halaman 1
Seiring dengan kemajuan teknologi ultrasonografi (USG) tidak lagi menjadi barang mewah dan didominasi pemakaiannya oleh dokter radiologi. USG dari department based menjadi bedside. Di masa depan mungkin USG menjadi stetoskop dalam mengatasi pasien gawat darurat dimungkinkan telesonography sebagai peralatan medis diagnosa jarak jauh,Point-of-Care Ultra Sonography (POCUS) yaitu tehnik pencitraan yang bermanfaat untuk pasien gawat darurat. Dengan POCUS dokter bisa cepat mendiagnosa pasien,Pasien yang mengalami kritis harus segera memperoleh
mengatasi secara cepat mengatasi yang tidak cepat
memicu munculnya kematian atau kecacatan pada pasien. Angka kematian pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) meningkat sampai 16% tahun 1980 - 1999,pemicu kematian terbanyak di IGD antara lain penyakit jantung, trauma, cerebrovascular attact (CVA), dan sepsis Mortalitas pasien yang dirawat di IGD dipengaruhi
faktor usia, keadaan pasien saat tiba di IGD, pengendalian yang diberikan Lama perawatan dan lama waktu tunggu pasien sebelum dipindah ke ruang perawatan atau ke ICU dan ramainya pasien yang dirawat di UGD terkait meningkatnya mortalitas pasien IGD, pengendalian kritis yang cepat pada pasien yang dirawat di IGD menurunkan mortalitas morbiditas biaya perawatan dan lama perawatan di rumah sakit ,
Ruang lingkup POCUS dalam mengatasi pasien gawat darurat antara lain:
-USG in trauma -Screening perut ultrasonography
-Goal directed echocardiography -Thoracic ultrasonography
Goal directed echocardiography berbeda dengan echocardiogram komprehensif yang dilakukan oleh spesialis (kardiologi) yang ahli . tehnik ini hanya melihat beberapa petunjuk echocardiografi. Saat ini goal directed
echocardiography menjadi peralatan medis diagnosa yang diandalkan dan bisa dilakukan dalam waktu singkat untuk menganalisa hemodinamik yang tidak stabil, syok sampai dengan cardiac arrest ,
pengendalian terbaru mengatasi Pasien Kritis
Goal directed echocardiography harus diartikan dalam kaitannya dengan adanya ketidakstabilan hemodinamik, dengan menganalisa fungsi fisiologi jantung dan bukan mengevaluasi kelainan anatomi jantung. Diferensial diagnosa hemodinamik tidak stabil bisa dengan mudah diingat memakai istilah SHOCK (Septic, Hypovolemic, Obstructive, Cardiogenic, Combination jenis syok
yang lain). cara yang dipakai untuk membuat diagnosa antaralain:
perut sonografi mencari kemungkinan adanya rupture aorta perut . Pemeriksaan ini bisa diulangi sebagai pemantauan sesuai perubahan klinis pasien.
Focused Assessment with Sonography on Trauma (FAST) yaitu pemeriksaan ultrasonografi yang paling banyak dilakukan pada pasien trauma. FAST efektif dan cepat mendeteksi adanya internal bleeding sebagai pemicu hemodinamik tidak stabil pada pasien trauma, yaitu adanya petunjuk cairan bebas di hepatorenal space
(Morison’s pouch), the splenorenal space, and the pelvis or Pouch of Douglas.
Extended FAST (EFAST) yaitu prosedur FAST yang
diteruskan sampai bagian toraks pada pasien yang mengalami trauma toraks ,alat ini untuk mendeteksi adanya hemato thorax, pneumotoraks, atau tamponade
jantung ,Namun setiap dokter yang melakukan ultrasonografi harus memahami limitasi dari prosedur itu , sebab pada kondisi tertentu hasil pencitraan USG akan tidak pasti dengan kondisi fisiologis dan patologis yang lain.
