLR-9. Reaksi berlebihan TLR4 di
permukaan usus akan berekspresi negatif terhadap kolonisasi bakteri gram negatif dalam usus sehingga memicu kerusakan, meningkatnya apoptosis enterosit, kegagalan penyembuhan mukosa dan pelepasan sitokin proinflamasi inflamasi yang tidak kuat, Aktifasi TLR4 juga terjadi pada sel endotel permukaan usus sehingga terjadi vasokonstriksi dan mengurangi aliran darah dan muncul iskemi dan nekrosis. Penjelasan ini dikenal
sebagai hipotesis cross-switching .Faktor lain yang berperan pada patogenesis EKN yaitu :
-menurunnya motilitas usus sehingga mengurangi fungsi pembersihan lumen usus.
-menurunnya fungsi pencernaan dan penyerapan usus sebab imaturitas dari enterosit.
-menurunnya jumlah sel goblet penghasil lendir pada bayi prematur sehingga mengurangi fungsi protektif mekanik.
-meningkatnya tonus mikrovasuler pada pembuluh darah mesenterial bayi prematur.
-imaturitas tight junctions sel epitel saluran cerna.
asupan nutrisi enteral yaitu salah satu faktor risiko terjadinya ekn.
-meningkatnya fungsi apoptosis enterosit di permukaan usus akibat peningkatan stres
pada sel retikulo endoplasmik saluran cerna bayi prematur.
Faktor pemicu nya yaitu cara pemberiannya, jenis nutrisi yang diberikan melalui mekanisme
gangguan keseimbangan kolonisasi bakteri,stres
hiperosmolar, efek protein susu sapi, aktivasi reaksi proinflamasi, perubahan aliran darah saluran cerna, pemberian trophic feeding 15-25mL/kgBB/hari ASI atau susu formula, diberikan setiap 2-3 jam pada minggu pertama sesudah lahir. Pertambahan volume pemberian trophic feeding secara cepat dilakukan sesudah toleransi tercapai pada hari ke 3-7 sesudah lahir. Intoleransi terhadap pemberian nutrisi enteral lebih ditekankan pada keadaan klinis adanya distensi perut , muntah hijau bilier dan darah. Volume residu cairan lambung yang berisiko tinggi berkaitan dengan terjadinya EKN yaitu 2-3mL/
kgBB atau >50% dari volume pemberian minum sebelumnya.Osmolaritas nutrisi yang diberikan secara enteral tidak boleh melebihi 400mOsm/L. biasanya semua susu formula bayi prematur memiliki osmolaritas 400mOsm/L, ASI rata-rata 300mOsm/L dan jika diberikan fortifikasi osmolaritasnya masih di bawah 400mOsm/L.
Gangguan keseimbangan kolonisasi bakteri komensal usus juga yaitu pemicu terjadinya EKN. Prosedur kelahiran dengan bedah Caesar akan mengurangi kontak bakteri normal maternal di jalan lahir seperti Bacteroides, Bifidobacteria, Lactobacillus, Pemberian terapi antibiotik lama pada neonatus pemicu infeksi akan mengganggu keseimbangan kolonisasi bakteri komensal dan meningkatkan kolonisasi bakteri patogen
yang resisten. Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI akan kehilangan kesempatan
memperoleh prebiotik yang terkandung dalam ASI sehingga mengalami gangguan keseimbangan bakteri komensal dalam usus, Air susu ibu mencegah terjadinya EKN. sebab ada nitrit/nitrat, L-arginin, glutamin, oligosakarida, laktoferin, faktor pertumbuhan. Enterokolitis nekrotikans terutama terjadi pada bayi prematur yang menandakan gejala secara tiba-tiba meliputi buang air besar berdarah, adanya tanda klinis sepsis, intoleransi pemberian minum, distensi perut , Intoleransi minum yaitu gejala dini terkait EKN15, namun parameter ini masih belum disepakati sebab
tidak adanya standar prosedur dalam pengambilan aspirat cairan lambung, Penentuan tingkat beratnya penyakit masih memakai tanda klinis dan gambaran radiologis berdasar sistem skor rekayasa dari Bell, yaitu EKN ringan (Bell stadium I), sedang (Bell stadium II dan berat (Bell stadium III). diagnosa EKN ditentukan adanya tanda patognomonik berdasar gambaran radiologis foto polos perut dengan ditemukannya pneumatosis intestinalis (Bell stadium II).Prediksi diagnosa EKN dilakukan berdasar sistem skor parameter klinis
intoleransi minum dengan adanya residu cairan lambung pada 24 dan 12 jam sebelum
terjadinya, Akurasi sistem skor ini cukup baik namun masih perlu dilakukan validasi eksterna dengan suatu penelitian prospektif untuk bisa
dipakai . tidak bisa diimplementasikan
sebab parameter sistem skor yang dipakai yaitu faktor risiko meliputi usia kehamilan, pemberian ASI, riwayat pemberian tranfusi, adanya sepsis, asidosis metabolik, Awitan terjadinya EKN dibagi dalam awitan dini, yaitu terjadi 7 hari sesudah lahir dan awitan lambat 32 hari sesudah lahir. Faktor
risiko terjadinya EKN awitan dini yaitu pemberian steroid sebelum lahir dan proses kelahiran dengan bedah Caesar. sedang faktor risiko terjadinya EKN awitan lambat ditandai oleh adanya faktor risiko penyakit membran hialin, terapi patensi duktus
arteriosus dengan indometasin dan lamanya pemberian bantuan ventilator, pengobatan medis untuk mengatasi masalah inflamasi, toleransi pemberian nutrisi enteral dan gangguan keseimbangan kolonisasi bakteri dalam usus. Masalah inflamasi dilakukan dengan tindakan terhadap pemicu nya yaitu adanya gangguan
ventilasi atau sirkulasi. Intoleransi pemberian nutrisi enteral dihentikan untuk waktu tertentu yaitu 5-7 hari pada tingkat kelainan ringan dan 7-10 hari pada tingkat kelainan sedang dan berat. Antibiotik diperlukan sesuai dengan jenis kuman pemicu berdasar pola kuman di masing-masing pusat pelayanan, bedah diperlukan pada 50% masalah untuk mengeliminasi jaringan nekrotik pada usus, Tindakan dekompresi ruang perut untuk mengurangi desakan ruang perut ke rongga dada dilakukan dengan memasang drain pada rata-rata 75% masalah, Pencegahan paling efektif yaitu pemberian nutrisi enteral dengan ASI, baik ASI ibu
sendiri maupun ASI donor Salah satu mekanisme pencegahan terjadinya EKN oleh ASI yaitu aktivitas enzim glikoten sintetasi kinase dalam menghambat kerja TLR4 sehingga terjadi proliferasi sel stem dan penyembuhan mukosa,
usaha pencegahan lain yaitu dengan memberi probiotik sebagai usaha menjaga keseimbangan kolonisasi bakteri usus. pencegahan EKN memakai probiotik dengan hasil adanya penurunan mortalitas dan morbiditas EKN, namun secara tepat jenis probiotik yang dipakai , waktu dan
lama pemberian masih belum ada kesepakatan. Pemberian probiotik bakteri Lactobacillus
rhamnosus meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel Paneth enterosit dengan
merangsang TLR9 dan menghambat TLR4.
pengobatan kuat bayi prematur diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya EKN yaitu pemberian steroid antenatal, retriksi cairan dan pengobatan kuat patensi duktus arteriosus. Strategi pencegahan sedang dalam penelitian yaitu suplementasi laktoferin, imunoglobulin per oral dan imunonutrien seperti glutamin dan arginin.
Laktoferin yaitu glikoprotein antimikroba yang terkandung dalam kolostrum dan ASI. Hasil riset Cochrane menandakan tidak adanya penurunan bermakna morbiditas EKN dengan pemberian imunoglobulin. Glutamin dan arginin yaitu asam amino dalam ASI yang berfungsi melindungi kerusakan mukosa usus. Arginin bisa menghasilkan nitrit oksida sebagai vasodilator dan mencegah terjadinya jejas usus sebab iskemi perfusi,
Anemia penyakit kronis yaitu bentuk anemia yang terjadi akibat: infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik yang sudah berlangsung
kurang lebih 1 bulan dan tidak ditambah endokrin, penyakit hati, ginjal, Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan metabolism besi, sehingga terjadi penumpukan besi, hipoferemia di makrofag,
Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan
anemia defisiensi besi dan keduanya memberi gambaran penurunan besi serum, Oleh sebab itu penentuan parameter besi yang lain diperlukan untuk membedakannya, Anemia penyakit kronik yaitu anemia multifaktorial, diagnosa nya dilakukan berdasar pada adanya keadaan infeksi atau inflamasi kronik seperti adanya infeksi, penyakit autoimun, penyakit ginjal, kanker. Adanya anemia mikrositik atau normositik dan
rendahnya retikulosit yaitu tanda yang khusus dari anemia penyakit kronik. Kadar besi serum dan transferrin menurun atau normal, sedang kadar feritinnya normal atau meningkat.Ada 3 mekanisme yang bisa menjelaskan terjadinya anemia pada penyakit kronik,
-Terganggunya eritropoisis sebab turunnya produksi eritropoitin (EPO) dan tanggapan
sumsum tulang terhadap EPO
-Metabolisme besi terganggu sebab meningkatnya hepsidin yang lalu menghambat penyerapan besi .
-Terjadinya pemendekan usia eritrosit sebab terjadi pelepasan sitokin inflamasi, terjadi pada pasien kanker atau infeksi granulomatous kronik.
keadaan inflamasi kronik meningkatkan produksi sitokin seperti IL-1, TNF-α, dan interferon-γ yang langsung menghambat diferensiasi progenitor sel eritroid. Sitokin inflamasi ini akan menekan produksi dari EPO, menurunnya konsentrasi EPO
di plasma dan meningkatnya apoptosis sel eritroid ,Infeksi oleh invasi mikroorganisme bisa mempengaruhi homeostasis tubuh dalam metabolisme besi. Panel A menggambarkan bahwa invasi mikroorganisme, sel ganas ataupun disregulasi autoimun bisa mengaktivasi sel T (CD3) dan monosit yang memicu munculnya tanggapan imun untuk memproduksi sitokin seperti IFN∂, TNFα, IL-1, IL-6, IL-10 (dari monosit dan makrofag). IL-6 dan lipopolisakarida akan merangsang hati untuk memproduksi protein hepcidin yang merangsang penurunan penyerapan besi dari duodenum. IFN∂ dan lipopolisakarida juga akan merangsang ekspresi transporter besi
DMT-1 sehingga meningkatkan penyerapan besi ke intrasel dalam bentuk diferric (Fe2+), selain juga mempengaruhi penurunan ekspresi dari transporter makrofag besi ferroportin yang memacu penyimpanan besi di makrofag. IL-10 akan meningkatkan ekspresi reseptor
transferring dan memediasi penyerapan besi terikat transferrin ke dalam monosit. TNF-α
akan mengaktifkan fagositosis oleh makrofag dan merangsang penurunan pemecahan eritrosit tua. IL-1, IL-6,IL-10 merangsang ekspresi ferritin memicu penyimpanan dan retensi besi di makrofag lebih lanjut. Semua mekanisme ini akan memicu
konsentrasi besi di sirkulasi menurun dan mempengaruhi keadaan besi baik untuk
metabolise sel-sel tubuh maupun untuk proses erytropoiesis yang akan berkembang menjadi anemia. bisa membatasi perkembangan invasi mikroorganisme yang juga memerlukan besi untuk proliferasi, Sebagian besar anemia penyakit kronik secara klasifikasi morfologi tergolong anemia normokromik normositer, tapi rata-rata sepertiga dari masalah tergolong hipokromik
mikrositer. Adanya defisiensi besi fungsional yaitu sebagai konsekuensi meningkatnya produksi hepsidin, jika dilihat hapusan darah tepinya mirip dengan defisiensi besi atau thalassemia yang dipengaruhi oleh produksi hem atau globin,
Ciri khas dari anemia penyakit kronik ini yaitu hipoproliferasi yang ringan hingga sedang (derajat 1 atau 2). Jika menjadi lebih berat (derajat 3, atau memburuk, kadar Hb < 8 g/dl ), maka anemianya
yaitu multifaktorial bersama dengan keadaan yang lain seperti perdarahan saluran cerna, kehilangan darah dan inflamasi, terutama pada pasien anak dengan gagal ginjal kronis, keganasan saluran cerna, pasien yang sedang memperoleh terapi steroid, atau obat anti inflamasi non steroid. Serum ferritin dan saturasi transferrin sering rendah
pada anemia penyakit kronik. Kadar serum ferritinnya kurang dari 20 ng/mL. Walau sebagai protein tahap akut, kadar ferritin bisa normal pada keadaan inflamasi. Kadar ferritin > 50 ng/mL jarang pada anemia penyakit kronik, saat kita menemui pasien dengan anemia, langkah berikutnya yaitu melihat indeks sel darah merah (MCV,MCH, MCHC). Dari melihat indeks sel darah merah ini menggolongkan anemia berdasar morfologi ini menjadi 3 jenis yaitu : anemia hipokromik mikrositer, anemia normokromik normositer, dan anemia makrositer. jika anemianya tergolong hipokromik mikrositer, periksa kadar besi serum dan daya ikat besi total (total iron binding capacity, TIBC). Pada anemia penyakit kronik kadar besi
serumnya rendah dan TIBC normal atau rendah. jika morfologinya yaitu anemia normokromik normositer lalu dilihat kadar retikulosit yang rendah ,
2
penyakit respiratori disederhanakan menjadi 2 aspek yaitu penyakit yang terkait parenkim paru dan saluran napas, Endoskopi saluran napas yaitu salah satu prosedur diagnosa dan pengobatan berbagai patologi di saluran napas. Berbagai
teknik bisa dipakai untuk menilai berbagai struktur yang berbeda memakai endoskopi rigid/kaku dan atau fleksibel baik untuk diagnosa atau terapeutik.sedang peran endoskopi pada kelainan paru parenkimal lebih terbatas dan lebih banyak ditujukan dalam usaha diagnosa, penyakit respiratori disederhanakan menjadi 2 jenis yaitu :
-Penyakit yang terutama mengenai parenkim paru (parenchymal diseases): penyakit atau
kelainan yang terjadi bisa meliputi alveolus, jaringan interstisial dan vaskular paru.
