narkotika 7









































halaman 8


dokumentasi  : 

1. Perhatikan bahwa kandungan hemoglobin darah bervariasi dari pasien  ke pasien , dan 

maka  volume pengencer yang dipakai  mungkin perlu diubah. Pengenceran 

yang memberi  absorbansi maksimum sekitar 1 unit absorbansi pada 540 nm   

ideal.

2. perlu untuk memakai  natrium dithionite yang baru saja diperoleh atau disimpan 

dalam tempat  tertutup di desikator, sebab  senyawa ini tidak aktif dengan kontak yang 

berkepanjangan dengan udara lembab.

3. Metode ini tidak dapat diandalkan dengan adanya pigmen lain seperti methaemoglobin 

(ditunjukkan dengan absorbansi yang relatif tinggi di wilayah 580-600 nm, lihat Gambar 

11). Spesimen darah lipaemic dapat memberi  suspensi keruh yang juga memberi  

hasil yang tidak dapat diandalkan.

4. Pengukuran dilakukan pada titik selisih maksimum absorbansi (540 nm, lambdamax HbCO) 

dan titik absorbansi sama (579 nm, titik isobestrum). Pembacaan pada 579 nm diambil 

pada lereng yang   curam  dan panjang gelombang   perlu. 

Spektrofotometer dengan band-pass yang relatif lebar (4-5 nm) sebaiknya tidak 

dipakai , sebab  tidak mungkin melakukan pengukuran dengan akurasi yang 

diperlukan . Bahkan bila  instrumen dengan pita sempit tersedia, perlu untuk 

memastikannya dikalibrasi secara akurat, walaupun efek variasi kecil dapat diminimalkan 

dengan memakai  prosedur berikut:

a. Ukur absorbansi larutan z (0% HbCO) pada  larutan amonium hidroksida yang 

diperkaya dengan dithionite pada 540 nm. bila  rasio (A540  atau  A579) untuk 0% HbCO 

diperkirakan  1,1, absorbansi larutan ini pada 579 nm dapat dihitung.

b. Sesuaikan pengaturan panjang gelombang instrumen untuk memberi  pembacaan 

ini bila  belum mencapai 579 nm. Sebagai alternatif, spektrum dari ketiga larutan 

itu  dapat dicatat dengan memakai  spektrofotometer pemindaian, bila  ada, 

dan pengukuran dilakukan secara langsung. Contoh spektrum yang harus diperoleh 

Kehadiran puncak serapan kembar ("telinga kelinci") 

yaitu  fitur kualitatif yang bermanfaat .

Kepekaan metode pada  HbCO, sekitar 10%.

5) Penetapan Kadar Karboxyhemoglobin dengan Mikrodifusi Palladium Chloride

a... Dasar penetapan

Karbon monoksida yaitu  gas volatil dengan sifat reduksi kuat. Karbon 

monoksida dibebaskan dari darah oleh asam kuat dalam sel mikrodifusi dan paladium 

klorida, di tengah sel difusi, dikurangi menjadi paladium metalik yang memiliki 

penampilan perak. Adanya CO dalam darah dapat dengan mudah dideteksi dengan 

pengamatan penampilan lapisan perak.

b...  Persyaratan Spesimen

Kira-kira 2 mL darah atau jaringan campuran mengandung hemoglobin dengan jumlah 

yang cukup 

c...  Reagen dan Standar

1..Asam klorida pekat 

2.. Asam Sulfat pekat

3.. Palladium Klorida

4.. Timbal asetat

5.. Asam asetat glasial

6.. 0,1 N Asam hidroklorik: Dengan hati-hati tambahkan 8,3 mL HCl pekat sampai 

kira-kira 100 mL dH2O dalam labu volumetrik 1 L dan qs untuk volume dengan 

dH2O. Simpan pada suhu kamar sampai dua tahun.

7.. 10% (3.6 N) Asam Sulfat: Dengan hati-hati tambahkan 10 mL H2SO4 pekat ke 

sekitar 70 mL dH2O dalam labu volumetrik 100 mL. Keren dan qs untuk volume 

dengan dH2O. Simpan pada suhu kamar sampai dua tahun.

8.. 0.005 N Palladium Chloride Reagent: Timbang 0,22 g paladium klorida, transfer 

ke labu volumetrik 250 mL dan qs ke volume dengan 0,1 N HCl dan diamkan 

dalam semalam. Transfer ke labu volumetrik 500 mL dan qs ke volume dengan 

0,1 N HCl. Simpan pada suhu kamar sampai dua tahun.

9.. 10% Larutan Asam Asetat Timbal Asetat: Tambahkan 10 mL asam asetat glasial 

ke labu volumetrik 100 mL dan qs untuk volume dengan dH2O. Larutan jenuh Pbasetat dengan menambahkan Pb-asetat sampai tidak larut lagi sesudah  

mencampurnya dengan kuat. Simpan pada suhu kamar sampai dua tahun.

d...  Prosedur

1..Siapkan sel mikrodifusi dengan sealant atau dH2O.

2.. Tambahkan 2 ml reagen PdCl2 ke pusat susia  sel mikroduksusi

3.. Tambahkan 2 ml darah ke satu sisi cincin luar

4.. Tambahkan 1 ml H2SO4 10% ke sisi luar cincin luar. Tutup sel microdiffusi dengan 

cepat dan dengan hati-hati, putar untuk mencampur darah dengan asam sulfat. 

Diamkan selama kira-kira satu jam.

5.. Catat hasil

e...  Pengendalian Mutu dan Pelaporan

1) Cermin berwarna perak akan terbentuk di tengah susia  pada specimen  positif. 

specimen  negatif akan tampak tidak berubah (warna emas kuning bening dari 

pereaksi paladium klorida). Intensitas dari cermin perak berbanding lurus 

dengan konsentrasi karbon monoksida dalam darah.

2) Cermin perak yang   kecil namun terlihat (partikel) menandakan  sekitar 

10% saturasi.

3) Catat intensitas reaksi dengan memakai  "+++" untuk menandakan  reaksi 

terkuat (contoh nya,> 60% saturasi), ++ (mis., saturasi 30-50%), + (mis., saturasi 10-

20%) atau - (mis., kejenuhan <10%).

4) Lakukan analisa  setidaknya satu tingkat pengendalian  positif dan pengendalian  negatif pada 

masing-masing kelompok specimen  masalah .

5) Hasil karboksihemoglobin positif (> 10%) hanya dapat dilaporkan bila  

dikonfirmasi atau sesuai dengan hasil mikrodefusi palladium chloride. bila  terjadi 

inkonsistensi antara hasil UV  atau  VIS dan paladium chloride, ulangi analisa nya. bila ,
sesudah  analisa  berulang, inkonsistensi masih ada, specimen  harus dilaporkan 

sebagai "tidak sesuai untuk analisa ". Pengecualian ini harus diberi wewenang 

oleh ahli toksikologi dan didokumentasikan dalam file masalah . 

6) Hasil positif yang lemah (lebih besar dari 10%) pada spesimen yang membusuk, 

terdekomposisi atau memburuk dapat dilaporkan kurang dari konsentrasi 

karboksihemoglobin yang toksik (contoh nya, CO-Hb 12% pada spesimen kualitas 

rendah, yang dikonfirmasi dengan mikrodifusi paladium klorida, dapat 

dilaporkan sebagai karboksihemoglobin kurang dari 15%). Pengecualian ini harus 

diberi wewenang oleh ahli toksikologi dan didokumentasikan dalam file masalah . 

dokumentasi 

Senyawa belerang (contoh nya Hidrogen sulfida dari spesimen putrefikasi) dapat 

bereaksi dengan PdCl2. Untuk spesimen putrefied, pengganti timbal asetat 10% 

asam sulfat dan biarkan berdifusi selama 4 jam.

3. Penetapan Kadar CO-Hb metode Spektrofotometri

a. Alat :

1) 2 tabung reaksi 10 ml

2) Spektrofotometer

3) Flakon

4) 2 kuvet

5) Spuit 3 cc

6) Tourniquet

7) Pipet ukur 5 ml

8) Mikropipet ( 10µl – 100µl )

9) Yellow tip

10) Rak tabung reaksi

11) Spatula

b. Bahan :

1) specimen  darah 3 cc

2) EDTA ( Etilen Diamin Tetra Acetic Acid )

3) Ammonia 0,1 %

4) Sodium dithionit

c. Cara Kerja

1) Pengambilan darah

a... Menyiapkan spuit dan menguji spuit itu  untuk memastikan masih berfungsi 

dengan baik.
b...  Memasang tornikuet dengan kencang pada lengan atas probandus, kurang lebih 

5 cm di atas siku.

c...  Menentukan area  yang  diambil specimen  darah, yaitu area  vena 

mediana cubiti.

d...  Mengoleskan alkohol pada area  yang  diambil darahnya.

e...  Mengambil darah pasien sebanyak 3 cc dengan memakai  spuit.

f...  specimen  darah sebanyak 0,5 cc dimasukkan ke dalam flakon yang sebelumnya 

sudah  ditambahkan EDTA untuk memicu  whole blood (Wb... .

g...  Sisa specimen  darah sebanyak 2.5 cc dimasukkan ke dalam tabung EDTA.

2) Pemeriksaan CO-Hb

a... Mengambil ammonia 0,1 % sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

b...  Mengambil specimen  whole blood sebanyak 10 µl dengan memakai  yellow tip.

c...  specimen  whole blood dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi amonium 

salisilat 0,1%.

d...  Campuran dari tabung erlenmeyer lalu  dipisahkan ke dalam 2 tabung reaksi 

(tabung 1 dan tabung 2), masing–masing sebanyak 5 cc :

1) Tabung 1 : tidak ditambah sodium dithionit

2) Tabung 2 : ditambah sodium dithionit sebanyak 1 spatula

e...  Dari masing-masing tabung reaksi, masukkan ke masing-masing kuvet (tingginya 

sampai 7 atau 8 pada tabung kuvet)

f...  Diukur absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm 

d. Nilai normal :

1) CO endogen : 0,7 %

2) CO-Hb : < 1 %

3) Batas toleransi CO-Hb : 2% – < 5 %

4) 5% : mulai muncul  gejala  atau  tidak normal atau  keracunan

4. Tes lainnya

Tes laboratorium lainnya mungkin bermanfaat , tergantung pada tingkat keparahan gejala 

keracunan. analisa  elektrolit akan mengkonfirmasi asidosis metabolik dan  perlu mengukur 

glukosa darah. Setiap korban keracunan CO yang pingsan rentan pada  rhabdomyolysis, 

dan tes skrining kreatin kinase mungkin bermanfaat . 

Sebagian besar pasien CO tidak memerlukan neuroimaging untuk mengubah status 

mental. bila  dilakukan sebab  alasan lain, tomografi otak yang dihitung dapat menandakan  

perubahan kepadatan rendah pada globus pallidus dan materi putih subkortikal pada awal 4 

sampai 6 jam sesudah  keracunan parah. Lesi ini terkait dengan hasil klinis yang buruk. 

Pencitraan resonansi magnetik mungkin lebih bermanfaat  sebab  lebih unggul dari tomografi 

terkomputerisasi (computed tomography=CT-scan) dalam menandakan  cedera CO. Terlepas dari mana modalitas neuroimaging dipakai , tes semacam itu jarang mengubah pengobatan 

dan   dilakukan untuk masalah  yang gagal metanggapan  pengobatan awal atau memiliki 

diagnosa  yang tidak jelas.
.

ahan tambahan makanan digolongkan menjadi dua, yaitu  alami dan sintetis. sudah  

banyak penelitian yang menyebutkan efek samping bahan tambahan makanan. parasetamol yaitu   salah satu obat analgesik antipiretik yang 

dijual bebas dan banyak dipakai  masyarakat. namun juga banyak disalahgunakan oleh 

pedagang jamu sebagai bahan kimia obat (BKO) yang ditambahkan dalam produk jamu 

terutama jamu asam urat, pegal linu dan rematik.  memaparkan 17 dari 51 jamu jamu dinyatakan positif mengandung parasetamol 
bahan tambahan makanan digolongkan menjadi dua, yaitu  alami dan 

sintetis. Dipandang dari segi manfaat dan risiko, pemakaian bahan tambahan makanan 

sintetis lebih berbahaya dibandingkan bahan tambahan makanan alami. segi  keamanan 

pangan yang menjadi perhatian utama yaitu  pemakaian bahan tambahan makanan yang 

melebihi dosis. Seperti diketahui bersama sudah  banyak penelitian yang menyebutkan efek 

samping bahan tambahan makanan. sebab  itu perlu adanya regulasi dan pengawasan 

oleh pemerintah dengan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait.

Berikut beberapa dosis maksimum pemakaian bahan tambahan makanan. Batas 

maksimum pemakaian siklamat yaitu  500 mg - 3 g atau kg bahan, sedang  untuk sakarin 

yaitu  50-300 mg atau kg bahan ,. Batas Maksimun pemakaian pewarna sintetik 

yang dizinkan seperti Ponceau 4 : 300mg atau Kg bahan makanan, tatrazin, brilliant blue dan sunset 

yellow: 100mg atau Kg bahan makanan  ,

Sekalipun peraturan mengenai bahan tambahan makanan sudah  dikeluarkan, namun 

masih banyak juga yang tidak atau belum mengindahkannya. Rata-rata pemakai tidak 

mengetahui kegunaan, bahaya, dosis dan dampak yang mungkin muncul  akibat pemakaian 

bahan tambahan makanan itu . Hal itu  sebab  dampak pemakaian bahan 

tambahan makanan baru dirasakan atau disadari sesudah  lama berselang atau sesudah  muncul  

gangguan kesehatan.


Kategori bahan tambahan makanan berdasar  aturan pemakaian , dijelaskan sebagai 

berikut:

1. Aman (Generally Recognized as Safe = GRAS )

Bahan tambahan yang termasuk dalam kategori aman yaitu  bahan yang dosis 

pemakaiannya relatif bebas dan tidak dibatasi. Sebagai conoh, pemakaian amilum 

sebagai pengental. berdasar  Food and Drug Administration (FDA), ada sekitar 600 jenis bahan tambahan makanan yang termasuk dalam daftar zat aditif yang bersifat aman. 

walau  sudah dianggap aman, namun kelak ada mungkin  bahan-bahan itu  

dicabut dari daftar bila   hasil penelitian lanjutan menandakan  bahan itu  

berbahaya. 


Berikut ini yaitu  bahan tambahan makanan yang dilarang pemakaianya oleh 

pemerintah: 

1. Asam Borat (Boric Acid...  dan senyawanya 

2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 

3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPc... 

4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate... 

6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)

8. Nitrofurazon (Nitrofurazone... 

9. Formalin (Formaldehyde... 

10. Kalium Bromat (Potassium Bromate... 

PENGAWET

Bahan Tambahan makanan, BTP pengawet yaitu  bahan tambahan pangan yang 

mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan 

lainnya pada  pangan yang dipicu  oleh mikroorganisme.

Proses pengawetan yaitu  usaha  menghambat kerusakan pangan dari kerusakan yang 

dipicu  oleh mikroba pembusuk yang mungkin memproduksi racun atau toksin. Tujuan 

pengawetan yaitu menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan, mempertahankanmutu, menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan dan 

penyimpanan. Daya keawetan pangan berbeda untuk setiap jenisnya. contohnya telur yang 

diawetkan dapat bertahan 1-2 bulan; daging yang dibekukan dapat awet 6-9 bulan; ikan asin 

sekitar enam bulan; apel segar yang disimpan dengan pengendalian  atmosfer (dalam ruang 

pendingin atau refrigerator atau  chiller pada temperatur 6-10 °c...  dapat awet sekitar 3 bulan. 

  metoda pengawetan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

a. Penambahan BTP Pengawet

b. Pemanasan dengan suhu tinggi (Pemanasan)

A. Metode Pengawetan dengan penambahan BTP Pengawet.

keadaan  lingkungan yang beriklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi 

memungkinkan untuk tumbuhnya mikroba perusak makanan. 
Jenis pengawet yang diizinkan dipakai  dalam pangan terdiri dari asam asetat, kalsium 

asetat, natrium asetat, asam benzoat dan garamnya (kalium benzoat, kalsium benzoat, dan 

natrium benzoat), asam propionat dan garamnya (kalium propionat, kalsium propionat, dan 

natrium propionat), asam sorbat dan garamnya (kalium sorbat, kalsium sorbat, dan natrium 

sorbat), belerang dioksida dan garam sulfit (kalium bisulfit, kalium metabisulfit, kalium sulfit, 

kalsium bisulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, dan natrium sulfit), p-hidroksibenzoat 

(etil p-hidroksibenzoat, metil p-hidroksibenzoat, dan propil p-hidroksibenzoat), lisozim 

hidroklorida, nitrat (kalium nitrat dan natrium nitrat), dan nitrit (kalium nitrit dan natrium 

nitrit).

pemakaian pengawet diatas diizinkan ditambahkan dengan jumlah tidak melebihi 

batas maksimum dan sesuai dengan kategori pangan. Pada peraturan Permenkes itu  

juga dinamakan kan 9 jenis bahan tambahan yang dilarang dipakai  dalam makanan diantaranya 

Asam Borat (Boric Acid...  dan Formalin yang sering disalahgunakan.

Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam atau 

garamnya. Setiap jenis bahan pengawet berpotensi aktivitas dan keefektifan masing-masing 

dalam menghambat pertumbuhan bakteri, khamir ataupun kapang. Zat pengawet organik 

lebih banyak dipakai dibandingkan  yang organik sebab  bahan ini lebih mudah dibuat dan dipakai 

dalam bentuk asam maupun garamnya seperti asam sorbat, asam propionat, asam benzoat 

dan asam asetat.

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai yaitu  sulfit, nitrat dan nitrit. Sulfit 

dipakai  dalam bentuk gas SO2, garam Na, atau K-sulfit, bisulfit dan metabisulft. Bentuk 

efektifnya sebagai pengawet yaitu  asam sulfit yang tak terdisosiasi dan terutama terbentuk 

pada tingkat keasaman (pH) dibawah 3.a. Kajian Keamanan

Kajian keamanan BTP pengawt mengacu kepada sumber lembaga-lembaga yang 

berwenang dan dapat dipertanggungjawabkan seperti Codex Alimentarius Commssion (CAc... , 

Joint FAO atau WHO Expert Committe on Food Additives (JECFA), Badan POM RI, US Food and Drug 

Adminsitration, Food Standard Australian and New Zealand (FSANZ) dan European Foods 

Safety Authority (EFSA).

Berikut yaitu  beberapa kajian keamanan pada  bahan pengawet yang sering dipakai 

dalam produk makanan dan diketahui umum oleh masyarakat:

Asam Benzoat

Asam benzoat (C6H5COOH) dan garamnya yaitu  bahan pengawet yang banyak 

dipakai    pada bahan makanan yang bersifat asam. Bahan ini efektif untuk

mencegah pertumbuhan khamir, kapang dan bakteri pada tingkat keasaman pH 2.5 – 4.0. 

Asam benzoat secara alami ada  dalam tanaman rempah-rempah seperti cengkeh dan 

kayu manis dan juga buah berry.

Dalam the Journal of the American Chemical Society di th 1954, Dr. W. H. Stein 

melaporkan bahwa benzoate secara natural dimetabolisme dengan cepat dalam tubuh 

kita , diserap oleh usus dalam bentuk asam benzoate, dimetabolisme secara cepat dalam 

waktu 1 sampai 2 hari dieksresi 80% melalui urine sebagai asam hipurat dan asam benzoil 

glukoronat (± 10%), 0.1% melalui paru-paru sebagai CO2 dan 2% tertinggal dikarkas.

US FDA (Food Drug Administration) memuat pengawet benzoat dalam list sebagai 

kategori aman atau GRAS (generally recognized as safe... . pemakaian pada produk makanan 

diperbolehkan tidak melebihi dari 0.1% atau 1000 ppm. JECFA FAO atau WHO terahir 

mengevaluasi asam benzoat dan garamnya pada tahun 2002 dan menyatakan percobaan pada 

tikus dalam jangka panjang tidak menunjukan unsur pemicu  kanker atau efek karsinogenik.

Asam Propionat

Asam Propionat (CH3CH2COOH) yang berpotensi struktur yang terdiri dari tiga atom 

karbon tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba. Hewan tingkat tinggi dan kita  dapat 

memetabolisasi asam propionate ini seperti asam lemak biasa. Propionat efektif pada  

kapang dan beberap khamir pada makanan dan minuman dengan tingkat keasaman pH diatas 

5.

Asam Sorbat

Sorbat dipakai  terutama untuk mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri. 

Mekanisme asam sorbat dalam mencegah pertumbuhan mikroba yaitu  dengan mencegah 

kerja enzim dehidrogenase pada  asam lemak. Struktur a-diena pada asam sorbat dapat 

mencegah oksidasi asam lemak oleh enzim itu . Sorbat lebih aktif pada makanan dengan 

tingkat keasaman diatas 6.5. Sorbat ditemukan secara alami ditanaman buah beri dan 

dinyatakan sebagai aman (Generally Recognize as Safe...  oleh US Food Drug Administration.JECFA FAO atau WHO terahir mengevaluasi asam sorbat pada tahun 1973 dan hasil 

percobaan pada tikus dalam jangka panjang tidak menemukan efek tidaknormal itas atau 

kematian. Banyak negara termasuk negara kita  melalui Badan POM RI, Australia (Food Standard 

Australian and New Zealand (FSANZ)) dan Malaysia sudah  mengatur pemakaian asam sorbat 

itu .

berdasar  FDA, bahan tambahan pangan (BTP) yaitu  zat yang secara sengaja ditambahkan 

ke dalam makanan untuk menghasilkan sifat fungsional tertentu pada makanan baik secara 

langsung atau tidak langsung dan menjadi bagian dari makanan itu  (termasuk zat yang 

dipakai  selama produksi, pengemasan, pengolahan, transportasi tasi, penyimpanan). Kegunaan 

BTP yaitu  untuk meningkatkan nilai nutrisi, nilai sensori, dan usia  simpan makanan (Belitz dan 

Grosch 1999). BTP tidak boleh dipakai  bila bertujuan untuk menyembunyikan kerusakan atau 

kebusukan makanan atau untuk menipu konsumen  ,

Salah satu golongan BTP yaitu  bahan pengawet. Sejak dahulu, bahan kimia sudah  

ditambahkan untuk mengawetkan pangan segar. Beberapa bahan pengawet kimia seperti gula, 

garam, nitrit, dan sulfit sudah  dipakai  selama bertahun-tahun. Salah satu alasan meningkatnya 

pemakaian bahan pengawet kimia yaitu  perubahan dalam cara produksi dan pemasaran 

makanan. Sekarang ini, konsumen mengharapkan makanan yang selalu tersedia, bebas dari 

mikroba patogen, dan memiliki usia  simpan yang panjang.

Walaupun sudah  dikembangkan sistem pengolahan dan pengemasan untuk mengawetkan 

makanan tanpa bahan kimia, namun bahan pengawet tetap memiliki peranan yang perlu dalam 

melindungi suplai makanan. ini  dipicu  perubahan pemasaran makanan menjadi sistem 

yang lebih global sehingga makanan jarang dipasarkan secara lokal seperti zaman dahulu. 

Makanan yang diproduksi di satu wilayah, dikirim ke wilayah lain untuk diolah maupun untuk 

disebarkan . sebab  itu, diperlukan  waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun dari sejak 

makanan diproduksi hingga dikonsumsi. Untuk mencapai kebutuhan usia  simpan yang panjang, 

beberapa cara pengawetan sering diperlukan.

U.S. Food and Drug Administration (FDA; 21CFR 101.22(a)5..) mengartikan  bahan 

pengawet kimia sebagai   any chemical that, when added to food, tends to prevent or retard 

deterioration thereof, but does not include common salt, sugars, vinegars, spices, or oils 

extracted from spices, substances added to food by direct exposure thereof to wood smoke, or 

chemicals applied for their insecticidal or herbicidal properties  . Bahan pengawet dipakai  

untuk mencegah atau memperlambat kerusakan baik kerusakan kimia maupun kerusakan 

biologis. Bahan pengawet yang dipakai  untuk mencegah kerusakan kimia di antaranya 

antioksidan, untuk mencegah autoksidasi pigmen, flavor, lipid, dan vitamin; antibrowning, untuk 

mencegah pencoklatan enzimatik dan nonenzimatik; dan antistaling untuk mencegah perubahan 

tekstur. Bahan pengawet yang dipakai  untuk mencegah kerusakan biologis dinamakan  dengan 

antimicrobial agents  ,FDA mengartikan  antimicrobial agents (21CFR 170.3(o)2..) sebagai   substances used 

to preserve food by preventing growth of microorganism and subsequent spoilage, including

fungistats, mold, and rope inhibitors  . Fungsi utama bahan antimikroba yaitu  untuk 

memperpanjang usia  simpan dan mempertahankan kualitas makanan melalui penghambatan 

mikroba pembusuk  , Mekanisme penghambatan bahan 

antimikroba   yaitu  reaksi dengan membran sel mikroba yang memicu  

perubahan permeabilitas atau gangguan pada pengambilan dan transportasi , inaktivasi enzimenzim yang perlu, gangguan pada mekanisme genetik, atau penghambatan sintesis protein 

 ,

Bahan antimikroba juga sudah  banyak dipakai  untuk penghambatan atau inaktivasi 

mikroorganisme patogen di dalam makanan. Beberapa bahan antimikroba sudah  dipakai  untuk 

mengontrol pertumbuhan patogen tertentu. contoh nya, nitrit dapat menghambat Clostridium 

botulinum pada cured meats; asam organik bertindak sebagai sanitizer pada  patogen pada 

karkas sapi; nisin dan lysozyme menghambat Clostridium botulinum dalam keju pasteurisasi; 

laktat dan diacetate dapat menginaktivasi Listeria monocytogenes dalam daging olahan (Davidson 

dan Branen 2005).

berdasar  Winarno (1995), bahan pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik 

dalam bentuk asam atau garamnya. Bahan pengawet organik lebih banyak dipakai dibandingkan  

bahan pengawet anorganik sebab  bahan pengawet organik lebih mudah dibuat. Bahan 

pengawet organik yang sering dipakai yaitu asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam 

asetat, dan epoksida. sedang  bahan pengawet anorganik yang masih sering dipakai yaitu  

sulfit, nitrit, dan nitrat.

Dalam memilih bahan antimikroba, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan (Branen 

1983). Pertama, spektrum bahan antimikroba dari komponen yang dipakai . ini  bertujuan 

agar pemakaian bahan antimikroba sesuai dengan target mikroba yang dituju. Bahan pengawet 

ini memiliki daya kerja yang berbeda-beda, ada yang khusus menghambat bakteri atau khamir 

atau kapang. Bahan pengawet yang baik yaitu  bahan yang memiliki spektrum antimikroba yang 

luas sehingga untuk menghambat beberapa jenis mikroba cukup memakai  satu jenis bahan 

pengawet. Kedua, sifat fisik dan kimia bahan antimikroba dan produk pangan. Faktorfaktor seperti 

pKa, kelarutan bahan antimikroba dan pH dari makanan akan mempengaruhi efisiensi 

pemakaian bahan antimikroba. Bahan antimikroba seperti asam  organik berpotensi 

efektivitas hanya pada makanan berasam tinggi dengan pH kurang dari pH 4.5 (Davidson dan 

Branen 2005).

Faktor ketiga yaitu  keadaan  penyimpanan produk dan interaksi produk dengan proses yang 

lain. ini  untuk memastikan bahan antimikroba tetap berfungsi selama penyimpanan produk. 

Proses pengawetan tertentu akan berpengaruh pada jenis dan kadar bahan antimikroba yang 

diperlukan . contoh: , penurunan Aw memicu tumbuhnya kapang dan khamir,
(351)
 sehingga memerlukan  bahan antimikroba yang berbeda  , Keempat, 

keadaan mikroba awal bahan pangan sebelum ditambahkan bahan pengawet. Bahan pangan 

harus memiliki kualitas awal mikrobiologi yang tinggi yang berarti bahwa jumlah mikroba awal 

pada bahan pangan itu  berada pada level yang rendah. sebab  itu, bahan pengawet 

dilarang dipakai  bila  tujuannya untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan 

cara produksi yang baik untuk makanan. Pertimbangan lain dalam memilih bahan antimikroba 

yaitu  keamanan dan legalitas komponen bahan antimikroba.

1. ASAM BENZOAT DAN NATRIUM BENZOAT . 

Sifat Fisik dan Kimia

Asam benzoat (C6H5COOH) dan natrium benzoat (C6H5COONa...  Bentuk asam (BM 122.1) dan garam natriumnya (BM 144.1) sudah  

banyak dipakai  untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan. Asam benzoat 

juga dinamakan  sebagai asam fenilformat atau asam benzenkarboksilat  ,Kelarutan 

asam benzoat dalam air   rendah (0.18, 0.27, dan 2.2 g larut dalam 100 ml air pada 4 oC , 

18 oC , dan 75 oC )  ,Asam benzoat termasuk asam lemah (konstanta disosiasi 

pada 25oC yaitu  6.335 x 1025 dan pKa 4.19),   larut dalam etanol dan   sedikit larut 

dalam benzene dan aceton ,

Natrium benzoat berupa bubuk kristalin yang stabil, tidak berbau, berwarna putih 

dengan rasa menyengat (astringent) yang manis. Natrium benzoat   larut dalam air (62.8, 

66.0, dan 74.2 gram larut dalam 100 ml air pada 0oC, 20oC, dan 100 oc... , higroskopik pada RH di 

atas 50 %, memiliki pH sekitar 7.5 pada konsentrasi 10 g atau liter air, larut dalam etanol, metanol, 

dan etilen glikol (WHO 2000; Chipley 2005). sebab  kelarutan natrium benzoat dalam air jauh 

lebih besar dibandingkan  asam benzoat, maka natrium benzoat lebih banyak dipakai .

Asam benzoat ada  secara alami dalam buah-buahan dan rempahrempah seperti 

cranberies, prunes, buah plum, kayu manis, dan cengkeh yang tua atau masak (Fardiaz et al. 

1988). Asam benzoat juga ada  secara alami pada produk-produk fermentasi seperti bir, 

dairy products, teh, dan anggur (Chipley 2005).

2. Aktivitas dan Mekanisme Penghambatan

Asam benzoat aktif bersifat sebagai antimikroba pada pH rendah yaitu dalam keadaan 

tidak terdisosiasi (Fardiaz et al. 1988). Semakin tinggi pH, persentase asam tidak terdisosiasi 

makin kecil sehingga daya kerja benzoat akan semakin rendah. Pengaruh pH pada disosiasi 

asam benzoat dapat dilihat pada Tabel 1. sebab  jumlah asam yang tidak terdisosiasi menurun 

dengan meningkatnya pH, pemakaian asam benzoat atau natrium benzoat sebagai pengawet 

makanan terbatas pada makanan yang asam atau memiliki pH rendah. Benzoat paling efektif 

pada pH 2.524.0 dan kurang efektif di atas pH 4.5 (Davidson dan Juneja 1990) Asam benzoat 100 kali efektif dalam larutan asam dan hanya asam yang tidak 

terdisosiasi yang berpotensi aktivitas antimikroba. Toksisitas natrium benzoat dalam larutan 

yaitu  hasil dari molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi  ,contoh: , 

pada keadaan netral, kurang lebih 4% natrium benzoat diperlukan untuk mencegah 

pertumbuhan mikroorganisme fermentatif; pada pH 2.322.4 hanya diperlukan konsentrasi 

0.0220.03% dan pada pH 3.524.0 (rentang pH sebagian besar jus buah) diperlukan konsentrasi 

0.0620.1% (Aurand et al. 1987).

Fungsi utama dari asam benzoat dan natrium benzoat yaitu  sebagai antimycotic 

agents. Kebanyakan kapang dan khamir dihambat pada konsentrasi 0.05% sampai 0.1 % 

asam tidak terdisosiasi  ,Bakteri penghasil racun dan bakteri pembentuk spora 

  dapat

dihambat pada konsentrasi 0.01% sampai 0.02% asam tidak terdisosiasi, namun  bakteri 

pembusuk jauh lebih resisten.

Mekanisme penghambatan mikroba dari asam yang tidak terdisosiasi dipicu  

bentuk yang tidak terdisosiasi tidak memiliki muatan. sebab  itu, asam yang tidak 

terdisosiasi dapat larut dalam bagian lipid dari membran sel. berdasar  Fardiaz et al. (1988), 

di dalam sel, asam benzoat akan terdisosiasi menjadi ion H+ dan radikal asam-

. Ion H+

itu  

memicu  terjadinya ketidakseimbangan ion di dalam sel mikroba dan mikroba akan 

berusaha mengeluarkannya. Untuk mengeluarkan ion H+

itu , diperlukan energi dalam jumlah yang besar sehingga mikroba akan kekurangan energi untuk pertumbuhannya.