Ultrasonografi toraks untuk menganalisa pasien yang mengalami distres napas dengan aerasi normal, pneumothorax, konsolidasi, atau efusi pleura. Dekompensasi kordis dengan oedema paru bisa dibedakan dari pemicu distres napas yang lain dengan kepekaan dan pengkhususan mencapai 90% dan 96%. Untuk membedakan pneumonia kepekaan dan pengkhususan nya mencapai 94% dan 96%, sedang untuk pneumotoraks mencapai 90% dan 99% ,
hasil USG harus selalu terkait dengan keadaan pasien. Kesalahan biasanya terjadi sebab banyak faktor antara lain kurangnya keahlian , tidak melakukan pemeriksaan pencitraan lanjutan pada peristiwa yang sulit ,kesalahan tehnik USG, kesalahan mengartikan pencitraan USG, kesalahan pemakaian peralatan medis USG, kurangnya pemahaman mengenai diferensial diagnosa ,
mengatasi pasien gawat darurat memerlukan pemahaman fisiologi, patofisiologi yang baik, dan bukti terbaru dalam pemilihan modalitas terapi. Ultrasonografi menjadi pilihan yang menjanjikan dalam menangani pasien gawat terutama dalam diagnosa dan pemantauan kondisi. Pada pasien syok terapi cairan tidak selalu memberi hasil baik. Diperlukan pemahaman fisiologis untuk menentukan kapan terapi cairan diberika
Tujuan pertama dari terapi cairan yaitu menambah volume untuk meningkatkan cardiac output, namun pada kondisi tertentu pemberian cairan justru akan memberi dampak merugikan bahkan bisa meningkatkan
mortalitas, Tidak ada kepastian berapa jumlah yang harus diberikan dan kapan dihentikan. Parameter makrosirkulasi seperti produksi urin ,nadi, tekanan darah, tidak bisa menunjukan secara akurat kecukupan perfusi di mikrosirkulasi. Maka penting bagi tenaga medis untuk mengetahui -kapan untuk mulai membuang cairan,
-kapan menghentikan pengeluaran cairan -kapan cairan diberikan,-kapan cairan dihentikan,
pengendalian terapi cairan terkait jumlah deposit yang diberikan pada pasien kritis secara konseptual bisa dibagi dalam 4 tahap ROSE/D yang dalam
masing-masing tahap memiliki modalitas terapi, target, dan pemantauan yang berbeda. tahap itu yaitu ROSE/D, yaitu :
-(R)escue yaitu tahap awal resusitasi, pada tahap ini banyak protokol mengenai jumlah cairan yang disarankan namun kesepakatan yang diambil
di antara dokter yaitu target tekanan darah sistolik ≥ 80 mmHg atau mean arterial pressure (MAP) ≥ 55 mmHg pada dewasa muda dan MAP ≥ 65 mmHg pada pasien tua atau dengan banyak comorbid. pemantauan yang
dipakai antara lain parameter tanda vital standar atau lebih baik bila ditambah pengukuran fungsi jantung dengan echocardiografi.
-(O)ptimization, pada tahap ini terapi cairan untuk mencapai kemanjuran perfusi jaringan yang harus diselesaikan dalam waktu maksimal 24 jam. Pada tahap ini pasien masih belum stabil namun sudah tidak mengalami mada kritis . Terapi cairan, vasopressor,
inotrope, dan vasodilator yaitu modalitas terapi pertama pada tahap ini. Pada tahap ini target terapinya antara lain MAP > 65 mm Hg , Cardiac Index > 2.5 L min-1m-2, Pulse Pressure Variation (PPV) < 14%, Left ventricular
End-Diastolic Area Index (LVEDAI) 8−12 cm-1m-2.
-(S)tabilization, tahap ini berlangsung sampai beberapa hari. Pada tahap ini seharusnya dipantau berat badan per hari sebagai pemantau munculnya kelebihan cairan. Pada tahap ini keseimbangan cairan nol atau negatif
tampak memberi outcome yang lebih baik.
-(E)vacuation / (D)eresucitation, pada tahap ini terjadi pembuangan cairan dari dalam badan . Namun sering kali pasien tidak mengalami pengeluaran cairan secara spontan dan memerlukan modalitas terapi untuk meningkatkan ekskresi urin. Pemberian cairan yang berlebihan pada tahap ini bisa memberi dampak negative.
