penyakit dan obatnya 1
daftar isi
1.MALARIA SEREBRAL
2.TETANUS NEONATORUM
3.AIDS DENGAN KOMPLIKASI
4.POLIOMIELITIS
5.SPONDILITIS TB
6.ENSEFALOPATI
7.KOMA
8. NEURALGIA TRIGEMINAL
9.CLUSTER HEADACHE
10.TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK
11.MENINGITIS
12.ENSEFALITIS
1.MALARIA SEREBRAL
malaria serebral yaitu malaria berat dengan penurunan kesadaran, koma yang
tidak bisa dibangunkan,hampir semua malaria cerebral disebabkan plasmodium falsiparum. bila di nilai dengan skala dari glasgow coma scale (GCS) < 11, atau lebih dari 30 menit sesudah serangan kejang yang tidak disebabkan oleh penyakit lain ,
Hasil anamese
ada gejala seperti demam yang terus-menerus,hipoglikemia, kelainan pada hepar, anemia, demam kencing hitam, menggigil , berkeringat, nyeri kepala yang hebat, mialgia, badan letih , lesu, mual muntah , diare, penurunan kesadaran, apatis, somnolen, delirium , perubahan tingkah laku, kelainan pada ginjal,
gejala malaria berat seperti anemia berat , gagal ginjal, kejang, edema paru,
kelainan neurologi pada pasien dewasa dapat berbentuk kejang atau gejala
neurologi fokal lainnya,
Pemeriksaan Fisik
gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria,
gejala neurologik: reflek patologis,kaku kuduk, adanya ronkhi pada kedua paru,
pembesaran limpa dan atau hepar,tanda-tanda anemia berat: lidah pucat,konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, terlihat mata kuning atau ikterik,
tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang,bentuk penyakit perdarahan: hematom,ptekie, purpura, demam (t ≥ 37,5°c), konjunctiva atau telapak tangan pucat, pembesaran limpa (splenomegali) ,pembesaran hati (hepatomegali),
pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut: - temperatur rektal ≥ 40°c, nadi cepat dan lemah/kecil.,tekanan darah sistolik <70mmHg, Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada pasien pasien dewasa atau >40 kali per menit pada pasien balita, pasien anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit , Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11,
meskipun bentuk penyakit klinis malaria serebral sangat beragam,
namun hanya ada gejala terpenting, pada pasien dewasa atau anak ,antaralain: koma menetap selama 1 sampai 3 hari , mula-mula dapat dibangunkan, kemudian tidak dapat dibangukan,kejang , sekuel neurologik,gangguan kesadaran dengan demam non-khusus
Pemeriksaan penunjang:
pada pemeriksaan pasti diagnostic cepat (Rapid Diagnostic Test) dan tes serologi akan ditemukan parasitemia dalam preparat darah hapus yaitu pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis,
pemeriksaan diagnosa penurunan kesadaran yaitu : Pemeriksaan elektrolit,Pemeriksaan GDS, Pemeriksaan Darah rutin (Hb, hitung trombosit, leukosit) pemeriksaan Analisa kimia / toksikologi darah dan urine; pemeriksaan CT scanning / pemeriksaan MRI, Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG); Pemeriksaan cairan serebrospinal, Pemeriksaan fungsi liver dan ginjal
pemeriksaan malaria serebral dilakukan jika terjadi penurunan kesadaran dan
parasitemia sebagai hal yang patognomonis dalam diagnosa penyakit ini,
kriteria pemeriksaan harus memenuhi 5 kriteria ,yaitu :
1. kelainan cairan serebro spinal yang berbentuk hipoglikemi ringan ,nonne positif, pandi positif lemah,
2.adanya bentuk penyakit serebral berbentuk kesadaran menurun dengan atau tanpa gejala- gejala neurologis yang lain, sedang kemungkinan pemicu yang lain telah diabaikan,
3. pasien berasal dari daerah endemis atau berada di daerah malaria.
4. Demam atau riwayat demam yang tinggi.
5. Ditemukan parasit malaria falsiparum dalam sediaan darah tipis/tebal.
pengobatan malaria serebral ,yaitu:
mengatasi kelainan tambahan seperti gagal ginjal, sembab paru,kejang, hipoglikemia, menghilangkan parasitemia, mempertahankan fungsi vital : kesadaran, tanda vital, mencegah mengurangi udem otak, keseimbangan cairan dan elektrolit, asam basa,
pemeriksaan banding:
penurunan kesadaran karena ensefalopati yang disebabkan oleh alkoholisme,
penurunan kesadaran karena ensefalopati yang disebabkan oleh infeksi
jamur,bakteri, virus , penurunan kesadaran karena sindrom syok dengue, demam tifoid, demam kuning,
pemberian obat anti malaria cerebral harus secepatnya dengan dosis tinggi,
pemakaian OAM pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa
karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan
bertahan cukup lama di darah, sehingga dipilih pemakaian obat per
parenteral, obat anti malaria yang dipakai pada masalah malaria serebral berat ,antaralain :
A. Injeksi campuran sulfadoksin-pirimetamim (fansidar)
Ampul 2,5 ml : 500 mg S-D + 25 mg pirimetamin, atau Ampul 2 ml : 200 mg S-D + 10 mg pirimetamin,
B.Klorokuin
Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P. falciparum yang
sensitif terhadap klorokuin, Klorokuin ini tidak mengganggu kehamilan dan menyebabkan hipoglikemi , Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/Kg beratbadan dalam 500 ml cairan isotonis dalam 8 jam diulang 3 x. Bila cara per infus tidak memungkinkan dapat diberikan secara i.m atau subkutan dengan cara 3,5mg/Kg beratbadan klorokuin basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg beratbadan klorokuin tiap 4 jam.
C. Derivat Artemisin
Karena meningkatnya resistensi klorokuin maka pengobatan malaria dengan memakai obat ACT (Artemisin base Combination Therapy) sebagai pengobatan pertama malaria, baik malaria berat atau malaria
tanpa komplikasi ,
Dosis obat anti malaria pada malaria berat
obat antimalaria :
KINA
dosis:
Loading dose: Kina dihidrokhlorida 20 mg / kg beratbadan diencerkan dalam 10
ml/kg beratbadan (2mg/ml) dektrose 5% atau dalam infuse dektrose dalam 4 jam.
Dosis Maintenen : Kina dihidrokhlorida 10 mg /kgberatbadan diencerkan dalam 10 ml/kg beratbadan (1mg/ml ) dektrose 5 % ,pada pasien pasien dewasa dosis dapat diulang tiap 8 jam dan pada pasien anak- anak tiap 2 jam, diulang tiap 12 jam, sampai pasien dapat makan,
Kina oral: Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam sampai 7 hari.
obat antimalaria :
DERIVAT ARTEMISININ
dosis:
Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM pada hari I selanjutnya 1,6 mg/kg/hari ( diberikan 160 mg dilanjutkan dengan 80 mg) sampai pasien dapat makan, obat dapat diberikan oral dengan campuran Artesunat dan Amodiaquin selama 3 hari,
Arteether: 150 mg sekali sehari intramuskular untuk 3 hari,
Artesunate: 2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV, selanjutnya
1,2 mg/kg sesudah 12 jam, kemudian 1,2 mg/kg/hari selama 6
hari, bila pasien dapat makan, obat diberikan oral,
D. Kinidin
Bila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin , Dosis loading 15mg basa/kg beratbadan dalam 250 cc cairan isotonik diberikan dalam
4 jam, diteruskan dengan 7,5mg basa/kg beratbadan dalam 4 jam tiap 8 jam, dilanjutkan per oral sesudah sadar, kinidin efektif bila sudah terjadi resistensi terhadap kina, kinidin lebih toksik terhadap jantung dibandingkan kina,
E. Kina (kina HCI/dihidro-klorida/kinin Antipirin)
Kina merupakan obat anti malaria yang efektif sebagai schizontocidal dan gametocidal uga efektif untuk semua jenis plasmodium , berefek kuat terhadap P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin,
1. Pemberian kina dapat diikuti dengan terjadinya hipoglikemi karenanya perlu
diperiksa gula darah 8 sampai 12 jam,
2.Dosis loading tidak disarankan untuk pasien usia lanjut , pasien dengan
pemanjangan QT interval / aritmia, pasien yang mendapat kina atau
meflokuin 24 jam sebelumnya,
3.Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus tidak
memungkinkan, Dosis loading 20 mg/Kg beratbadan diberikan i.m terbagi pada 2 tempat suntikan, kemudian diikuti dengan dosis 10 mg/Kg beratbadan tiap 8 jam sampai pasien dapat minum per oral,
4. Pemberian dosis diatas tidak berbahaya bagi pasien wanita hamil.
5. Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, atau gangguan fungsi
hepar/ginjal belum membaik, dosis dapat diturunkan setengahnya,
peluang sembuh malaria serebral bergantung pada kegagalan fungsi organ yang terlibat,pemeriksaan dan cepat lambat pengobatan, kepadatan parasite, semakin padat parasite maka semakin buruk peluang sembuhnya.
Pengobatan lainnya :
1. prostasiklin, asetilsistein,Anti TNF, pentoxifillin dan desferioxamin merupakan
obat-obatan yang pernah diuji untuk malaria serebral,
2. Anti-Konvulsan (diazepam 10 mg i.v)
3. Pemberian steroid pada malaria serebral, justru menimbulkan efek samping seperti perdarahan gastro intestinal dan pneumoni dan memperpanjang lamanya koma,
4.hiperimunglobulin, Heparin, dextran, cyclosporine, epineprine tidak
terbukti berpengaruh dengan mortalitas.
2.TETANUS NEONATORUM
tetanus neonatorum yaitu penyakit pada pasien bayi yang baru lahir yang
disebabkan oleh infeksi kuman tetanus clostridium tetani yang masuk melalui tali pusat, akibat prosedur pemotongan tali pusat dengan peralatan yang tidak steril , kuman menghasilkan tetanopamin yang akan berikatan
dengan reseptor di membran prasinaps pada motor neuron, kemudian bergerak
melalui system transport aksonal retrogard melalui sel neuron hingga ke medulla spianalis dan batang otak, seterusnya menyebabkan gangguan ssp dan system saraf perifer,
penyakit ini terjadi mendadak, masa inkubasi 5 sampai 14 hari, 1 sampai 2 hari atau ada yang lebih dari 1 bulan,
dengan tanda gejala ,antaralain :ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. dalam 2 hari penyakit menjadi nyata dengan adanya trismus,
trismus (lock jaw, clench teeth),kekakuan otot rahang, sehingga pasien sukar
membuka mulut, kadang dijumpai mulut mencucu seperti mulut ikan,
pasien bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum karena tidak dapat menghisap, ekstermitas terulur dan kaku,
kekakuan yang berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur,
bertumpu pada tumit dan belakang kepala,
kekakuan otot mimik muka dimana muka risus sardonikus dahi berkerut, sudut mulut tertarik kebawah, mata pasien bayi agak tertutup,.alis mata terangkat,
dinding abdomen kaku, mengeras seperti papan dan kadang kejang,
kekakuan dinding thoraks, kesulitan bernafas , batuk,
bila kekakuan semakin parah , maka muncul kejang akibat rangsangan
seperti dicubit, bahkan status epileptikus,
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan penyakit ini akan memiliki bentuk wajah risus sardonikus,perut papan (+),Trismus , adanya kaku kuduk sampai opistotonus (kekakuan otot penunjang tubuh, otot punggung, otot leher, trunk muscle ,
diagnosa banding:
meningitis, meningoenchepalitis,enchepalitis,tetani karena hipomagnesemia atau hipocalsemia ,
pelaksanaan pemeriksaan berdasarkan hasil anamesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada tetanus seperti adanya luka dan ketegangan otot rahang ,
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektromiogram (EMG), memperlihatkan adanya lepas
muatan unit motorik secara terus-menerus dan pemendekan atau tanpa
interval yang tenang, yang biasanya tampak sesudah potensial aksi,.