-Penyakit yang terutama mengenai saluran napas penyakit atau kelainan yang terjadi bisa meliputi hidung hingga bronkiolus. Kelainan yang sering
terjadi, memerlukan tindakan endoskopi biasanya yaitu kelainan yang bersifat obstruktif.
biasanya endoskopi saluran napas bisa berperan diagnosa atau terapeutik. Kelebihan endoskopi saluran napas untuk diagnosa yaitu bisa menerapkan keadaan anatomi intralumen saluran napas dengan lebih akurat dan bisa menilai keadaan saluran napas secara dinamis contoh: untuk melihat stenosis ataupun malasia. Endoskopi
saluran napas juga bisa dipakai untuk memperoleh contoh dari saluran napas
bawah yang bisa berwujud bilasan bronkoalveolar , sikatan/biopsi endobronkial untuk pemeriksaan mikrobiologi atau sitologi yang sangat diperlukan pada pasien dengan imunokompromais atau pneumonia yang refrakter/berulang.Namun
kekurangan endoskopi saluran napas yaitu tidak bisa menilai keadaan ekstraluminal sehingga untuk memperoleh gambaran yang utuh mengenai kelainan di sistem pernapasan perlu pemeriksaan penunjang yang lain seperti rontgen thoraks atau
CT scan thoraks.Indikasi terapeutik endoskopi saluran napas antara lain meliputi penyedotan
contoh: pada mukus plak, reinflasi lobus yang mengalami atelektasis, ekstraksi benda asing, alat untuk memasukkan obat intra bronkial dan memberi panduan pada masalah intubasi yang sulit. saat ini sudah dilakukan pemasangan
sten saluran napas pada anak.
Pada kelainan ini peran bronkoskopi terbatas untuk pengambilan contoh bilasan bronkus untuk kelainan parenkim dan biopsi transbronkial. Struktur saluran napas meliputi hidung hingga bronkiolus. Secara artifisial saluran napas dibagi menjadi saluran napas atas dan saluran napas bawah.
-Saluran napas bawah meliputi glottis hingga bronkiolus. Namun yang bisa diterapkan oleh bronkoskopi hanya mencapai percabangan bronkus generasi ke 3-4 jika memakai bronkoskopi fleksibel sedang jika memakai
bronkoskopi kaku atau rigid/kaku visualisasi hanya sampai di bronkus utama atau segmen generasi kedua percabangan bronkus.
-Saluran napas atas meliputi hidung hingga struktur supraglotis diatas pita suara. Area
ini bisa diterapkan dengan pemeriksaan endoskopi saluran napas atas yaitu dengan
rinofaringolaringoskop. masalah sistem pernapasan yang akan memperoleh manfaat dari prosedur bronkoskopi meliputi :
Kelainan terutama mengenai saluran napas
pasien bisa datang dengan keluhan stridor, batuk kronik, ataupun mengi/wheezing yang tidak jelas pemicu nya, obstructive sleep apnea syndrome
(OSAS), sesak napas oleh sebab pemicu aspirasi pneumonia ataupun benda asing dan hemoptysis atau perdarahan paru.
Dengan prosedur endoskopi bisa mendeteksi secara akurat ketidaknormalan anatomi saluran napas dan menentukan letak obstruksi seperti:
massa intraluminal, kompresi saluran napas ekstraluminal, aspirasi benda asing, mukus plak, granuloma saluran napas, fistula trakeoesofageal, trakeal bronkus, laryngeal/trakeal web, papilloma laring, kista laring, stenosis trakea, cincin trakea komplit, stenosis bronkial, polip nasal, celah laring, hipertrofi tonsiloadenoid, stenosis subglotik, edema subglotik, subglotik, supraglotik hemangioma dan menentukan lokasi perdarahan.
, obstruksi saluran napas yang bersifat dinamis juga bisa terlihat dengan endoskopi contoh: paresis/paralisis pita suara. trakeomalasia bronkomalasia.laringomalasia, kolaps faring, obstruksi dasar lidah, Endoskopi terapeutik bisa dilakukan pada beberapa masalah seperti menyedot mukus plak, pemberian mukolitik intrabronkial contoh: pada masalah fibrosis kistik ataupun pemasangan sten saluran napas.
Endoskopi saluran napas yaitu prosedur di bidang respirologi yang berguna dalam aspek diagnosa maupun terapetik dalam mengatasi masalah/penyakit respiratorik. Prosedur ini yaitu prosedur yang aman dan berefek samping minimal jika dilakukan oleh tenaga terlatih. Manfaat utama prosedur ini yaitu pada kelainan di saluran napas terutama obstruksi saluran napas yang bisa dipicu oleh berbagai hal. Pada kelainan parenkimal manfaat endoskopi terbatas untuk kepentingan
diagnosa .
Prosedur endoskopi saluran napas seharusnya tidak dilakukan jika tidak ada indikasi yang
kuat, peralatan yang lengkap maupun tenaga yang terlatih. secara klinis tidak ada kontraindikasi mutlak untuk melakukan endoskopi, Kontraindikasi yaitu gangguan perdarahan, bronkospasme berat, hipoksemia berat, keadaan yang meningkatkan risiko tindakan seperti instabilitas kardiovaskular,
keadaan ini sebaiknya di atasi sebelum tindakan endoskopi dilakukan. Komplikasi sesudah
tindakan sangat jarang, hanya beberapa masalah fatal saja yang pernah dikeluhkan ,
. Kelainan yang terutama mengenai parenkim
Peran endoskopi pada kelainan ini terbatas terutama untuk tujuan diagnosa .pengambilan contoh terutama untuk pemeriksaan mikrobiologi, sitologi maupun histopatologi banyak bermanfaat pada masalah tertentu contoh: pneumonia
berulang atau pneumonia yang tidak betanggapan dengan pemberian obat standar (refrakter), pneumonia pada imunokompromais pasien seperti HIV/AIDS, imunodefisiensi primer, sesudah transplantasi organ ataupun pasien dengan kelainan paru interstisial maupun gambaran radiologis menetap yang tidak jelas pemicu nya.
Prosedur endoskopi saluran napas pada anak biasanya perlu tindakan sedasi umum, kecuali pada anak besar dan kooperatif yang bisa memakai anestesi lokal/topical. Sedasi yang dipakai bisa berwujud sedasi sedang dengan conscious sedation hingga anestesi umum tergantung kebutuhan. Alat endoskopi yang dipakai bisa masuk melalui hidung atau mulut dengan atau tanpa artificial airway (jalan napas buatan) seperti masker laryngeal, pipa endotrakeal,
masker wajah ataupun kanul trakeostomi.
Alat endoskopi yang dipakai diameternya disesuaikan dengan usia anak, dikenal ukuran alat untuk bayi dan anak. Alat endoskopi yang bisa dipakai terdiri dari 2 jenis yaitu endoskopi kaku/
rigid dan fleksibel,
Ginekomastia yaitu pembesaran kelenjar mamae yang terjadi pada laki-laki. Hal ini terjadi sebab adanya gangguan fisiologi hormon steroid yang bersifat sedang maupun menetap. Ginekomastia terjadi sebab berbagai macam perubahan dalam
payudara termasuk jaringan penunjang, proliferasi duktus kelenjar mamae, penambahan
vaskularisasi, dan sel sel radang kronik. Pembesaran terjadi pada regio tepat di bawah papila dan areola mamae, ditambah atau tanpa sekresi mirip kolostrum, teraba lunak, pembesaran papila dan areola mamae. Ginekomastia jangan disamakan dengan lipomastia yaitu lemak subkutan, teraba lunak yang seringkali tampak seolah-olah memiliki payudara pada laki-laki gemuk. Perjalanan klinis ginekomastia seperti juga efek obat-obatan bisa dipantau dengan mengukur diameter lempeng
jaringan kelenjar mamae setiap 3 bulan sekali. Sering terjadi asimetri pada perkembangan
ginekomastia, dan perkembangan mamae unilateral bisa selalu dipikirkan sebagai
stadium perkembangan ginekomastia jika teral. Hormon stimulans pertumbuhan mamae
yang dominan yaitu estrogen, sedang androgen berefek inhibisi yang lemah. Ginekomastia ini akan terjadi jika ada penurunan ratio androgen terhadap estrogen. Peran prolaktin pada genesis ginekomastia masih belum jelas. Prolaktin serum pada kebanyakan pasien ginekomastia dalam batas normal. Prolaktin kadang ikut berperan melalui efek tidak langsung pada gonad dan kemungkinan pada fungsi adrenal yang bisa memicu perubahan ratio estrogen atau androgen dalam sirkulasi.
Pada telars prematur perkembangan payudara bisa terjadi pada salah satu atau kedua payudara.
Prevalensi telars prematur tertinggi terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, pembesaran payudara sebelum usia 2 tahun dianggap sugestif untuk telars prematur dan resolusi 40% sampai 60% masalah . Telars prematur menyatakan perkembangan payudara tanpa tanda-tanda seks sekunder lainnya pada anak wanita berusia kurang dari 8 tahun. tanpa percepatan pematangan tulang, bau badan dewasa, perubahan perilaku khas pada pubertas, perkembangan rambut, estrogenisasi mukosa vagina, percepatan pertumbuhan linier, Perkembangan payudara unilateral mencapai 50% pasien. ada pengaruh estrogen sedang yang lain tidak menemukannya.
Kadar hormon gonadotropin yang normal maupun meningkat dikeluhkan . eksogen juga sudah dikeluhkan sebagai pemicu munculnya perkembangan telars prematur melalui ingesti, aborpsi melalui kulit atau kontak dengan lingkungan. Perjalanan alamiah telars prematur beragam dari regresi, persisten, progresif tanpa ditambah gejala lain hingga pasien memasuki usia pubertas ataupun berkembang menjadi pubertas prekoks sentral.
Patogenesis telars prematur masih kontroversial. Ada yang mengatakan telars prematur dipicu oleh meningkatnya kepekaan secara tidaknormal jaringan mamae , terhadap peningkatan sekresi estrogen fisiologis. telars prematur mungkin dipicu oleh peningkatan sedikit estrogen ovarium sebagai tanggapan terhadap peningkatan kadar gonadotropin transient. telars prematur mungkin
dipicu oleh produksi estrogen yang berlebihan secara autonom dari folikel ovarium yang mengalami transformasi kistik dan luteinisasi pada tahun pertama hingga ke-empat kehidupan. telars prematur diduga bisa dipicu oleh peningkatan
produksi estrogen dari prekursor adrenal.
diagnosa tampak pola pertumbuhan linier masih normal tanpa adanya akselerasi, usia tulang masih sesuai dengan usia kronologik. Pada pemeriksaan USG pelvis terlihat uterus berukuran prepurbertal ruangan (rasio korpus banding serviks yaitu 1: 2), tidak adanya menstruasi. Pemeriksaan hormonal pada telars prematur memperlihatkan pola
prepubertal. Kadar hormon estradiol berada dalam tingkat prepubertal sesuai dengan usia pasien, namun kadang sedikit meningkat. Kadar FSH basal dan LH biasanya normal, namun FSH mungkin agak meningkat. juga terhadap uji stimulasi
LHRH menandakan pola prepubertas.
Telars prematur yaitu suatu keadaan yang self limited dan jarang menjadi pubertas prekoks sentral. telars prematur yang terjadi usia kurang dari 3 tahun memiliki prognosis yang baik, sebab payudara biasanya akan mengalami regresi spontan, sehingga disarankan untuk tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak perlu. terapi sesegera mungkin bisa segera dilakukan pada pasien telars prematur yang berkembang menjadi pubertas prekok sentral. dampak yang dimuncul kan pubertas prekoks sentral sangat mengganggu. Oleh sebab itu setiap pasien
telars prematur perlu diamati secara berkala. pemicu ginekomastia oleh sebab hipogonadisme primer 7%, tumor testis 2%, hipogonadisme sekunder 2%, hipertiroid 1%, gagal ginjal kronik 1%obat-obatan 25%, tidak ditemukan kelainan pada 26%, ginekomastia pubertas yang menetap 27%, sirosis hepatis atau malnutrisi 9%,
1. Ginekomastia patologis
Ginekomastia patologis yaitu ginekomastia yang dipicu oleh efek samping obatobatan atau kelainan endokrin atau penyakit, Kelainan endokrin
pada ginekomastia patologis biasanya kelainan endokrin yang secara potensial memicu penurunan konsentrasi androgen (hipogonadism) atau peningkatan sekresi estrogen. Androgen akan mengalami aromatisasi perifer di jaringan menjadi
estrogen. Rasio androgen dan estrogen ini yang berperan pada terjadinya ginekomastia.