Untuk mencegah munculnya hemodilusi dan overload cairan yang memberi dampak negatif pada pasien diperlukan cara untuk memperkirakan apakah pasien akan tanggap pada pemberian cairan.
penunjuk preload statis seperti central venous pressure (CVP) atau pulmonary artery occlusion pressure (PAOP) ternyata tidak bisa memperkirakan secara akurat
tanggap curah jantung pada pemberian cairan. Penjelasannya yaitu pada grafik frank starling kemiringan fungsi jantung tergantung pada fungsi sistolik
jantung, sedang tenaga medis tidak bisa memastikan fungsi sistolik pasien berada pada posisi kemiringan yang mana , faktanya bahwa CVP tidak bisa membantu menentukan tanggap ivitas preload, bukan berarti CVP tidak perlu diukur. CVP yaitu penanda penting untuk menentukan status preload (bukan tanggap ivitas
dari preload). CVP yaitu determinan dari gradien tekanan pada perfusi organ (MAP dikurangi CVP). CVP yang tinggi bisa mengganggu fungsi ginjal dan terkait dengan kejadian acute kidney injury (AKI) ,
beberapa parameter dinamis bisa dipercaya sebagai penanda tanggap ivitas cardiac output pada pemberian cairan. Di antaranya yaitu pulse pressure variation (PPV) dan stroke volume variation (SSV). dari parameter itu yaitu bahwa naiknya tekanan intratorakal pada saat pemberian tekanan positif saat inspirasi akan menurunkan preload pada ventrikel kanan. ini akan menurunkan turunnya preload pada ventrikel
kiri dan tanggap stroke volume, beragam dimensi vena cava yang diukur dengan memakai alat USG
juga bisa dipakai dalam memperkirakan tanggap ivitas cairan. Pengukuran ini berdasar fisiologi interaksi jantung paru. Perubahan tekanan intratorakal yang diturunkan oleh tekanan positif pada ventilasi mekanik
memicu munculnya beragam pada vena cava pada pasien yang mengalami hipovolemi ,
Fluid challenge yaitu pemberian beberapa cairan dalam waktu singkat yang sering dipakai untuk memprovokasi perubahan tanggap hemodinamik yang dipantau melalui parameter dinamik. Sebagai pilihan lain
yaitu passive leg raising (PLR) test. PLR secara reversible memberi pemuat cairan sebanyak kurang lebih 300 ml darah ke dalam sirkulasi sistemik. Dan bisa diulangi tanpa harus memberi tambahan beban pada keseimbangan cairan. PLR test secara menonjol bisa mengurangi pemberian cairan yang tidak perlu pada pasien kritis ,beberapa tehnik untuk menganalisa tanggap ivitas cairan memiliki keterbatasan, namun dari masing-masing tehnik bisa saling melengkapi.
Pilihan untuk tehnik menganalisa tanggap ivitas cairan tergantung pada kondisi pasien dan pilihan tehnik yang tersedia. bahwa keputusan memberi cairan tidak boleh berdasar hanya pada adanya tanggap ivitas cairan namun juga pada ketidakstabilan hemodinamik
dan tidak adanya risiko munculnya overload cairan. Strategi yang logis dalam menentukan tanggap ivitas cairan sebagai panduan dalam memberi atau membatasi pemberian cairan tampaknya yaitu cara terbaik dalam
pengendalian cairan pada pasien kritis ,berapa banyak, kapan terapi cairan dihentikan, dan kapan cairan harus dievakuasi dari dalam badan .