Pemeriksaan darah tepi : hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.
Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama magnesium dan kalsium ,
Pemeriksaan gas darah, Pemeriksaan Gula darah ,
pengobatan
Gejala hipeaktifitas otonom dapat diatasi dengan Mg sulfat yang memblokade pelepasan neurotransmiter dan memgendalikan spasme otot,
Pasien dirawat di ICU untuk diawasi respirasi dan fungsi sirkulasinya,
Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis = 4
: 1 selama 2 sampai 3 hari ,selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat. bila
pasien telah dirawat lebih dari 1 hari atau pasien sering kejang atau apnea,
diberikan natrium bikarbonat 1,5% dan larutan glukosa 10% dalam
perbandingan 4 : 1 (bila fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah
dahulu). Bila sesudah 3 hari pasien bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui eflex diberikan tambahan kalium dan protein ,
Diberikan Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2 sampai 3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8 sampai 10 mg/kgberatbadan/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan eflex dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih muncul, ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgberatbadan/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgberatbadan/hari, sesudah membaik, diberikan diazepam peroral dan diturunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan sesudah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
diberikan ATS 10.000 U/hari, selama 2 hari berturut-turut dengan IM.
diberikan Perinfus 20.000 U sekaligus. Atau tetanus imun globulin
untuk menteralkan toksin,
diberikan Ampisilin 100 mg/kgberatbadan/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya. diberikan metronidazole atau penisilin selama 7 sampai 10 hari. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis,
diberikan campuran alfa dan beta adregenik reseptor antagonis
contohnya morfin sulfat (05,-1 mg/kg/jam) atau labetolol (1 mg/menit) ,
tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/betadine 10%.
peluang sembuh atau mortalitas
penyakit ini dapat mencapai 70 % bergantung pada demam tinggi dan masa inkubasi yang pendek, luasnya keterlibatan otot yang mengalami kejang,
3.AIDS DENGAN KOMPLIKASI
Keterlibatan system syaraf pada infeksi HIV dapat terjadi akibat virus. atau infeksi oportunistik akibat imunokompromis, bentuk penyakit neurologi
pada infeksi HIV yang simptomatik ada pada 20% pasien, bentuk penyakit neurologi berbentuk disfungsi kognitif ( Demensia AIDS) atau infeksi oportunistik contohnya toksoplasmosis,neurosifilis ,meningitis kryptococal , meningitis bakteria fulminan, neurotuberkulosis, Infeksi oportunistik SSP yang paling sering pada pasien HIV adalah ensefalitis toksoplasma,
pasien toksoplasma serebri memiliki gejala yaitu demam,lemah pada satu sisi tubuh, sakit kepala berat yang tidak respon terhadap pengobatan, perubahan kepribadian,masalah berbicara , masalah berjalan, muntah ,
kejang umum atau fokal, hemiparesis, kelesuan, kebingungan yang meningkat,
masalah penglihatan, pusing, Pasien HIV AIDS dengan meningitis TB, meningitis bakteri, mengalami gejala .kejang,sefalgia, febris, hemiparesis,penurunan kesadaran,
Pemeriksaan :
Pada pemeriksaan n.kranialis terdapaat ketidaknormalan, meningeal sign (+)
Pemeriksaan penunjang:
Pada masalah HIV AIDS dengan komplikasi ini dilakukan pemeriksaan
darah rutin dan jumlah CD4+. Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T menjadi perkiraan kemungkinanan adanya infeksi oportunistik,
CD4 < 200 sel/mL adalah infeksi pneumocystis carinii, CD4 < 100 sel/mL adalah infeksi toxoplasma gondii , CD4 < 50 adalah infeksi M. Avium Complex,
pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis dan candida species akan memicu infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL.
Untuk pasien meningitis TB atau meningitis bakteri dilakukan lumbal punksi, namun tidak semua pasien berhasil dilakukan lumbal punksi,,
khusus untuk toksoplasma serebri dilakukan pemeriksaan ,antaralain:
1. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
dipakai untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase
Chain Reaction (PCR) untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada
aquos humor,cairan bronkoalveolar atau cairan vitreus dari pasien
toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan
otak tidak berarti ada infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan
lama berada di otak sesudah infeksi akut,
2. CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple
dan ditemukan lesi berbentuk cincin pada korteksatau basal ganglia atau penyengatan homogen dan ditambah edema vasogenik pada jaringan ,
3. Biopsi otak
Untuk pemeriksaan pasti melalui biopsi otak
4. Pemeriksaan Serologi
Didapatkan seropositif dari anti-Toxoplasma gondii IgG dan IgM, Deteksi
dapat dilakukan dengan enzyme linked immunosorbentassay (ELISA), indirect fluorescent antibody (IFA) atau aglutinasi,
Titer IgG mencapai puncak dalam 1 sampai 2 bulan sesudah terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup,
5. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari elevasi protein dan mononuklear predominan ,
pelaksanaan pemeriksaan berdasarkan keluhan pasien infeksi HIV AIDS ditambah dengan keluhan gangguan SSP , Pemeriksaan fisik sangat penunjang pemeriksaan ,
peluang sembuh
Toxoplasmosis pemicu gangguan neurologi terbanyak pada pasien HIV
AIDS. bila tidak terdeteksi dini dan tidak diobati secara kuat akan
menyebabkan kematian,
pengobatan
pengobatan ensefalitis toksoplasma dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap akut dan pengobatan ,yaitu :
1. tahap pengobatan biasa
Penelitian randomized prospektif tidak menunjukkan hasil
antara outcome yang memakai pirimetamin-klindamisin dengan pirimetamin-sulfadiazin ,
2.tahap pengobatan akut
a. pengobatan anti retro viral (ARV) pada pasien yang
terinfeksi HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala
(AIDS) atau limfosit total kurang dari 1200,
b. Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan ensefalitis
toksoplasma dengan ipertensi intrakranil dan edema serebral ,
c. Pasien yang alergi clindamicin dan sulfa maka diganti dengan
atovaquone 750 mg tiap 6 jam atau Azitromycin 1200mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, pengobatan ini diberikan selam 4 sampai 6
minggu atau 3 minggu sesudah sembuh,
d. Toksoplasmosis otak diobati dengan sulfadiazin dan campuran regimen standar pirimetamin , Kedua obat ini dapat melalui sawar- darah otak, Toxoplasma gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup, Pirimetamin menghambat perolehan vitamin B oleh tokso, Toxoplasma gondii, Sulfadiazin menghambat pemakaiannya,
e. campuran pirimetamin 50 sampai 100 mg perhari yang dicampurkan
dengan sulfadiazin 1 sampai 2 g tiap 6 jam,
f. Pemberian asam folat 10 sampai 20 mg perhari untuk mencegah depresi
sumsum tulang efek pirimetamin ,
g.Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan campuran clindamicin 450 sampai 600 mg tiap 6 jam, dan campuran pirimetamin 50 sampai 100 mg perhari ,
4.POLIOMIELITIS
Polio atau Poliomielitis yaitu infeksi virus menular, yang menyerang anterior horn cells of the spinal cord dan batang otak berakibat kelemahan atau kelumpuhan otot yang permanen, pemicunya adalah virus polio yang dapat menular melalui percikan tinja ludah pasien,
Virus menyebar melalui mulut dan hidung orang sehat , virus polio akan berkembangbiak di dalam saluran pencernaan atau tenggorokan kemudian diserap dan diserbar sebarkan melalui sistem pembuluh getah bening dan pembuluh darah ,
bentuk wujud pasien pengidap poliomyelitis bermacam ragam mulai dari yang ringan sampai yang paling berat. Masa inkubasi penyakit ini 9 sampai 12 hari,
kemudian muncul gejala dengan 3 pola dasar pada infeksi polio, yaitu: infeksi
Paralitik , infeksi subklinis dan infeksi Non-paralitik ,
1. infeksi Poliomielitis paralitik
Gejala nya sama dengan infeksi non paralitik namun ditambah dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet atau kranial, Gejala tambahan ini bisa menghilang lenyap tiba tiba selama beberapa hari dan kemudian mendadak tiba tiba muncul kembali ditambah dengan kondisi kelumpuhan (paralitik) yaitu berbentuk flaccid paralysis yang biasanya unilateral dan simetris, biasanya kelumpuhan ini menyerang tungkai.
namun kadang kelumpuhan ini juga menyerang ileus paralitik ,vesika urinaria dan atonia usus , gejala kelumpuhan tambahan ini dibagi menjadi 4 bentuk sesuai dengan tingginya lesi pada SSP,antaralain:
a. Ensefalitik
Gejala yaitu kesadaran menurun, tremor hingga kejang
b. Spinal
Dengan gejala tambahan yaitu : ekstremitas terutama ekstremitas bawah , kelemahan otot leher, perut, punggung, diafragma , Sifat kelumpuhan ini adalah asimetris,
c. Bulbar
Dengan gejala kelemahan motorik satu atau lebih syaraf kranial dengan atau
tanpa gangguan pusat vital seperti sirkulasi,temperatur tubuh dan pernafasan,
Bila n.IX,X,XII terkena maka terjadi sumbatan jalan.nafas ,
d. Bulbospinal
Gejala campuran bentuk spinal dan bulbar,
2.infeksi subklinis
pasien tanpa gejala atau gejala berlangsung selama kurang dari 2 hari , gejalanya : demam ringan,muntah, tenggorokan tampak merah,nyeri tenggorokan,sakit kepala ,tidak enak badan,
3. infeksi Poliomielitis non-paralitik
infeksi berlangsung selama 1 sampai 2 minggu ,
gejalanya : nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut , kejang , nyeri otot,
kekakuan otot belakang leher ,mual, muntah berat ,kelelahan yang luar biasa ,
demam sedang, diawali dengan demam tinggi mencapai 39,5 ° c , lalu suhu turun menjadi normal, namun kemudian naik kembali , sakit kepala , kaku kuduk,
pengobatan
tidak ada pengobatan khusus pada penyakit ini,pengobatan bersifat
simptomatis mempertahankan fungsi respirasi,pengobatan berdasar tipenya,antaralain :
paralitik : harus dirawat di rumah sakit ,antisipasi paralisis pernafasan. bila terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulant parasimpatetik berbentuk bethanechol (urecholine) 5 sampai 10 mg oral atau 2,5 mg/sc
subklinis : istirahat selama demam, diberikan sedative, analgetik, non paralitik : diberikan analgetik dan mandi air panas,
Pemeriksaan serologi menunjang pemeriksaan poliomyelitis, yaitu berbentuk tes netralisasi memakai konvalesen dan serum tahap akut ,Dinyatakan positif bila ada kenaikan titer 4x atau lebih.