Pada sindrom Klinefelter terjadi hipergonadotropik hipogonadism seringkali ditemukan ginekomastia, sebab terjadi disgenesis gonad. Pada hipertiroid ditemukan ginekomastia sebab terjadi peningkatan produksi androstenedion dan peningkatan aromatisasi androgen perifer. Ginekomastia yang terjadi pada malnutrisi biasanya muncul sesudah peningkatan masukan kalori, mungkin berkaitan dengan disfungsi
hati, selama kelaparan produksi hormon seks turun, saat masukan makanan menjadi normal produksi estrogen maupun androgen meningkat dan terjadilah ginekomastia dan pembesaran payudara biasanya menghilang sesuai perbaikan fungsi hati.
2. Ginekomastia idiopatik
Ginekomastia idiopatik sesudah dicari pemicu nya tetap tidak diketahui dan ginekomastia idiopatik tidak memicu gangguan kesehatan yang berarti.
3. Ginekomastia fisiologis
-Ginekomastia usia lanjut
Ginekomastia usia lanjut yaitu ginekomastia yang ditemukan pada laki-laki usia lanjut.
-Ginekomastia pada neonatus
Pembesaran payudara pada neonatus diduga dipicu oleh faktor estrogen maternal atau plasenta atau kombinasi keduanya. Pembesaran ini bisa atau tidak berkaitan dengan produksi ASI dan biasanya hilang dalam beberapa minggu,
walaupun pada beberapa masalah tertentu bisa menetap lebih lama.
-Ginekomastia pubertas
Ginekomastia pubertas selalu diawali dengan tanda-tanda perkembangan seks laki-laki seperti perkembangan rambut pubis, pigmentasi kulit skrotum, dan pembesaran testis (volume 8 ml) khas ada sedikitnya 6 bulan sebelum onset pembesaran payudara. Pada usia 10-17 tahun kira-kira 50% anak lakilaki menderita ginekomastia transien dengan puncak insidens (69%) pada usia
14 tahun. Ginekomastia pubertas akan menghilang 79% dalam 2 tahun dan menghilang 95% dalam 3 tahun, menjadi ginekomastia besar kira kira 10%.
Pada ginekomastia pubertas, diameter kelenjar mamae biasanya kurang dari 4 cm mirip breast bulding. jika ukaran mamae pada ginekomastia
serupa dengan M4 atau M5 stadium pubertas wanita maka dinamakan makroginekomastia. Pada makroginekomastia regresi spontan tidak mungkin terjadi.
diagnosa yaitu membedakan ginekomastia fisiologis atau patologis.
Pada anamnesis riwayat pemakaian obat-obatan penting selain riwayat keluarga dengan ginekomastia menetap. harus diidentifikasikan ada tidaknya gagal ginjal, sirosis hepatis, hipertiroid, hipogonadisme, malnutrisi, trauma lokal dinding dada. Pemeriksaan fisik untuk memeriksa tanda tanda ginekomastia dan mencari tanda-tanda penyakit yang mendasarinya. Pemeriksaan laboratorium dilakukan,
pengobatan :
- Tamoksifen dan raloksifen yaitu anti estrogen, tamoksifen yang berkompetisi dengan estrogen binding site jaringan mamae. efektif diberikan dengan dosis 10-20 mg/kali diberikan 2 kali
sehari pada remaja. Efek samping nause abdominal discomfort pada laki-laki yang diobati dan tidak perlu penghentian pengobatan.
-. Testolakton yaitu suatu aromatase inhibitor, dosis yang diberikan 150 mg/ kali 3 kali sehari, yaitu dosis aman yang tidak menghambat sekresi gonadotropin atau memperlambat pubertas.
-. Dihidrotestosteron heptanoat diberikan secara intra muskuler belum ada secara komersial. Obat ini tidak mengalami aromatisasi menghambat pembentukan mamae.
-. Hasil terapi demgan raloksifen klomifen sitrat, tamoksifen, testolakton, danasol, testosteron atau dihidrotestosteron heptanoat dikeluhkan dengan hasil yang tidak konsisten.
Indikasi bedah pada ginekomastia yaitu jika ukuran melebihi 6 cm atau jaringan mamae menetap lebih dari 4 tahun dan sudah terjadi fibrosis luas, dan adanya stres psikologis berat
-. Pengobatan ginekomastia tergantung pada pemicu dan lamanya menderita ginekomastia.
-. Pada 90% masalah ginekomastia pubertas terjadi regresi spontan dalam 3 tahun
atau dalam 6 bulan dengan terapi medis.
Epigenetik yaitu mekanisme yang mengendalikan apakah gen tertentu akan menjadi aktif atau
inaktif. Epigenetik yaitu lingkungan yang mempengaruhi ekspresi gen dan memanipulasi
perkembangan awal yang bisa menjadi faktor predisposisi munculnya alergi.pasien memiliki beberapa gen yang tidak dieskspresikan atau diekspresikan pada jaringan tertentu atau pada keadaan tertentu. contoh , setiap sel di dalam tubuh kita memiliki kode genetik yang sama, namun profil gen yang diekspresikan pada
masing-masing sel dan jaringan berbeda, seperti kulit, otot, tulang, organ lain. Variasi ini diatur melalui suatu program epigenetik yang parah , yang menentukan apa, kapan dimana sebuah gen akan diekspresikan. Mekanisme epigenetik ini tidak mengubah sekuens DNA yang secara mitosis atau meiosis diturunkan. ini menjelaskan mengapa
pada keturunan yang memilki DNA identik belum tentu memunculkan ciri atau sifat yang sama.
Epigenetik dan pengendalian ekspresi gen
Pada sel eukariotik, gen-gen di dalam rantai DNA dikemas membentuk struktur kromosom yang berada di dalam nukleus sel. Rantai DNA mengelilingi histon membentuk nukleosome yang terikat menjadi suatu untaian dinamakan kromatin. Dalam hal ini epigenetik diartikan sebagai perubahan kimia yang bisa membuka’ untaian kromatin dan struktur DNA sehingga gen bisa diekspresikan atau menutup’ untaian kromatin sehingga gen tidak dieskspresikan. contoh proses regulasi ekspresi gen antara lain metilasi DNA dan rekayasa histon. Metilasi DNA yaitu proses biokimia yang berkaitan terhadap penambahan gugus metil terhadap nukleotid DNA. ini
yaitu proses epigenetik yang paling utama pada gene silencing dan secara subsekuens
menginhibisi transkripsi gen. sedang rekayasa histon yaitu serangkaian perubahan berwujud metilasi, asetilasi atau fosforilasi sepanjang rekayasa post translasi dari berbagai macam protein histon. Efek dari rekayasa histon ini bisa beragam mulai dari aktivasi hingga inaktivasi gen dan bisa juga terjadi beberapa perbaikan fungsi DNA. faktor lingkungan dinamakan berpengaruh terhadap regulasi ekspresi gen antara lain paparan zat kimia, asap rokok, hormon, perubahan suhu, komponen di dalam makanan dan stress. Epigenetik menjelaskan bagaimana lingkungan bisa mempengaruhi ekspresi gen dalam waktu yang sangat cepat tanpa harus mengubah sekuens DNA itu sendiri. inilah yang membuka pandangan bahwa lingkungan bisa berpengaruh terhadap penyakit. Dengan mengetahui faktor apa yang mempengaruhi rekayasa ekspresi gen sehingga memicu suatu penyakit tertentu, maka bisa juga menjadi strategi untuk melakukan rekayasa gen dalam mencegah terjadinya penyakit ini .
Peran epigenetik terhadap perkembangan imun dan munculnya alergi, Selama proses perkembangan embrio dan janin, proses epigenetik ini beragam dan dinamis sehingga sebuah sel bisa berdiferensiasi menjadi berbagai jaringan dan
organ . juga dengan perkembangan sistem imun pada awal masa kehidupan. Selama proses kehamilan, perkembangan sistem imun janin sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, fluktuasi hormon selama kehamilan, sistem imun maternal. Janin mengandung antigen asing dari paternal yang lalu ditanggapi oleh sistem imun berwujud T helper 1 (Th1). Sistem imun Th1 bekerja sebagai sistem pertahanan tubuh yang siap untuk menyerang atau menolak antigen asing. Namun, pada kehamilan, terjadi perubahan tanggapan imunologi secara parah yang mencegah terjadinya rejeksi antigen janin ini. perubahan hormon mampu menginduksi tanggapan imun T helper (Th2) yang akan melindungi janin dan menekan tanggapan imun Th1. bukti terjadi peningkatan tanggapan imun Th2 dan penurunan Th1 pada masa kehamilan.8
Pada saat bayi baru lahir, diperoleh sel T yang masih imatur dengan dominasi sel Th2 akibat pengaruh efek Th2 maternal dan pengaruh hormon pada kehamilan. Meskipun tanggapan imun bayi baru lahir bisa memberi tanggapan imun pertahanan Th1 jika terjadi paparan infeksi, namun kemampuan ini lebih rendah dibandingkan dengan tanggapan imun pada anak yang lebih tua atau dewasa. dikeluhkan bahwa pada pasien anak
normal menandakan perubahan gradual dan progresif tanggapan imun dari Th2 menjadi
Th1. dinamakan bahwa paparan dengan mikroba pada awal kehidupan yaitu hal yang penting dalam switching tanggapan imun Th1 dan jika perubahan ini tidak terjadi maka tanggapan imun akan dominan oleh Th2 sehingga berisiko mengalami penyakit alergi. Salah satu mekanisme bagaimana epigenetik mempengaruhi sistem imun selama proses perkembangan janin yaitu teori epigenetik. Perubahan epigenetik mengatur
gen untuk produksi sitokin tertentu yang akan mempengaruhi apakah sel T naive akan
berdiferensiasi menjadi sel Th1 atau Th2. Sitokin Th1 seperti IL-12 dan IFN-ɣ yaitu komponen yang penting dalam menekan tanggapan imun alergi yang diperankan oleh sel Th2. sedang sitokin Th2 seperti IL-4 mampu menginduksi diferensiasi sel T naive menjadi sel Th2. Keseimbangan antara sitokin-sitokin inilah yang salah satunya bisa
mempengaruhi muncul atau tidaknya alergi.10
Pada bayi baru lahir, fungsi gen sitokin Th1 secara epigenetik dinonaktifkan melalui
mekanisme penambahan gugus metil ke dalam rantai DNA. Seiring dengan bertambahnya usia, gugus metil ini lalu akan hilang sehingga
memicu gen sitokin Th1 menjadi aktif. dinamakan bahwa terjadinya metilasi DNA ini dipicu sebab paparan mikroba saat proses kehamilan. Teori terkait keadaan ini yaitu hygiene hypothesis yang menyatakan bahwa paparan mikroba pada saat awal kehidupan bisa mencegah terjadinya alergi. Paparan mikroba menginduksi
tanggapan imun Th1. Dengan berkembangnya tanggapan Th1 yang dominan lalu akan
menekan tanggapan imun Th2 sehingga kejadian alergi bisa dicegah. bahwa pada pasien anak dengan alergi, terjadi penurunan tanggapan imun Th1 dan peningkatan tanggapan imun Th2 bahkan sebelum munculnya gejala klinis alergi. tanggapan imun tidak akan terlepas dari tanggapan imun innate yang diperankan oleh APC (Antigen Presenting Cells). APC yaitu pertahanan awal yang mampu mengenali bakteri atau mikroba lain dan lalu memberi sinyal untuk aktivasi dan diferensiasi sel T. Pada tahap ini, regulasi epigenetik mampu mempengaruhi aktivasi gen sitokin yang bertanggung jawab terhadap diferensiasi sel T baik melalui proses DNA
metilasi maupun rekayasa histon. Sitokin yang dihasilkan akan mengaktivasi faktor transkripsi sesuai dengan jalur diferensiasinya, seperti IL-12 dan IFN-ɣ akan mengaktivasi STAT1/T-bet untuk diferensiasi Th1; IL-4 mengaktivasi STAT6/Gata3 untuk diferensiasi Th2; sinyal dari sitokin IL-6 dan TGF-β akan mengaktivasi RORγ untuk diferensiasi
Th17; dan TGF-β mengaktivasi FoxP3 untuk diferensiasi T reg.11 Melalui mekanisme
regulasi inilah keseimbangan sel T dipertahankan. Ketidakseimbangan diferensiasi sel T akan memicu munculnya berbagai keadaan penyakit seperti alergi atau autoimun. contoh pada patogenesis alergi, tanpa sinyal pro-Th1 dari APC, maka diferensiasi sel T cenderung mengarah menjadi sel Th2. ini ditemukan pada anak alergi, dimana tanggapan imun Th2 lebih dominan.