Hal yang senada juga dikemukakan oleh Lopez et al. seperti dikutip oleh Saragih (2007) 

bahwa mekanisme kerja bahan pengawet yang terdiri dari asam organik yaitu  berdasar  

permeabilitas dari membran sel mikroba pada  molekul  asam yang tidak 

terdisosiasi. Isi sel mikroba berpotensi pH yang selalu netral. Bila sitoplasma berpotensi pH 

lebih asam atau basa maka akan terjadi gangguan pada organ  sel sehingga metabolisme 

dalam sel menjadi terhambat. berdasar  Chipley (2005), asam benzoat menghambat atau 

membunuh mikroba dengan mengganggu permeabilitas membran sel mikroba dan 

memicu  gangguan pada sistem transportasi  elektron.

3. Aplikasi

Sebagai bahan pengawet makanan, kelebihan asam benzoat dan natrium benzoat 

antara lain harganya yang murah, mudah diterapkan  ke produk, dan tidak berwarna. 

sedang  rentang pH yang sempit, terjadinya off flavor pada produk, dan sifat toksikologi 

dibandingkan dengan bahan pengawet yang lain sudah  berkontribusi pada usaha untuk 

mengganti asam benzoat dan natrium benzoat dengan bahan pengawet lain yang memiliki 

karakteristik lebih baik. Benzoat tidak dapat mengontrol pertumbuhan mikroorganisme pada 

level yang tinggi dan sebab nya tidak dapat dipakai  pada makanan yang memakai  

bahan-bahan yang berkualitas rendah atau diolah dengan cara yang buruk.

Natrium benzoat sudah  dipakai    pada berbagai produk pangan seperti 

minuman, produk bakeri, dan makanan lain (Tabel 2). Asam benzoat juga dipakai  sebagai 

pengawet dalam industri kosmetik dan farmasi.  , natrium benzoat dengan 

konsentrasi 0.1%-0.5 % dipakai  pada kosmetik, sedang  dalam industri farmasi 

dipakai  konsentrasi 0.05%-0.1% (Chipley, 2005). Asam benzoat juga dapat dipakai  untuk 

mengontrol penyakit pascapanen pada berbagai buah dan sayur. Asam benzoat dan 

turunannya sudah  disarankan untuk dipakai  sebagai fungisida, khususnya pada  A. flavus 

pada kacang.
berdasar  FDA, benzoat hingga konsentrasi 0.1 % digolongkan sebagai ’generally 

recognized as safe’ (GRAS). Di negara-negara selain Amerika Serikat, natrium benzoat 

dipakai  hingga konsentrasi 0.15% dan 0.25%. Batas European Commision untuk asam 

benzoat dan natrium benzoat yaitu  0.015-0.5%. Di negara kita , pemakaian asam benzoat 

dan natrium benzoat sudah  diatur dalam SNI 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan 

Makanan yang kadarnya berkisar dari 0.06 %-0.1 %. Batas maksimum pemakaian asam 

benzoat dan natrium benzoat pada berbagai jenis makanan dapat dilihat pada Tabel 3.
Mekanisme Detoksifikasi

Benzoat memiliki toksisitas yang rendah pada  kita  dan hewan sebab  

kita  dan hewan memiliki mekanisme detoksifikasi. Benzoat diserap   dari usus halus 

dan diaktivasi melalui ikatan dengan CoA untuk menghasilkan benzoyl coenzyme A. 

lalu   benzoyl coenzyme A berkonjugasi dengan glisin dalam hati untuk membentuk 

asam hipurat yang lalu  dikeluarkan melalui urin (White et al. 1964 diacu dalam 

Chipley 2005). Tahap pertama dikatalisis oleh enzim synthetase; tahap kedua dikalatalisis 

oleh enzim acyltransferase. Keseluruhan reaksi dapat dilihat pada Gambar 2. Mekanisme 

ini mampu mengeluarkan sekitar 66295 % asam benzoat. Sisa benzoat yang tidak 

dikeluarkan sebagai asam hipurat dapat didetoksifikasi melalui konjugasi dengan asam 

glukuronat dan dapat dikeluarkan melalui urine.

Gambar 8.2. Proses Detoksifikasi Asam Benzoat (White et al. 1964 diacu dalam 

Chipley, 2005)

Faktor pembatas dalam biosintesis asam hipurat yaitu  ketersediaan glisin. 

pemakaian glisin dalam detoksifikasi benzoat memicu  penurunan kadar glisin dalam 

tubuh. sebab  itu, konsumsi asam benzoat atau garamnya mempengaruhi fungsi 

tubuh atau proses metabolik yang melibatkan glisin, contoh:  penurunan kreatinin, 

glutamin, urea, dan asam urat (WHO, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Hauschildt et al 

(1983), menandakan  bahwa pemberian benzoat pada tikus memicu  peningkatan 

sintesis dan dekarboksilasi glisin.

5. Metode analisa 

Metode analisa  untuk penentuan asam benzoat meliputi metode spektrofotometri,
yang memerlukan prosedur ekstraksi yang rumit dan   tidak khusus ; Gas 

Chromatography (Gc... , yang lebih sensitif dan khusus  namun  memerlukan  persiapan specimen  

dan derivatisasi yang panjang sebelum penentuan; High Pressure Liquid Chromatography 

(HPLc...  yang memiliki spesifisitas tinggi dan persiapan specimen  yang minimum dan tidak 

memerlukan derivatisasi ,

Metode AOAC Official Methods antara lain metode GC yang diterapkan  pada jus 

apel, pasta almond, dan homogenat ikan pada konsentrasi 0.522 g atau kg, liquid chromatography 

yang dipakai  untuk penentuan 0.5210 ppm asam benzoat dalam jus jeruk , Karakteristik kedua metode ini dapat dilihat 

pada Lampiran 1. analisa  kadar asam benzoat dalam minuman ringan bersoda secara 

kromatografi cair kinerja tinggi dilakukan oleh Hayun et al.(2004). Karakteristik metode yang 

diperoleh  yaitu  sebagai berikut : limit deteksi sebesar 0.2 ppm; limit kuantisasi sebesar 0.852; 

rentang kurva kalibrasi antara 1260 ppm; dan persen perolehan kembali sebesar 98.73 %.

C. VALIDASI DAN VERIFIKASI METODE

Metode analisa  berpotensi atribut tertentu seperti ketepatan, ketelitian, spesifisitas, 

peka, kemandirian, dan kepraktisan yang harus dipertimbangkan saat  memilih 

metode yang cocok untuk memecahkan masalah tertentu (Garfield et al, 2000). Namun 

atribut-atribut itu  tidak mungkin semuanya dapat dioptimalkan selama analisa . sebab  

itu semua informasi yang ada harus dievaluasi dan diputuskan karakteristik metode yang 

cocok dan tingkat ketidakpastian yang diterima. Informasi ilmiah ini harus seimbang 

dengan pertimbangan praktis seperti waktu, biaya, resiko kesalahan, dan tingkat keahlian 

yang diperlukan.

Pemilihan metode yang tepat   perlu dalam analisa . Pemilihan sebuah 

metode   tergantung dari tujuan pengukuran. contoh: , metode yang dipakai  

untuk pengukuran rapid online processing mungkin kurang akurat dibandingkan dengan 

metode standar (Nielsen 2003). Metode yang dipilih yaitu  metode yang sudah  diuji dan 

divalidasi; metode yang sudah  disarankan  dan diadopsi oleh organisasi internasional; 

metode yang sederhana, biaya rendah, atau cepat; metode yang banyak diterapkan  ke 

banyak substrat atau analit  ,, sebuah laboratorium 

harus memilih metode yang sesuai yang sudah dipublikasikan dalam standar internasional, 

regional, atau nasional, atau oleh organisasi teknis yang berpotensi reputasi, atau dari teks 

atau jurnal ilmiah yang relevan, atau sesuai dengan khusus asi pabrik pembuat alat. Selain 

itu, metode yang dikembangkan atau diadopsi oleh laboratorium juga dapat dipakai  bila 

sesuai dan sudah  divalidasi.

Untuk memperoleh  data yang valid, di samping pengujian dilakukan oleh personel 

yang kompeten dengan peralatan dan instrumentasi yang sudah  dikalibrasi, pemakaian metode yang valid juga memegang peranan yang   perlu  , Dengan 

metode yang valid, tingkat akurasi dan presisi data hasil pengujian dapat diketahui. 

Konsekuensinya, laboratorium harus memvalidasi metode sebelum metode itu  

dipakai .

Validasi metode yaitu  suatu proses untuk mengkonfirmasi bahwa prosedur 

analisa  yang dilakukan untuk pengujian tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan 
 validasi metode yaitu  sebuah 

proses yang perlu dari program jaminan mutu hasil uji yang mana  sifat  dari sebuah 

metode ditentukan dan dievaluasi secara obyektif. Hasil dari validasi metode dapat 

dipakai  untuk menilai kualitas, tingkat kepercayaan (reliability), dan konsistensi hasil 

analisa ; itu semua menjadi bagian dari praktek analisa  yang baik ,

Laboratorium harus memvalidasi metode tidak baku, metode yang 

didesain atau dikembangkan laboratorium, metode baku yang dipakai  di luar lingkup yang 

dimaksudkan, dan penegasan dan  modifikasi dari metode baku

untuk mengkonfirmasi bahwa metode itu sesuai untuk pemakaian yang dimaksudkan  , bila   laboratorium memakai  metode standar yang sudah  dipublikasi dan sudah 

divalidasi oleh lembaga atau organisasi nasional maupun internasional, idealnya 

laboratorium itu harus memvalidasi metode itu  walau  hanya meliputi segi -segi  

tertentu saja. ini  dimaksudkan agar laboratorium yang bersangkutan memiliki data 

validasi yaitu   bukti objektif yang berlaku di laboratorium itu  dan sesuai 

dengan kebutuhannya. Validasi metode dengan segi  pengujian yang terbatas dinamakan  juga 

verifikasi metode ,

Pemilihan parameter validasi tergantung pada beberapa faktor seperti aplikasi, 

specimen  uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau internasional. Parameter-parameter 

validasi meliputi ketepatan atau recovery, ketelitian, spesifisitas, limit deteksi, limit kuantisasi, 

linearitas, rentang, robustness, dan ruggedness (ICH 1996). Ketepatan menyatakan 

kedekatan dengan nilai yang diterima, baik nilai sebetulnya  maupun nilai pembanding. 

Ketepatan dilaporkan sebagai persen recovery. Ketelitian menyatakan kedekatan antara satu 

seri pengukuran yang diperoleh dari pengambilan ganda pada  contoh homogen yang 

sama pada keadaan  tertentu.

Spesifisitas menyatakan kemampuan metode untuk menilai secara pasti analit yang 

berada bersama komponen lain. Komponen lain dapat berupa hasil urai, pengotor, dan 

matriks contoh. Limit deteksi menyatakan jumlah analit terkecil yang dideteksi dalam 

contoh. Limit kuantisasi menyatakan jumlah terendah analit dalam contoh yang secara 

kuantitatif dapat ditetapkan dengan ketelitian dan ketepatan yang sesuai. Linearitas 

menyatakan kemampuan metode analisa  untuk memberi  hasil uji yang secara langsung
proporsional pada  konsentrasi analit dalam contoh pada rentang yang ditentukan.

Rentang yaitu  interval antara konsentrasi tertinggi dan terendah analit dalam contoh 

yang sudah  dibuktikan bahwa prosedur analisa  ketepatan, ketelitian, dan linearitas pada 

tingkat yang sesuai. Robustness yaitu  ukuran

kemampuan metode analisa  untuk tidak terpengaruh oleh perubahan kecil variasi yang 

sengaja dibuat dalam parameter metode analisa  dan memberi  indikasi kehandalannya 

dalam pemakaian secara normal. Ruggedness yaitu  derajat reprodusibilitas hasil uji yang 

diperoleh dari analisa  contoh yang sama pada berbagai keadaan  pengujian normal. 

Karakteristik validasi metode pengujian dapat dilihat pada Tabel 
Antioksidan


Antioksidan yaitu  bahan tambahan yang dipakai  untuk melindungi 

komponenkomponen makanan yang bersifat tidak jenuh (berpotensi ikatan rangkap), 

terutama lemak dan minyak. walau  demikian antioksidan dapat pula dipakai  untuk 

melindungi komponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang juga banyak mengandung 

ikatan rangkap di dalam strukturnya.

Adanya ion logam, terutama besi dan tembaga, dapat mendorong terjadinya oksidasi 

lemak. Ion-ion logam ini sering  diinaktivasi dengan penambahan senyawa pengkelat, dan 

dapat juga dinamakan  bersifat sinergistik dengan antioksidan sebab  menaikkan efektivitas 

antioksidan utamanya.

Untuk dapat dipakai  sebagai antioksidan, suatu senyawa harus berpotensi sifatsifat : tidak toksik, efektif pada konsentrasi rendah (0,01-0,02%), dapat terkonsentrasi pada 

permukaan atau lapisan lemak (bersifat lipofilik) dan harus dapat tahap pada keadaan  pengolahan 

pangan  .

berdasar  sumbernya antioksidan dapat digolongkan ke dalam dua jenis. 

Pertama, antioksidan yang bersifat alami, seperti komponen fenolik atau flavonoid, vitamin E, 

vitamin C dan beta-karoten. Kedua, antioksidan sintetis seperti BHA (Butylated 

Hydroxyanisole... , BHT (Butylated Hydroxytoluene... , PG (Propil Galat), dan TBHQ (di-t-Butyl 

Hydroquinone... . Tabel 1 menandakan  komponen-komponen flavonoid yang memiliki 

aktivitas antioksidan bedan  sumbernya

BHA (Butylated Hydroanisole... . BHA yaitu  campuran dua isomer, yaitu 2- dan 3-

tertbutilhidroksianisol. Di antara kedua isomer itu , isomer 3-tert memiliki aktivitas 

antioksidan yang lebih efektif dibandingkan isomer 2-tert. Bentuk fisik BHA yaitu  padatan 

putih menyerupai lilin, bersifat larut dalam lemak dan tidak larut dalam air.

BHT (Butylated Hydroxytoluene... . sifat  BHT   mirip dengan BHA dan

,(360)
bersinergis dengan BHA.

Propil Galat. Propil galat yaitu  ester propanol dari asam trihidroksi benzoat. 

Bentuk fisik propil galat yaitu  kristal putih. Propil galat memiliki sifat  : 1..dapat 

bersinergis dengan BHA dan BHT, 2.. sensitif pada  panas, 3.. membentuk kompleks 

berwarna dengan ion logam, sebab nya bila  dipakai dalam makanan kaleng dapat 

mempengaruhi penampakan produk.

TBHQ (Tertiary Butylhydroquinone... . TBHQ yaitu  antioksidan yang paling efektif 

dalam minyak makan dibandingkan BHA, BHT, PG dan tokoferol. TBHQ memiliki sifat : 1..

bersinergis dengan BHA 2.. cukup larut dalam lemak 3.. tidak membentuk komplek dengan 

ion logam namun  dapat berubah menjadi merah muda, bila  bereaksi dengan basa

Dosis pemakaian  tiap-tiap antioksidan sintetik ini tidak sama untuk masing-masing 

negara. Tabel 2 menandakan  dosis pemakaian antioksidan BHA, BHT, Galat dan TBHQ di 

beberapa negara

Jenis-jenis Antioksidan

Jenis antioksidan yang diizinkan dipakai  dalam pangan terdiri dari:

a. Ascorbic Acid (Asam askorbat dan garamnya (natrium askorbat, kalsium askorbat, dan 

kalium askorbat))

b. Ascorbil palmitate (Askorbil palmiat)

c. Ascorbil stearate (Askorbil stearat)

d. Erythrobic Acid ((Asam eritrobat dan garamnya (natrium eritrobat))

e. Tertiary butyl hydroquinone (TBHQ) (Butil Hidrokinon Tersier)

f. Butylated hydroxyanisole (BHa... (Butil Hidroksianisol)

g. Butylated hydroxy Toluene (BHT) (Butil Hidroksitoluen)

h. Propyl gallate (Propil galat)

i. Tocopherol (tokoferolcampuran pekat, alfa tokoferol dan gama tokoferol), yang sudah  

diyakini keamanannya.

j. Dilauryl Thiodipropionate (Dilauril Tiodipropionat)

k. Stannous Chloride (Timah II Klorida)

ANTI KEMPAL

anti kempal  dapat mencegah pengempalan makanan yang berupa serbuk. Contoh: aluminium silikat (susu 
bubuk), dan kalsium aluminium silikat (garam meja).
Fungsi Anti Kempal yaitu  senyawa anhidrat yang mengikat air tanpa menjadi basah  dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan yang bersifat bubuk atau partikulat seperti  garam meja, campuran kering (dry mixes), dan lain-lain. Penambahan senyawa anti kempal   untuk mencegah terjadinya penggumpalan dan menjaga agar bahan itu  tetap
 dapat dituang ,
Mekanisme Kerja
Senyawa anti kempal biasanya yaitu  garam-garam anhidrat yang bersifat cepat  terhidrasi dengan mengikat air, atau senyawa yang mengikat air melalui 
pengikatan di permukaan (surface adhesion) tanpa menjadi basah dan menggumpal. Senyawa senyawa itu  biasanya yaitu  senyawa yang secara alami berbentuk hampir  kristal ,Senyawa anti kempal dapat digolongkan menjadi :
a. Garam (aluminium, amonium, kalsium, potassium, dan sodium).

b.Kalsium posfat.

c. Magnesium oksida.

d.Garam (magnesium, kaslium, dan campuran kalsium aluminium) dari asam silikat.