Pemeriksaan penunjang
Hapusan tenggorokan pada minggu pertama penyakit dan pemeriksaan tinja
dapat diisolasi adanya virus polio. Namun, pada cairan serebrospinal (CSS) jarang dapat diisolasi adanya virus ini. Pada pemeriksaan CSS biasanya menunjukkan pleiositosis, PMN meningkat di awal namun segera berubah menjadi dominan limfosit, Sesudah 10 sampai 14 hari jumlah sel normal kembali. Pada stadium awal, pemeriksaan urin dapat terjadi albuminuria ringan,kadar protein normal kemudian naik, Glukosa normal, Pemeriksaan darah tepi dalam batas normal,
Pemeriksaan
Pada tipe paralitik , gejalanya khas untuk kerusakan LMN, pemeriksaan n.cranialis tidak normal pada bagian yang terkena, tremor (+)reflex tendon menurun, tonus menurun, kelemahan otot (+)
Pada tipe poliomielitis non paralitik : dilakukan pemeriksaan Brudzinsky (+) , tanda Tripod (+) ,kaku kuduk dan tanda Kernig , pasien anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka pasien anak akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat tidur. Hear drop test (+), reflex tendon normal,
pemeriksaan banding
gejala penyakit ini sama dengan gejala akibat infeksi coxsackievirus,
pemeriksaan poliomyelitis dalam bentuk paralitik berdasar keluhan pasien, pemeriksaan pasti bila ditemukan adanya virus pada hapusan nasofaring atau pada tinja,
peluang sembuh
peluang sembuh bergantung pada tipe penyakitnya, pada paralitik .yang menyerang bulbar, maka memiliki peluang sembuh buruk karena kegagalan fungsi pusat pernafasan yang memerlukan bantuan ventilasi jangka panjang atau infeksi sekunder pada jalan nafas, dapat terjadi post polio sindrom yang muncul beberapa tahun sesudah infeksi pertama , yang ditandai dengan kelemahan dan nyeri otot ini tidak memerlukan pengobatan khusus,
5.SPONDILITIS TB
Spondilitis TB atau tuberculous vertebral osteomyelitis atau tuberkulosis spinal atau pott’s disease of the spine adalah radang pada corpus vertebra yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, penyakit ini menyerang
tulang dan sendi pasien , walaupun setiap tulang atau sendi terkena, namun tulang yang mempunyai fungsi pergerakan yang cukup besar dan untuk menahan beban cukup besar sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain, tulang belakang paling sering terkena tuberkulosa tulang , kemudian tulang-tulang lain di kaki, tulang panggul dan tulang lutut , sedang tulang di tangan dan lengan jarang terkena, tuberkulosa yang menyerang tulang belakang muncul akibat penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang,
pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang, infeksi berasal dari system genitourinarius dan pulmoner ,
gejala sistemik pada Pasien Spondilitis TB ,antaralain:
batuk berdahak berdarah dengan nyeri dada, cachexia, berat badan turun , keringat malam, demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari , batuk lebih dari 3 minggu , namun gejala spondilitis TB ini tidak dialami pasien bayi di bawah 1 tahun,
gejala Penyakit ini baru muncul sesudah pasien anak mampu belajar berjalan , Gejala pertama spondilitis TB biasanya munculnya benjolan pada tulang belakang dengan nyeri secara menadak, nyeri menjalar, atau Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang ,
lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa di intercostal dan dada , pada lesi di bagian torakal bawah maka nyeri dapat berbentuk nyeri menjalar ke bagian perut, rasa nyeri ini hanya menghilang dengan cara beristirahat,infeksi yang menyerang tulang servikal tampaknsebagai nyeri di daerah telinga atau nyeri yang menjalar ke tangan,
abses terjadi pada tulang belakang yang dapat menjalar ke rongga dada bagian bawah atau ke bawah ligamen inguinal, Spondilitis TB servikal jarang terjadi, namun bila terjadi maka akan lebih berbahaya karena dapat memicu tortikollis,, disfagia dan stridor, suara serak akibat gangguan n. laringeus,
bila n. frenikus terganggu, sesak napas,pernapasan terganggu (Millar asthma),
gejala awal spondilitis servikal yaitu kaku leher atau nyeri leher ,
nyeri radikuler menandakan adanya gangguan pada radiks (radikulopati),
masalah deformitas pada tulang belakang (kyphosis) ditambah munculnya gibbnus yaitu punggung yang membungkuk merupakan lesi yang tidak
stabil ,ada gejala dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis), defisit yang mungkin terjadi antara lain: sindrom kauda equina,paraplegia, paresis, hipestesia dan nyeri radikular,
Pemeriksaan Fisik
adanya deformitas, dapat berbentuk : spondilolistesis, dislokasi,kifosis (gibbnus /angulasi tulang belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi,
jika ada tanda yaitu ,antaralain : rigiditas pada leher bersifat asimetris sehingga menyebabkan munculnya gejala klinis torticollis, pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel di subkutan. pola jalan mencerminkan rigiditas protektif dari tulang belakang. langkah kaki pendek, karena mencoba mencegah munculnya rasa nyeri di punggung,
akibat adanya infeksi di regio torakal maka akan menyebabkan punggung menjadi kaku.bila membalikkan tubuh maka pasien akan berusaha menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya.saat pasien pasien akan mengambil sesuatu dari lantai maka pasien tiba tiba mendadak menekuk lututnya sambil sementara tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku , akibat adanya stridor respiratoar, abses yang besar, terutama pada pasien anak, mendorong trakhea ke sternal notch sehingga memicu kesulitan menelan ,
perkusi : pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus
spinosus vertebrae yang terkena, tampak tenderness,
palpasi : spasme otot protektif dengan keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena. dipalpasi di daerah di sisi leher (di belakang otot sternokleidomastoideus), lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, tergantung dari tahap lesi, atau teraba di dinding dada,bila ada abses maka kulit diatasnya terasa sedikit hangat dan akan teraba massa yang berfluktuasi ini dinamakan cold abcess, yang berbeda dengan abses piogenik yang teraba panas, namun tidak ada hubungan antara kuantitas pus dalam cold abscess dan ukuran lesi destruktif ,
Pemeriksaan
1.Neddle biopsi / operasi eksplorasi (costotransversectomi) dari lesi
spinal diperlukan pada masalah yang sulit ,
2. pemeriksaan aspirasi pus paravertebral yang diperiksa secara mikroskopis untuk mencari cari basil basil tuberkulosa dan granuloma, kemudian diinokulasi di dalam guinea babi,
3.Laboratorium :
a. Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis
yang bersifat relatif,
b. Cairan serebrospinal bisa tidak normal (pada masalah dengan meningitis tuberkulosa). Cairan serebrospinal akan tampak: Xantokrom, Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal, Pleositosis (dengan dominasi mononuklear dan limfosit ). Pada tahap akut responnya bisa berbentuk neutrofilik seperti pada meningitis piogenik , Kandungan protein meningkat, Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi bila gejala sangat kuat ulangi pemeriksaan.
c. Laju endap darah meningkat (tidak khusus), dari 20 sampai lebih
dari 100mm/jam.
d. Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified
Protein Derivative (PPD) positif. Hasil yang positif muncul pada
kondisi pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh karena adanya
mycobacterium.
e. Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan
ginjal), sputum dan bilas lambung (hasil positif bila ada
keterlibatan paru- paru yang aktif)
4. Computed Tomography – Scan (CT)
untuk melihat penampakan regio torakal yang asli dan melihat penampakan iga yang sulit dilihat dengan foto polos, penampakan lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak lebih jelas dengan peralatan medis CT Scan, hasil penampakan dari CT scan pada spondilitis TB tampak kalsifikasi pada psoas ditambah dengan adanya kalsifikasi periperal.
5.Magnetic Resonance Imaging (MRI)
mampu membantu pasien membedakan komplikasi yang bersifat non kompresif dengan komplikasi yang bersifat kompresif pada tuberkulosa tulang belakang,
6. Radiologis
gejala bentuk penyakit bermacam ragam tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
a. Foto polos seluruh tulang belakang untuk mencari tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat sesudah 3 sampai 8 minggu onset penyakit. terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti psoas dan abses paravertebral , ada bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi, tuberkulosa jarang melibatkan prosesus spinosus, pedikel, lamina, prosesus transversus ,
b. Foto rontgen dada dilakukan untuk mencari tuberkulosa di paru (kebanyakan mempunyai foto rontgen yang terlihat tidak normal).
pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Anamese keluhan yang paling awal yang berbentuk nyeri punggung belakang sering membuat pemeriksaan dini menjadi sulit. Maka dari itu, setiap
pasien TB paru dengan keluhan nyeri punggung harus dicurigai mengidap
spondilitis TB sebelum terbukti sebaliknya,
pemeriksaan Banding
1. tumor/penyakit keganasan (aneurysma bone cyst,ewing’s sarcoma ,leukemia, hodgkin’s disease dan eosinophilic granuloma )
metastase memicu kolapsnya corpus vertebra dan destruksi tetapi
berbeda dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap
dipertahankan. secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk
yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang memiliki batas jelas.
2. Infeksi piogenik (contoh : karena suppurative spondylitis/staphylococcal) Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen memperlihatkan adanya infeksi piogenik, penampakan dua atau lebih corpus vertebra yang berdekatan bisa menunjukkan adanya keterlibatam infeksi tuberkulosa dibandingkan infeksi bakterial lain,