Peran faktor lingkungan terhadap regulasi epigenetik, Beberapa faktor lingkungan yang dikaitkan dengan regulasi epigenetik dalam munculnya penyakit alergi antara lain :Alergen
Pengaruh alergen terhadap regulasi epigenetik pada pasien dengan asma dan alergi dikaitkan dengan peningkatan metilasi DNA sesudah sensitisasi alergen. Alergen yang ditanggapi oleh sel Th2 berkorelasi dengan penurunan ekspresi sitokin IFN-ɣ yaitu sitokin utama untuk diferensiasi Th1. terjadi metilasi DNA pada beberapa lokus gen pada populasi pasien dengan alergi HDM. , pasien yang terpapar HDM menandakan peningkatan tanggapansuper jalan napas, inflamasi dan remodeling jalan napas.
Salah satu faktor dinamakan protektif terhadap alergi yaitu paparan mikroba pada masa awal kehidupan. anak yang tumbuh besar dalam lingkungan pertanian tradisional berisiko lebih kecil terhadap penyakit alergi pernapasan. Pada pasien anak yang tinggal di lingkungan pedesaan menandakan gambaran jumlah sel Treg yang meningkat menonjol sesudah stimulasi dengan lipopolisakarida. bahwa gen antibakterial seperti RANTES, lipocalin-2 (LCN-2), dan prostaglandin E synthase (PTGES) memperantarai peningkatan kadar asetilasi histon yang memicu aktivasi gen yang berkaitan dengan tanggapan imun Th1 yang akan mencegah munculnya penyakit alergi.
gaya hidup yaitu faktor yang mempengaruhi
regulasi epigenetik. pada jaringan adiposa terjadi penurunan tingkat ekspresi gen yang berkaitan dengan fosforilasi oksidatif karbohidrat, asam amino dan metabolisme lipid. Metilasi DNA yang terjadi pada beberapa lokus gen seperti CCL5,
IL2RA dan faktor transkripsi T-box (TBX21) bisa memicu polarisasi Th1. tingkat metilasi lebih tinggi dibandingkan golongan non kegemukan . Di sisi lain, terjadi peningkatan metilasi promoter untuk TGF-β, yang mengkode sitokin yang berkaitan dengan aktivitas anti-inflamasi dan fungsi sel Treg. Lebih lanjut, metilasi promoter juga
ditemukan pada gen FCER2, yaitu reseptor dengan afinitas yang rendah untuk IgE. Hal ini yaitu contoh peranan alterasi epigenetik sebagai mekanisme perubahan metabolik dan pengaruhnya terhadap ekspresi gen yang berkaitan pada perkembangan fenotip alergi.
Salah satu komponen yang penting dalam donor metil pada proses metilasi DNA yaitu asam folat. Hal ini akan mengubah epigenom suatu gen sehingga gen menjadi inaktif. Konsumsi asam folat pada kehamilan dikaitkan dengan kejadian munculnya alergi pada anak. Namun beberapa penelitian menandakan hal yang sebaliknya.
belum ada bukti yang menandakan saran pemakaian suplementasi folat selama
kehamilan untuk mencegah terjadinya alergi.
Paparan asap rokok selama kehamilan yaitu faktor berkembangnya asma pada anak. disebab komponen yang dihasilkan dari asap rokok yaitu toksik dan menurunkan fungsi metabolik dengan cara mempengaruhi program epigenetik pada tipe sel yang berbeda. Induksi metilasi DNA dan asetilasi histon pada beberapa gen mengindikasikan bahwa mekanisme epigenetik
akibat paparan asap rokok bisa mempengaruhi kejadian asma. ada wheezing, asma, positif skin prick test pada anak dari ibu yang terpapar asap rokok selama kehamilan.
Stress yaitu dalam bagian rekayasa epigenetik. sebagai faktor risiko patogenesis dan keparahan asma pada anak. Reseptor membran untuk adrenal adenylate cyclase-activatingpeptida (ADCYAP1R1) yaitu ekspresi tertinggi dalam hipotalamus dan struktur limbik yang berintegrasi pada tanggapan
stress. status metilasi lebih tinggi pada gen
ADCYAP1R1 dan peningkatan ini berkaitan dengan perkembangan asma, khususnya pada anak dengan pengalaman kekerasan dalam keluarga. mekanisme ini juga diperantarai oleh modulasi aksis HPA oleh stressor yang akan memicu gangguan pada regulasi sistem imun, terutama sistem imun Th2.
Minyak ikan yaitu salah satu sumber asam lemak omega 3 yang menjadi prekursor kebanyakan mediator anti-inflamasi. Konsumsi minyak ikan selama kehamilan, awal kehidupan atau keduanya dinamakan bisa mencegah perkembangan
penyakit alergi. ada mekanisme perubahan
pada faktor κΒ subunit p65 dan deasetilasi histon pada sel makrofag. bahwa konsumsi minyak ikan saat kehamilan menurunkan risiko terjadinya alergi makanan, asma, positif skin prick
test dan kejadian atopi pada anak.
Infeksi sistem saraf pusat (SSP) yaitu infeksi yang dipicu oleh patogen yang mengenai otak dan medula spinalis. Infeksi pada otak seperti subdural, ventrikulitis, meningitis, ensefalitis, abses otak, empiema, yang berdampak pada kematian dan kecacatan. Infeksi SSP memicu gejala sisa akut maupun kronik seperti kejang, hidrosefalus, kekurangan neurologis fokal, tuli , kognitif, tingkah laku. Infeksi SSP bisa dipicu oleh bakteri, virus, jamur, parasit, autoimun. pengobatan tergantung dari cepatnya diagnosa dan pemberian terapi
yang sesuai.diagnosa bayi dan anak dengan sangkaan infeksi SSP dimulai dengan evaluasi
gejala klinis yang bisa memberi informasi ke arah diagnosa etiologi. Identifikasi agen pemicu yang sangat tergantung dari hasil diagnosa cairan serebro spinalis (CSS) melalui tindakan pungsi lumbal. Neuroimaging juga berperan penting dalam membuat keputusan diagnosa dan terapeutik.
Meningitis bakterial yaitu peradangan dari leptomeningen, akibat adanya bakteri di rongga subarakhnoid. diagnosa yang cepat diperlukan untuk penyakit yang mengancam nyawa namun bisa diobati ini.Gejala klinis dari meningitis bakteri yaitu kaku kuduk, penurunan kesadaran. demam, Gejala klinis awal pada bayi berwujud menangis lemah, gerak yang kurang aktif, letargi, tidak mau makan sampai yang paling parah ditemukan adanya gangguan napas. Gejala awal pada anak usia 1 – 4 tahun meliputi demam muntah, kaku kuduk, Letargi, gelisah, anoreksia, fotopobia, Pada penyakit lebih lanjut ditemukan, kejang ubunubun besar (UUB), membonjol, koma. nyeri
kepala dan leher., ditemukan paresis nervus kranialis akibat peningkatan tekanan intrakranial, edema papil, kelemahan tungkai dan pada
anak yang lebih besar ada ataksia. Ada dua tampilan gejala klinis pada meningitis bakterial, yang pertama demam ditambah gejala non khusus yang lain, muncul beberapa hari dengan atau tanpa fokus infeksi yang jelas (contoh saluran napas atas atau saluran cerna). Pasien dengan infeksi SSP dengan gejala non khusus akan sulit menentukan kapan awitan yang pasti dari meningitis. Tampilan yang kedua, sangat akut, tidak jarang fulminan dan ditambah gejala dan tanda sepsis (gangguan kardiovaskuler, manifestasi di kulit seperti ruam eritema, makulopapular atau ptekial), lalu meningitis berkembang menjadi berat dalam beberapa jam,
Meningismus yaitu kekakuan leher dan otot di punggung untuk menghindari nyeri akibat peradangan meningen. Tanda klinis iritasi meningeal termasuk tanda Kernig (ekstensi pasif sendi lutut pada paha dalam keadaan fleksi dan memicu nyeri di punggung), tanda Brudzinski (fleksi pasif di leher memicu fleksi spontan di tungkai bawah, tanda tripod (dalam keadaan duduk, anak menahan punggung dengan meletakkan
kedua lengan dibelakang bokong), tanda knee-kissing (anak tidak bisa mencium lututnya
sendiri). Kaku kuduk hanya 1 – 2 % tidak ditemukan pada bayi dan anak, semakin muda
usia anak gejala kaku kuduk kurang menonjol.1
Kejang muncul sebelum masuk RS atau dalam 2 hari pertama perawatan pada 30% anak dengan meningitis bakterial. Kejang bukan prediktor yang buruk. Adanya tanda neurologis fokal seperti paresis, kelumpuhan saraf kranial, dan kejang fokal sering yaitu prediktor luaran yang buruk untuk kerusakan otak yang permanen.Arthritis mendahului meningitis H. influenzae dan N. meningitidis, bisa memicu kesalahan pada pemeriksaan neurologis dengan monoparesis. Arthritis ditemukan di sendi lutut dan siku. Dari pasien dengan septik arthritis H. influenzae 30%
ditambah dengan meningitis. Sellulitis periorbital muncul pada meningitis H.influenzae.
diagnosa banding, pada meningitis aseptik,
ensefalitis, abses otak, kejang demam, trauma kepala, perdarahan intrakranial, meningitis neoplasma. agen pemicu seperti jamur, rikettsia,
tuberkulosis. Anak dengan kejang demam sederhana kecil kemungkinannya suatu meningitis bakterial, infeksi shunt SSP muncul kira – kira pada 10% masalah , biasanya muncul antara 1 – 2
bulan sesudah pemasangan shunt. Kebanyakan infeksi dipicu Staphylococcus koagulasenegatif atau Staphylococcus aureus, juga bisa flora di kulit. Infeksi shunt harus dicurigai pada setiap anak dengan terpasang shunt ditambah dengan demam.
Keterlibatan SSP pada tuberkulosis ekstrapulmoner yaitu suatu keadaan yang
mengancam nyawa anak, rata-rata 1 – 2 % anak terkena meningitis jika penyakit TB tidak diobati. Meningitis tuberkulosa (MTB) jarang ditemukan pada anak dibawah 3 bulan namun masalah meningkat dalam 5 tahun pertama. Riwayat kontak dengan penderita TB dewasa sering ditemukan pada meningitis tuberkulosa., Onset dari meningitis tuberkulosa bisa dibedakan dengan penyakit lain yaitu menetapnya gejala klinis dan berfluktuasi. Gejala klasik MTB berwujud rangsangan
meningeal subakut, namun gejala ini biasanya tidak ditemukan pada awal penyakit baik anak maupun dewasa. diagnosa dan pengobatan dini yaitu faktor risiko tunggal untuk menilai luaran pada anak dengan MTB. Pada anak yang kecil gejala awal berwujud berat badan tidak bertambah, demam tidak tinggi, dan lemah. lalu gejala awal yang bisa disembuhkan total ini bisa berkembang menjadi koma, opistotonus, kematian. Pada anak yang lebih besar, gejala awal yaitu demam, sakit kepala muntah flu. Kontak dengan
penderita TB aktif dewasa bisa menjadi petunjuk diagnosa yang penting. jika gejala klasik neurologi lanjut MTB (termasuk kaku kuduk, koma, kejang, tanda peninggian tekanan intra kranial [TIK], parese nervus kranialis, hemiparesis, and gerakan involunter) muncul , diagnosa MTB mudah dilakukan namun biaya pengobatan mahal.
Gejala meningitis tuberkulosa berkembang perlahan dalam beberapa hari sampai minggu, namun awitan akut ditemukan pada separuh anak. Gejala awal sering tidak jelas terdiri dari status gizi yang buruk, iritabilitas, dan apati (stadium I). Pada bayi kecil gejala yang sering ditemukan yaitu demam, batuk, penurunan kesadaran, UUB
membonjol, kejang tonik-klonik umum. Pada anak yang lebih besar ditemukan demam yang tidak tinggi, mual, muntah, pusing dan sakit perut. Kaku kuduk sering tidak begitu jelas. Pada stadium II, ditemukan kekurangan saraf kranial unilateral dan jika teral, gangguan neuro-oftalmologi seperti neuritis retrobulbar, palsi gaze, dan lesi di khorioretina. Stadium III, kesadaran menurun kejang, papil edema, kekurangan neurologis mayor. pasien ditemukan hiponatremia yang dipicu oleh SIADH atau yang lebih jarang sidroma cerebral salt-wasting.