Senyawa golongan 1, 2, dan 3 memicu  hidrat, sedang  senyawa 4 dan 5 menyerap 

air. Senyawa anti kempal biasanya dapat dimetabolisme atau tidak toksik pada tingkat 

pemakaian yang diizinkan. Kalsium silikat banyak dipakai  untuk menghindari 

penggumpalan baking powder dan berpotensi kemampuan untuk mengikat air 2,5 kali dari 

beratnya. Selain mengikat air, kalsium silikat juga dapat mengikat minyak dan senyawasenyawa nonpolar lainnya.

Sifat inilah yang memicu  kalsium silikat banyak dipakai  di dalam campurancampuran yang mengandung bumbu, terutama yang kandungan minyak atsirinya tinggi. 

Kalsium stearat sering dipakai  sebagai processing aid dalam pembuatan permen keras ,Senyawa anti kempal yang relatif baru dikembangkan yaitu  bubuk selulose 
berkristal mikro (microcrystalline cellulose powder). Senyawa ini banyak dipakai untuk produk 
keju parut agar tidak membentuk gumpalan
Bahan-bahan makanan yang tergolong bahan anti kempal di antaranya:
Magnesium Silicate Magnesium silikat,
Sodium Alumino Silicate (Natrium alumino silikat). Myristic Acid, Palmitic Acid and Stearic Acid (Miristat, palmitat dan stearat),
Silicon Dioxide amorpus (Silikon Dioksida Amorf),
Cacium Phospate, Tribasic (Trikalsium fosfat)
Magnesium Phospate, Tribasic (Trimagnesium fosfat) ,
Aluminium Silicate (Aluminium silikat),
 Calcium Aluminium Silicate (Kalsium aluminium silikat),
 Calcium Silicate (Kalsium silikat),
Magnesium Carbonate (Magnesium karbonat),
Magnesium Oxide (Magnesium oksida),

Pengatur Keasaman yaitu  bahan tambahan makanan yang  dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Zat 
aditif ini dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman 

makanan. Contoh: asam asetat, aluminium amonium sulfat, amonium bikarbonat, asam 

klorida, asam laktat, asam sitrat, asam tentrat, dan natrium bikarbonat.

Fungsi Asam, baik organik maupun anorganik, secara alami ada  di dalam bahan pangan. 

Keberadaannya beragam, dari sebagai metabolit antara hingga sebagai komponen pendapar 

(buffering agent). Asam sering  ditambahkan ke dalam bahan pangan dan proses 

pengolahan pangan.

Fungsinya yang paling perlu yaitu  sebagai senyawa pendapar. Asam dan garamnya 

sering pula ditambahkan sebagai campuran pembentuk adonan (leavening system), sebagai 

antimikroba dan senyawa pengkelat. Asam berperan   perlu dalam pembentukan gel 

pektin, dapat bertindak sebagai penghilang busa (defoaming agent) dan membantu proses 

denaturasi protein dalam pembuatan yogurt, keju, dan produk-produk fermentasi susu 

lainnya. Dalam proses pengolahan buah dan sayuran, asam sering ditambahkan untuk 

menurunkan pH dan mengurangi kebutuhan panas selama proses sterilisasi. Fungsi lain dari 

asam yang tak kalah perlunya, tentu saja yaitu  kontribusinya pada  rasa dan aroma 

bahan pangan. Asam juga berpotensi kemampuan untuk mengubah dan meningkatkan 

intensitas rasa dari komponen citarasa lainnya. Asam lemak rantai pendek berkontribusi 

pada  aroma berbagai makanan.

Bahan-bahan yang tergolong pengatur keasaman di antaranya:
Asam Klorida,Asam Laktat Asam Malat,Asam Sitrat,Asam Tartrat Diamonium Fosfat,Dikalsium Fosfat,Dinatrium Fosfat, kalium Bikarbonat 
 Alumunium Amonium Sulfat, Aluminium Natrium Sulfat Alumunium kalium Sulfat,Amonium Bikarbonat  Amonium Hidroksida,Amonium Karbonat, Asam Adipat, Asam Asetat Glasial,Asam Fosfat,Asam Fumarat, 


PEMANIS BUATAN 

Yang dimaksud dengan BTP Pemanis Buatan yaitu  BTP yang memicu  

rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit berpotensi nilai gizi atau kalori. 

Bahan ini hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu. 

Pemanis buatan mulanya  diproduksi komersial untuk memenuhi ketersediaan produk 

makanan dan minuman bagi penderita Diabetes mellitus yang harus mengontrol kalori 

makanannya. Dalam pertumbuhan nya, pemanis buatan juga dipakai  untuk 

meningkatkan rasa manis dan citarasa produk-produk yang mengharuskan rasa manis dan 

di dalamnya sudah terkandung gula. 

pemakaian pemanis buatan dibuat per kategori pangan.
Pemanis Non Kalori

Pemanis non kalori   dibuat dari bahan sintetis atau bahan kimia. Pemanis 

non kalori berpotensi kadar manis yang kuat, jauh lebih kuat dari manis gula alami atau 

sukrosa. Beberapa pemanis buatan yang masuk pada pemanis non kalori yaitu  :

a... Alitam (INS 956)

 Memiliki rumus kimia (C14H25N3O4S.2.5H2O.)

 Dibuat dari sintesis asam amino L-asam aspartat dan Alanin.

 Kadar manis 2.000 kali tingkat sukrosa.
b...  Asesulfam-K (INS 950)

 Memiliki rumus kimia C4H4KNO4S.

 Kadar manis 200 kali tingkat sukrosa

c...  Aspartam (INS 951)

 Memiliki rumus kimia C14H18N2O5.

 Kadar manis 220 kali tingkat sukrosa

d...  Siklamat (INS 952)

 Memiliki rumus kimia C6H13NO3S.

 Kadar manis 30 kali tingkat sukrosa.

e...  Sakarin (INS 954)

 Memiliki rumus kimia C14H8CaN2O6S2. 3H2O atau C7H4KNO3S. 2H2O atau 

C7H4NaNO3S. 2H2O

 Kadar manis 300 sampai 500 kali tingkat sukrosa

f...  Neotam (INS 961)

 Memiliki rumus kimia C20H30N2O5

 Kadar manis 7.000 sampai 13.000 kali tingkat sukrosa.

g...  Manitol (INS 421)

 Memiliki rumus kimia C6H14O6.

 Dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa yang diperoleh dari hidrolisis pati.

 Kadar manis 0,7 kali tingkat sukrosa.

 memicu   efek laksatif bila  dikonsumsi lebih dari 20 g atau hari.

h) Sorbitol (INS 420)

 Memiliki rumus kimia C6H14O6.

 Kadar manis 0,5-0,7 kali tingkat sukrosa.

 memicu   efek laksatif, bila  dikonsumsi lebih dari 50 g atau hari.

i) Silitol (INS 967)

 Memiliki rumus kimia C5H12O5.

 Umum ada  pada buah dan sayur.

 Kadar manis sama dengan sukrosa.

j) Laktitol (INS 966)

 Memiliki rumus kimia C12H24O11.

 Dibuat dari proses reduksi glukosa yang berasal dari disakarida laktosa.

 Kadar manis 0,3-0,4 kali tingkat sukrosa.

 memicu   efek laksatif bila  dikonsumsi lebih dari 20 g atau hari.

k) Isomalt (INS 953)

 Dibuat dari sukrosa melalui dua tahap proses enzimatik, mengandung gluko-manitol 

dan gluko-sorbitol.
 Kadar manis 0,45-0,65 kali tingkat sukrosa.

l) Maltitol (INS 965)

 Memiliki rumus kimia C12H14C11.

 Dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa yang diperoleh dari hidrolisis pati.

 Kadar manis 0,9 kali tingkat sukrosa.

m) Sukralosa (INS 955)

 Memiliki rumus kimia C12H19Cl3O8.

 Kadar manis 600 kali tingkat sukrosa.

halaman 9




PEMUTIH DAN PEMATANG TEPUNG 


Bahan sekuestran seperti asam Etilen Diamin Tetra Asetat (EDTA), bisa memicu  

gangguan pada penyerapan  mineral-mineral esensial seperti tembaga, besi, dan seng. Bahan 

tambahan makanan yang dipakai  untuk memperbaiki tekstur, yaitu karboksimetil 

selulosa, epikklorohidrin, natrium dan kalsium karagenan, polieksietilen stearat, saponin, 

dan natrium alginat.

pemakaian karboksimetil selulosa memicu   gangguan pada usus, dan 

bersifat karsinogenik. Saponin memicu  efek pada masa kehamilan, dan gangguan 

darah. Karagen bisa memicu luka pada hati, efek pada sistem imun, karsinogenik, dan 

memicu  bisul pada perut. pemakaian Epikklorohidrin secara berlebihan dapat 

memicu  kerusakan ginjal, karsinogenik, dan bahkan efek perubahan pada kromosom. 

Polieksietilen stearat memicu   efek pada usus lambung dan urin, seperti batu 

pada tumor, dan kandung kemih. sedang  pemakaian natrium alginat dapat 

memicu  reaksi alergi dan penyerapan pada mineral esensial.

Bahan-bahan yang termasuk bahan pemutih dan pematang tepung di antaranya:
Stearil Fumarat Natrium Stearoil,L-Sisteina (Hidroklorida), Asam Askorbat,Aseton Peroksida, Azodikarbon Amida, Kalsium stearoil,Natrium 

Beberapa bahan tambahan makanan seperti pembentuk cita rasa seperti koumarin, 

safrol, minyak kalamus, dan sinamil antranilat, semuanya dilarang. Masing-masing 

berpotensi daya pengoksidasi yang tinggi, sehingga tidak bisa dipakai  sebagai BTM mamin berlemak, sebab  akan memicu ketengikan. Bahan pemutih dan pematang yang diizinkan 

yaitu  asam askorbat.

PENGEMULSI, PEMANTAP DAN PENGENTAL 

Bahan Tambahan makanan, Pengelmulsi, pemantap, dan pengental yaitu  bahan tambahan 

makanan yang membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang 

homogen pada makanan.

Emulsi yaitu  suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarut, 

di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. 

Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedang  cairan 

yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase terusmenerus  atau medium dispersi

Istilah pengemulsi (emulsifier) atau surfaktan dalam beberapa hal kurang tepat. 

Alasannya, bahan ini dapat melakukan beberapa fungsi yang pada beberapa jenis produk 

tidak berkaitan langsung dengan pembentukan emulsi sama sekali.

fungsi pengemulsi pangan dapat digolongkan  menjadi tiga golongan utama 

yaitu :

a. Untuk mengurangi tegangan permukaan pada permukaan minyak dan air, yang 

mendorong pembentukan emulsi dan pembentukan kesetimbangan fase antara 

minyak, air dan pengemulsi pada permukaan yang memantapkan antara emulsi.

b. Untuk sedikit mengubah sifat  tekstur, awetan dan sifat  reologi produk 

pangan, dengan pembentukan senyawa kompleks dengan komponen-komponen pati 

dan protein.

c. Untuk memperbaiki tekstur produk pangan yang bahan utamanya lemak dengan 

mengendalikan keadaan polimorf lemak.

Sistem kerja emulsifier berkaitan  erat dengan tegangan permukaan antara kedua 

fase (tegangan interfasial). Selama emulsifikasi, emulsifier berfungsi menurunkan 

tegangan interfasial sehingga mempermudah pembentukan permukaan interfasial yang 

  luas. Bila tegangan interfasial turun sampai di bawah 10 dyne per cm, maka emulsi 

dapat dibentuk. sedang  bila tegangan interfasial mendekati nilai nol, maka emulsi akan 

terbentuk dengan spontan.

Berikut ini yaitu  contoh-contoh emulsifier yang umum dipakai  dalam bahan pangan :

a. Mono dan Diglycerides, dikenal juga dengan istilah discrete substances. Pertama kali 

dibuat oleh Berthelot pada tahun 1853 melalui reaksi esterifikasi asam lemak dan 

glycerol. Mono dan diglycerides yaitu  zat pengemulsi yang umum dipakai . 

Komponenkomponen ini dapat diperoleh dengan memanaskan triglyceride dan 

glycerol dengan suatu katalis yang bersifat basa. Reaksi ini akan menghasilkan 

campuran yang terdiri dari ± 45 persen monogliserida dan ± 45 persen digliserida,dan  ± 10 persen trigliserida bersamasama dengan beberapa  kecil gliserol dan asamasam lemak bebas. Mono dan digliserida yang terbentuk lalu  dipisahkan dengan 

cara destilasi molekuler. Yang tergolong mono dan diglycerides antara lain:

 Glycerol monolaurate, dibuat dari reaksi glycerol dan asam laurat.

 Ethoxylated mono dan diglycerides (EMg... , juga dinamakan  dengan polyoxyethylene (20) 

mono dan diglycerides.

 Diacetyl tartaric acid ester of monoglycerides (DATEM).

 Lactic acid ester of monoglycerides, contoh nya glyceril lactylpalmitate.

 Succinylated monoglycerides

b.Stearoyl Lactylates, yaitu  hasil reaksi dari steric acid dan lactic acid, lalu   

diubah ke dalam bentuk garam kalsium dan sodium. Bahan pengemulsi ini sering 

dipakai  dalam produk-produk bakery.

c. Propylene Glycol Ester, yaitu  hasil reaksi dari propylene glycol dan asam  

lemak.   dipakai  dalam pembuatan kue, roti dan whipped topping.

d.Sorbitan Esters. Asam sorbitan yang terbentuk dari reaksi antara sorbitan dan asam 

lemak. Sorbitan yaitu  produk dihidrasi dari gula alkohol yang diperoleh secara 

alami yaitu sorbitol. Sampai saat ini hanya sorbitan monostearat, satu-satunya ester 

sorbitan yang diizinkan dipakai  dalam pangan. Bahan itu    dipakai  

dalam pembuatan kue, whipped topping, cake icing, coffee whiteners, dan  pelapis 

pelindung buah dan sayuran segar.

e. Polysorbates. Ester polioksietilen sorbitan   dinamakan  polisorbat. Ester ini dibuat 

dari reaksi antara ester-ester sorbitan dan ethylene oxide. Tiga jenis polisorbat yang 

diizinkan untuk dipakai  dalam pangan yaitu  polisorbat 60, Polisorbat 65, polisorbat 

80.

f. Polyglycerol Ester, dibuat dari reaksi antara asam  lemak dan glycerol yang sudah 

mengalami polimerisasi. Tingkat polimerisasinya antara 2-10 molekul. Ester-ester 

poliglycerol dipakai  dalam pangan yang diaerasi mengandung lemak, beverage, 

icing, dan margarine.

g.Ester-ester Sukrosa, yaitu  mono, di dan triester sukrosa dan asam  lemak. Ester ini 

dihasilkan dari reaksi sukrosa dan lemak sapi. pemakaiannya dalam pangan   

pada pembuatan roti, produk tiruan olahan susu, dan whipped milk product.

h.Lecitin, yaitu  campuran fosfatida dan senyawa lemak yang terdiri dari fosfatidil 

kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositoll, dan komponen-komponen lainnya. Lesitin 

yaitu  bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman. Lecitin paling banyak 

diperoleh dari kedele dan kuning telur. Biasanya dipakai  untuk emulsifier pada 

margarine, roti, kue dan lain-lain.
Algin yaitu  komponen utama dari getah ganggang coklat (Phaeophyceae...  yang 

diperoleh dengan cara melarutkannya dalam alkali larutan natrium karbonat. Proses ini untuk 

menghilangkan selulosa sekaligus memisahkan algin dalam bentuk garam kalsium atau asam 

alginat. juga , produk sampingan penting  proses pemisahan Algin yaitu  propilen 

glikol alginat.