3. Infeksi enterik (contoh parathypoid, typhoid).
tujuan pengobatan spondilitis tuberkulosa ,yaitu :
mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakit
mencegah deformitas atau defisit neurologis untuk tujuan itu maka pengobatan untuk spondilitis tuberkulosa terbagi menjadi ,antaralain:
pemberian pengobatan anti tuberkulosa merupakan pengobatan utama pada
seluruh masalah tuberkulosa tulang belakang. regimen 4 macam obat
termasuk etambutol,inh, rifampisin, dan pirazinamid , lama pengobatan hanya 6 sampai 9 bulan, pengobatan rutin yaitu selama 9 bulan sampai 1 tahun, lama pengobatan berdasar dari perbaikan gejala pasien. obat yang biasa dipakai untuk pengobatannya :
-Ethambutol (EMB)
Bersifat ekstraseluler , bakteriostatik dan intraseluler , Efek samping : gangguan penglihatan ,ada central scotoma,toksisitas okular (optic neuritis) dengan munculnya buta warna, untuk pasien dengan insufisiensi ginjal Dosis : 15-25 mg/kg/hari,
-Streptomycin (STM)
Bersifat bakterisidal , Efek samping : ototoksisitas (kerusakan syaraf VIII), nausea dan vertigo (terutama menyerang pasien lanjut usia)Dipakai secara
berhati-hati untuk pasien dengan insufisiensi ginjal. Dosis : 15 mg/kg/hari – 1
g/kg/hari,
-Isoniazid (INH)
bersifat bakterisidal di ekstraseluler dan intra , efek samping :
hepatitis pada pasien berusia lanjut usia, peripheral neuropathy karena defisiensi piridoksin secara relatif (bersifat reversibel dengan pemberian suplemen piridoksin). dosis INH adalah 5 mg/kg/hari – 300 mg/hari,
-Rifampin (RMP)
Bersifat bakterisidal, efektif pada tahap multiplikasi lambat atau cepat
dari basil, di ekstraseluler atau intra , Efek samping trombositopenia, dose dependent peripheral neuritis ,perdarahan pada traktus gastrointestinal, cholestatic jaundice, Hepatotoksisitas meningkat bila dicampur dengan INH, Dosisnya : 10 mg/kg/hari – 600 mg/hari. Pyrazinamide (PZA)
Berpenetrasi ke dalam cairan serebrospinalis, Efek samping :
Hepatotoksisitas muncul akibat dosis tinggi obat ini yang dipakai dalam waktu lama, Asam urat akan meningkat, namun kondisi gout, jarang ada,
Dosis : 15 sampai 30mg/kg/hari,
peluang sembuh buruk berhubungan dengan meningitis TB dan TB milier, sebab terjadi gangguan bergerak,tuli, buta, paraplegi, retardasi mental, . peluang sembuh baik bila pengobatan cepat dilakukan,
peluang sembuh spondilitis TB bermacam ragam tergantung dari bentuk penyakit ,
pengobatan bagi pasien spondilitis tuberkulosa dapat berbentuk local rest pada continous bed res turning frame / plaster bed , Istirahat dengan memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan tahap aktif yang akut ,
pada masalah lesi spinal paling efektif dengan pengobatan operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi “pus” tuberkulosa, mengambil sekuester tuberkulosa dan tulang yang terinfeksi dan memfusikan segmen tulang belakang yang terlibat. Prosedur pembedahan yang dilakukan untuk spondilitis TB yang mengalami paraplegi adalah laminektomi,costrotransversectomi dan dekompresi anterolateral ,pengobatan Operatif Intervensi bermanfaat untuk pasien yang mempunyai lesi kompresif secara radiologis dan memicu munculnya kelainan neurologis, operasi juga dilakukan bila sesudah 3 sampai 4 minggu pemberian pengobatan obat antituberkulosa dan tirah baring ,
6.ENSEFALOPATI
ensefalopati yaitu penyakit yang menyerang otak,kerusakan yang terjadi pada otak akibat ensefalopati akan bersifat permanen, penyakit ini disebabkan
oleh pemicu organik atau inorganik, contohnya defisiensi nutrisi, akiba salmonella typhi , anoksia, ensefalopati wernicke yang disebabkan karena kekuangan vitamin B1, hipertensi, trauma,tumor otak,keracunan ammonia,merkuri, timbal, alkoholik , penyakit sistemik/metabolik yang mendasarinya seperti gagal ginjal,sirosis hepatis, hipertensi, uremia,
gejalanya : kehilangan ingatan , perubahan kepribadian, penurunan fungsi kognitif , gangguan berkonsentrasi ,gangguan bicara, stroke,demensia, kejang, koma bahkan kematian,
pada pemeriksaan neurologi akan munculnya tanda tanda berbentuk myoclonus, asterixis ( tonus otot tiba tiba hilang) ,berdasar pemeriksaan fisik akan munculnya tanda tanda berbentuk inkordinasi, ataxia atau gangguan pergerakan bola mata ,gangguan berjalan, gangguan penglihatan,
perubahan pola gaya pernapasan seperti cheyne stoke respiration, nistagmus, tremor, kejang,
pemeriksaan penunjang :
pemeriksaan ensefalopati berdasar dari anamese pasien, keluhan tanda gejala dari pasien, sejak kapan gejala mulai muncul , riwayat penyakit metabolik pasien , riwayat penyakit keluarga, riwayat obat,
pemeriksaan Brain imaging seperti CT Scan, pemeriksaan MRI,
pemeriksaan EEG, pemeriksaan punksi lumbal, pemeriksaan laboratorium darah kimia klinis seperti elektrolit,glukosa darah, fungsi ginjal , pemeriksaan laboratorium darah rutin untuk mengetahui kemungkinan ada tidaknya infeksi , pemeriksaan cairan serebrospinal lewat lumbal pungsi untuk mengetahui ada tidaknya infeksi , intrakranial,
pengobatan pasien ensefalopati pertamakali adalah dengan primary survey
ABCD. bila airway pasien terganggu maka dilakukan intubasi endotrakeal ,
pengobatan ensefalopati tergantung pemicu ,contoh uremia ensefalopati akibat gagal ginjal, maka pengobatan yang dilakukan yaitu dialisis atau transplantasi ginjal, sedang ensefalopati akibat anoksia maka pengobatan yang dilakukan yaitu pengobatan oksigen,
beberapa ensefalopati dapat bersifat reversible, namun lainnya memburuk memicu perubahan struktur yang permanen pada otak, bahkan kematian,
7.KOMA
koma yaitu penurunan kesadaran kuat yang tidak dapat disadarkan dengan cara biasa , koma terjadi akibat gengguan fungsi pada kedua hemisfer serebri atau brainsterm reticular activating system diatas midpons yang mengatur kesadaran,pasien mungkin masih hanya bisa meringis atau melakukan pergerakan pergerakan stereotipik, namun tidak melakukan pergerakan pergerakan defensif seiring semakin dalamnya koma, pasien semakin tidak merespons rangsangan apapun. paisen koma hamya memiliki GCS < 7,
pemicu koma dibagi 4 golongan, yaitu psikiatrik, lesi supratentorial, lesi subtentorial dan ensefalopati difus ,
golongan : ensefalopati difus
pemicu :
hipertermi, kejang prolonged, intoksikasi obat, hiperosmolar, meningits, ensefalitis, hipoglikemia, global ,cerebral iskemik, hepatik ensefalopati, hiponatremi,
golongan : psikiatrik
pemicu :
reaksi konversi, depresi, stupor katatonik
golongan: lesi supratentorial
pemicu :
hematom intraserebral, abses otak,stroke, tumor otak, hematom subdural, hematom epidural, kontusio serebri,
golongan : lesi subtentorial
pemicu :
perdarahan cerebellar, subdural dan epidural hematom fosa posterior, trombosis/ emboli arteri basilar, perdarahan pons,
bentuk penyakit klinis koma akibat lesi kompresi di susunan saraf pusat
muncul secara berbeda-beda, tergantung dari proses terjadinya lesi itu,lokasi di susunan saraf pusat ,bentuk penyakit klinis lesi kompresi,
tumor supraselar menyebabkan gangguan lapangan pandang khas (hemianopsia bitemporal) menyebabkan penurunan kesadaran bila parah maka ke arah sinus kavernosus yang dapat menyebabkan cabang oftalmik nervus trigeminal dan cedera nervus okulomotorik ,
diensefalon bisa mengalami kompresi oleh masa di area thalamus (biasanya tumor atau perdarahan) atau di sisterna suprasellar (adenoma hipofisis ,kraniofaringioma atau tumor sel germinal )
pada hemisfer serebri yang berjalan lambat, oleh karena abses, tumor atau hematoma dapat menjadi tidak jelas, ini disebabkan karena kemampuan jaringan otak di hemisfer serebri yang sangat elastis, sehingga mampu untuk bertahan dari tekanan dan tarikan dalam jumlah besar selama
masih dapat dikompensasi oleh pemindahan likuor,
tumor supraselar yang merusak batang hipofisis memicu bermacam macam
gangguan endokrin seperti amenore pada pasien wanita, diabetes insipidus, panhipopituitarism dan galaktore ,
penekanan terhadap otak tengah dorsal oleh masa dari area pineal
menekan area pretektal, sehingga lesi itu menyebabkan beberapa tanda neuro-oftalmologis diagnostik dan menyebabkan penurunan kesadaran ,
pupil pada masalah-masalah ini dapat menjadi tidak tanggap terhadap
rangsang cahaya dan sedikit membesar ditambah dengan adanya nistagmus refrakter (sindroma parinaud) , gangguan gerakan bola mata vertikal terganggu, konvergensi, nistagmus konvergen ,
lesi di area ini memicu penekanan ke atas dan menyebabkan herniasi batang otak melalui nodus supratentorial, bila ini terjadi pupil dapat menjadi nonreaktif dan asimetris , lesi masa di area fosa posterior paling banyak berasal dari serebelum dan menyebabkan koma dengan secara langsung menekan batang otak, bentuk penyakit klinis lesi di area ini digambarkan dengan lesi yang mengenai area pons, di mana terjadi diameter pupil yang kecil namun reaktif, gangguan refleks vestibulokoklear dan juga postur deserebrasi.
Setiap pasien dengan koma metabolik mempunyai gejala bervariasi tergantung dari penyakit pemicunya, kedalaman koma dan komplikasi yang disebabkan oleh keadaan komorbid atau pengobatan. Pasien dengan penyakit
otak metabolik akan mengalami kejang fokal yang tidak dapat dibedakan dengan kejang akibat penyakit otak struktural,
bentuk penyakit klinis koma akibat herniasi unkal memperlihatkan
turunnya kesadaran secara bertahap pada tahap awal yang ditambah atau
didahului oleh dilatasi pupil unilateral, Dilatasi pupil paling sering terjadi
ipsilateral terhadap masa dan terjadi sebagai akibat kompresi N.III oleh girus
unkal yang menekan, bentuk penyakit klinis koma akibat herniasi sentral
memberikan bentuk penyakit klinik berbentuk penurunan kesadaran , pernapasan Cheyne Stokes, kebingungan dan apati ,
derajat kesadaran ditentukan dengan skala koma glasgow coma scale.
tanda vital (tekanan darah, nadi, rr, suhu)
tanda fraktur basis cranii:
adanya rhinorrea ,otorrea CSF, racoon eye , battle sign atau hemotimpani,
pasien-pasien dalam keadaan stupor atau koma ringan akan mngalami pernapasan cheyne stokes.
capat atau lambat, penyakit otak metabolik akan menyebabkan kelainan pernapasan baik dari sisi kedalaman ataupun irama, perubahan ini terjadi
secara tidak -khusus dan merupakan bagian dari penekanan batang otak yang lebih luas, kerusakan anoksik dan Hipoglikemia memicu hiperpnea transien, sedang pemicu koma lain dan ketoasidosis diabetik memicu asidosis metabolik sehingga menunjukkan pernapasan lambat dan dalam ,
bola mata mampu tiba tiba bergerak gerak secara acak pada saat terjadi koma metabolik ringan dan kemudian tiba tiba diam pada posisi depan seiring dengan mendalamnya koma,
pupil menjadi kriteria klinis yang membedakan antara kerusakan struktural dengan penyakit metabolik, adanya refleks cahaya pupil yang tetap terjaga, walaupun ditambah dengan kekakuan deserebrasi ,flasiditas motorik ,depresi pernapasan atau respons kalorik vestibulo-okular negatif maka menandakan koma metabolik. sebaliknya, bila asfiksia, ingesti antikolinergik atau glutetimid dan penyakit pupil sebelumnya dapat diabaikan , tidak adanya refleks cahaya pupil menandakan adanya penyakit struktural ,
Pasien penyakit otak metabolik mampu memperlihatkan 2 tipe
kelainan motorik:
1.gerakan tidak bertujuan yang hampir patognomonik untuk penyakit otak metabolik. Kelainan motorik difus terdapat pada koma metabolik dan yang menunjuk nunjukan derajat dan distribusi depresi SSP,
2.kelainan tidak -khusus dari refleks ,kekuatan, tonus termasuk kejang fokal dan umum,
paratonia dan refleks primordial (menggenggam,mencucur, menghisap )
dialami pada pasien demensia dan koma ringan. dengan adanya
penekanan batang otak yang semakin lanjut maka ditemukan rigiditas fleksor , ekstensor dan kadang-kadang flasiditas , keadaan-keadaan rigiditas ini
terkadang ditemukan asimetrik, kelemahan fokal ditemukan pada pasien dengan penyakit otak metabolik. mioklonus ,tremor dan asteriksis ,
multifokal merupakan bentuk penyakit otak metabolik; ketiga
bentuk penyakit di atas jarang ditemukan pada lesi struktural fokal kecuali
mempunyai komponen toksik atau infeksi,
Gangguan metabolik memerlukan pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan glukosa, pemeriksaan kalsium,pemeriksaan osmolaritas, pemeriksaan fungsi
ginjal (BUN) dan hati (NH3)
pemeriksaan-pemeriksaan untuk koma adalah: analisa kimiawi- toksikologik analisa darah dan urin,analisa likuor serebrospinalis, analisa gas darah,
analisa pencitraan CT-scan ,
analisa MRI kranial, analisa EEG ,
analisa arterial membantu pasien penyakit paru dan kelainan asam
basa.