Ensefalitis yaitu peradangan akut dari parenkim otak, terbanyak dipicu oleh virus mumps, herpes simplex virus (HSV), cytomegalovirus (CMV), varicella zoster virus (VZV), enterovirus, dan virus lainnya. gejala pusing muntah, anak dengan ensefalitis virus sering kejang dan penurunan kesadaran yang beragam dari somnolen sampai koma. Demam dengan suhu dari rendah sampai 400C atau lebih.Pasien ensefalitis memiliki menifestasi kelainan dari parenkim otak, namun
kebanyakan berkaitan dengan manifestasi infeksi meningens, ini sering tumpang tindih dengan meningoensefalitis. Kejang, fokal atau umum, ditemukan pada 60% bayi atau anak dengan ensefalitis. Kejang fokal yang refrakter mengindikasikan pemicu nya yaitu HSV. Pemeriksaan neurologis pada anak dan remaja dengan ensefalitis ditemukan hiperrefleksia, ataksia, gangguan kognitif, kekurangan neurologis fokal seperti hemiparesis, afasia. Gejala yang berat ditemukan tanda peninggian tekanan intrakranial (TIK) termasuk ketidaknormalan postur, pupil, respirasi, Ensefalitis autoimun sebab pemicu ensefalitis yaitu dipicu infeksi, ada kriteria diagnosa dan pedoman konsensus untuk ensefalitis sebagai suatu proses infeksi. Namun, dalam 10 tahun terakhir ini meningkatnya jumlah masalah non infeksi, sebagian besar autoimun
dan yang paling banyak yaitu ensefalitis reseptor anti N-methyl-D-aspartate (NMDA), Berbeda dengan gejala khas ensefalitis, yang cenderung mendadak dari 24 sampai 72 jam, ensefalitis reseptor anti-NMDA dimulai perlahan, sering beberapa hari sampai beberapa minggu. Manifestasi klinis pada orang dewasa dan anak ditemukan kejang atau pusing namun gejala khas dari ensefalitis reseptor anti-NMDA berwujud gangguan tingkah laku seperti kecemasan, agitasi, delusi atau paranoid, disfungsi memori, dan
halusinasi visual atau auditori. rata-rata 40% dari anak-anak dengan gangguan ini memiliki
kejang atau gangguan gerak (koreoatetosis dan tardif orofasial), beberapa ditemukan mutism atau katatonia. Tumor ovarium, pemicu sering pada wanita dewasa dengan antiNMDA ensefalitis reseptor, namun jarang ditemukan pada anak. rata-rata 20% dari orang dewasa dengan ensefalitis reseptor anti-NMDA memiliki pola EEG extreme delta brush . 40% pemeriksaan MRI pada anak dengan ensefalitis reseptor anti-NMDA ada peningkatan intensitas sinyal fokal atau multifokal terutama pada substansi otak putih,
Mielitis transversa Demielinasi dari medula spinalis dinamakan mielitis transversa. Gejala klinis bisa berwujud kelemahan jika teral dari ekstremitas bawah, gangguan sensorik dan otonom. Paresis bisa terjadi dengan hiporefleksi dan lalu menjadi hiperrefleksi, ini bisa terjadi
bergantung pada letak lesi. Pemeriksaan MRI dan diagnosa cairan serebrospinal diperlukan untuk evaluasi pelaksanaan diagnosa . Pungsi lumbal
diagnosa etiologi dari infeksi SSP berdasar dari diagnosa CSS. Lumbal pungsi (LP) sebaiknya dilakukan walaupun hanya sedikit bukti dari gejala meningitis. Jarang dilakukan pengambilan CSS dari tempat lain termasuk ventrikel dan reservoir VP shunt. Pungsi lumbal yaitu prosedur jarang ditemukan komplikasi yang serius. Sakit kepala bisa ditemukan 1 – 6 jam sesudah LP biasanya ringan. Jika ditemukan biasanya lokasinya di frontal dan diperberat dengan pergerakan dari posisi tidur ke duduk atau berdiri. Sakit kepala sesudah LP dipicu terus mengalirnya CSS dari tempat pungsi yang memicu turunnya tekanan CSS dan traksi dari struktur sensitif-nyeri.
Masalah ini bisa dikurangi dengan mengambil hanya sedikit CSS dan memakai jarum yang lebih kecil.Herniasi batang otak dan serebelum tonsil ke foramen magnum jarang ditemukan pada anak. Risiko herniasi berkaitan dengan peninggian fokal tekanan TIK. Risiko munculnya meningitis pada anak sepsis yang dilakukan LP tidak bermakna,
dan bukan kontra indikasi.
Bacterial Meningitis Score, untuk mendeteksi anak dengan pleiositosis CSS yang berisiko rendah untuk meningitis. Pasien digolongkan dengan risiko sangat rendah jika tidak ditemukan semua dari yang berikut ini: pewarnaan Gram CSS positif, hitung neutrofil absolut CSS minimal 1000/μl, kadar protein CSS paling sedikit 80 mg/dl,
hitung absolut netrofil darah tepi minimal 10.000/μl, dan riwayat kejang sebelum atau saat pemeriksaan.Lumbal pungsi ulangan pada meningitis bakterial hanya diindikasikan jika
ditemukan keterlambatan sterilisasi CSS, relaps atau sangkaan rekurensi meningitis. Pungsi
lumbal sebaiknya tidak diulang, kecuali hasil yang diharapkan bisa merubah pengobatan pasien. Kebanyakan pasien hanya perlu sekali LP.
Kontra indikasi dari LP ada empat:
- Riwayat atau gejala gangguan perdarahan.
- Tanda infeksi di tempat melakukan pungsi (pioderma, sellulitis, erisipelas).
- Tanda peninggian TIK fokal yang nyata ( lesi masa dan atau shift of the midline pada
neuroimaging, penurunan kesadaran, ketidaknormalan fokal pada pemeriksaan fisik neurologis) yang ditemukan pada pemeriksaan fisik atau pencitraan neurologis.
- Gangguan kardiorespirasi yang berat, terutama pada neonatus atau anak dengan sakit parah.
Pada keadaan diatas LP sebaiknya ditunda sampai keadaan penyakitnya dikoreksi
atau dieksklusi jika memungkinkan.
Pasien dengan meningitis bakterial biasanya didahului bakteremia, ini berdasar patogenesis penyakitnya. pengambilan sampel kultur darah pada saat masuk sangat berharga dan positif pada 80 – 90% masalah meningitis bakterial. Kultur bakteri dari tempat lain seperti kulit, mukosa, hidung dan tenggorokan tidak membantu. Kultur dari fokus infeksi seperti sellulitis (periorbital, buccal), efusi telinga tengah, sinusitis, mastoiditis,
dan urin pada bayi muda kemungkinan bisa menemukan bakteri patogen pemicu meningitis. Pemeriksaan hapusan Gram dan kultur dari ptekie bisa secara cepat mengetahui pemicu meningitis contoh: meningokokkus.
diagnosa CSS pada pasien dengan infeksi SSP.
Konfirmasi diagnosa dengan ditemukannya bakteri patogen melalui pemeriksaan mikroskopis, kultur, polymerase chain reaction (PCR), atau tesrapid antigen-detection di CSS. Pewarnaan gram
dilakukan saat melakukan LP.Pemeriksaan tanggapan inflamasi kemungkinan bisa membantu, seperti jumlah lekosit/hitung jenis, LED, CRP. namun pemeriksaan ini tidak bisa mengeksklusi diagnosa meningitis bakterial.
Serum procalcitonin yaitu marker baru dengan kepekaan dan kekhususan yang tinggi untuk membedakan meningitis bakterial dengan meningitis aseptik.
Pemeriksaan CT dan MRI kepala pada meningitis tuberkulosa sama dengan meningitis bakterial, ditambah dengan lesi parenkim, infark, dan tuberkuloma di area basal otak. Hidrosefalus ditemukan pada sebagian besar pasien.
Pemeriksaan neuroimaging, seperti CT, MRI, dan USG kranial (bayi dengan UUB terbuka) dilakukan pada pasien dengan tanda peninggian intrakranial (perubahan retina, pola nafas tidaknormal , gangguan kardiovaskularpenurunan kesadaran, reaksi pupil melambat atau dilatasi pupil, oftalmoplegia, ). Peninggian TIK dipicu edema otak atau komplikasi inrakranial lain seperti hidrosefalus, efusi subdural, trombosis, infark, abses otak, Penyangatan kortikal mungkin ditemukan dan mengindikasikan serebritis. Pengulangan pencitraan mungkin diperlukan untuk mengevaluasi penyakit dan mempertimbangkan intervensi lebih lanjut. ketidaknormalan pada pencitraan berkaitan dengan prognosis yang buruk.
Pemeriksaan MRI pada virus lain bisa normal atau edema difus. pemeriksaan MRI Sesudah periode neonatus MRI pada ensefalitis herpes simpleks memperlihatkan T2 prolongation di lobus temporalis media, regio orbitofrontal, atau girus singulus, dan penyangatan kortikal dengan kontras gadolinium. Pada ensefalitis Japanese atau Epstein-Barr ditemukan ketidaknormalan fokal di basal ganglia.
Tuberkuloma intrakranial bisa memberi gambaran seperti SOL dengan keluhan kejang, kekurangan neurologis fokal pusing, Foto rontgen dada sering tidaknormal , dengan gambaran pembesaran kelenjar di hilus atau gambaran milier namun bisa juga normal.Untuk sangkaan ensefalitis HSV dan reseptor anti NMDA,
Pemilihan antibiotik tergantung dari sangkaan patogen pemicu dan kerentanan antibiotik yang berbeda di berbagai tempat. Semua kemungkinan terbanyak bakteri pemicu meningitis harus bisa diobati dengan terapi empiris antibiotik,
Lama pemberian antibiotik pada anak tidak ada pedoman yang baku dan tergantung dari tanggapan klinis pasien. Meningitis yang dipicu N. meningitidis bisa diberikan selama 4 hari.
Terapi empiris antibiotik segera diberikan pada anak dengan sangkaan bakterial meningitis. Pemberian antibiotik jangan ditunda lebih dari 15 menit untuk keperluan pengambilan sampel CSS dan serum pada anak dengan sakit parah , walaupun hal ini bisa mengurangi kemungkinan menemukan kuman pemicu meningitis.
efisiensi pemakaian antibiotik jangka pendek belum memiliki bukti yang mendukung. pemberian antibiotik selama 5 hari berefek
sama dengan pemakaian antibiotik selama 10 hari.
Meningitis yang dipicu bakteri Enterobactericeae, L monocytogenes dan bakteri lain yang tidak biasa kemungkinan perlu terapi lebih lama. Pada anak dengan tanggapan klinis yang baik, terapi
antibiotik sebaiknya tidak diperpanjang dari yang disarankan sebab alasan demam yang
berkepanjangan. pemicu demam yang lain seperti demam sebab obat, infeksi jalur vena, infeksi lain yang tidak terdiagnosa , efusi subdural sebaiknya dipikirkan . dexamethasone menurunkan risiko gangguan pendengaran dan gejala sisa jangka pendek pada meningitis H. influenzae dan kemungkinan juga meningitis non H.influenzae. Dosis dexamethasone yang disarankan 0.15
mg/kg tiap 6 jam selama maksimal 2 – 4 hari, dan diberikan beberapa saat sebelum atau bersamaan dengan dosis antibiotika yang pertama. Dexamethasone sebaiknya tidak diberikan untuk meningitis neonatus, Pengumpulan cairan ektra aksial sebagian besar akan hilang tanpa dilakukan
intervensi. jika ditemukan demam dan gejala klinis yang persisten sesudah pemberian
antibiotik, dan pengumpulan ini berperan seperti masa, maka perlu dilakukan pungsi untuk menyingkirkan kemungkinan suatu empiema dan mengurangi efek masa.
Kejang yaitu komplikasi ensefalitis yang sering ditemukan , bisa diatasi dengan diazepam dan diteruskan dengan phenobarbital atau phenytoin. Peninggian TIK yaitu komplikasi ensefalitis yang mengancam nyawa, dan bisa diobati dengan
pemberian manitol, NaCl 3%, furosemid dan hiperventilasi. Anak yang sakit kritis perlu perawatan di ruang intensif.Ensefalitis autoimun
Kortikosteroid yaitu pengobatan lini pertama pada ensefalitis reseptor anti-NDMA. Metilprednisolon yaitu kortikosteroid yang paling umum dipakai , diberikan secara intravena dengan dosis 15 sampai 30 mg/kg/hari (maksimum 1 g/hari) selama 3
sampai 5 hari, lalu diturunkan bertahap dengan metilprednisolon oral 10 sampai 14 hari atau lebih. Imunoglobulin intravena (IVIg), memakai dosis yang sama dengan yang dipakai pada sindroma Guillain-Barre, dan plasmaferesis bermanfaat sebagai terapi ajuvan terutama pada pasien yang tidak tanggap terhadap kortikosteroid. Rituximab
dan siklofosfamid sudah dipakai pada pasien dengan-NMDA anti ensefalitis reseptor
yang tidak menanggapi terhadap kortikosteroid atau IVIg.7,8,1Mielitis transversaTerapi mielitis transversa pada anak sangat mempengaruhi prognosis masalah ini. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi (20 – 30 mg/kg/hari) selama 3 – 5 hari, jika klinis membaik maka tidak diperlukan pemberian terapi lanjutan. Namun, jika klinis berkurang bisa diteruskan dengan steroid oral (1 mg/kg/hari dan tapering selama 14 – 21 hari). Terapi tambahan lain bisa diberikan jika tidak menanggapi dengan pemberian steroid yaitu
pemberian immunoglobulin intravena (2 gr/kg selama 2 – 5 hari), dan plasma exchange
(5 – 8 exchange dalam 10 hari).
pyrazinamide, dan streptomycin masih Isoniazid, rifampicin, ethambutol,yaitu obat lini pertama pada pengobatan meningitis tuberkulosa yang organisme sensitif. Fluoroquinolone juga yaitu obat yang poten terhadap tuberkulosis, obat ini sebagai cadangan untuk masalah yang sulit diobati.Pengobatan awal dimulai dengan 4 macam OAT selama 2 bulan (isoniazid, streptomycin,
rifampicin, pyrazinamide atau ethambutol ). Selnjutnya dua macam OAT (rifampicin, dan isoniazid) selama 9 – 12 bulan. Pyridoxyne disaran kan pada anak dengan malnutrisi untuk mencegah isoniazid-induce peripheral neurophathy.