HEMODINAMIK
Hemodinamik yaitu pemeriksaan segi fisik sifat fisiologis vaskular perifer ,sirkulasi darah, fungsi jantung,
Pemantauan hemodinamik bisa digolongkan menjadi noninvasif dan invasif ,Pengukuran hemodinamik penting untuk melakukan diagnosa yang cepat , menentukan terapi yang sesuai, pemantauan tanggap pada
terapi yang diberikan , Pengukuran hemodinamik ini
mengenali syok sedini mungkin, sehingga bisa dilakukan tindakan yang cepat pada bantuan sirkulasi ,
pemantauan hemodinamik untuk memantau pengobatan yang diberikan guna memperoleh informasi keseimbangan homeostatik badan .pemantauan hemodinamik untuk mendeteksi, mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini , Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik namun hanya
memberi informasi kepada tenaga medis dan informasi itu perlu disesuaikan dengan klinis pasien agar bisa memberi penanganan cepat . Dasar dari pemantauan hemodinamik yaitu perfusi jaringan yang kuat , seperti
keseimbangan antara pasokan oksigen dengan permintaan , mempertahankan gizi nutrisi, suhu badan , dan keseimbangan elektrokimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik berwujud gangguan fungsi organ badan yang bila tidak ditangani secara cepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel ,
Metode Noninvasif pada Pemantauan Hemodinamik
Penilaian Pernapasan Frekuensi napas yaitu penunjuk awal yang penting dari disfungsi sel. Penilaian ini yaitu penunjuk fisiologis yang cukup peka dan
harus dipantau dan dipantau teratur. Frekuensi dan kedalaman pernapasan pada awalnya meningkat sebagai tanggap pada hipoksia ,
a. Frekuensi Pernapasan
- Selain RR, juga harus dinilai irama napas, amplitude (kedalaman) napas, simetris atau tidak, dan effort yang dikeluarkan pasien untuk bernapas.
- Normal dewasa Laju napas/Respiratory Rate (RR) yaitu 12-20 kali/menit.
- RR dihitung minimal selama 30 detik.
- Jika RR pasien berada di luar parameter RR dewasa normal, maka RR harus dihitung selama satu menit penuh untuk memastikan akurasi dan mengevaluasi irama pernapasan.
b. Saturasi Oksigen
- Saturasi oksigen < 90% berkorelasi dengan kadar oksigen darah yang rendah dan memerlukan penanganan cepat . Jika saturasi oksigen rendah, biasanya akan terlihat tanda-tanda lain dari
distres napas.
- Pulse oximetry mengukur saturasi oksigen dalam darah arteri. Perubahan saturasi oksigen yaitu tanda penting dari gangguan pernapasan. Awalnya badan akan mencoba dan mengkompensasi hipoksemia dengan meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan.
- Saturasi oksigen normal yaitu antara 95 - 98%.
Penilaian Denyut Elektrokardiografi (EKG)
Denyut yang cepat, lemah, dan bergelombang yaitu tanda khas dari syok. Denyut yang memantul penuh atau menusuk mungkin yaitu tanda dari anemia, blok jantung, atau tahap awal syok septik. Perbedaan
antara denyut sentral dan denyut distal mungkin dipicu oleh penurunan curah jantung. Pemantauan EKG yaitu metode noninvasif yang berharga dan memantau denyut jantung secara terus menerus . Pemantauan ini bisa .memberi informasi kepada tenaga medis pada tanda-tanda awal penurunan curah jantung. Namun tentu saja harus dikonfirmasi dengan data-data klinis dan penunjang yang lain ,
Urin yang keluar dari badan secara tidak langsung memberi petunjuk mengenai perfusi ke ginjal. 25 persen curah jantung pasien yang sehat akan memberi perfusi ke ginjal. saat perfusi ginjal kuat , maka urin yang keluar seharusnya lebih dari 0,5 mL/kg/jam. Menurunnya urin
yang keluar dari badan mungkin yaitu tanda awal dari syok. Jika mengalami oliguria atau anuria, maka ginjal tidak mampu mengekskresikan sisa-sisa metabolisme badan , dan jika terjadi dalam waktu yang lama bisa memicu asidosismetabolik, hyperkalemia ,uremia, Pada pasien kritis, gagal ginjal akut biasanya dipicu oleh perfusi ginjal yang tidak kuat , yaitu kegagalan prarenal. Jika pasien memakai kateter, maka pastikan selang kateter tidak tersumbat ,
naiknya suhu badan bisa menimbulkan kehilangan cairan dan elektrolit. Dehidrasi hipernatremia (naiknya natrium) bisa meningkatkan naiknya suhu. Penurunan suhu badan bisa diakibatkan
oleh hipovolemia, pada kekurangan cairan yang berat, suhu rektal bisa turun sampai 35°C ,
- membanding-bandingkan antara suhu inti (core temperature: suhu esophagus, tympani, atau rectal) dengan suhu ekstremitas (ujung-ujung jari tangan
atau kaki), memiliki arti yang penting. Semakin jauh jaraknya maka semakin kuat dugaan munculnya vasokonstriksi. yang mana vasokonstriksi bisa jadi yaitu kompensasi dari gangguan jantung atau volume. Atau mungkin primer akibat gangguan di pembuluh darah.- Suhu dewasa normal yaitu antara 36,5°C - 37,5°C.