pemeriksaan fisik :
tanda-tanda vital, tanda-tanda trauma, tanda-tanda penyakit sistemik akut atau kronik, tanda-tanda penggunaan obat-obatan ( bekas jarum, alkohol), rigiditas nukal (pastikan cedera servikal telah diabaikan ),
pelaksanaan pemeriksaan pasien koma, mengacu pada anamnesis (dari keluarga, teman, pendamping)
akses terhadap obat-obatan ( psikotropika,sedatif ),riwayat kesehatan kejiwaan, onset koma (tiba-tiba, gradual), keluhan terkini (vertigo,sakit kepala, depresi, kelemahan fokal ), trauma , penyakit medis terdahulu (penyakit jantung,diabetes, gagal ginjal),
pemeriksaan neurologis :
pola pernapasan, tanggapan motorik,tanggapan tendon dalam,tonus otot skeleta, tanggapan verbal,bukaan mata,fundus optikus,tanggapan pupil, gerakan mata spontan,tanggapan okulosefalik (mengabaikan dahulu cedera servikal),tanggapan okulovestibular, tanggapan korneal,
pemeriksaan penunjang :
pemeriksaan darah dan urin rutin,pemeriksaan fungsi liver, pemeriksaan fungsi ginjal,pemeriksaan MRI kranial,pemeriksaan Lumbal pungsi,pemeriksaan EEG,
pemeriksaan Gula darah,Analisa gas darah, pemeriksaan Elektrolit (Na, K,Ca,Mg), pemeriksaan CT Scan ,
-pemeriksaan Banding
Gangguan metabolik: hiperglikemia non-ketotik hiperosmolar, hipo , hipernatremia, gagal hati,anoksia, asidosis diabetik, uremia, penyakit tiroid seperti ensefalopati Hashimoto, keracunan karbon monoksida, hipoglikemia, krisis Addisonian, defisiensi nutrisi berat, infeksi berat:sindrom Waterhouse Friderischsen, pneumonia, peritonitis, demam tifoid, malaria, septikemia, Renjatan oleh karena sebab apapun,setelah kejang dan status epileptikus non-konvulsif dan konvulsif. Ensefalopati hipertensif dan Ensefalopati eklamsia, hipotermia dan Hipertermia ,Kontusio serebri, Hidrosefalus akut,Intoksikasi: opiat ,alkohol, barbiturat , obat-obatan sedatif lainnya, Penyakit-penyakit yang tidak ada gejala dan tanda-tanda neurologis fokal atau lateralisasi, biasanya fungsi batang otak normal, maka pemeriksaan Pencitraan CT-scan dan konten selular likuor serebrospinal juga normal,
-penyakit yang mengakibatkan iritasi meningeal, dengan atau tanpa demam, dengan tingginya leukosit atau eritrosit di likuor serebrospinal, biasanya tanpa gejala tanda neurologis fokal, lateralisasi atau tanda batang otak lainnya.
pemeriksaan Pencitraan dengan CT-scan atau MRI, disarankan mendahului pungsi lumbal, dapat normal ataupun tidak normal,
ensefalitis viral tertentu, peradangan menings karena neoplasma atau parasit,
perdarahan subarakhnoid dari ruptur aneurisma, malformasi arteriovenosa dan terkadang trauma, meningitis bakterial akut,
-penyakit yang memicu tanda-tanda fokal batang otak atau
lateralisasi serebral, dengan atau tanpa perubahan di likuor serebrospinalis,
pemeriksaan Pencitraan CT-scan dan MRI biasanya tidak normal,
tumor otak, perdarahan pontin atau serebelum,lain-lain: trombosis vena korteks,perdarahan hemisferik atau infark luas,infark batang otak oleh karena trombosis arteri basilar atau embolisme, abses otak, empiema subdural, ensefalitis herpetika, perdarahan epidural dan subdural dan kontusio
serebri,
beberapa bentuk ensefalitis viral (herpetik), embolisme lemak luas, purpura
trombotik trombositopenik, infark embolik fokal karena endokarditis bakterialis, leukoensefalitis hemoragik akut, ensefalomielitis diseminata pasca infeksi, limfoma intravaskular,
pengobatan pasien koma
1. Pastikan oksigenasi ( airway pasien paten),2. Pertahankan sirkulasi,
3. Pasang iv line, kateter,4. Kendalikan gula darah, 5. Turunkan tekanan intrakranial,.6. Hentikan kejang, 7. Obati infeksi,.8. Kendalikan kelainan asam basa dan elektrolit, 9. Kendalikan suhu tubuh,.10. Berikan tiamin,
11. Berikan antidotum khusus (nalokson ,flumazenil),.12. Kendalikan agitasi,
Amankan oksigenasi,
Pada pasien lanjut usia pengidap hipertensi kronik, tekanan darah tidak boleh diturunkan melebihi tahap dasar pasien itu, oleh karena hipotensi dapat menyebabkan hipoksia serebral. Pada pasien muda yang sebelumnya sehat, tekanan sistolik di atas 70 atau 80 mmHg biasanya cukup, meskipun demikian apabila ada peningkatan TIK maka MAP yang lebih tinggi harus di capai (contohnya di atas 65mmHg),
Pasien koma harus mampu mempertahankan PaO2 lebih tinggi dari
100mmHg dan PaCO2 antara 35 dan 40mmHg. Pertahankan sirkulasi
Pertahankan tekanan darah arterial (mean arterial pressure/MAP; 1/3 sistolik
+ 2/3 diastolik) antara 70 dan 80mmHG dengan pemakaian obat-obatan
hipertensif dan hipotensif , hipertensi tidak boleh diberikan pengobatan langsung kecuali tekanan diastolik di atas 120mmHg.
Kadar glukosa pasien harus dipertahankan antara 80 dan 110mg/dL
bahkan sesudah pasien mengalami hipoglikemia yang diatasi dengan glukosa prinsiip kehati- hatian harus diterapkan untuk mencegah hipoglikemia ulang, Infus glukosa dan air ( 25 g dekstrosa 5% atau 10%) diberikan sampai kesehatan pasien stabil,
Pada pasien stupor atau koma yang memiliki riwayat alkoholisme kronik dan atau malnutrisi maka loading glukosa nya dapat menyebabkan
ensefalopati Wernicke akut, oleh karena itu disarankan untuk memberikan 50
sampai 100mg tiamin pada saat atau sesudah pemberian glukosa,
Turunkan tekanan intrakranial,
Hentikan kejang, Kejang berulang dengan etiologi apapun dapat memicu kerusakan otak maka harus dihentikan. Kejang dapat diatasi dengan diazepam (0,1 sampai 0,3mg/kg) intravena atau lorazepam (sampai 0,1mg/kg) intravena,
kultur darah diambil pada semua pasien hipotermik dan demam tanpa sebab yang jelas. pasien lanjut usia atau dengan penekanan sistem kekebalan harus diatasi dengan ampicillin dan untuk mengatasi listeria monocytogenes
infeksi mengakserbasi coma dari sebab-sebab lainnya, bermacam macam infeksi dapat memicu delirium atau koma,
pada pasien lemah sistem kekebalan ,maka resiko infeksi jamur dan parasit lainnya harus dipikirkan , namun oleh karena perjalanan penyakitnya lebih lambat maka pengobatan dapat menunggu pemeriksaan pencitraan dan likuor serebrospinalis,
penambahan deksametason untuk pasien infeksi Listeria menurunkan komplikasi dalam waktu lama,disarankan diberikan antiviral untuk herpes simpleks (asiklovir 10mg/kg setiap 8 jam) dikarenakan infeksi dengan virus
itu sering memicu koma,
Pada keadaan asidosis atau alkalosis metabolik, kadar pH biasanya akan kembali ke keadaan normal dengan mengatasi segera pemicunya karena
alkalosis metabolik dapat mengganggu fungsi pernapasan dan asidosis metabolik dapat mengganggu fungsi jantung ,
Asidosis respiratorik mendahului kegagalan napas, sehingga menjadi peringatan bahwa bantuan ventilator mekanis sangat diperlukan. Peningkatan kadar CO2 juga mampu menaikkan tekanan intrakranial, sehingga harus di jaga dalam kadar normal , Alkalosis respiratorik dapat memicu aritmia jantung dan menghambat upaya penyapihan dari dukungan ventilator,
Sesuaikan suhu tubuh, Hipertemia meningkatkan kebutuhan
metabolisme serebral, bahkan pada tingkat yang ekstrim dapat mendenaturasi
protein selular otak. Suhu tubuh di atas 38,5°C pada pasien hipertermia harus
diturunkan dengan memakai antipiretik atau pendinginan fisik , Hipotermia menonjol (di bawah 34°C) memicu gangguan koagulasi, trombositopenia , leukopenia, pneumonia, aritmia jantung, kelainan elektrolit, hipovolemia, asidosis metabolik, Pasien harus dihangatkan untuk mempertahankan suhu tubuh di atas 35° ,
koma dapat disebabkan oleh overdosis obat-obatan sedatif, alkohol, opioid, penenang, opioid dan halusinogen , masalah overdosis dapat diobati hanya
dengan suportif, memakai obat campuran pemberian antidotum tidak
membantu, pemberian koktail koma (campuran flumazenil, dekstrosa, tiamin dan naloksone ) membahayakan pasien. jika ada zat khusus yang telah
dikonsumsi, maka antagonis membalikkan efek obat- obatan pemicu koma ,
agitasi dapat dikendalikan dengan merawat pasien di dalam ruangan
keperawatan , untuk agitasi diberikan Dosis kecil lorazepam (0,5 sampai 1,0mg per oral) diberikan dengan dosis tambahan setiap 4 jam , jika ternyata tidak mencukupi, maka dapat diberikan haloperidol 0,5 sampai 1,0mg per oral atau intramuskular dua kali sehari, dosis tambahan setiap 4 jam ,
antipsikotik, valproat, benzodiazepine meredakan agitasi , Untuk sedasi
jangka pendek, seperti untuk melakukan CT-scan, maka dipakai sedasi intravena dengan memakai propofol atau midazolam , oleh karena obat-obatan ini mempunyai masa aktif singkat ,
Erosi kornea muncul dalam jangka waktu 4 sampai 6 jam bila mata
pasien pasien koma terbuka sebagian atau penuh. Keratitis akibat paparan
memicu ulserasi kornea bakterial sekunder. Pencegahan masalah ini yaitu
dengan memakai balut korneal polietilen atau meneteskan air mata buatan setiap 4 jam ,
Memeriksa refleks kornea dengan kapas berulang-ulang dapat merusak kornea, teknik yang aman dipakai adalah dengan meneteskan tetes mata saline dari jarak 10 sampai 15 cm. pengobatan pasien koma adalahdengan 5 B,antaralain :
Bowel
usahakan kelancaran defekasi karena sembelt dapat meningkatkan TIK.
jika tidak dapat makan per oral, maka dipasang NGT, Cegah perdarahan GI dengan pemberian anagonis reseptor H2 dan profilaksis antasida ,
Bladder
bertujuan menghindari retensio urin ataupun inkontinensia urin, memasang kateter bila terjadi retensi urin bila kesadaran pasien, terganggu dan tidak dapat berkemih lebih dari 6 jam, perhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. dehirasi akan meningkatkan kekentalan darah dan menurunkan TD yang akan
memperburuk iskemik otak,hidrasi yang berlebihan akibat pemberian
cairan hipoosmolar dapat memperparah edema otak
1.Osmopengobatan dengan diberikan Manitol 20 %, atau gliserol 50% .