Terapi pada anak dengan ensefalitis virus harus mempertimbangkan berat ringannya penyakit, sangkaan agen pemicu , keadaan obat antivirus yang khusus .Ensefalitis virus yang bisa diobati dengan antivirus diantaranya
ensefalitis VZV, infeksi HIV, infeksi CMV, ensefalitis HSV, . Bayi dan anak dengan ensefalitis HSV
bisa diberikan acyclovir iv 20 mg/kg tiap 8 jam selama 21 hari, untuk remaja dosis
acyclovir 1500 mg/m2
selama 21 hari. Hati – hati dengan efek samping ke ginjal, perlu pemantauan berkala fungsi ginjal untuk pemakaian jangka panjang. Anak dan remaja
dengan ensefalitis VZV bisa diberikan acyclovir iv dengan dosis 1500 mg/m2 selama minimal 10 hari.
Banyak virus yang mengenai SSP tidak bisa diobati dengan antivirus khusus , sehingga penderita sangat tergantung dari terapi pendukung yang baik seperti, antipiretik, cairan iv, antiepileptik, jarang dengan kortikosteroid.
Epilepsi yaitu penyakit neurologis kronis pada semua usia akibat aktivitas sinkronisasi neuronal tidaknormal di otak. Epilepsi ditandai dengan adanya faktor predisposisi yang menetap untuk memicu kejang berwujud kelainan neurologi, kognitif, Epilepsi anakanak, mengalami kejang pertama sebelum usia 18 tahun.berkaitan dengan tingginya kejadian infeksi otak dan trauma kepala.
beragam gejala, tanda dan diagnosa banding yang mirip dengan epilepsi. Kesalahan diagnosa diperkirakan 30% terjadi di dalam penanganan epilepsi, yang memicu banyak pasien mungkin memperoleh pengobatan dan pemeriksaan
yang tidak perlu. pelaksanaan diagnosa berdasar anamnesis untuk membedakan gangguan paroksismal nonepileptik dari epilepsi. pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) diperlukan untuk mencari etiologi dari kejang.
40 % pasien epilepsi juga mengalami mental retardasi, mengalami gangguan perilaku, gangguan belajar.
Sebagian besar epilepsi belum diketahui etiologinya. biasanya etiologi epilepsi bergantung pada usia pasien. Etiologi epilepsi sampai saat ini dari akibat kelainan herediter genetik di otak seperti kelainan malformasi kelainan metabolik, atau sebab faktor diperoleh sesudah kelahiran seperti kelainan struktur di otak akibat stroke,tumor, trauma, infeksi, gangguan imunologi, epilepsi berwujud kejang tanpa diprovokasi reflek berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam atau satu kali kejang tanpa diprovokasi refleks dan kemungkinan kejang berulang yang serupa dengan risiko tinggi berulang (setidaknya 60%) sesudah dua kali kejang tanpa di provokasi kemungkinan terjadi dalam 10 tahun ke depan.
membagi klasifikasi epilepsi berdasar 3 tipe onset fokal, umum ,onset yang tidak diketahui. Terjadi perubahan dari klasifikasi yang lama parsial menjadi fokal dengan memperhatikan sadar atau tidak sadar,
Epilepsi sindrom dipikirkan pada masing-masing bergantung pada usia saat onset dan remisi, pencetus kejang, variasi diurnal, penemuan EEG dan imaging yang berkaitan dengan etiologi, pengobatan dan kadang prognosis. . yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua bangkitan atau lebih tanpa adanya pemulihan kesadaran. Status epileptikus yaitu bangkitan di antara bangkitan-bangkitan ini .Dalam keadaan normal, ada keseimbangan antara aktivitas listrik eksitatorik dengan inhibitorik. saat kejang epilepsi terjadi, ada aktivitas listrik eksitatorik yang melebihi aktivitas listrik inhibitorik. Sehingga, terjadi bangkitan listrik tidaknormal akibat terlalu banyak neuron yang teraktivasi.
Kejang fokal, Beberapa mekanisme yang memicu terjadinya kejang fokal yaitu : 1.Menurunnya
inhibisi neuron terjadi akibat: Penurunan inhibisi oleh neurontransmiter GABA-A dan GABA-B, Menurunnya aktivasi neuron-GABA, (
Menurunnya aktivitas buffering kalsium intraseluler, GABA yaitu neurontransmiter inhibitorik utama di otak. Neurontransmiter
ini memiliki dua reseptor, yaitu reseptor GABA-A dan GABA-B. Pada masalah epilepsi terjadi mutasi atau penurunan ekspresi reseptor GABA-A. Reseptor GABA-A yaitu reseptor yang terikat pada kanal klorida. Kanal ini berfungsi meningkatkan ambang batas membran potensial sehingga letupan potensial aksi susah dicapai. Oleh sebab itu, penurunan ekspresi reseptor GABA-A pada kanal klorida akan menurunkan inhibisi
letupan potensial aksi. Reseptor GABA-B yaitu reseptor yang terikat dengan kanal potasium. Durasi inhibisi GABA-B lebih panjang dibanding GABA-A. Oleh sebab itu, mutasi pada reseptor GABA-B diketahui mempengaruhi proses transisi tahap inter-iktal ke tahap iktal. Neuron GABA yaitu neuron yang berfungsi menghasilkan inhibitory post-synaptic potensial (IPSP). Neuron ini berfungsi menginhibisi potensial aksi yang dihasilkan oleh neuron eksitatorik. Aktivasi neuron ini bergantung pada feedforward dan feedback yang berasal dari neuron eksitatorik. Feedforward dan feedback dari neuron eksitatorik akan
disampaikan ke neuron GABA melalui interneuron (pada girus dentata, interneuron ini bernama mossy cells). terjadi penurunan jumlah mossy cell yang memicu penurunan feedforward dan feedback yang disampaikan ke neuron GABA.
Peningkatan kalsium intraseluler seharusnya diikuti dengan meningkatnya konsentrasi protein yang berfungsi mengikat kalsium (agen kelator). Agen kelator ini lalu akan berdifusi ke interneuron yang berfungsi sebagai neuron inhibitorik. Rusaknya interneuron akibat paparan hipoksia atau proses oksidatif akan memicu menurunnya aktivitas inhibisi. Meningkatnya aktivasi neuron eksitatorik akibat: Peningkatan sinkronisasi dan atau aktivasi akibat eksitasi berulang oleh neuron kolateral, Peningkatan aktivasi reseptor
NMDA, Peningkatan sinkronisasi neuron akibat adanya interaksi epileptikal,
Mekanisme patofisiologi kejang umum yang mudah dipahami yaitu mekanisme kejang absans. Mekanisme kejang ini berkaitan dengan interaksi talamo-kortikal. Sirkuit talamo-kortikal terdiri atas neuron di neokorteks, neuron penghubung di talamus, neuron pada nukleus retikularis talamus (NRT). Perubahan ritme kerja sirkuit talamokortikal akan memicu munculnya letupan yang menstimulus kejang umum. Neuron pada NRT yaitu neuron inhibitor yang mengandung neurontransmiter GABA. Neuron ini akan mengatur aktivasi kanal kalsium-T yang ada pada neuron pengubung di talamus. Kanal kalsium ini memiliki 3 cara kerja, yaitu membuka, menutup, inaktif. saat terjadi hiperpolarisasi, kanal kalisum-T akan yang awalnya inaktif akan berubah tahap menjadi tahap menutup yang siap untuk diaktivasi saat diperlukan . diagnosa epilepsi, diperlukan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang mendukung, pemeriksaan EEG. Menurut International League Against Epilepsy
(ILAE), dinyatakan epilepsi secara operasional jika :
diagnosa adanya sindrom epilepsi.Ditemukan satu kali episode kejang tidak terprovokasi (refleks kejang) dan ada kemungkinan kejang lebih lanjut yang mirip dengan risiko rekurensi umum (minimal
60%) sesudah dua episode kejang tanpa provokasi, yang terjadi dalam jangka waktu 10 tahun, Ditemukan minimal dua kejadian kejang tanpa provokasi apapun dengan interval waktu masing-masing lebih dari 24 jam,
Pemeriksaan diagnosa antara lain:
-EKG; Modalitas ini dipakai untuk melihat adanya pemanjangan QT dan menyingkirkan pemicu kelainan jantung lain.
-Pemeriksaan kadar obat anti epilepsi; Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
tercapai atau tidaknya target level obat. Dilakukan saat bangkitan terkendali dengan baik dan tanpa gejala toksik. Pemeriksaan ini rutin dilakukan tiap tahun untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien. Pemeriksaan ini juga dilakukan jika bangkitan
muncul kembali atau muncul gejala toksisitas,
-EEG. Pemeriksaan EEG membantu menentukan tipe kejang, lokalisasi, kemungkinan sindrom, dan perkiraan untuk munculnya kejang lagi. Hasil EEG
normal, tidak menyingkirkan diagnosa epilepsi. EEG tidaknormal tidak otomatis menegakkan diagnosa epilepsi, kecuali kejang terjadi pada saat rekaman EEG. EEG ulang dilakukan pada epilepsi yang tidak terkendali dengan obat untuk membantu klasifikasi kembali tipe bangkitan, sebelum menghentikan pengobatan epilepsi dalam
memprediksi resiko serangan berulang, dan pada anak dengan kemunduran kognitif, perilaku yang tidak bisa diterangkan pemicu nya seperti pada epileptic ensefalopati, SSPE, non konvulsive status epileptikus.
-Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mencari etiologi seperti gangguan metabolik (magnesium, fosfat, dan bikarbonat, natrium, kalium, calcium ), toksin dengan skrining toksikologi dari urin dan darah, infeksi dengan pemeriksaan cairan serebrospinal. Pemeriksaan hematologik mencakup pemeriksaan darah
perifer lengkap, elektrolit, kadar glukosa darah, fungsi hati, fungsi ginjal. Pemeriksaan ini dilakukan pada awal pengobatan, diulang saat gejala muncul , dan rutin setiap tahun.
- Neuroimaging; Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk yang. mengalami perubahan bentuk bangkitan, . usia awitan kejang kurang dari 2 tahun,
. epilepsi intraktabel, . memiliki gejala kekurangan neurologis fokal, . epilepsi sindrom simptomatik.
. pasien dengan kecurigaan pemicu berwujud kelainan struktural,
Anamnesis bisa dilakukan secara auto- atau allo-anamnesis. Allo-anamnesis sebaiknya dilakukan pada orang yang melihat kejadian kejang. Hal yang perlu ditanyakan yaitu pencetus kejang,kejadian saat kejang, pola bangkitan, durasi, frekuensi kejang, keadaan sesudah kejang, kejadian kejang sebelumnya: usia awitan, durasi, frekuensi, interval terpanjang antar bangkitan, gejala sebelum, saat, dan sesudah bangkitan yaitu : Gejala atau tanda sebelum kejang, Pemeriksaan fisik neurologi untuk mencari adanya tanda dan gejala kekurangan neurologi fokal atau difus. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan fisik neurologi bergantung pada interval antara waktu dilakukannya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir. Jika dilakukan dalam interval yang pendek (beberapa menit atau jam sesudah bangkitan), akan diperoleh tanda post-iktal yang bisa menjadi petunjuk lokasi bangkitan di otak, seperti Todd’s paresis, transient aphasic symptoms.
Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan penyakit epilepsi yang diderita pasien, seperti kongenital, keganasan kelainan pada kulit (neurofakomatosis).trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, kelainan
pemeriksaan neurologis yaitu mencari tanda disfungsi sistem saraf permanen, Prinsip pengobatan epilepsi berdasar tipe kejang dan sindrom epilepsi dan tergantung masing-masing Pengobatan dimulai dari monoterapi di titrasi dari dosis kecil untuk mengurangi efek samping pengobatan dan dinaikan sampai tercapai kadar obat terapeutik.. Cara kerja obat epilepsi tergantung dari mekanisme kerja obat. pemilihat obat anti epilepsi (OAE) berdasar tipe kejang.
Pilihan Obat anti epilepsi pilihan pertama.
jika kejang tidak terkendali dengan OAE lini pertama harus dipikirkan apakah diagnosa sudah benar, kepatuhan dari pengobatan ditambah efek samping obat, atau pemilihan OAE sudah sesuai dengan tipe epilepsi. OAE tertentu bisa memperburuk gejala epilepsi
Obat OAE yang bisa memperburuk kejang
Epilepsi biasanya membaik dengan pengobatan rutin OAE pertama dan kedua 80% masalah , lebih kurang 30 % dari tidak membaik dan perlu penambahan poli terapi.