Algin yang memiliki mutu food grade harus bebas dari selulosa dan  warnanya sudah 

dilunturkan. Fungsi algin dalam industri pangan dianggap cukup perlu, sebagai salah satu 

alternatif bahan tambahan makanan yang halal. Fungsi algin intinya  dapat 

menggantikan gelatin atau lemak hewan yang berfungsi sebagai stabilizer-emulsifier dan 

pengental penstabil emulsi.

Algin yaitu  molekul linier dengan berat molekul tinggi. keadaan  ini memberi  

implikasi pada algin, yaitu  mudah menyerap air. Inilah alasan yang memungkinkan algin 

dijadikan sebagai bahan pengental. Di samping proses pengentalan larutan itu sendiri, algin 

juga dapat meningkatkan daya suspensi larutan itu  (stabilisator).

Pada sistem yang lain, algin -- yang memiliki produk sampingan propilen glikol alginat --

memiliki gugus hidrolik dan lipofilik. Keadaan ini memungkinkan algin berfungsi sebagai 

pengemulsi yang asli dengan sifat pengental yang kuat. Dengan sifat  di atas, algin 

dipakai  dalam industri makanan pada produk:

a. Susu (es krim).    , algin berfungsi sebagai stabilisator yang menjaga 

keutuhan es krim dan membuahkan tekstur yang halus. juga  mencegah muncul nya 

kristal es yang besar dalam produk yang dihasilkan – sesuatu yang   dihindari dalam 

pembuatan es krim. Algin juga dipakai  sebagai stabilisator pada produk susu lainnya, 

seperti susu es (ice milk), milk shake mixes dan sherbets, yoghurt, roti dan kue. sebab  

sifatnya yang baik dalam menahan air (water holding capacity), algin dapat mengatasi 

cepat mengeringnya produk pada keadaan udara berkelengasan rendah. Algin 

dipakai  pada roti dan kue dalam cake filling dan toppings, bakery jellies, pie filling 

dan lain sebagainya.

b.Bumbu salad. Propylen glikol alginat yang ada  pada algin memiliki sifat selain sebagai 

pengemulsi, juga sebagai bahan pengental. sebab  itu, algin   tepat bila  ditambahkan 

dalam produk french dressing. Adanya algin pada produk itu  akan memicu  bumbu 

salad menjadi tahan lama dan tidak pecah, baik disimpan pada suhu tinggi maupun suhu 

rendah.

c. Permen agar-agar. Algin berpotensi kemampuan untuk menyimpan atau menahan air yang 

baik. pemakaian algin dalam pembuatan permen agar-agar menjadikan permen bersifat 

bening dan tahan lama dan  memiliki tekstur yang empuk sampai saat pengunyahan.

d.Produk kalengan. Produk pangan yang dikalengkan, biasanya mengandung cairan. 

Penambahan algin mengganti sebagian besar pati pada produk pangan kaleng untuk
mengurangi waktu proses pemanasan. Pengurangan waktu proses pemanasan ini 

berkaitan dengan adanya ion kalsium pada algin. Saat terjadi pemanasan, ion kalsium 

terhambat. Akibatnya, larutan memiliki viskositas yang rendah. sesudah  proses 

pemanasan-sterilisasi selesai dan suhu diturunkan, ion kalsium bereaksi dengan algin 

yang memicu  viskositas meningkat hingga mencapai keadaan  yang diharapkan  .

e. sebab  memiliki kandungan kalori yang rendah (1,4 kkal atau gram) algin juga dipakai  pada 

produk pelangsing tubuh (dietetic foods). Selain cocok untuk produk pangan, algin juga dapat 

dipakai  pada produk obat dan kosmetika. contoh:  untuk bahan suspensi, 

stabilisator dalam pembuatan salep dan sebagai pengikat (binder) dalam pembuatan tablet.

Bahan penstabil dan pemekat

Kanji, dekstrin, pektin, amilosa, gelatin, karagenan, dan turunan protein termasuk bahan

penstabil dan pemekat. Bahan-bahan itu  memberi  kestabilan dan kepekatan kepada 

makanan termasuk pembentukan gel seperti pada agar-agar. Makanan yang memerlukan 

bahanbahan ini antara lain pie, puding, minuman susu coklat, jeli, dan dressing salad.

Bicara mengenai penstabil dan pemekat, kita mungkin perlu memberi  perhatian 

lebih pada  gelatin. Sumber gelatin bisa hewan maupun tumbuhan. Gelatin diperoleh dari 

pemanasan kolagen (diambil dari tulang dan tendon hewan) dalam air. Gelatin dipakai  

secara meluas dalam industri makanan. sebab  itu konsumen perlu berhati-hati membeli 

makanan yang berpotensi gelatin pada labelnya.

Bahan tambahan ilegal yang sering terdeteksi pada produk olahan ikan yaitu  asam 

borat (borax), rhodamin B dan formaldehid (formalin). Formaldehid yaitu  yaitu  gas dengan 

titik didih 21oC sehingga tidak dapat disimpan dalam keadaan cair atau gas. Formalin 

dipakai  produsen pengolahan ikan sebab  memiliki sifat antimikroba. Formalin tidak hanya 

berbahaya bila  dikonsumsi namun  juga berbahaya bila  kita melakukan kontak dengannya 

(melalui udara). Formalin biasa dipakai  dokter forensik untuk mengawetkan mayat. Bahaya 

formalin pada  kesehatan: bersifat karsinogenik. Penelitian pada  tikus dan anjing 

menandakan  memicu   kanker saluran cerna. Penelitian lain pada  pekerja 

tekstil akibat hirupan formalin meningkatkan resiko kanker tenggorokan dan hidung.


Formalin mampu mengaktivasi protein dengan cara mengkondensasi dengan asam amino 

bebas dalam protein menjadi campuran lain yang memicu  protein mengeras dan 

terkoagulasi  , Formaldehid bersifat racun dan berbahaya bagi tubuh
kita . bila  kandungan didalam tubuh tinggi makan akan bereaksi secara kimia dengan 

hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan memicu  kematian sel. 

Efek yang langung tersa yaitu  iritasi lambung, alergi, diare, kencing berdarah dan kematian 

akibat kegagalan aliran darah.

Formaldehid sering dipakai  sebagai bahan pengawet dalam produk pangan. Bahan 

pengawet yaitu  bahan tambahan pangan yang mencegah atau menghambat proses 

fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada  makanan yang dipicu  oleh 

mikroba. Bahan tambahan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak 

atau bahan pangan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur contoh nya pada 

produk daging, perikanan dan buah. Definisi lain bahan pengawet yaitu  senyawa yang 

dapat menghambat, menahan atau menghentikan dan memberi perlindungan bahan 

pangan dari proses pembusukan  ,
Penyimpangan pemakaiannya akan membahayan konsumen. pemakaian 

bahan pengawet juga harus tepat jenis dan dosisnya. Formalin dilarang pemakaiannya 

Formaldehid yaitu  bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan kita . bila  

kandungannya dalam tubuh tinggi akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di 

dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan memicu  kematian sel dan lalu  

memicu  keracunan pada tubuh. juga  juga memicu iritasu lambung. 

Alergi, bersifat karsinogenik dan mutagen. bila  formalin menguap di udara akan memicu  

nafas sesak. Pemaparan pada kulit memicu  kulit mengeras, memicu  kontak 

dermatitis dan reaksi sensitifitas. bila  terkena organ reproduksi wanita makan akan 

memicu  gangguan menstruasi, toksemia, dan anemia pada kehamilan, peningkatan 

aborsi spontan dan  penurunan berat badan pada bayi yang baru lahir. Uap formalin akan 

memicu  iritasi organ mukosa hidung dan tenggorokan  ,

Boraks sering dipakai  sebagai pengawet. Selain sebagai pengawet, boraks bisa 

berfungsi sebagai pengenyal makanan. Contoh makanan yang sering ditambahkan boraks, 

bakso, mie, kerupuk. Bahaya boraks bagi kesehatan: iritasi pada kulit, mata atau saluran 

pencernaan, gangguan kesuburan dan janin, dan gagal ginjal.

Asam salisilat dipakai  agar sayuran dan buah-buahan tetap segar; Asam salisilat 

bukanlah pestisida, melainkan sejenis antiseptik yang salah satu fungsinya untuk memperpanjang daya keawetan. Biasanya sayuran yang disemprot asam salisilat akan 

berpenampilan   mulus dan tak ada lubang bekas hama.

A. Metode analisa 

1. Identifikasi dan Penetapan Kadar Formalin dalam specimen 

a... Bahan dan Alat

1)Asam fosfat (H3PO4)

2)Asam kromatropat jenuh dalam asam sulfat (dibuat segar)

3) Kertas lakmus

4)Alat destilasi 

5)tabung reaksi 

6)Gelas ukur

7)Neraca 

8)Water bath

b...  Cara Kerja

1) Timbang lebih kurang 20 g specimen  (mie basah atau tahu) yang sudah  dihaluskan, 

tambahkan lebih kurang 100 ml aquades

2) Masukkan ke dalam labu destilasi, asamkan dengan asam fosfat, sesudah  asam 

lebihkan 1 mL.

3) Hubungkan labu dengan alat destilasi, perlahan lahan deslitasi specimen  dan 

tampung destilat sampai diperoleh  lebih kurang 10 mL

4) Masukkan 2 mL larutan asam kromatropat ke dalam tabung reaksi, tambahkan 1 

mL destilat. Campurkan

5) Panaskan dalam penangas air mendidih selama 15 menit.

c...  Pengamatan

Adanya formalin ditunjukkan oleh muncul nya warna ungu pada larutan

d...  dokumentasi 

Untuk penetapan kadar perlakuan penimbangan dan penambahan pereaksi 

dilakukan secara kuantitatif. Warna ungu yang terjadi diukur absorbannya pada 

panjang gelombang maksimum. 

2. Identifikasi Senyawa Borax dalam Baso

a... Bahan dan Alat

1) Kertas kurkumin
2) Kalsium oksida (CaO)

3) Asam klorida (HCl) encer

4) Natrium hidroksida (NH4OH) encer atau NH4OH pekat

5) Cawan pijar

6) Oven Pengabuan (Furnace... 

b...  Cara Kerja

1) Timbang 5 – 10 g specimen  (baso) yang sudah  dihaluskan

2) Tambahkan suspensi kalsium oksida sampai alkalis, lalu  diuapkan sampai 

kering sambil diaduk.

3) Pijarkan residu pada pemanasan yang rendah sampai bebas zat organik

4) Dinginkan, lalu  encerkan dengan 15 mL air

5) Asamkan dengan HCl

6) Teteskan larutan ke kertas kurkumin dan keringkan pada suhu kamar. Adanya 

boraks ditunjukkan oleh muncul nya warna merah pada kertas kurkumin

7) Teteskan larutan NH4OH encer atau kenakan dengan uap NH4OH, warna kertas 

kurkumin menjadi warna hijau biru gelap

3. Identifikasi Asam Salisilat dalam Saus Tomat

a... Bahan dan Alat

1) Eter

2) Larutan FeCl3 6,5%

3) Corong pisah 100 mL

4) Gelas ukur 25 mL

b...  Cara Kerja

1) Masukkan 10 – 50 mL specimen  (saus tomat) kedalam corong pisah, tambahkan 5 

mL HCl (1:3), lalu  diekstraksi memakai  25 mL eter

2) Bila terbentuk emulsi tambahkan 10 –15 mL petroleum eter

3) Biarkan sampai kedua lapisan memisah

4) Tampung lapisan eter

5) Cuci lapisan eter dengan 2 x 5 mL air, pisahkan dari fase air.

6) Uapkan eter pada suhu kamar 

7) Tambahkan 1 tetes larutan FeCl 3 6,5 % pada sisa eter (residu)

Pengamatan : Adanya asam salisilat ditunjukkan oleh muncul nya warna ungu  violet

Rumus kimia Parasetamol yaitu  C8H9NO2 dengan nama kimia berdasar  IUPAC 

(International Union of Pure and Applied Chemistry) yaitu  N-(4-Hydroxyphenyl) acetamide

dengan sinonim Acetaminophen; N-acetyl-p-aminophenol (APAP), dengan nama dagang 

Panadol,. 
Parasetamol yaitu  analgesik antipiretik ringan dengan sedikit sifat anti-inflamasi dan 

tidak berpengaruh pada agregasi trombosit. Tidak ada efek iritan pada mukosa lambung dan 

dapat dipakai  dengan aman dan efektif pada kebanyakan personal  yang tidak toleran 

pada  aspirin. Ini yaitu  analgesik dan antipiretik standar pada anak-anak sebab , tidak 

seperti aspirin, dan dapat diformulasikan dalam bentuk supensi yang stabil. Dosis dewasa yang 

biasa yaitu  0,5-1 g yang diulang pada interval empat sampai enam jam bila  diperlukan ,

Cedera pada hati sesudah  konsumsi acetaminophen yaitu  pemicu  paling umum 

morbiditas dan kematian serius, walaupun sistem organ selain hati juga mungkin akan 

terpengaruh. Pencegahan cedera hati memerlukan diagnosa  dan pengobatan dini. 

Pengalaman klinis yang ekstensif sudah  menandakan  bahwa terjadinya hepatotoksisitas dapat 

diprediksi dan kejadiannya dicegah dengan pemberian N-acetylcysteine (NAc...  yang tepat 

waktu  ,.

B. MEKANISME AKSI TERAPETIK

Mekanisme terapi Parasetamol yaitu  menghambat biosintesis prostaglandin dalam 

beberapa keadaan (contoh nya demam), namun  tidak pada keadaan  yang lain  ,

Parasetamol dijadikan pengobatan lini pertama untuk nyeri dan pireksia, 

mekanismenya dengan menghambat produksi prostaglandin siklooksigenase (COX)  parasetamol sudah  ditujukan untuk tidak mengurangi peradangan jaringan (Sharma,2013). Parasetamol termasuk golongan obat anti-peradangan non steroid (non steroid anti 

inflamarory drugs=NSAId... .



C. Efek samping

Efek toksik parasetamol yang paling perlu yaitu  nekrosis hati yang memicu  

gagal hati sesudah  overdosis, namun gagal ginjal sebab  tidak adanya gagal hati juga sudah  

dilaporkan sesudah  overdosis. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa parasetamol 

memicu  penyakit hati kronis bila dipakai  secara teratur dalam dosis terapeutik (4 

g atau 24 jam). Parasetamol secara struktural terkait erat dengan phenacetin (sekarang ditarik 

sebab  hubungannya dengan nefropati analgesik) yang memicu  pertanyaan apakah 

pelepasan parasetamol jangka panjang juga memicu  nefropati analgesik, sebuah 

masalah yang belum terselesaikan  ,

Parasetamol cepat dimetabolisme di hati. Konjugat sulfat dan glikoida utama (yang 

mengandung sekitar 95% dosis parasetamol) diekskresikan dalam urin. saat  parasetamol 

dikonsumsi overdosis, kapasitas mekanisme konjugasi terlampaui dan metabolit toksik, Nasetil benzoinquinimin (NABQI), terbentuk melalui metabolisme melalui enzim sitokrom P450 

(CYP450)  ,

D. Toksokinetika

1. penyerapan 

Penyerapan parasetamol terjadi dengan cepat di duodenum, sebab  senyawanya 

sebagai asam lemah. bila  pasien mengkonsumsi bersama makanan, mungkin ada penundaan pada saat itu, namun tidak mengganggu penyerapan obat. Sama seperti 

konsumsi makanan bersamaan yang memicu  penundaan waktu dalam 

penyerapan parasetamol, pasien dengan penyakit hati kronis berisiko mengalami 

masa paruh obat serum yang berkepanjangan (dengan rata-rata 2,0 sampai 2,5 jam, 

dan lebih dari 4 jam), terutama bila  mengkonsumsi formulasi parasetamol extendedrelease. sedang  overdosis parasetamol menghasilkan konsentrasi serum puncak 

(10 - 20 mg  atau  mL) dalam 4 jam. Pasien yang minum obat sesuai dosis akan mencapai 

konsentrasi puncak dalam 1,5 jam, dengan waktu paruh 1,5 - 3 jam  ,.