Dosis awal manitol 20% 1sampai 1,5 g/kgberatbadan IV bolus, diikuti dengan
0,25 sampai 0,5 g/kgberatbadan IV bolus tiap 4 sampai 6 jam.Namun osmopengobatan hanya
efektif selama 2 sampai 3 hari , fungsi ginjal dan
tekanan vena sentral pada pasien jantung perlu diawasi,
2. Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial pada pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang.stabil, pengobatan ini . dipakai pada penanganan TIK dengan pembedahan atau masalah yang refrakter terhadap pengobatan lain ,
3. Induksi hipotermi telah dipakai sebagai intervensi
neuroproteksi pada pasien. dengan lesi serebral akut,
1. pernapasan
-Mengusahakan agar supaya saluran pernapasan bisa benar benar bebas dari segala macam hambatan, yang mungkin menghambat,
- Melakukan oksigenasi,
- pasien yang sedang mengalami penurunan kesadaran yaitu
- Posisi dekubitus lateral untuk hindari obstruksi jalan napas,
- pasang endotracheal tube dan sekresi harus dihisap,
- Pemasangan trakeostomi, bila intubasi lebih dari 3 hari - pasang NGT untuk tingkatkan ventilasi - Lakukan analisa gas darah,
2. Blood (tekanan darah)
- Mengusahakan agar supaya saluran darah di otak tetap mendapat aliran darah yang cukup.
-Pemantauan keseimbangan elektrolit, Tekanan darah, Hb, glukosa darah ,
- Pemantauan Tekanan darah Jangan melakukan penurunan tekanan darah dengan cepat pada masa masa akut karena akan menurunkan perfusi ke otak,
- TD tidak harus diturunkan kecuali pada hipertensi berat, dimana TD
lebih dari 210/120 (pada pasien tua) atau 180/110 (pada pasien muda) ,
-Pemantauan glukosa darah
- Hipoglikemi atau hiperglikemia berdampak buruk pada kenaikan
TIK, oleh karena itu kadar glukosa harus dijaga antara 140 sampai 180 mg/dl,
3. Brain (fungsi otak)
- mengatasi kejang yang muncul dan peningkatan TIK,
-Pemantauan tingkat kesadaran dan tanda vital tiap 2 sampai 4 jam
- bila terjadi kejang diberikan carbamazepin atau diazepam intravena , sesudah kejang berhenti , diberikan fenitoin iv untuk mengendalikan kejang. bila kejang tidak sembuh dengan antikonvulsan, maka diberikan
anestesi barbiturat,
-Peningkatan TIK
- Edema otak menyebabkan peningkatan TIK, oleh karena itu perlu
diatasi dengan cara:
4.Memposisikan kepala / head up 15 sampai 300,
5.Hiperventilasi melalui ventilator Sasaran pCO, yang ideal adalah 30 sampai 35 mmHg agar menimbulkan vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan
volume darah serebral,
8. NEURALGIA TRIGEMINAL
Neuralgia trigeminal (Tic Douloureux) yaitu nyeri pada wajah pasien pasien yang munculnya secara mendadak tiba tiba , unilateral sebab nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk tusuk, disalah satu cabang nervus trigeminus pada penelitian nyeri kepala perdossi maka neuralgia trigeminal diartikan sebagai suatu serangan mendadak pada wajah dengan gejala nyeri unilateral, tiba tiba, seperti tersengat aliran listrik berlangsung sangat singkat, nyeri ini dipicu oleh stimulus ringan dan muncul spontan, ada trigger area diplika nasolabialis dan atau dagu, terjadi remisi dalam jangka waktu yang bermacam ragam. neuralgia trigeminal diderita pasien wanita usia diatas kira kira 40 tahun ,
gejalanya yaitu nyeri yang bersifat paroxysmal dan terasa pada area sensorik cabang maksilaris atau mandibularis, serangan ini berlangsung selama 30 menit yang berikutnya menyusul beberapa detik ,
pada pasien dengan neuralgia trigeminus simptomatik , gejalanya yaitu nyeri berlangsung terus menerus dan terasa pada area cabang nervus infra orbitalis atau optalmikus , nyeri ini muncul secara terus
menerus pada saat pasien berada di puncak nyeri namun kemudian nyeri mendadak hilang lenyap namun muncul kembali. disamping nyeri ada
juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf kranial, yaitu autonom horner syndrom ,
pada saat pemeriksaan fisik neurologi maka ditemukan saat terjadi serangan, pasien tampak menderita sedangkan diluar serangan tampak normal. reflek kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral.membuka mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot pterygoideus dan fungsi otot masseter (otot pengunyah) ,
pemeriksaan banding,antaralain :
giant cell arteritis,atypical facial pain,brainsterm tumor, post herpetic neuralgia,cluster headache,glossopharingeal neuralgia, kelainan temporomandibuler, sinusitis, migrain,
Pemeriksaan penunjang, antaralain :
Pemeriksaan MRI dapat mendeteksi pasien dengan nyeri yang tidak khas
distribusinya , waktunya atau yang tidak mempan pengobatan,
contohnya pada pasien yang onsetnya masih muda, terutama bila jarang ada saat – saat remisi dan ada gangguan sensisibilitas , Pada Neuralgia
Trigeminal idiopatik, maka Pemeriksaan arteriography, CT Scan dan MRI tidak ada kelainan yang berarti
CT scan kepala atau MRI kepala. CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk mendeteksi tumor yang tidak terlalu kecil dan aneurisma,
dengan Pemeriksaan MRI maka dapat dilihat hubungan antara pembuluh darah dan saraf juga dapat mendeteksi tumor yang masih kecil kecil,
diagnosa neuralgia trigeminal berdasarkan anamnesa pasien secara teliti
, pada anamnesa yang diperhatikan adalah riwayat penyakit lain seperti ada penyakit herpes atau tidak,,respons terhadap pengobatan, area nyeri , kapan dimulainya nyeri , menentukan interval bebas nyeri, menentukan lamanya , efek samping, dosis,
kriteria neuralgia trigeminal,antaralain :
A. Serangan bersifat stereotipik/ pola serangan sama terus menerus,
B. Tidak ada kelainan neurologis,
C. diabaikan masalah-masalah nyeri wajah lainnya melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik,
D. Serangan : serangan paroxysmal pada wajah di frontal yang
berlangsung beberapa detik namun tidak sampai 2 menit,
E. Nyeri bercirikan 4 sifat , antaralain :
1. Nyeri dapat muncul spontan atau dipicu oleh aktifitas
mambasuh wajah atau menggosok gigi, makan, mencukur, bercakap cakap, area picu berupa kontralateral atau ipsilateral ,
2.Diantara serangan serangan yang dialami pasien , tidak ada gejala sama sekali,
3.Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada
cabang maksilaris atau mandibularis ,
4.Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , rasa membakar, menikam ,kuat, tajam , superficial,
5.Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan
Neuralgia trigeminal seharusnya memenuhi seluruh kriteria itu,
pemeriksaan fungsi nervus trigeminus, antaralain :
pemeriksaan reflek cornea, pemeriksaan reflek lakrimasi, pemeriksaan reflek bersin / nasal bechterew,pemeriksaan reflek jaw jerk,
pemeriksaan fungsi metorik, pemeriksaan fungsi sensorik, pemeriksaan refleks trigeminal ,
pengobatan
A. pengobatan Farmakologik.
yaitu terapi neuralgia trigeminal pengobatan pertama dengan oxcarbazepin ( 600 sampai 1800mg sehari dalam 2 dosis) carbamazepin ( 400 sampai 1200mg sehari dalam 3 dosis )
pengobatan kedua adalah lamotrigin (400 mg/hari) dan baclofen (10 mg 3x sehari) Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga
pasien harus mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya.
obat-obatan anti epilepsi seperti valproat, clonazepam, gabapentin, dan phenytoin , oxcarbazepin , baclofen , lamotrigin,carbamazepin efektif dalam mengatasi nyeri ,