Kemungkinan lain pemicu kejang, seperti: infeksi SSP, trauma, dan tumor kepala, terapi yang pernah diperoleh dan tanggapan nya, penyakit lain yang diderita pasien saat ini, riwayat penyakit neurologik, psikiatrik, riwayat penyakit epilepsi
munologi salah satu bidang penelitian bioteknologi medis berkaitan dengan pencegahan dan penanganan berbagai macam gangguan tubuh, seperti penyakit inflamasi pada kulit, usus, saluran pernafasan, sendi, susunan saraf pusat. penyakit
menular dianggap sebagai akibat gangguan kekebalan tubuh. penyakit neoplastik, transplantasi organ, beberapa penyakit autoimun bisa terjadi
dalam keadaan imunosupresif. Sistem kekebalan tubuh yaitu salah satu sistem biologis paling parah di tubuh kita. Fungsi dasar sistem kekebalan tubuh yaitu membedakan antigen diri dari antigen asing Antigen asing ini bisa berwujud organisme menular, organ yang ditransplantasikan, atau sel endogen yang bisa dianggap asing. tanggapan kekebalan tubuh manusia terhadap antigen asing ada dua jenis: - bawaan (alami, tidak khusus )
- adaptif (diperoleh atau khusus ),
Imunomodulasi suatu proses yang mengubah atau menyesuaikan tanggapan imun ke level yang diinginkan melalui tiga strategi, yaitu imunopotensiasi, imunosupresi, atau induksi
imunotoleransi. imunomodulator yaitu zat atau obat yang dipakai untuk mengatur menormalkan sistem kekebalan tubuh. Zat-zat yang bersifat sebagai imunomodulator juga dibagi ke dalam tiga
grup, yaitu: 1.Imunoregulator
Suatu zat atau obat yang bisa menginduksi imunotoleransi. 2. Immunopotensiator
Zat atau obat yang bisa meningkatkan tanggapan imun. Imunopotensiator ini bisa dibagi yang nonkhusus dan khusus .3. Immunosupresan
Zat atau obat yang bisa menekan sistem imun. Imunosupresan bisa dibagi menjadi yang sistemik dan khusus terhadap sel, sitokin, atau reseptor sitokin khusus .
1. Imunopotensiator
Zat yang termasuk imunopotensiator yaitu imunoglobulin, adjuvan, vaksin, yang dipakai untuk pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.
- Imunopotensiator khusus
Imunopotensiator ini bekerja berdasar antigen khusus dari tanggapan imun adaptif, contoh: dengan memakai antigen khusus vaksin (imunisasi aktif) atau dengan memberi antibodi poliklonal (imunisasi pasif), Vaksin antigen khusus untuk mengatasi infeksi. Preparat gammaglobulin dan hiperimun mengandung kadar antibodi khusus yang tinggi terhadap berbagai mikroorganisme, sebagai terapi pengganti pada pasien yang mengalami defisiensi imunitas humoral.
-. Imunopotensiator nonkhusus
golongan zat ini merangsang tanggapan imun secara khusus , terutama melalui pengaktifan sel antigen presenting cells (APCs) dari sistem imun bawaan atau nonkhusus , paling banyak berwujud sel dendrit dan makrofag. Zat ini tidak perlu kekhususan antigen, termasuk dalam hal ini yaitu antigen dari luar (contoh garam anorganik, seperti garam aluminium) dan zat-zat organik
(seperti squalene yang biasanya dipakai untuk adjuvan vaksin). Zat endogen seperti hormon, contoh: estrogen, bisa meningkatkan tanggapan imun nonkhusus . Walaupun adjuvan utamanya merangsang sistem imun bawaan, jika digabung
dengan antigen vaksin yang khusus maka adjuvan ini akan mengaktifkan sistem imun yang khusus dan mempercepat, mempertahankan jangka lama,
meningkatkan tanggapan imun yang khusus . Pengaktifan sel-sel imunitas bawaan oleh adjuvan terjadi melalui interaksi dengan pattern-recognition receptors (PRRs), reseptor khusus toll-like receptors (TLRs) yang berada pada atau di dalam sel. bahwa mekanisme pengaktifan makrofag secara molekuler oleh aluminium diperantarai oleh NALP3 inflammasone, pelepasan sitokin inflamasi, dan interleukin (IL), yaitu IL-1b, IL-18, dan IL-33.
2. Imunosupresan
Imunomodulator jenis ini berefek menekan reaktivitas tanggapan imun. Imunosupresan juga terdiri atas nonkhusus , yaitu bekerja pada banyak tempat di sistem imun, dan khusus , yaitu bekerja pada sel target, sitokin, reseptor sitokin. Contoh imunosupresan nonkhusus , antara lain plasmaferesis, radiasi, obat-obat sitotoksik, glukokortikoid, imunofilin (contoh: siklosporin)
Contoh imunosupresan khusus , antara lain
soluble receptor constructs (contoh: anakinra)
sitokin-sitokin (contoh: interferon) antibodi monoklonal dan poliklonal, fusi protein terapeutik (contoh: etanercept),
Obat-obat Imunostimulan yaitu untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Obat-obat ini meningkatkan tanggapan imun tingkat dasar dan bekerja sebagai agen imunoterapi pada masing-masing dengan penurunan tanggapan imun.
beberapa gangguan, seperti infeksi virus, keadaan imunodefisiensi, penyakit autoimun, kanker,
bisa diobati dengan obat imunostimulan. Imunomodulator menjadi adjuvan yang memadai untuk pengobatan penyakit menular, obat potensiator di pasaran untuk meningkatkan tanggapan imun pada pasien yang mengalami infeksi atau defisiensi imun. zat imunomodulator antara lain vaksin BCG, Echinacea purpurea,
Phyllantus niruri, imunomodulator sintetik seperti metisoprinol. Infeksi saluran napas berulang terjadi pada anak dan ini mempengaruhi kualitas hidup anak-anak, yang paling banyak dipakai yaitu pemberian imunostimulan, yaitu molekul asal bakteri atau sintetis yang berinteraksi
dengan mekanisme imunologis secara in vitro dan in vivo. bahwa jumlah infeksi menurun sesudah
pengobatan imunostimulan, Echinacea tidak mengurangi durasi dan tingkat keparahan infeksi saluran napas akut (ISPA). Andrographis paniculata
atau Echinacea menurunkan sekresi hidung (p <0,01), namun tidak untuk gejala ISPA.
Kombinasi Echinacea, propolis, dan asam askorbat bisa menurunkan jumlah episode ISPA, durasi gejala, dan jumlah hari penyakit (p <0,001). Echinacea dikaitkan dengan frekuensi ruam yang lebih tinggi dibandingkan dengan plasebo (p = 0,008). Baik asam askorbat maupun homeopati tidak efektif. Khasiat seng tidak jelas, dan seng mungkin berkaitan dengan efek samping pada anak-anak. Manipulasi osteopati menurunkan
episode otitis media akut (p = 0,04) dan kebutuhan timpanostomi (p = 0,03) pada anakanak dengan otitis media akut berulang. Terapi pengaturan stres mengurangi durasi ISPA dibandingkan dengan terapi relaksasi dengan panduan atau perawatan dasar (p <0,05). Data saat ini tidak memadai untuk mendukung CAM untuk pencegahan atau perawatan ISPA pada anak.peningkatan pemberian ASI , pemakaian imunoglobulin intravena, dan imunoglobulin khusus terhadap respiratory sinsytical virus (RSV), dan metode untuk merangsang kekebalan tubuh, seperti imunoterapi ribosom.Inosine pranobex (BAN; juga dikenal sebagai inosine acedoben dimepranol [INN] atau metisoprinol) yaitu obat antiviral yang yaitu kombinasi inosin dan dimepranol acedoben (garam asam asetat dan asam dimethylaminoisopropanol) dengan perbandingan 1 sampai 3. Inosine pranobex tidak berefek pada partikel virus itu sendiri. Sebagai
gantinya, ia bertindak sebagai imunostimulan, analog hormon timus. untuk mengobati komplikasi campak langka, yaitu subacute sclerosing
panencephalitis, bersamaan dengan terapi interferon intratekal.inosine pranobex diindikasikan untuk infeksi mukokutan sebab
virus herpes simpleks (tipe 1 dan tipe 2) dan untuk pengobatan kutil kelamin, yaitu sebagai terapi tambahan terhadap laser podofilin atau karbondioksida.Broncho-Vaxom® yaitu ekstrak bakteri yang diberikan secara oral yang sudah
terbukti memodulasi tanggapan kekebalan terhadap patogen virus dan bakteri invasif.Zat
aktif Broncho-Vaxom® terdiri dari lysophilized bacterial lysate dari 21 strain bakteri yang
berbeda, yang berasal dari 8 spesies dan subspesies utama. Broncho-Vaxom® paling
sering dikaitkan dengan Streptococcus
pneumoniae, Streptococcus sanguinis, Staphylococcus aureus), ISPA (Haemophilus influenzae, Streptococcus pyogenes, Moraxella catarrhalis, Klebsiella pneumoniae pneumoniae, Klebsiella pneumoniae ozaenae, Broncho-Vaxom® dipakai dalam pencegahan infeksi saluran napas berulang dan atau eksaserbasi pada populasi berisiko (termasuk anak-anak). imunostimulan
ini juga dipakai sebagai adjuvan untuk pengobatan infeksi saluran pernapasan bagian atas.
kelainan endokrin tidak terlihat sebagai kelainan tunggal yang bisa dilihat atau dipalpasi. Kecuali kelenjar tiroid dan testis, organ endokrin yang lain tidak bisa dilakukan pemeriksaan fisik. diagnosa fisik bergantung pada pengamatan teliti yang sesudah dilakukan anamnesa , diagnosa endokrin mengikutsertakan anamnesa,
pemeriksaan fisik, laboratorium, evaluasi radiologis. ahli endokrinologi harus menerapkan keterampilan kognitif berdasar apa yang dia dengar, lihat, rasakan. Mengenali suatu penyakit menjadi mudah jika kita sudah memiliki gambaran mengenai penyakit ini . Hipertiroid, miksedema, akromegali, penyakit Cushing
kadang bisa segera dikenali pada pemeriksaan fisik. sebab gejala yang sangat nyata, baru melihat wajahnya saja kita tahu diagnosa nya. Berarti kita sudah paham dengan pola penyakit ini . Namun walaupun demikian, penyakit endokrin sering
terlewat, tidak terdiagnosa . beberapa hal yang memicu terjadinya tidak terdiagnosa : onset penyakit yang begitu perlahan dan tidak khas sehingga pasien sendiri tidak menyadarinya.
. dokter tidak berfikir tentang penyakit yang sedang dihadapi; . gejala awal yang tidak khas dan perlahan, contoh: lelah, gelisah, anoreksia;
Pasien dengan gangguan endokrin bergejala tidak khusus , seperti mudah lelah, badan lemah, gangguan konsentrasi, turun berat badan, gangguan perilaku sering ditemukan pada penyakit
non-endokrin.
bahwa penyakit endokrin cukup sederhana, gangguannya terjadi sebagai bentuk kelebihan atau kekurangan hormon dalam suatu aksis dari hipofise ke adrenal, tiroid, gonad, paratiroid, kelenjar hormon yang lain. Banyak sekali hormon yang ikut berperan dalam kehidupan sehari-hari, namun gangguan pada aksis hormon tertentu memiliki gambaran keluhan dan gejala yang berbeda dengan gangguan pada aksis hormon yang lain. sebab adanya aksis untuk masing-masing hormon maka kejadian tumpang tindih diantara penyakit hormon sangat jarang terjadi.
sering terjadi kemiripan dengan penyakit non-endokrin yang menyulitkan pelaksanaan diagnosa .
gejala-gejala khasnya:
a. Perawakan tinggi
yaitu gejala pada beberapa keadaan dimana diperoleh kelebihan hormon pertumbuhan, pubertas prekoks pada awal gejala, dan hipertiroid.
b. Kecepatan pertumbuhan
Kecepatan pertumbuhan menjadi tanda yang sangat baik akan adanya proses endokrin yang sedang berlangsung. Kenaikan kecepatan pertumbuhan terjadi pada hipertiroid, awal pubertas, dan gigantisme. sedang perlambatan kecepatan pertumbuhan bisa terjadi pada hipotiroid, sindrom Cushing, defisiensi hormon pertumbuhan, defisiensi vit D,
c. fisik
Penentuan rentang lengan dan rasio segmen atas/bawah berguna dalam evaluasi perawakan pendek. contoh:, untuk menandakan hipokondroplasia atau
achondroplasia atau kelainan pertumbuhan tidak seimbang lainnya. pada keterlambatan pubertas, contoh: untuk mencari panjang lengan dan rasio segmen atas/bawah yang lebih rendah (trunkus lebih pendek dari panjang kaki), seperti pada hipogonadisme dinamakan proporsi eunuchoid. Rasio segmen atas/bawah yang menurun ditemukan pada sindrom Klinefelter, peningkatan rasio ditemukan pada hipotiroidisme yang tidak diobati. bentuk wajah dan ciri-ciri khusus yaitu hal yang sering ditemukan pada penyakit atau sindrom tertentu, contoh: pada sindrom Cushing, diperoleh anak yang obesitas dengan distribusi lemak terutama diarea perut , bagian belakang leher dan punggung atas , yang kita kenal sebagai buffalo hump’. guratan-guratan di kulit yang agak keunguan di bagian dengan penumpukan lemak terbanyak. Wajahnya tampak moonface’.Contoh lain: Kejang tetani dengan spasme karpopedal sebab hipokalsemia hipoparatiroid yang diperoleh pada sindrom DiGeorge, struma yang tampak sebagai leher tengah bagian depan
yang membesar atau bengkak’ pada gangguan tiroid, lid lag dan eksoptalmus pada
hipertiroid
d. Berat badan
- Kenaikan berat badan terjadi pada sindrom Cushing sebab kelebihan hormon glukokortikoid, baik yang berasal dari produksi endogenous ataupun sebab pemberian dari luar, contoh: obat-obatan steroid.