Penyerapan parasetamol sesudah  pemberian oral meningkat dengan 

metoklopramid, dan ada hubungan yang menonjol  antara pengosongan lambung dan 

penyerapan ,Sebagian besar bentuk acetaminophen cepat diserap 

sesudah  konsumsi. Dalam sebuah penelitian, 97 persen suplemen eletir 

supratherapeutik 5 jam diserap sesudah  2 jam. Tingkat puncak terjadi pada 30 sampai 

60 menit sesudah  dosis terapeutik dari tablet yang tidak bersalut. Sediaan 

acetaminophen lepas lambat (extended-release...  yang lebih baru memiliki pola 

penyerapan farmakokinetik yang mirip  dengan formulasi pelepasan reguler, dengan 

tingkat puncaknya kurang dari 4 jam sesudah  konsumsi namun  dengan penurunan 

konsentrasi dan area maksimal di bawah kurva (area under te curve=AUc...   ,

2. Data Farmakokinetika 

Bioavailabilitas parasetamol antara 70-90%, Waktu paruh plasma sesudah  dosis 

terapeutik, lebih kurang 1-3 jam pada pasien  dewasa, lebih kurang 5 jam di neonatus; 

plasma lebih besar dari 4 jam pada pasien  dewasa menandakan  mungkin  

kerusakan hati  , Parasetamol disebarkan    ke 

sebagian besar cairan tubuh dan ada  dalam air liur pada konsentrasi yang paralel 

dengan plasma. Parasetamol melintasi plasenta dan ditemukan pada air susu ibu 

 ,. Volume sebaran  kurang lebih 0,8-1,0 L atau kg  ,

Konsentrasi terapeutik dalam plasma, biasanya di kisaran 10-20 mg atau L. 

Konsentrasi plasma   bervariasi antar subyek. Konjugat glukuronida dan sulfat 

tertimbun  pada subyek dengan gangguan fungsi ginjal.

sesudah  dosis oral tunggal 1,5 g pada 14 subyek, konsentrasi parasetamol 

plasma puncak 7,4-37 mg atau L (rerata, 24) dicapai pada 0,5-3 jam (rata-rata,1.4).sesudah  

pemberian 4 dosis dubur parasetamol, 20 mg kg setiap 6 jam, pada 10 neonatus jangka 

penuh yang menjalani prosedur yang menyakitkan atau memiliki keadaan  yang buruk, 

rata-rata konsentrasi serum puncak yaitu  10,79, 15,34 dan 6,24 mg atau L pada 

keseluruhan kelompok, anak laki-laki dan perempuan. Waktu rata-rata untuk 

mencapai konsentrasi serum puncak yaitu  1,5 jam sesudah  dosis pertama dan 15 jam untuk beberapa dosis. Dosis awal 30 mg atau kg diikuti 20 mg atau kg rektal pada interval yang 

meningkat dari 6-8 jam diusulkan untuk neonates  ,

Dari 24 anak (di atas 25 kg...  menjalani operasi elektif dan diberi parasetamol 

secara rektal pada dosis 1 atau 40 mg atau kg, kebanyakan anak di kelompok 1 g gagal 

mencapai tingkat plasma terapeutik sedang  kelompok 40 mg atau kg tercapai (rerata 

konsentrasi plasma puncak 7,8 dan 15,9 mg atau L masing-masing mencapai 3,8 dan 2,6 

jam. ,

Plasma clearance kurang lebih 5 mL atau menit atau kg. Ikatan protein dalam plasma: 

tidak terikat pada konsentrasi <60 mg atau mL. Pada subyek yang keracunan, pengikatan 

protein sudah  dilaporkan bervariasi antara 8-40%. Dosis maksimal 4 g setiap hari 

 ,

Dosis mematikan minimum yaitu  lebih kurang 10 g. Gejala kerusakan hati 

tidak terjadi paling sedikit 12 jam sesudah  overdosis namun mungkin tidak muncul 

sampai 4-6 hari lalu . Konsentrasi plasma sudah  dipakai  untuk menandakan  

mungkin  nekrosis hati; pada 4 jam, nekrosis hati dimungkinkan pada konsentrasi 

parasetamol 120-300 mg atau L, mungkin  pada konsentrasi di atas 300 mg atau L, dan tidak 

mungkin pada konsentrasi <120 mg atau L. juga , pada konsentrasi 12 jam, 

konsentrasi di atas 120 mg atau L menandakan  probabilitas nekrosis, konsentrasi 50-120 

mg atau L menandakan  bahwa hal itu mungkin, dan konsentrasi di bawah 50 mg atau L 

menandakan  bahwa hal itu tidak mungkin terjadi.

Konsentrasi jaringan postmortem berikut dilaporkan dalam 3 kematian: 160, 

200 dan 387 mg atau L dalam darah; 180, dan 900 mg atau L dalam empedu; dan 385 mg atau g 

dalam hati; 200,dan 475 mg atau L dalam darah hati; dan 180, 620 dan - mg atau L dalam urin 
 ,

3. Metabolisme

Asetaminofen dimetabolisme hampir secara eksklusif di hati. Lebih dari 90 

persen secara langsung dikonversi menjadi konjugat nukleoksida dan sulfida nontoksik 

dan kurang dari 5 persen diekskresikan tidak berubah dalam urin. Sisanya (sekitar 5 

persen) dioksidasi oleh berbagai enzim sitokrom P-450, termasuk P4502E1, P4501A2, 

dan P4503A4. Metabolisme melalui enzim ini menghasilkan elektrofil reaktif N-asetilp-benzoquinoneimin (NAPQI) (Gambar 8.9). Dalam kebanyakan keadaan, NAPQI 

segera bergabung dengan glutathione untuk membentuk konjugasi mercaptide yang 

tidak beracun. Enzim sitokrom P-450 juga ditemukan di ginjal, dan beberapa NAPQI 

terbentuk di ginjal  ,.

Metabolisme parasetamol terjadi pada mikrosom hati pada tingkat 

mikroskopis. Perlu diketahui bahwa tidak semua pasien mengalami nasib yang sama
saat  mengkonsumsi parasetamol dan hepatotoksisitas. Ada tiga fase metabolisme 

Parasetamol. Sebagian besar (hampir 90%) parasetamol disalurkan ke jalur 

metabolisme fase II, di mana konjugasi parasetamol dikatalisis oleh UDP-glucuronosyl 

transferases (UGT) dan sulfotransferase (SULT), dengan konversi ke metabolit 

terglucouronidasi dan sulfatasi yang dieliminasi dari tubuh dalam urin 

beberapa  kecil parasetamol yang diukur (labih kurang 2%) diekskresikan 

dalam urin tanpa mengalami metabolisme apapun. Seagian lain parasetamol (sekitar 

10%) dihalangi oleh sitokrom CYP 2E1 hati (pada tingkat yang lebih rendah dengan CYP 

1A2 dan 3A4) ke oksidasi fase I, di mana metabolit toksik yang   reaktif, N-acetylpara-benzo-kuinone imine (NAPQI), dibentuk. Tahap III melibatkan transportasi 

metabolit dalam bentuk ekskresi empedu yang memerlukan transportasi ter (Yoon, et al., 

2016).
Parasetamol mengalami metabolisme lintas pertama dan dimetabolisme 

terutama oleh konjugasi untuk membentuk glukuronida dan ester sulfat; 3-hidroksilasi 

juga terjadi diikuti oleh konjugasi atau O-metilasi dari gugus hidroksi. Oksidasi pada 

metabolit reaktif sebagai asetilino-p-benzoquinon sedikit banyak terjadi pada dosis 

terapeutik namun menjadi lebih menonjol  sesudah  dosis yang lebih besar, dan 

metabolit ini nampaknya bertanggung jawab atas nekrosis hati pada overdosis 

paracetamol; biasanya didetoksifikasi oleh konjugasi glutathione untuk membentuk 

asam merkapturat dan konjugat sistein namun  sesudah  sumber glutathione habis, 

metabolit bebas tersedia untuk mengikat secara kovalen dengan protein sel hati. 

Pengikatan ini terjadi lebih kurang 10-12 jam sesudah  pemberian  , 

4. Ekskresi

Sekitar 90% dosis terapeutik diekskresikan dalam urin dalam 24 jam; dari 

bahan yang diekskresikan, 1-4% tidak berubah, 20-30% dikonjugasi dengan sulfat, 40-

60% dikonjugasi dengan asam glukuronat, 5-10% terdiri dari 3-hidroksi-3-sulfat, 3-

methoxyglucuronide dan metabolit 3-methoxy-3-sulfate, dan lebih kurang 5-10% 

terdiri dari asam mercapturat dan konjugat sistein; 3-methylthio-4-hydroxyacetanilide 

juga sudah  diidentifikasi pada konsentrasi <1%. Jumlah yang lebih besar dari asam 

mercapturat dan konjugat sistein diekskresikan pada pasien overdosis  ,



E. Toksisitas

Cedera hati akibat obat (drugs induced liver injury=DILI) bukanlah hal yang tidak 

biasa. Tingkat kematian sudah  terjadi dalam praktik klinis, sebab  sebagian besar  senyawa, 

termasuk ramuan obat dan obat alternatif, dimetabolisme dalam mikrosom hati.
Presentasi klinis yang paling merugikan yaitu  kegagalan hati fulminan, di mana pasien 

tanpa riwayat penyakit hati dengan ensefalopati hati dan koagulopati sebelum penyakit 

kuning. Asetaminofen, juga dinamakan APAP (di Amerika Serikat), parasetamol (di 

Eropa dan area  lain di dunia... atau N-acetyl-p-aminophenol, yaitu  salah satu senyawa 

biasa  dipakai  di seluruh dunia; pemakaiannya sebagai obat antipiretik 

atau analgesik sudah  dominan sejak tahun 1955, terutama sebab  fakta bahwa parasetamol 

mudah diperoleh  dengan berbagai formulasi sebagai obat bebas. Parasetamol dilaporkan 

dikonsumsi secara teratur oleh lebih dari 60 juta pasien  Amerika setiap minggu, 

menjadikannya obat analgesik dan antipiretik yang paling banyak dipakai  di Amerika 

Serikat. Diiklankan dengan aman dalam dosis sampai 4000 mg setiap 24 jam oleh Food and 

Drug Administration (FDa... Amerika Serikat, konsumsi pada dosis ini   tidak 

menghasilkan efek toksik. Parasetamol yang berdiri sendiri bukanlah satu-satunya 

formulasi obat yang harus dicurigai dengan toksisitas parasetamol potensi . Dengan 

demikian, mungkin sulit untuk mengenali toksisitas parasetamol, sebagian sebab  

sediaannya dalam berbagai formulasi, seperti tablet, cairan, supositoria rektum dan cairan 

intravena, dan juga suplemen kombinasi yang dijual sebagai over-the-counter dan 

analgesic dengan resep dokter. masalah  yang dilaporkan dari hepatotoksisitas akibat APAP 

pertama kali muncul di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1980an, dan sejak itu 

menandakan  adanya kejadian yang meningkat. sudah  dilaporkan bahwa ini yaitu  salah 

satu produk farmasi biasa  memicu  cedera hati akibat obat (DILI)  ,

Mortalitas sudah  dilaporkan mendekati 0,4% pada pasien overdosis, yang 

tunjukkankan dengan terjadinya 300 kematian setiap tahun di Amerika Serikat.1 walau  

dosis yang memicu  kegagalan hati biasanya lebih dari 150 mg  atau  kg, semakin banyak 

laporan muncul yang menandakan  bahwa dosis lebih rendah APAP memicu   

cedera dan gagal hati hati akut. Fenomena dinamakan  "terapeutik mislvenure", yang 

diciptakan oleh Zimmerman dkk., semakin diakui, sebab  beberapa pasien sudah  

mengalami gagal hati akut walaupun konsumsi dosis parasetamol yang "aman". Beberapa 

dari pasien ini mungkin memiliki beberapa faktor risiko khusus , seperti keadaan  

metabolisme parasetamol pada tingkat mitokondria dan molekuler, yang saat ini sedang 

diselidiki dengan harapan dapat menjelaskan perannya lebih lanjut pada  keadaan  yang 

mengancam jiwa ini  ,.

Parasetamol yaitu  salah satu analgesik biasa  dipakai  di Amerika 

Serikat dan dilaporkan yaitu  pemicu  paling umum kegagalan hati akut di Amerika 

Serikat.2,3,5 Di Amerika Serikat, sekitar 30 pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun 

untuk perawatan hepatotoksisitas akibat parasetamol. walau  tampaknya ada rasio 

genap yang mendekati dosis APAP secara sadar dan tidak sadar (52% banding 48%), kedua
kelompok rentan pada  kegagalan hati dan menghasilkan rujukan untuk transplantasi 

hati. walau  sebagian besar pasien mengalami reaksi merugikan ringan, seperti 

hepatitis, kolestasis atau peningkatan enzim hati asimtomatik, hepatotoksisitas 

parasetamol   diperkirakan mencapai sekitar 48% diagnosa  gagal hati akut. 

juga , penelitian sudah  menandakan  bahwa 29% pasien dengan gagal hati akut 

sekunder akibat toksisitas parasetamol menjalani transplantasi hati, dan bahwa masalah  ini 

memiliki tingkat kematian 28%  ,.

Munculnya analgesik kombinasi parasetamol dan opioid dan  peredaran narkotika 

yang diresepkan oleh praktisi medis, sebagian besar  pasien berada dalam bahaya sebab  

mereka memiliki risiko hepatotoksisitas parasetamol yang menonjol . Kurang dari satu 

dekade yang lalu, pada tahun 2010, lebih dari 130 juta resep untuk parasetamol dan 

hidrocodone diresepkan di Amerika Serikat.3 Dilaporkan, 63% overdosis APAP yang tidak 

disengaja terjadi dengan pemakaian kombinasi opioid- parasetamol, dengan tambahan 

17 % pasien  dewasa menderita cedera hati.5,6 Untungnya, FDA Amerika Serikat sudah  

mengakui bahaya kombinasi resep parasetamol dan analgesik narkotika sehingga pada 14 

Januari 2014, menetapkan jumlah parasetamol yang disetujui per unit dosis kombinasi 

analgesik tablet dalam praktik. riset  epidemiologi menandakan  bahwa ada kekurangan 

pengetahuan tentang potensi berbahaya parasetamol. ini  tidak biasa bagi pasien untuk 

mengacaukan obat anti-inflamasi non-steroid (NSAId... , seperti naproxen atau ibuprofen, 

dengan parasetamol. Sambil menyediakan pendidikan pengetahuan kesehatan untuk 

mengajarkan pembedaan parasetamol dan NSAID perlu, ada beberapa yang 

berpendapat bahwa hal itu mungkin lebih bermanfaat untuk mengurangi mungkin  

parasetamol yang tidak tepat sebab  konsumsi dengan mengurangi ukuran kemasan 

sediaan parasetamol, yang berdasar  mereka dapat mengurangi kejadian dan tingkat 

keparahannya. dari hepatotoksisitas parasetamol  ,

Toksisitas hepatotoksik APAP terjadi melalui pembentukan metabolit NAPQI yang 

berbahaya, yang ada  dalam jumlah yang berlebihan, seperti yang diperkuat oleh 

gambaran terjadinya deplesi glutathione (GSH), oksidatif stres dan disfungsi mitokondria 

yang memicu  penurunan persediaan adenosin trifosfat (ATP). Ada bukti untuk 

mendukung teori bahwa aktivasi metabolik parasetamol menghasilkan NAPQI yang 

mengikat beberapa  protein seluler, terutama protein mitokondria. Peranan protein 

mitokondria, terutama dalam pengaturan penipisan GSH, perlu sebab  pengikatan 

protein mitokondria menghabiskan fungsi antioxidant alami dan juga mengubah subunit 

ATP-synthase mitokondria, yang memicu  produksi ATP yang tidak efektif  ,

Mekanisme lain dari hepatotoksisitas termasuk pembentukan radikal bebas 

beracun, seperti peroksinitrit, dari reaksi superoksida dan oksida nitrat, yang lalu  membentuk produk nitrotyrosin di dalam mitokondria. Penambahan GSH tidak hanya 

memberi  kelebihan sistein sebagai substrat energi untuk Krebs Siklus, juga berperan 

perlu dalam pembilasan untuk radikal bebas dan peroksinitrit. Mitokondria, yang   

perlu untuk respirasi dan metabolisme sel, mengalami kerusakan pada DNA 

mitokondria mereka sendiri oleh aksi  spesies oksigen reaktif dan senyawa 

peroksinitrit, dan mereka sudah  terlibat langsung dalam proses yang memicu  

penghentian sintesis ATP  ,.