B. pengobatan pembedahan.
tindakan operatif yang dilakukan adalah prosedur dekompresi mikrovaskuler , ganglion gasseri dan pengobatan gamma knife ,
pengobatan gamma knife yaitu pengobatan radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di fossa posterior, dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus,
prosedur pada ganglion gasseri ialah rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekwensi termoregulasi, suntikan gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum meckel,
pada prosedur perifer:
dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian disatal ganglion gasseri yaitu dengan suntikan alkohol, streptomisin, lidokain,
neuralgia trigeminal bukan penyakit yang berbahaya , namun, neuralgia trigeminal cenderung mampu memburuk bersamaan dengan perjalanan penyakit ,
9.CLUSTER HEADACHE
cluster headache termasuk sindrom idiopatik yaitu serangan tiba tiba mendadak berulang ulang dari suatu nyeri periorbital unilateral ,
contoh yaitu nyeri kepala, dimana nyeri dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang kepala oksipital dan sebagian area tengkuk. tidak seperti migraine dan sakit kepala tipe tension,
cluster headache tidak berkaitan dengan pemicu seperti obat obatan ,polusi udara ,suhu, bahan kimia ,stress, makanan, perubahan hormonal ,
cluster headache paling sering pada pasien laki laki dewasa muda dan usia pertengahan,
pasien cluster headache terlihat mengalami gelisah, cenderung melangkah bolak-balik atau duduk sambil menggoyang-goyangkan badannya ke depan dan ke belakang untuk mengurangi rasa sakit,rasa nyeri pada cluster headache tajam, menusuk, seperti terbakar, berkembang pada sisi kepala yang sama pada masa masa cluster, dan terkadang sakit kepala menetap pada sisi itu seumur hidup pasien , jarang sekali rasa nyeri berpindah ke sisi lain kepala pada masa masa cluster selanjutnya, lokasi kira kira pada retroorbital, periorbital, regio temporal kadang menjalar ke pipi, oksipital dan leher,
cluster headache dipicu oleh tanggapan sistem saraf otonom seperti keluarnya air mata berlebihan dan mata merah pada sisi yang sakit,
nyeri kepala tipe cluster digolongkan menjadi 2 tipe ,antaralain:
1.tipe kronis, dimana tahap cluster terjadi lebih dari sekali dalam setahun, tanpa ditambah remisi, atau dengan masa masa bebas nyeri yang kurang dari 1 bulan,
2.tipe episodic, yaitu setidak tidaknya ada dua tahap cluster yang berlangsung selama 7 hari hingga 1 tahun, yang diantarai oleh masa masa bebas nyeri selama 1 bulan atau lebih lama,
pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda adanya keterlibatan fenomena otonom seperti :
bradikardia,wajah pucat atau flushing , edema pada palpebra dan sindrom horner parsial atau komplit (anhidrosis ,ptosis dan miosis ), rinorea dan hidung tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada wajah, terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra berjatuhan
diantara terjadinya serangan serangan
pemeriksaan neurologis mampu membantu pasien mendeteksi tanda tanda dari cluster headache,
pemeriksaan dengan cara pertama diabaikan kemungkinan adanya gejala yang mirip cluster headache seperti adanya lesi structural, kemudian dilakukan
pemeriksaan CT Scan dan MRI,
pemeriksaan dapat dilakukan berdasarkan anamese dimana cluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangannya , kriteria pemeriksaan nyeri kepala tipe cluster berdasarkan international headache society
1. serangan dapat berlangsung sekali hingga 8. kali dalam sehari,
2. tidak memiliki hubungan dengan penyakit lain,
3. nyeri hebat atau sangat hebat unilateral pada area orbital, dan atau temporal yang berlangsung 15 sampai 180 menit apabila tidak ditangani,
4. nyeri kepala dengan setidaknya satu dari tanda berikut:
-ipsilateral perspirasi pada dahi dan wajah,
-Ipsilateral miosis dan/atau ptosis,
-Perasaan gelisah dan tidak dapat beristirahat,
- Ipsilateral injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi,
- Ipsilateral kongesti nasal dan/atau rhinorrhea,
- Ipsilateral edema palpebra,
pemeriksaan banding,antaralain:
1. migren
minimal terjadi 5 kali serangan, nyeri kepala berlangsung 4 sampai 72 jam,
tidak berkaitan dengan gejala lainnya,
2.Tension type headache (TTH)
syarat pemeriksaan,antaralain:
a.Nyeri kepala memiliki minimal 2 gejala : Lokasi bilateral , Menekan/mengikat (tidak berdenyut) , Intensitas ringan atau sedang,
Tidak diperberat oleh aktifitas rutin seperti berlari ,berenang,berjalan , naik tangga,
b.Minimal 10 episode serangan dengan rata-rata kurang lebih 1 hari/bulan (< 12
hari/tahun),
c. Nyeri kepala berlangsung 30 menit sampai 7 hari,
d.Tidak berkaitan dengan kelainan lain,Tidak ada Mual atau muntah , Lebih dari 1 keluhan (fonofobia atau fotofobia )
pengobatan
untuk memperpendek jangka waktu serangan dan menurunkan keparahan nyeri ,obat-obat untuk cluster headache dibagi menjadi obat-obat profilaktik dan simtomatik ,
Pengobatan simtomatik ,yaitu :
a.Obat-obat anestesi lokal, contohnya lidokain 4 % intranasal, Anestesi lokal
menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf menjadi kurang permeabel
terhadap ion-ion, ini mencegah pembentukan dan penghantaran impuls
saraf, sehingga menyebabkan efek anestesi lokal,
b.antiemetik dan sedatif , contohnya prochlorperazine,c
obat-obat profilaksis,antaralain :
- obat-obatan antikonvulsan, seperti topiramate dan divalproex sodium
berperan dalam regulasi sensitisasi di pusat nyeri,
-antidepresan trisiklik,
-calcium channel blocker ( diltiazem ,verapamil atau nimodipin) efektif untuk
profilaksis ch, bisa dicampuran dengan litium atau ergotamin ,
- lithium,
-obat-obatan kortikosteroid efektif menghilangkan siklus
cluster headache dan mencegah rekurensi . prednison dosis tinggi
diberikan selama beberapa hari selanjutnya dosisnya diturunkan perlahan lahan,
c. Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas
8 liter/menit memberikan kesembuhan 50 sampai 90 % ,
d.5-Hydroxytryptamine-1 (5-HT1) receptor agonists seperti Sumatriptan, nasal spray (20 mg) atau Obat injeksi sc sumatriptan yang biasa dipakai untuk mengobati migraine, Injeksi 6 mg sc, bisa diulang dalam 24 jam ,
e.alkaloid ergot memicu vasokontriksi pada otot-otot polos di pembuluh
darah otak. tersedia dalam bentuk injeksi iv atau im dan inhaler, pemakaian
intra vena lebih cepat dibandingkan inhaler dosis harus dibatasi untuk
mencegah terjadinya efek samping seperti mual, hati-hati pada
pasien riwayat hipertensi, contoh alkaloid ergot yaitu ergotamin dan
dihydroergotamin ,
80 % pasien dengan cluster headache cenderung mengalami serangan berulang,
10.TRANSIENT ISCHEMIC ATTACK
TIA ( transient ischemic attack) yaitu serangan mendadak tiba tiba pada otak yang fokal dalam waktu sangat singkat , transient ischemic attack merupakan bagian dari stroke iskemik, penyakit ini Terjadi akibat gangguan sementara aliran darah yang menuju ke otak. Permulaannya cepat dari tidak ada
gejala sampai gejala maksimum, dicapai dalam waktu kurang dari 5 menit, lama serangan beraneka ragam, 2 sampai 15 menit, kadang-kadang bisa sampai satu hari
transient ischemic attack cenderung dialami pasien laki laki dan umur lebih dari 80 tahun pada pasien wanita,
Prevalensi pada penduduk kulit putih lebih tinggi dibandingkan
dengan penduduk kulit hitam,transient ischemic attack berlangsung selama 2 sampai 30 menit dan jarang terjadi lebih dari 1 sampai 2 jam, tidak berlaku lebih dari 1 hari , transient ischemic attack tidak menyebabkan kerusakan permanen, karena darah disuplai ke area penyumbatan dengan cepat. Namun, transient ischemic attack cenderung berulang. pasien berpotensi mendapat beberapa kali serangan dalam 1 hari atau hanya 2 atau 3 dalam beberapa tahun,
gejala bergantung pada lokasi yang terkena di otak,antaralain :
- gangguan pada nervus cranialis berbentuk hilangnya penglihatan pada satu atau kedua mata,gangguan menelan, diplopia,
- Aphasia (bila hemisfer dominan terkena) berbentuk : gangguan bahasa
kesukaran membaca, gangguan menulis , gangguan menghitung
-gangguan Motorik, kelemahan lengan, gangguan tungkai unilateral,
-gangguan sensorik baik parestesi maupun peningkatan ambang sensasi
(tingling,nyeri) pada tungkai, punggung, muka, lengan,
-gangguan keseimbangan biasanya satu sisi saat berjalan atau berdiri ,
area arteri yang terkena menentukan gejala yang terjadi,antaralain :
Vertebrobasillar Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut) Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia – minimal dua dari tiga gejala ini terjadi
secara bersamaan.
Karotis ( sering) Hemiparesis Hilangnya sensasi hemisensorik
Disfasia Kebutaan monocular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh iskemia retina,
pemeriksaan banding:
gangguan system labirin,tumor otak dengan gejala menyerupai transient ischemic attack , migrain ,
diagnosa berdasar hasil anamnesis, yaitu adanya keluhan gejala defisit
neurologik yang mendadak, tanpa trauma kepala ,
Pemeriksaan Fisik :
pemeriksaan funduskopi perlu dipertimbangkan fundus oculi
adanya plaque dari hollenhorst, pemeriksaan motoric meliputi reflex fisiologis patologis ,kekuatan otot, tonus otot, pada pemeriksaan neurologik didapatkan hasil normal, tekanan darah tinggi didapatkan pada pasien, selebihnya TD pada tingkat borderline,
Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Angiografi serebral (Carotis, atau vertebral) untuk mendapatkan analisa jelas tentang pembuluh darah yang terganggu atau bila scan belum jelas maka dilakukan Pemeriksaan MR angiography, CT angigraphy atau doppler bagi pasien iskemi sirkulasi serebri bagian anterior.
b.Pemeriksaan EKG,
c.Pemeriksaan untuk menentukan resiko, seperti Pemeriksaan darah rutin (HB), Pemeriksaan hematokrit, Pemeriksaan leukosit, Pemeriksaan eritrosit, Pemeriksaan LED, Pemeriksaan hitung jenis darah, komponen kimia darah, gas darah , Pemeriksaan elektrolit ,Pemeriksaan gula darah,
d. Pemeriksaan CT Scan membantu membedakannya dengan perdarahan
pada tahap akut.
e. Pemeriksaan Computerized tomography angiography (CTA) scanning, Scanning kepala yang noninvasif mengevaluasi arteri-arteri pada leher dan otak memakai X-rays dan CT scan kepala, dan disuntikkan kontras ke
pembuluh darah,
pengobatan
untuk mengurangi faktor resiko terjadinya stroke,antaralain :
1. mencegah resiko lain maka diberikan statin , contohnya atorvastatin 80mg/hari,
2.Pembedahan, untuk masalah tertentu, contohnya dengan carotid endartectomy, carotid artery stenting, sesudah terjadi transient ischemic attack atau stroke minor, diperlukan intervensi bedah untuk membersihkan ateroma pada arteri karotis berat yang simtomatik (stenosis lebih dari 70%).
3.Penurunan Tekanan Darah
Hati hati dalam menurunkan tekanan darah secara mendadak, karena jika tidak Hati hati maka akan memperparah iskemik otak,
4. untuk mengurangi terjadinya pembentukan bekuan darah maka
diberikan antiplatelet dengan Aspirin 75 sampai 300 mg per hari atau diberikan clopidogrel, diberikan antikoagulan memakai heparin iv untuk mencapai APTT
1,5 sampai 2,5 kali kendali , diikuti warfarin oral untuk mencapai INR 2 sampai 3,5. Berbeda dengan stroke akut, transient ischemic attack ini tidak memerlukan pengobatan trombolitik,
peluang sembuh
stroke muncul dalam satu tahun sesudah transient ischemic attack ,
Kemungkinan munculnya stroke pada 6 bulan sesudah transient ischemic attack pertama adalah 25%. sesudah 6 bulan kemungkinan munculnya stroke 8% per tahun. Pada tahun pertama sesudah transient ischemic attack kemungkinan stroke 28%, pada tahun ketiga 39% dan pada tahun kelima 65%
11.MENINGITIS
meningitis yaitu peradangan yang menyerang arakhnoid yang menyelimuti jaringan otak , medula spinalis dan piameter lapisan dalam selaput
otak ,meningitis disebabkan oleh cacing ,protozoa,virus, bakteri, riketsia dan jamur, meningkatnya eksposur terhadap infeksi dan masalah sistem kekebalan tubuh pada saat kelahiran pasien anak memicu risiko meningitis, pemicu meningitis serosa adalah virus dan kuman tuberculosis ,
meningitis pada pasien umur dibawah 5 tahun cenderung disebabkan oleh h.influenzae, pneumococcus dan meningococcus ,
meningitis pada pasien umur 5 sampai 20 tahun disebabkan oleh streptococcus pneumococcus, haemophilus influenzae dan
neisseria meningitidis ,
meningitis pada pasien pasien dewasa >20
tahun disebabkan oleh stafilocccus, streptococcus, listeria, meningococcus dan pneumococcus,
pasien dicurigai menderita meningitis bila ada gejala-gejala yaitu
-pada pasien pasien bayi dan pasien anak:
gangguan kesadaran berbentuk apati, letargi, bahkan koma,biasanya diawali dari gangguan saluran pernafasan bagian atas,
demam tinggi, mual dan muntah, sakit kepala,kejang, leher kaku,nafsu makan dan minum berkurang,
-Pada pasien pasien dewasa :
infeksi saluran pernapasan bagian atas (contohnya sakit tenggorokan ,pilek )
demam,sakit kepala hebat,leher kaku,muntah,takut cahaya ( fotofobia ), kejang,gangguan kesadaran berbentuk letargi sampai koma,
bila pemicu meningitis yaitu tuberkulosa , maka akan terdiri dari 3 stadium gejala yaitu stadium i atau stadium prodormal
selama 2 sampai 3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa, pada pasien pasien anak-pasien anak tanpa demam, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu , gangguan kesadaran berbentuk apatis, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun,
pada pasien pasien dewasa ada panas yang hilang muncul, sangat gelisah,nyeri kepala,nyeri punggung, halusinasi, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia,
stadium ii atau stadium transisi berlangsung selama 1 sampai 3 minggu dengan gejala ditandai dengan nyeri kepala yang hebat dan
kadang kejang terutama pada pasien bayi dan pasien anak-pasien anak.
tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, muntah lebih hebat,ada tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol , stadium iii atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan , gangguan kesadaran hingga meninggal,
pemeriksaan rangsangan meningeal pada pasien meningitis biasanya
ditemukan hasil positif , pemeriksaan itu ,antaralain :
1. pemeriksaan tanda simfisis pubis menurut brudzinski
penekanan pada simfisis pubis . tanda ini positif (+) bila terjadi gerakan
fleksi reflektorik pada ekstremitas inferior (kaki)
2. pemeriksaan tanda brudzinski i
pasien berbaring terlentang dan dokter meletakkan tangan
kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian
dilakukan fleksi kepala dengan kearah dada sejauh mungkin, tanda
brudzinski i positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai atau
kedua lutut,
3. pemeriksaan tanda kernig
pasien berbaring terlentang , dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa
rasa nyeri. tanda kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) dengan spasme otot
paha biasanya diikuti rasa nyeri,
4. pemeriksaan kaku kuduk
pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berbentuk fleksi dan rotasi kepala. tanda kaku kuduk positif (+) bila ada kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala dengan spasme otot dan rasa nyeri ,
ada tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala, dagu tidak dapat disentuhkan ke dada ,
5. pemeriksaan tanda brudzinski ii
pasien berbaring terlentang, salah satu tungkainya diangkat dalam sikap
lurus di sendi lutut dan ditekukkan di sendi panggul. tanda brudzinski ii
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi reflektorik pada sendi
panggul dan lutut kontralateral,
6. Pemeriksaan tanda pipi menurut Brudzinski,
Penekanan pada kedua pipi atau tepat di bawah os zigomatikum . Tanda ini
positif (+) bila terjadi gerakan fleksi reflektorik pada ekstremitas superior (
lengan tangan fleksi)
Pemeriksaan lain,antaralain:
1. pemeriksaan radiologis
untuk meneliti fokus primer infeksi, dilakukan pemeriksaan foto x ray thoraks, foto kepala (sinus/ mastoid),
2. Pemeriksaan EEG
Pada pemeriksaan EEG ditemukan penurunan voltase karena efusi subdural ,aktivitas delta fokal bila bersamaan dengan abses otak atau gelombang lambat yang difus di kedua hemisfer,
3.CT SCAN dan MRI
untuk mengetahui hidrosefalus atau massa otak yang
bersamaan dengan meningitis, adanya edema otak atau hidrosefalus ,
4.pemeriksaan darah
dilakukan pemeriksaan kadar ureum,pemeriksaan kultur, pemeriksaan kadar hemoglobin, pemeriksaan jumlah leukosit, pemeriksaan laju endap
darah (LED), pemeriksaan kadar glukosa, pemeriksaan elektrolit ,
pada masalah imunosupresi akan terdapat keukopenia, pada
meningitis akibat bakterial maka terdapat polimorfonuklear leukositosis. pada meningitis akibat TBC akan terdapat peningkatan LED,
5. pemeriksaan pungsi lumbal
pemeriksaan pasti meningitis yaitu dengan pemeriksaan cairan serebrospinal melalui pungsi lumbal, lumbal pungsi dilakukan untuk memeriksa protein cairan cerebrospinal dan jumlah sel, dengan syarat tidak ada
peningkatan tekanan intrakranial,
pada meningitis purulenta (meningitis karena neisseria meningitidies ,haemophilus ,influenzae b, streptococcus pneumonia ) ada tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih meningkat, protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri,
pada meningitis serosa (meningitis tuberkulosa) ada protein normal, kultur (-),tekanan yang bermacam ragam, cairan jernih, sel darah putih pmn meningkat,
glukosa meningkat,
pemeriksaan banding,antaralain:
Meningismus
meningismus terjadi pada pasien pasien bayi dan pasien pasien anak dengan gejala ada tonsillitis, pneumonia, tiba tiba panas, terjadi iritasi meningeal, nyeri kepala, kejang dan komatetapi pada pungsi lumbal, kadar glukosa normal,CSS tidak terdapat kuman, perdarahan subarachnoid
keduanya memiliki tanda rangsang meningeal positif,
pengobatan
pemberian initial antibiotik secara empiric dapat diberikan tanpa harus menunggu hasil kultur cairan serebrospinal, sesudah hasil kutur terbukti adanya khusus mikroorganisme, baru dilakukan pengobatan antibiotik khusus ,
bila infeksi cukup berat dibawa ke ruang isolasi,mengendalikan fungsi respirasi , diperlukan trakeostomi atau pipa endotrakeal bila terjadi distress respirasi. mengendalikan keseimbangan cairan dan elektrolit , diperhatikan adanya edema otak, kekurangan gizi,kejang, hiperpireksia,
peluang sembuh
peluang sembuh meningitis tergantung kepada jenis meningitis , lama penyakit sebelum diberikan antibiotik,umur, mikroorganisme pemicu, banyaknya m i k r o organisme dalam selaput otak,
pasien pasien dewasa tua,pasien usia neonatus, pasien pasien anak-pasien anak
mempunyai peluang sembuh yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan
cacat berat dan kematian, pasien yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa) pasien yang sembuh dari meningitis purulenta mengalami kecacatan seperti gangguan perkembangan mental, ketulian, keterlambatan berbicara ,10% pasien mengalami kematian.
12.ENSEFALITIS
ensefalitis yaitu radang otak yang disebabkan mikroorganisme, berdasar pemicuya, ensefalitis dibedakan menjadi :
ensefalitis syphilis disebabkan oleh treponema pallidum,
ensefalitis supurativa disebabkan oleh m.tuberculosa, staphylococcus aureus, streptococcus dan e.coli ,
ensefalitis parasit disebabkan oleh fungi,riketsia, malaria, toxoplasmosis, amoebiasis dan ensefalitis,
ensefalitis virus disebabkan oleh virus ( virus herpes simpleks, virus epstein-barr virus AIDS ,virus rabies, virus parotitis, virus morbili, virus zoster-varisella ),
penyakit ensefalitis ini dialami semua umur mulai dari
pasien anak sampai pasien dewasa, pada pasien anak dibawah 15 tahun, maka ensefalitisnya terjadi karena mastoiditis masih tinggi dan frekuensi sinusitis , pada pasien bayi dan pasien anak kecil ,ensefalitis dapat terjadi
akibat otitis media, mastoiditis, komplikasi dari meningitis bakterial yang jarang dialami pasien dewasa, sinusitis,
Hasil Anamnesis
bentuk penyakit klinis ensefalitis ditandai dengan trias ensefalitis, yaitu
kesadaran menurun,demam dan kejang , bila berkembang menjadi abses serebri akan muncul gejala-gejala infeksi peningkatan tekanan intrakranial seperti : kesadaran menurun, nyeri kepala , muntah, penglihatan kabur, kejang, bila abses terletak pada serebeli maka nyeri kepala terasa di daerah belakang telinga dan suboksipital,
Pemeriksaan Fisik
Bila terjadi peningkatan TIK , pada funduskopi tampak adanya edem papil.
Adanya defisit neurologis tergantung pada luas abses dan lokasi dengan tanda deficit nervi kraniales pada pemeriksaan afasia, hemianopia, nistagmus, ataksia,n.cranialis, hemiparesis, reflex tendon meningkat, kaku kuduk,
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk mencari pemicu, port d’ entre ataupun menemukan komplikasi dari ensefalitis,yaitu :
Pemeriksaan BUN dan kreatinin untuk mengetahui status hidrasi pasien,
LP sebaiknya dilakukan pada semua pasien yang dicurigai
ensefalitis viral, Pemeriksaan cairan serobrospinal melalui lumbal pungsi (hati hati bila ada peningkatan TIK),
Pemeriksaan liver function test unutk mengetahui komplikasi pada organ
hepar atau menyesuaikan dosis obat yang diberikan,
Pemeriksaan darah lengkap , Pemeriksaan kultur darah untuk kepastian pemicu bakteri ,Pemeriksaan CT-Scan dengan atau tanpa kontras pada semua pasien
ensefalitis. Pada toksoplasma ensefalitis biasanya ada penampakan nodular atau ring enhancing lesion, Pemeriksaan MRI, yang lebih sensitif dari CT Scan,
Pemeriksaan titer antibody,Pemeriksaan feses dan urin, Pemeriksaan serologik darah (TPHA dan VDRL),Pemeriksaan X Foto (thorax atau kepala),Pemeriksaan EEG,
pemeriksaan dilakukan dari hasil anamesis berbentuk gejala trias ensefalitis, adanya gejala infeksi akut atau kronik yang mungkin mennyertai contohnya mastoiditis,otitis media, sinusistis dan gejala peningkatan TIK ,
pemeriksaan banding :
meningitis bacterial, abses subdural, abses skstradural, tromboflebitis kortikal, neoplasma, hematoma subdural kronik, tuberkuloma,
pengobatan paling efektif yaitu pada stadium awal terbentuknya
abses. pengobatan harus dengan dosis yang tepat, yaitu :
1.Ensefalitis karena fungi - obat Amfoterisin 0,1- 0,25 g/Kgberatbadan/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu,
obat Mikonazol 30 mg/Kgberatbadan intravena selama 6 minggu,
2.Riketsiosis serebri - obat Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari - obat Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari,
3.Kortikosteroid
dipakai deksametason untuk anti inflammatory yang dipakai
post infeksi ensefalitis dan acute disseminated ensefalitis,
4.Diuretik
dipakai Furosemid atau manitol pada pasien hidrosefalus dan
kenaikan TIK,
5.Antikonvulsan
dipakai lorazepam bila terjadi kejang,
6.Ensefalitis supurativa diberikan obat Ampisillin 4 x 3 sampai 4 g per oral selama 10 hari. - obat Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.
7.Ensefalitis syphilis
diberikan obat Penisillin G 12 sampai 24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari - obat Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + obat probenesid 4 x 500 mg oral selama 14 hari,
Bila alergi penicillin :
obat Kloramfenikol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu
-obat Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari,
- diberikan obat Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari -
obat Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari -
8.Ensefalitis virus
- Pengobatan simptomatis
Anticonvulsi : obat Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari,
Analgetik dan antipiretik : obat Asam mefenamat 4 x 500 mg,
Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan
pemicu herpes zoster-varicella.
pasien dewasa : obat Asiclovir 10 mg/kgberatbadan intra vena 3 x sehari selama 14 sampai 21 hari atau 200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
pasien anak : obat Asiclovir 10 sampai 15 mg/kgberatbadan intra vena 3 x sehari
9.Ensefalitis karena parasit - Malaria serebral
obat Kinin 10 mg/Kgberatbadan dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam
hingga tampak perbaikan.
- obat Toxoplasmosis
obat Sulfadiasin 100 mg/Kgberatbadan per oral selama 1 bulan ,
obat Pirimetasin 1 mg/Kgberatbadan per oral
selama 1 bulan
obat Spiramisin 3 x 500 mg/hari
- obat Amebiasis obat Rifampicin 8 mg/Kgberatbadan/hari.
peluang sembuh tergantung cepat dan tepatnya pemeriksaan secara dini