- Minimal, suhu yang akan dinilai dua kali sehari ,
- Denyut nadi harus dihitung selama 1 menit (untuk mendeteksi jika ritme tidak teratur).
- Denyut nadi normal untuk pasien dewasa yaitu 60 - 100 kali/menit.
- Denyut nadi harus dihitung saat pasien sedang beristirahat.
- Denyut nadi diukur dengan meraba nadi radialis dan brachialis pasien.
- Nadi radial pasien harus dinilai untuk tingkat, irama, dan amplitudo (kekuatan).
Tekanan darah arterial yaitu tekanan yang dimunculkan oleh volume darah yang bersirkulasi pada dinding arteri. Perubahan pada cardiac output atau resistensi perifer bisa mempengaruhi tekanan darah. Pasien dengan
curah jantung yang rendah bisa mempertahankan tekanan darah normalnya melalui vasokontriksi, sedang pasien dengan vasodilatasi mungkin mengalami hipotensi walaupun curah jantungnya tinggi, contoh pada
sepsis ,Tekanan arterial rata-rata (Mean Arterial Pressure/MAP) yaitu hasil pembacaan tekanan rata-rata di dalam sistem arterial juga berfungsi sebagai penunjuk yang bermanfaat sebab bisa memperkirakan perfusi
menuju organ-organ yang esensial seperti ginjal dan otak. Keakuratan pengukuran tekanan darah sering terlupakan. Faktor yang akurat dalam pengukuran terkanan darah yaitu lebar manset dan posisi lengan. jika manset yang terlalu lebar menciptakan pembacaan tekanan darah yang rendah palsu. Manset yang terlalu sempit menciptakan pembacaan tekanan darah yang tinggi palsu,European standart menyarankan lebar manset sebaiknya 40%, dan panjangnya 80 - 100% dari lingkar ekstremitas. Posisi lengan harus ditopang pada posisi
horizontal setinggi jantung. Pengaturan posisi yang tidak benar selama mengukur tekanan darah bisa memicu kesalahan sebesar 10%. Penilaian darah arterial bisa dilihat melalui denyut nadi, dan tekanan darah ,
Prinsip Pemantauan dengan Transduser
a. Metode Pemantauan CVP
ada dua pemantauan CVP, yaitu :
- Sistem transduser: memungkinkan pembacaan secara terus menerus yang ditampilkan di pemantau .
Pemantauan CVP secara normal menandakan pengukuran antaralain: : 5 - 10 mmHg mid-aksila
7 - 14 cmH2O mid-aksila.
- Sistem manometer: memungkinkan pembacaan intermitten dan kurang akurat dibandingkan sistem transduser dan lebih jarang dipakai .