- Terutama berkaitan dengan hormon tiroid yang mengatur aktifitas metabolisme tubuh. Metabolisme yang melambat memicu kenaikan berat badan, dan keadaan ini sering terjadi pada hipotiroid.
- Kelainan pada indung telur seperti polycystic ovary syndrome (PCOS) juga memicu kenaikan berat badan sebab ketidak seimbangan estrogen dan progesteron.
e. fungsi organ
endokrin mempengaruhi hampir semua sel, organ dan fungsi tubuh sehingga tercipta suatu homeostasis. Sistem endokrin berperan dalam regulasi suasana hati (mood), reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan, fungsi jaringan, metabolisme, fungsi seksual, sebab multifungsi sistem endokrin, jika terjadi gangguan hormon maka akan mempengaruhi fungsi-fungsi organ terkait. contoh:, gangguan pencernaan, gangguan konsentrasi, gangguan mata, gangguan muskuloskeletal,
f. Berat badan
Berat badan turun yaitu gejala yang sering diperoleh pada penyakit endokrin. Namun sebab insidens kegemukan yang meningkat maka penurunan berat badan bisa tidak terlalu menjadi masalah, sehingga kurang diperhatikan.
Beberapa penyakit endokrin dengan berat badan turun:
- Insufisiensi adrenal, dimana produksi hormon mineralokortikoid dan atau glukokortikoid menurun. keadaan seperti ini bisa terjadi pada Hiperplasia Adrenal Kongenital atau penyakit Addison. ( Perawakan pendek diperoleh pada gangguan yang dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon pertumbuhan, gangguan metabolisme, gangguan penulangan, dan gangguan pubertas.
Oleh sebab nya perawakan pendek ditemukan pada defisiensi hormon pertumbuhan, gangguan tiroid seperti pada hipotiroid, diabetes mellitus tipe 1 yang tidak terkendali dengan baik, panhipopituitari, hiperkortisol seperti pada sindrom Cushing, beberapa sindrom lain seperti trisomi 21, sindrom Silver-Russel, sindrom Turner, hipokondroplasia, pubertas prekoks yang tidak tertangani, Constitutional Growth Delay,
- Hipertiroid, sebab metabolisme yang sangat meningkat pada sekresi hormon tiroid yang berlebihan.
- Diabetes mellitus, dimana terjadi kegagalan pemakaian gula darah sebagai sumber
energi sebab kurangnya insulin atau resistensi insulin, sehingga terjadi proses katabolisme.
Mendiagnosa penyakit endokrin akan menjadi mudah jika semua gejala muncul sesuai sifat tipikal masing-masing. namun kenyataannya tidak semua masalah menandakan gejala yang khas. hal yang membantu diagnosa
penyakit endokrin, yaitu:
-Membuat suatu hipotesa awal tentang penyakit pasien. Hipotesa dibuat berdasar keluhan utama, usia dan gender, kombinasi dari gejala, dan mencari komplikasi yang mungkin sudah terjadi. usia penderita, gender, ras dan area tempat tinggal, sering menjadi signal untuk insidens penyakit tertentu. contoh: hiperplasia adrenal
kongenital yang salt-losing akan banyak ditemukan pada usia bayi, namun yang non
salt-losing sering ditemukan terlambat sebagai pubertas prekoks, hipertiroid sering ditemukan pada wanita namun bukan berarti tidak terjadi pada anak laki-laki, penderita goiter akibat kekurangan yodium biasanya banyak ditemukan di area perbukitan atau dataran tinggi, pasien pengidap poliuri dan koma membuat kita berfikir tentang ketoasidosis diabetikum,
-Anamnesa yaitu hal yang penting, keluhan utama pasien bisa jadi bukan tanda yang khusus dari suatu penyakit, oleh sebab nya kita perlu menggali lebih dalam keluhan atau gejala lain, Anamnesa yang baik akan membantu kita memilih pemeriksaan fisik yang sesuai,
-Pengetahuan yang mendalam tentang penyakit , baik yang endokrin maupun bukan sehingga kita bisa membuat diagnosa banding yang benar.
-Sifat herediter penyakit, apakah suatu penyakit keturunan, seperti penyakit Graves yang memiliki potensi manifestasi disetiap generasi keturunannya, atau hiperplasia adrenal kongenital yang juga bisa diderita oleh saudara kandungnya.
-Beberapa gejala yang khusus memberi arahan kemana kita harus berpikir,
– Adanya galaktorea memicu kita harus menilai gangguan hipofisis.
– Ginekomastia pada laki-laki mungkin memiliki nilai klinis yang penting mulai dari hipogonadisme, hipertiroid sampai keganasan.
– Pada laki-laki , pemeriksaan alat genitalia bersamaan dengan manifestasi kelainan
gonad perifer mungkin memiliki hasil diagnosa yang tinggi. dokter harus berhati-hati saat memeriksa ada tidaknya testis di dalam skrotum dan melakukan palpasi untuk menentukan ukuran dan konsistensi.
– Adanya perbedaan pola rambut kemaluan pada laki-laki dan wanita bisa dipakai petunjuk adanya gangguan hormon androgen dan atau estrogen.
– Pemeriksaan perineum bisa menghasilkan informasi yang penting seperti klitoromegali, sinekia labia atau kelainan urogenital yang lain.
Kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosa bisa diperkecil dengan melakukan beberapa
hal sebagai berikut:
-Semua gejala penyakit termasuk yang sederhana harus ditinjau lebih jauh dengan anamnesis yang baik. Gejala yang sederhana itu mungkin yaitu
salah satu bagian dalam golongan gejala penyakit endokrin.
- Dengan pemeriksaan fisik yang baik perlu memantau perkembangan gejala yang ada dan melihat apakah ada gejala baru yang muncul sebab perjalanan penyakit endokrin biasanya lambat.
- Semua keluhan utama harus dicari akar pemicu nya sebab mungkin yaitu bagian dari penyakit endokrin, penyakit non-endokrin atau bahkan beberapa penyakit yang bersamaan.contoh , jangan mengesampingkan suatu diagnosa penyakit endokrin jika keluhan utama pasien hanya berwujud pusing atau gangguan neuropsikiatri,
Banyak gejala yang harus membuat kita waspada akan adanya penyakit endokrin, seperti hipertensi, hiperglikemia, gelisah, amenore, polidipsi-poliuri, gangguan tumbuh kembang, perubahan yang berkaitan dengan cairan tubuh seperti edema, gangguan elektrolit, diare berkepanjangan, sakit perut, mual muntah , gangguan pada rambut
dan kulit, distribusi rambut atau alopesia, pola berkeringat, toleransi terhadap panas dan dingin. gejala ini tidak akan berdiri sendiri, selalu ada gejala lain pada suatu penyakit sebab setiap penyakit memiliki golongan gejala. dokter yang berpengalaman sering memakai golongan gejala sebagai alat bantu
diagnosa . contoh: pembesaran tiroid, takikardia, dan tidak tahan panas identik dengan hipertiroid. Poliuria, polidipsia dan polifagia sesuai dengan diabetes mellitus. Komponen dalam golongan gejala satu penyakit harus benar-benar saling berkaitan dan bukan yaitu gejala dari penyakit lain. Pasien datang dengan ekspektasi diagnosa yang berbeda, Berdasar apa yang dirasakan, Padahal belum tentu dugaannya benar. dokter juga
cenderung membuat diagnosa penyakit yang umum, sedang penyakit yang jarang terjadi selalu memperoleh urutan terakhir, Dengan pengetahuan yang luas dan ketrampilan yang baik dalam pengumpulan data melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemilihan pemeriksaan laboratorium yang benar maka seorang dokter diharapkan bisa membuat diagnosa yang tepat.
Contoh
--. Bayi laki-laki usia 14 bulan datang dengan keluhan sering diare, kadang hanya sedikitsedikit, kadang ditambah panas dan berat badan tidak naik dengan baik. Saat datang berat badan 6,8 kg, anak tampak aktif dan kurus. Tampak ada pembesaran leher dan pada pemeriksaan laboratorium diperoleh hipertiroid.
-- Seorang anak laki-laki 6 tahun dikeluhkan hiperaktif dan sudah memperoleh latihan
selama beberapa bulan, namun tidak ada perkembangan yang membaik. sebab ibunya penderita hipertiroid, maka ibu minta anaknya diperiksa hormon tiroidnya. Hasilnya ternyata menandakan hipertiroid.
--seorang bayi wanita usia 19 jam. Berat badan 4100g, menangis terus dan tampak ‘berkeringat’ di wajahnya. Pernafasan menjadi cepat dan bayi tiba-tiba kejang. Sesudah dilakukan pemeriksaan ternyata gula darah 20mg/dL, diagnosa : hipoglikemia.
-- Seorang anak usia 5 tahun, koma sesudah dioperasi usus buntu. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut, gelisah, sesak nafas dan muntah-muntah. diagnosa kerja apendisitis akut dan anak ini dioperasi. Namun anak tidak kunjung sadar sesudah operasi dan bahkan koma. Pemeriksaan laboratorium menandakan hasil gula darah sangat tinggi >800mg/dl, HbA1c 13,2 %, hiponatremia dan hipokalemia. diagnosa :
ketoasidosis diabetikum dengan gejala akut perut .
--Seorang anak wanita 17 tahun dengan kejang berulang walau sudah minum obat epilepsi. Dia memperoleh obat epilepsi sejak kecil. Pada pemeriksaan tampak anak agak dismorfik, ada tetani dan karpopedal saat kejang. Hasil Ca rendah,
dan hasil pemeriksaan kromosom diperoleh 22q11.2 deletion syndrome sesuai dengan
sindrom DiGeorge.
-- anak laki-laki usia 9 tahun berobat dengan
keluhan anaknya cepat sekali tinggi. Pada pemeriksaan diperoleh tinggi badan yang melewati batas atas rentang potensial genetik kedua orang tuanya. Indeks massa tubuh masih dalam batas normal. Dalam anamnesa diperoleh banyak masalah endokrin dalam riwayat kesehatan keluarganya. Sesudah diamati, nampak leher sedikit membesar. Pemeriksaan hormon menandakan adanya hipertiroid. Sesudah dilakukan pengobatan, tinggi badan kembali masuk kedalam rentang potensi genetik orang tua.
-- Bayi lahir dengan penis’ kecil, terdaftar sebagai anak laki-laki di akte kelahirannya. Warna kulit gelap, yang sebetulnya hiperpigmentasi, namun tidak memperoleh perhatian sebab diterima sebagai bawaan lahir. Sesudah usia mendekati
2 bulan, datang ke dokter sebab sering muntah dan diare. Seusia itu sudah 2 kali masuk rumah sakit untuk memperoleh infus sebab dehidrasi. Pada pemeriksaan fisik ternyata penis’ kecil yaitu klitoromegali, dan ternyata diperoleh sinekia labia.
Karyotyping bayi ini ternyata 46,XX , 17-OH progesteron sangat tinggi 418 nmol/L (angka normal 1,10-4,8 nmol/L), kalium tinggi dan natrium rendah. diagnosa : saltlosing Congenital Adrenal Hyperplasia pada bayi wanita. Melalui proses hukum, akte kelahiran diubah sesuai hasil pemeriksaan kromosom,
--seorang bayi laki-laki usia 9 hari mengalami diare dan perut kembung, membaik sesudah diinfus. Pulang pada usia 10 hari. Pada usia 14 hari datang kembali sebab diare, tapi masih bisa minum walau berkurang. Dalam perawatan di rumah sakit tiba-tiba bayi pucat dan cardiac arrest, saat itu kebetulan datang hasil elektrolit dimana K >7 mmol/L dan Na 124 mmol/L. Tidak ada hiperpigmentasi, namun melihat hasil laborat dan riwayat penyakitnya, diputuskan diberikan injeksi
hidrokortison. Anak tertolong dan hasil pemeriksaan lanjutan sesuai masalah no 5 namun
pada anak laki-laki. Pada anak wanita penyakit ini memicu klitoromegali, sehingga bisa membantu diagnosa .
-- bayi usia 10 bulan menandakan keterlambatan secara menyeluruh, pada saat lahir tidak dilakukan skrining TSHs dan ternyata bayi ini yaitu masalah hipotiroid kongenital yang harusnya bisa terdeteksi sejak awal dengan skrining. Pada saat lahir,
bayi besar dan tidak tampak kelainan.
--. Pasien 9 tahun laki-laki, kurus dengan nafas sesak. sudah memperoleh pengobatan untuk batuk namun belum sembuh. Batuk seminggu, panas tidak terlalu tinggi, minum banyak, makan tak mau. Pada anamnesa diperoleh penurunan berat badan sejak sebulan terakhir dan sering kencing. Biasanya anak ini sudah tidak ngompol,
namun belakangan ngompol lagi. Suara nafas tanpa ronkhi, tidak ada wheezing, cepat dan dalam. Pasien disarankan periksa darah, urine dan rawat inap dengan dugaan diabetes ketoasidosis, pasien menolak sebab merasa tidak mungkin anak kecil
diabetes dan keluarganya tidak ada yang diabetes. Keesokan harinya pasien datang dalam keadaan koma. diagnosa : diabetes mellitus tipe 1 dengan koma ketoasidosis diabetikum.