Banyak penelitian biokimia sudah  dilakukan dalam model murine. Namun, saat  sel 

induk HepaRG yang diturunkan dari hepatosit kita  dikenai parasetamol, mekanisme 

hepatotoksisitas yang sama ditunjukkan dimulai dengan deplesi GSH dan bergerak melalui 

pembentukan adduct protein, pembentukan superoksida peroksinitrit dan penyerapan 

besi lisosom menjadi mitokondria. Stress oksidatif dan  adanya penyerapan besi lisosomal 

ke dalam mitokondria memicu  disfungsi membran mitokondria melalui gangguan 

transisi pori, permeabilitas membran mitokondria, yang memicu nekrosis sel. 

Pembengkakan organ memicu  nekrosis seluler dan pelepasan isi mitokondria, 

seperti faktor pendorong apoptosis (apoptosis inducing factor=AIf...  dan endonuklease G 

(Endog... , yang lalu  bermigrasi ke nukleus dan memicu  fragmentasi DNA. 

Pembengkakan seluler, karyolisis, kariyorheksis, vakuolisasi, pembengkakan dan 

pelepasan kandungan seluler (alanine aminotransferase, ALT) yaitu  proses kunci nekrosis 

hepatosit dan kematian terkait pada kita , seperti yang ditunjukkan oleh bukti 

biokimia tentang peningkatan yang berat aminotransferase, terutama ALT  ,

Dalam pemakaian parasetamol yang tidak toksik, pengolahan NAPQI terjadi 

dengan konjugasi cepat oleh GSH hati untuk membentuk senyawa mercaptate dan sistein 

yang tidak beracun yang diekskresikan dalam urin.8 Tubuh memerlukan keseimbangan 

antara produksi dan detoksifikasi atau pengangkutan spesies reaktif dan produk protein 

yang berbahaya, dan saat pertahanan ini diliputi oleh dosis parasetamol yang bersifat 

hepatotoksik, jalur glukoronisasi dan sulfonasi menjadi jenuh, mendorong sebagian besar 

APAP dimetabolisme ke NAPQI oleh jalur CYP 2E1 dan memicu  penipisan GSH dan 

peningkatan NAPQI ,

Myeloperoxidase dan cyclooxygenase-1 yaitu  enzim yang juga berfungsi dalam 

pengolahan NAPQI menjadi metabolit yang tidak reaktif. juga , hepatosit memiliki 

kemampuan untuk menginduksi pertahanan kekebalan bawaan dan adaptif untuk 

meredam tanggapan  inflamasi selama nekrosis. sudah  disarankan bahwa mungkin peran 

sistem kekebalan bawaan, yang dimediasi oleh sel pembunuh alami (natural killer=NK) dan 

pembunuh alami T sel (natural killer T cell=NKT) yang melimpah di hepatosit, 

memicu  pelepasan sitokin dan kemokin yang meningkatkan sitotoksisitas 

hepatoselular. Spesies molekuler terkait kerusakan (DAMP) dilepaskan ke dalam sirkulasi, seperti fragmen inti dan DNA mitokondria (mtDNA ), tampaknya perekrutan sel-sel 

inflamasi melalui sistem kekebalan bawaan yaitu  usaha hati untuk menghilangkan sisasisa sel nekrotik dan mendorong fase pemulihan hati  ,.

Kematian sel yang dipicu  oleh APAP memicu  perubahan karakteristik 

nekrosis. Hepatotoksisitas APAP terletak terutama dengan senyawa NAPQI yang   

toksik dan reaktif, yang membentuk ikatan kovalen dengan kelompok sulfhidril pada 

molekul sistein dan lisin di dalam mitokondria hepatosit dan yang secara spontan bereaksi 

dengan GSH dan mengikat protein hati ,. Protein adduct terbentuk, 

khususnya protein pengganti mitokondria, memicu  cedera oksidatif dan nekrosis 

hepatoselular. Pengurangan GSH sekitar 70% sudah  diusulkan sebagai ambang batas untuk 

pengikatan protein terjadi; Namun, teori ini sudah  dipertanyakan sebab  aditif protein 

APAP sudah  terdeteksi pada 1 jam sesudah  pengobatan APAP, suatu waktu yang  

mendahului penipisan GSH ,. Namun perlu untuk diketahui bahwa 

hubungan terbalik yang jelas sudah  ditunjukkan antara konsentrasi GSH dan aktivitas 

pengaktifan metabolik APAP ,. Temuan dari penelitian terkini tentang 

hepatotoksisitas APAP tampaknya mendukung mekanisme cedera toksik yang terkait 

dengan retikula endoplasma mitokondria yang memicu  cedera hepatosit dan 

nekrosis  ,.

F. Gejala Klinis

1. Akut

Pengenalan dini overdosis acetaminophen akut   perlu, sebab  

prognosisnya paling baik bila pengobatan antidotal dimulai dalam 8 jam sesudah  overdosis. 

Tanda-tanda awal toksisitas mungkin termasuk malaise, mual, dan muntah, dengan sedikit 

temuan pada pemeriksaan fisik. banyak warga dengan tingkat asetaminofen yang toksik 

dan potensi hepatotoksisitas yang menonjol  mulanya  asimtomatik sesudah  konsumsi 

akut (tahap I pada Tabel ). Tanda-tanda cedera hati, seperti sakit perut, muntah terusmenerus, icterus, dan nyeri tekan kuadran kanan atas, hanya menjadi jelas 24 sampai 48 

jam sesudah  konsumsi akut (tahap II). Transaminase serum mulai meningkat sejak 16 jam 

sesudah  konsumsi yang menonjol  dan selalu meningkat pada saat tanda klinis 

hepatotoksisitas mulanya  bermanifestasi  ,
Cedera ginjal dapat terjadi, bahkan pada masalah  di mana hepatotoksisitas ringan. 

[12] [44] [49] ini  dipicu  oleh luka lokal dengan produksi in situ NAPQI dalam enzim 

tubular P-450 ginjal. Gagal ginjal akut juga terjadi pada masalah  gagal hati akut akut akibat 

cedera hati (hepatorenal syndrome... . Menentukan ekskresi fraksional natrium (FeNa... 

dapat membantu dalam membedakan cedera ginjal primer (FeNa> 1) dari sindrom 

hepatorenal (FeNa <1)  ,.

2. Hepatotoksisitas Terkait dengan Tertelan Kronis Asetaminofen

Pasien yang mengalami cedera hati sesudah  dosis acetaminophen berlebih, 

sering  untuk rasa sakit kronis, atau overdosis formulasi pediatri yang tidak disengaja, 

paling sering terjadi ke bagian gawat darurat dengan manifestasi cedera hati akut, dan 

bukan riwayat overdosis asetaminofen  ,.

3. Evaluasi sesudah  overdosis berulang 

Pasien dengan overdosis APAP yang tidak disengaja biasanya sering menelan APAP 

selama beberapa hari sebagai terapi analgesik atau anti-piretik. Gejala hepatotoksisitas 

mungkin sudah dimulai sejak awal pemakaian. Ikterus, nyeri kuadran kanan atas, mual, 

muntah, hepatomegali dan ensefalopati mengindikasikan tingginya tingkat konsumsi 

APAP, dan bila  gejala ini teramati, tingkat APAP pasien harus diperiksa. Pengobatan 

dengan NAC akan sesuai untuk menemukan tingkat APAP> 20 mg atau mL, dengan atau tanpa 

elevasi ALT. NAC juga harus diberikan bila  pasien memakai  parasetamol yang 

berlebihan dengan aktivitas ALT yang meningkat, walau  kadar parasetamol serum 

tidak terdeteksi. NAC tampaknya tidak bermanfaat bila kadar parasetamol tidak 

terdeteksi, pasien tidak menandakan  gejala, atau tingkat ALT normal 
analisa  Laboratorium Keracunan Parasetamol

1. Penilaian Cedera Hati

sesudah  pemakaian parasetamol, diperlukan penelitian laboratorium tambahan 

untuk memperoleh  parameter klinis perlu lainnya, termasuk gas darah arteri (untuk 

mengetahui status pH darah), profil koagulasi, panel metabolik dasar, tes fungsi hati, dan 

screening obat dalam urin  ,

Indikator laboratorium cedera hati harus diukur mulanya  dan setiap hari 

selama terapi pada pasien dengan konsentrasi acetaminophen serum di atas garis 

nomogram pengobatan. Dengan kegagalan hati yang progresif, pengujian harus dilakukan 

setiap 12 jam. Sebagian besar pasien yang  meneliti  toksisitas hati memiliki 

tingkat AST yang meningkat dalam waktu 24 jam sesudah  menelan, dan dalam satu seri 

kecil, semua masalah  melaporkan peningkatan AST dalam waktu 36 jam. Aktivitas AST normal 

pada 36 jam sesudah  konsumsi asetaminofen cukup untuk menghilangkan mungkin  

toksisitas hati  ,.

Bila terjadi cedera hati sesudah  konsumsi acetaminophen, diperlukan pengujian 

diagnostik tambahan untuk memandu pengobatan dan menilai prognosis. Cedera hati 

parah dikaitkan dengan gangguan hepatosit yang luas, penurunan kapasitas untuk 

mensintesis faktor koagulasi, penurunan glikogen dan homeostasis glukosa yang berubah, 

dan penurunan sintesis dan ekskresi bilirubin. Dalam beberapa masalah , gagal ginjal 

berkembang. Tingkat toksisitas dapat dinilai dengan penentuan waktu protrombin 

(Protrombin time=PT), INR, pH arteri, dan kreatinin serum. Pasien dengan INR lebih dari 2 

pada 24 jam, 4 pada 48 jam, atau 6 pada 72 jam cenderung meneliti  fulminant 

hepatic failue(FHf... . Asidosis metabolik yang persisten meski terjadi penurunan volume 

intravaskular juga mengindikasikan prognosis buruk. Ini harus dibedakan dari asidosis 

laktik, terjadi pada awal overdosis dan tanpa bukti FHF, yang dipicu  oleh efek 

langsung asetaminofen pada pengambilan asam laktat hati dan oksidasi. Tingkat 

transaminase tidak memprediksi jalur klinis. Mereka mungkin mengalami penurunan 

selama pemulihan hati atau dengan FHF progresif. Selama pemulihan, biasanya terjadi 

penurunan transaminase serum, terjadi sebelum penurunan bilirubin serum. Insufisiensi 

ginjal akut juga terjadi dan mengindikasikan prognosis yang lebih buruk saat kreatinin 

serum lebih besar dari 300 mmol atau L (3,4 mg atau dL) yang berasosiasi dengan waktu protrombin 

(PT) lebih besar dari 100 detik dan ensefalopati hati grade III atau grade IV  ,.

2. Darah 

a. Kolom GC: HP-5 (25 m 0,25 mm i.d., 0,33 mm). Suhu programme: 100 untuk 1 menit sampai 300 pada 10  atau  menit selama 14 menit. 

FID.

b. Kolom GC-MS: SGE BPX5 (12 m 0,15 mm i.d., 0,44 mm). Program suhu: 80 selama 1 

menit sampai 300 pada 20  atau  menit.

c. Kolom HPLC: LC8 Nova-Pak (150 mm). Fase gerak: asetonitril: 0,005 mol  atau  L buffer 

fosfat (pH 6.0, 1: 9). 

d. Kolom: Hipersil C18 (75 4,6 mm i.d., 3 mm). Fase mobile: 20 mmol  atau  L ammonium 

formate buffer (pH 3.5): metanol (96: 4 selama 5 menit sampai 46: 54 pada 15 menit 

sampai 10: 90 pada 16 menit selama 2 menit sampai 96: 4 pada 19 menit selama 5 

menit), aliran tingkat 0,8 mL  atau  menit sampai 15 menit bila 1,0 mL  atau  menit sampai 19 

menit sampai 0,8 mL  atau  menit. Deteksi UV (l¼ 254 nm).Batasan deteksi, 600 pg. 

e. Kolom: LC-8DB (150 4,6 mm i.d., 5 mm). Fase gerak: asetonitril: metanol: 0,1 mol  atau  L 

kalium dihidrogen fosfat: air (20: 10: 5: 65), laju alir 1,1 mL  atau  menit. Deteksi UV (l¼ 245 

nm). 

f. Kolom: ODS-Hypersil (200 2,1 mm i.d., 5 mm). Fase gerak: buffer fosfat 2 mmol  atau  L: 

asetonitril (95: 5 sampai 50: 50 di atas 20 menit selama 10 menit, sampai 95: 5 di atas 

1 menit), laju alir 0,4 mL  atau  menit. DAD (l¼ 210 nm). 

g. Kolom: Apex ODS II (150 0,005 mm, 0,5 mm). Fase gerak: air: asetonitril: asam asetat 

glasial (425: 50: 25). 

h. Kolom: Ultrasphere ODS (150 4,6 mm i.d.). 

Fase gerak: asetonitril: 0,01 mol  atau  L asam fosfat (7: 93), laju alir 1,0 mL  atau  menit. Deteksi 

elektrokimia. Batas deteksi, 0,1 mg  atau  L. 

3. Plasma: 

a. GC-Kolom Chromosorb W HP 100 atau 120 mesh (1,5 m 4 mm i.d.). 

Gas pembawa: N2, 40 mL  atau  menit. Suhu: 235. FID. Batas deteksi, 10 mg  atau  L 

b. Kolom: 3% SP2100 pada Supelsoport 100 atau 120 mesh (1,5 m 4 mm i.d.). 

Gas pembawa: N2, 50 mL  atau  menit. Suhu: 300. ECD. Batas kuantifikasi, 5 mg atau L 

Kolom: 3% SP 2250 pada kromosom mesh 80 atau 100 W, AW  atau  DMCS (2 m 2 mm i.d.). FID. 

Batasan deteksi,> 0,1 mg.

4. Susu HPLC Lihat Cairan Oral.

5. Cairan Oral: 

a. Kolom HPLC : TSkgel ODS-80Tm (250 4,6 mm i.d., 5 mm). 

1) Fase gerak: metanol, laju alir 1,0 mL  atau  menit. Deteksi fluoresensi (lem¼ 560 nm, 

lex¼ 540 nm). Batas deteksi, 0,1 mg  atau  L
2) Fase gerak: air: asetonitril: TEH (94: 6: 0.5), laju alir 1 mL  atau  menit. Batas deteksi, 0,3 

mg  atau  L  
b. Kolom: Bondapak C18. Fase gerak: 0,05 mol  atau  L natrium asetat (pH 4.0): 

asetonitril (93: 10), laju alir 2,0 mL  atau  menit. Waktu retensi: 3-5 menit. Batas 

deteksi,0,5 mg  atau  L 

6. Isi Perut - GC-MS: Lihat Darah ,

7. Vitreous Humor- HPLC: Lihat Darah  ,

8. Otak - HPLC :Lihat Darah ,

9. Rambut - Kolom HPLC: Simetri C8 (250 4,6 mm i.d., 5 mm). 

a. Kolom: CP SIL8 CB (25 m 0,25 mm i.d., 0,25 mm). 

b. Gas pembawa: Helium, 1,3 mL  atau  menit. 

c. Program suhu: 50 selama 2 menit sampai 310 jam 15 menit untuk 4.67 min. 

d. Fase gerak: asetonitril: buffer fosfat (pH 3.8). 

e. Deteksi: UV 

10. Ginjal - HPLC Lihat Darah ,

a. Kolom: Apex (3 mm). 

b. Fase gerak: air suling: asetonitril (86: 14). 

c. Deteksi UV ( 254 nm). 

d. Batas deteksi, 50 mg  atau  L.

11. Hati GC-MS Lihat Darah  ,HPLC Lihat Darah 

12. Otot HPLC Lihat Darah 

H. Uji Skrining : Parasetamol pada serbuk atau tablet, urin, darah, plasma  ,

17. Metode Liebermann

f. Prinsip

Parasetamol sesudah  diekstraksi dengan eter pada pH 3-4 (HCl 2 N) bereaksi dengan 

NaNO2 dalam suasana H2SO4 pekat membentuk senyawa berwarna ungu.

g. Alat

Tabung reaksi, Sentrifuse, Waterbath, Pipet tetes, Pipet ukur

h. Reagen

HCl 2N, Eter, Pereaksi Liebermann (1 gram NaNO2 dalam 10 ml H2SO4 pekat)

i. Cara Kerja

2) Kedalam tabung reaksi dimasukkan urin sebanyak 2 ml lalu  

ditambahkan HCl 2 N sampai pH 3-4

3) Ekstraksi dengan 5 ml eter selama 15 menit

4) Keringkan ekstrak di waterbath

5) Residu yang diperoleh  ditambahkan 1 tetes pereaksi Liebermann

j. Pembacaan Hasil
bila   terbentuk Ungu, diduga specimen mengandung Parasetamol, 

sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut (konfirmasi test)
18. Metode Alphanaftol

f. Prinsip

Parasetamol diasamkan dengan HCl 10%, bereaksi dengan NaNO2 dalam suasan 

alkalis dengan penambahan alphanapathol membentuk senyawa berwarna merah

g. Alat : Tabung reaksi, Pipet tetes, Pipet ukur

h. Reagen

1..HCl 10%

2.. Natrium Nitrit 1%

3.. Pereaksi Alphanapthol (Alphanapthol 1% dalam NaOH 10%)

i. Cara Kerja

1..Kedalam tabung reaksi dimasukka urin sebanyak 1 ml kemudia ditambahkan 

HCl 10% dinginkan

2.. Tambahkan 2-3 tetes larutan Natrium Nitrit 1%

3.. Tambahkan 2-3 tetes Alphanapthol 1% dalam NaOH 10% (dibuat baru)

j. Pembacaan Hasil

19. Metode O-Cressol

f. Prinsip

Parasetamol dan metabolitnya dihidrolisa dalam suasana asam menjadi P 

Aminophenol, dengan asam cresol membentuk senyawa berwarna biru terang

g. Alat : pipet, tabung reaksi

h. Reagen

dipakai semua reagen proanalisa

1..Pereaksi O-Cressol

Jenuhkan pereaksi O-Cressol

Kocok 10 ml O-Cressol dengan 1 aquadest, biarkan selama 24 jam sebelum 

dipakai 

2.. Ammonium Hidroksida 2 mol atau l (2M)

3.. HCl 36%

4.. Standar urin

dipakai urin specimen pasien yang sudah  mengkonsumsi Parasetamol 1 

gram dalam waktu 24 jam

bila   terbentuk warna merah, diduga specimen mengandung 

Parasetamol, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut (konfirmasi test)
i. Cara Kerja

1..Pipet 0,5 ml specimen (test urin, standar urin dan aquadest sebagai blanko) 

masing-masing tambahkan 0,5 ml HCL 36% lalu  panaskan diatas 

waterbath selama 10menit pada suhu 100oC

2.. Ke dalam campuran diatas tambahkan 10 ml air, 1 ml O-Cressol 1% dalam air 

dan 4 ml Ammonium Hidroksida 2 mol atau l (2M)

3.. Perhatikan warna yang terbentuk

j. Pembacaan Hasil

I. Identifikasi Parasetamol (bahan kimia obat = BKO) pada Jamu metode KLT

a. Alat dan Bahan

1) TLC plate

2) Chamber kromatografi

3) Pipet mikrokapiler

4) Lampu UV

5) Labu ukur 10 ml

6) Gelas kimia 50 ml

b. Reagensia

1) 1,2 dichloroetan

2) Etanol 95%

3) Aceton

4) Etil acetate

5) Asam acetate glassial

6) Heksana

c. Cara Kerja

1) Sebanyak 1,5 gram specimen  jamu dimasukkan ke dalam gelas kimia diekstraksi dengan 

methanol atau  aceton beberapa menit.

2) Saring memakai  kertas Whatman no. 1 masukkan filtrat ke dalam labu ukur 10 

ml.

3) Ulangi ekstraksi (no 2 dan 3).

4) Tambahkan etanol sampai volume 10 ml.

5) Lakukan kromatografi engan keadaan  sebagai berikut :

Fase diam : silica gel GF 254

Fase gerak : 1. Asam asetat glassial dan 1,2 dichloroetan (1 : 12)

bila   terbentuk warna biru, diduga specimen mengandung Parasetamol, 

sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut (konfirmasi test)
 2. 1,2 dichloroetan : aceton : etanol : heksana (5 1:1:2 )

3. Etil acetat dan asam asetat glassial (25 : 1)

Penjenuhan : kertas saring

Jarak rambat : 12-15 cm

Penampak bercak : UV 254 atau 366 nm

Petunjuk jawaban latihan: 

Pelajari kembali materi berikut ini agar saudara dapat mengerjakan soal latihan dengan baik.

1. Farmakokinetika parasetamol

2. Toksisitas parasetamol

3. analisa  laboratorium parasetamol

estisida yaitu  senyawa kimia yang banyak dipakai  dengan tujuan untuk 

membunuh hama atau mengendalikan hama yang mungkin yaitu  serangga, 

tikus, jamur, nematoda, tungau, kutu, moluska, dan gulma atau tumbuhan yang tidak 

diharapkan  . Pestisida termasuk bahan yang relatif toksik sehingga sering terjadi masalah  

keracunan baik tidak sengaja maupun sengaja. maka  diperlukan pemeriksaan untuk 

membantu menegakkan diagnose pemicu  keracunan oleh pestisida maupun penetapan 

aksi  terapi. 

Mayoritas kematian terjadi sebab  paparan 

organofosfat, organoklorin dan aluminium fosfida. Senyawa organofosfat menghambat 

asetilkolinesterase sehingga terjadi toksisitas akut. Sindroma intermediate muncul pada 

beberapa  pasien dan memicu   kelumpuhan pernapasan dan kematian ,

pemakaian bahan kimia beracun yang tidak sesuai sering terjadi di negara-negara 

berkembang, yang memicu  paparan berlebihan dan risiko keracunan yang tidak 

disengaja yang tinggi. Resiko tinggi dengan pestisida yang dipakai  di pertanian, di 

mana warga pedesaan miskin tinggal dan bekerja di dekat senyawa ini, yang sering 

disimpan di dalam dan di sekitar rumah. Diperkirakan 99% dari semua kematian akibat 

keracunan pestisida terjadi di negara-negara berkembang. sedang  toksisitas akut pestisida 

sudah  terdokumentasi dengan baik, masih sedikit diketahui efek pestisida pada  kesehatan 

paparan pestisida kronis. Insektisida organofosfat sudah  banyak dipakai  dalam pertanian di 

negara-negara berkembang, dengan sedikit perlindungan bagi masyarakat dan personal  yang 

terpapar  ,

B. penggolongan  PESTISIDA 

Pestisida yaitu  senyawa yang dipakai  untuk membunuh hama yang mungkin 

yaitu  serangga, tikus, jamur, nematoda, tungau, kutu, moluska, dan gulma atau 

tumbuhan yang tidak diharapkan  .

penggolongan  pestisida dapat didasarkan berbagai hal, antara lain berdasar  fungsinya 

sebagai berikut Insektisida, Rodentisida, Fungisida, Nematicida, Acaricides, Moluskisida, 

Herbisida, Pestisida lain . Pestisida juga digolongkan  berdasar  

senyawa aktifnya, yaitu Organofosfat, Organoklorin, Karbamat, Piretroid 

C. TINJAUAN KIMIA PESTISIDA ORGANOFOSFAT 

Organofosfat yaitu  bahan kimia penghambat kolinesterase yang dipakai  sebagai 

pestisida. Senyawa ini juga dipakai  sebagai bahan kimia perang  ,, dan sebagai 

pestisida di bidang pertanian di seluruh dunia (Banday, 2015). OP mencakup berbagai macam senyawa dengan sifat fisik dan biologi yang berbeda termasuk toksisitas. OP yaitu  cairan dari 

volatilitas yang berbeda, larut atau tidak larut dalam air, pelarut organik,   (Bajgar, 2005).

Senyawa organofosfat yang banyak dipakai  digolongkan  berdasar  

toksisitasnya dengan ukuran LD50 sebagai berikut  ,

1.   beracun (LD50: 1 sampai 50 mg atau kg... , atau toksik (LD50: 51 sampai 500 mg atau kg...  : 

Chlorfenvinphos, Chlorpyriphos, Demeton, Diazinon, Dichlorvos, Dimethoate, Disulfoton, 

Ediphenphos, Ethion, Fenitrothion, Fensulfothion, Fenthion, Fonophos, Formothion, 

Methyl Parathion, Mevinphos, Monocrotophos, Oxydemeton Methyl, Phenthoate, 

Phorate, Phosphamidon, Quinalphos, TEPP, dan Thiometon .

2. Senyawa berikut cukup toksik (LD50: 501 sampai 5000 mg  atau  kg... , atau sedikit toksik (LD50: 

lebih dari 5000 mg atau kg... : Abate, Acephate, Coumaphos, Crufomate, Famphur, Glyphosate, 

Malathion, Phenthoate, Primiphos Methyl, Ronnel, Temephos, Triazophos, dan 

Trichlorphon.

Bahkan dalam masalah  di mana pengobatan dimulai lebih awal dengan atropin dan 

oksim, mortalitas pada keracunan organofosfat   sampai 7 sampai 12%  ,

Toksisitas organofosfat yaitu  akibat stimulasi kolinergik yang berlebihan melalui 

penghambatan asetilkolinesterase. Efek toksiknya mirip  dengan inhibitor cholinesterase 

yang dipakai  secara medis untuk mengobati glaukoma (physostigmine... , myasthenia gravis 

(neostigmine, pyridostigmine... , takikardia supraventrikular (edrophonium), dan penyakit 

Alzheimer (tetrahydro aminoacridine... . Paparan pada  inhibitor kolinesterase mengikuti 

konsumsi dan overdosis yang disengaja dan tidak disengaja, kesalahan dan kecelakaan kerja, 

dan perang internasional. Identifikasi keracunan mungkin sederhana bila pasien hadir dengan 

paparan yang diketahui, atau mungkin   sulit dilakukan pada pasien yang sakit kritis 

dengan gejala yang membingungkan dan tidak ada riwayat pemaparan. Pengobatan terdiri 

dari dekontaminasi, blokade hiperaktivitas muskarinik dengan atropin, pembalikan 

penghambatan kolinesterase dengan nukleofil oxime (pralidoxime... , dan koreksi kelainan 

metabolik. Mayoritas pasien yang terpapar secara menonjol  pada  organofosfat dan 

karbamat memiliki prognosis yang baik. Pasien yang mengalami polineuropati tertunda 

organophosphorus akan memiliki gejala sisa yang bertahan dalam waktu yang lama  ,

D. FISIOLOGI ASETILKOLIN DAN KOLINESTERASE

Acetylcholine, neurotransmitter pertama yang ditemukan, mulanya  dijelaskan  

sebagai "barang vagus" oleh Otto Loewi sebab  kemampuannya untuk meniru rangsangan 

listrik saraf vagus. Sekarang diketahui neurotransmiter pada semua ganglia otonom, pada 

banyak organ yang secara otonom diinervasi, di persimpangan neuromuskular, dan pada 

banyak sinapsis di susunan saraf pusat (SSP) Dalam sistem saraf otonom, asetilkolin (ACh) yaitu  neurotransmitter pada neuron 

simpatik dan parasimpatik preganglionik. ACh juga yaitu  neurotransmitter di medula 

adrenal dan berfungsi sebagai neurotransmiter pada semua organ yang mengandung 

parasimpatis. ACh juga yaitu  neurotransmiter pada kelenjar keringat, dan pada otot 

piloerector ANS yang simpatik. Pada sistem saraf perifer, ACh yaitu  neurotransmitter di 

persimpangan neuromuskular antara saraf motor dan otot rangka.

1. Acetylcholine sebagai Neurotransmiter

Neurotransmiter ACh pertama ditemukan pada semua ganglia otonom, pada banyak 

organ yang dipersarafi secara otonom, pada sambungan neuromuskular, dan pada banyak 

sinapsis di sistem saraf pusat. Dalam sistem saraf otonom, ACh yaitu  neurotransmitter pada 

neuron simpatik dan parasimpatik preganglionik, dan juga di medula adrenal dan berfungsi 

sebagai penghantar saraf di semua organ yang mengandung parasimpatis. ACh juga 

yaitu  neurotransmiter pada kelenjar keringat, dan pada otot piloerector dari sistem 

saraf otonom simpatis  ,

saat  acetylcholine (ACh) mengikat reseptornya, secara langsung atau tidak langsung 

memicu  pembukaan gerbang yang diatur secara kimia. Dalam banyak masalah , ini 

menghasilkan depolarisasi dinamakan  potensi  postsynaptic yang merangsang, atau EPSP. 

Dalam beberapa masalah , ACh memicu  hiperpolisasi yang dinamakan penghambat 

potensi  postsynaptic, atau IPSP

Acetylcholine dipakai  sebagai neurotransmiter eksitasi oleh beberapa neuron di SSP 

dan oleh neuron motor somatik pada sambungan neuromuskular. Pada ujung saraf otonom, 

ACh bisa berupa rangsang atau penghambatan, tergantung pada organ yang terlibat.

Berbagai tanggapan el postsynaptic pada  bahan kimia yang sama dapat dijelaskan, 

sebagian, oleh fakta bahwa sel-sel pasca-sinapsis yang berbeda memiliki subtipe reseptor ACh 

yang berbeda. Subtipe reseptor ini dapat secara khusus distimulasi oleh racun tertentu,

Efek stimulasi ACh pada sel otot skeletal dihasilkan oleh pengikatan reseptor ACh ke 

nicotinic ACh, dinamakan demikian sebab  dapat juga diaktifkan oleh nikotin. Efek ACh pada 

sel lain terjadi saat  ACh berikatan dengan reseptor ACh muskarinik; Efek ini juga bisa 

diproduksi oleh muscarine (obat yang berasal dari jamur beracun tertentu).

Gambaran tentang sebaran  dua jenis reseptor ACh menandakan  bahwa terminologi 

dan prinsip  asosiasinya ini perlu dalam memahami fisiologi sistem tubuh yang berbeda.

a. Reseptor ACC Nikotinik. Ini ditemukan di area  otak tertentu, di ganglia otonom, dan 

pada serat otot rangka. Pelepasan ACh dari neuron motor somatik dan pengikatnya 

lalu   ke reseptor nikotin, contoh nya, merangsang kontraksi otot.

b. Reseptor ACR muskarinik. Ini ditemukan di membran plasma sel otot polos, sel otot 

jantung, dan sel kelenjar tertentu. maka  aktivasi reseptor ACH muscarinic
oleh ACh yang dilepaskan dari akson otonom diperlukan untuk pengaturan sistem 

kardiovaskular, sistem pencernaan, dan lain-lain. 

2. Cholinesterase  ,

Cholinesterase yaitu  keluarga enzim yang mengkatalisis hidrolisis neurotransmitter 

asetilkolin (ACh) menjadi kolin dan asam asetat, sebuah reaksi yang diperlukan untuk 

memungkinkan neuron kolinergik kembali ke keadaan istirahat sesudah  aktivasi. Ini melibatkan 

dua jenis:

a. Acetylcholinesterase (AChE, acetycholine acetylhydrolase, E.C. 3.1.1.7) ditemukan pada 

banyak jenis jaringan pengatur: jaringan saraf dan otot, jaringan pusat dan periferal, serat 

motor dan sensor, dan serat kolinergik dan noncholinergik. Aktivitas AChE lebih tinggi pada 

neuron motorik dibandingkan  neuron sensorik. ACHE juga ditemukan di selaput sel darah 

merah. Enzim ini berada dalam bentuk molekul ganda, yang memiliki sifat katalitik mirip , 

namun berbeda dalam rakitan oligomer dan cara menempelnya pada permukaan sel.

b. Pseudokolinesterase (BuChE, EC 3.1.1.8), juga dinamakan cholinesterase plasma, 

butyrylcholinesterase, atau acylcholine asylhydrolase, ditemukan terutama di hati. 

Berbeda dengan AChE, BuChE menghidrolisis butyrylcholine lebih cepat dibandingkan  ACh. 
,

narkotika 7 narkotika  7 Reviewed by bayi on April 25, 2022 Rating: 5

About

LINK VIDEO