b. Prinsip-Prinsip Pemantauan Tekanan Vena Sentral
Tekanan vena sentral (Central Venous Pressure, CVP) mencerminkan tekanan pengisian atrium kanan atau preload ventrikel kanan dan bergantung pada volume darah, tonus vaskular, dan fungsi jantung. CVP normal yaitu 0 - 8 mmHg. Hasil pembacaan CVP yang rendah
biasanya menandakan hipovolemia, sedang hasil pembacaan CVP yang tinggi memiliki beberapa pemicu , antaralain:: embolisme paru, hipervolemia, gagal
jantung,
c. tanda pemakaian kateter vena sentral
beberapa tanda untuk pemakaian kateter vena sentral yaitu : - pengukuran tekanan vena sentral, - akses vena yang buruk, - pacu jantung. - resusitasi cairan, - pemberian obat dan cairan, - pemberian makan secara parenteral,
faktor yang mempengaruhi Perfusi Jaringan ,antaralain:
a. Sistemic Vascular Resitance (Resistensi Pembuluh Darah Sistemik) Sistemic Vascular Resistance yaitu resistensi pada aliran darah yang ditentukan oleh tonus susunan otot vaskular dan diameter pembuluh darah. Otot polos di dalam arteriol dikendalikan oleh pusat vasomotor di medulla. Otot ini berada dalam keadaan kontraksi parsial yang dipicu oleh aktivitas saraf simpatis secara terus menerus . naiknya aktivitas vasomotor memicu vasokontriksi arteriol sehingga terjadi
naiknya resistensi perifer. Jika curah jantung tetap konstan, maka tekanan darah akan meningkat, begitu juga sebaliknya, penurunan aktivitas vasomotor memicu vasodilatasi dan penurunan pada resistensi perifer
b. Curah Jantung (Cardiac Output)
Curah jantung yaitu jumlah darah yang disuntikan dari ventrikel kiri dalam satu menit. Pada saat istirahat, jumlahnya sekitar 5000 ml. Curah jantung ditentukan oleh denyut jantung dan isi sekuncup Denyut jantung dipengaruhi oleh aktivitas baroreseptor, pireksia,
pusat-pusat yang lebih tinggi, tekanan intrakranial, kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah. Volume sekuncup yaitu jumlah darah yang disuntikan dari ventrikel kiri dalam satu kontraksi. Saat istirahat jumlahnya sekitar 70 ml. Isi sekuncup dipengaruhi oleh denyut jantung, kontraktilitas miokard, preload, dan afterload ,
Cedera otak terbanyak dialami usia produktif (15 - 44 tahun) dan didominasi laki-laki (54%). pemicu dari cedera otak yang terbanyak yaitu Kecelakaan Lalu Lintas jatuh dari ketinggian, kekerasan, olahraga. korban
kecelakaan lalu lintas sebesar 77% berada pada usia produktif peristiwa kecelakaan sering memicu kematian. beberapa macam bentuk kematian antara lain yaitu immediate/instant (very early) kematian yang biasanya dipicu sebab kerusakan otak berat atau cedera pada jantung dan pembuluh darah besar. ini tidak bisa
ditolong. Early death yaitu kematian sebelum 4 jam. Biasanya early death terjadi pada cedera otak, yaitu gangguan airway; rupture lien,epidural hematom (EDH), subdural hematom (SDH), intrakranial hematom (ICH);
Waktu 4 jam yaitu golden period, yaitu waktu keadaan pasien yang bisa membaik dengan resusitasi. Late death yaitu kematian dalam waktu hari hingga minggu. Kematian ini lebih dipicu sebab sepsis, Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS), dan Secondary Brain Injury , Dalam menangani kecelakaan maka perlu dilakukan mengatasi dengan cara primary survey, yang terdiri dari mengatasi airway, breathing, circulation, disability, dan exposure. Pada peristiwa mengatasi di lapangan maka mengatasi berubah menjadi Dr ABC, suatu istilah yang mana penolong melakukan pertolongan terlebih dahulu dengan danger remove sesudah itu
melakukan pertolongan dengan airway, breathing, dan circulation , beberapa cara dipakai untuk melakukan penilaian kesadaran pada pasien cedera kepala. masalah ini penilaian kesadaran dengan A: Alert, V: Respond to verbal, P: Respond to pain, U: Untanggap ive,
masih sering dipakai pada pasien cedera otak. Selama berkembangnya waktu maka penilaian kesadaran lebih memilih GCS (Glascow Coma Scales) sebagai alat untuk menentukan tingkatan cedera otak. Hingga saat ini GCS
masih dipakai pada hampir seluruh tenaga medis di dunia untuk menentukan derajat kesadaran . Lesi perdarahan pada cedera otak dipicu beberapa mekanisme. Bentuk perdarahan antara lain subarachnoid
hemorrhage (SAH),EDH, SDH, ICH, intraventricular hemorrhage (IVH), Akibat dari perdarahan ini maka memicu naiknya tekanan intrakranial di otak. Jika naiknya tekanan otak tidak bisa dikompensasi maka akan terjadi herniasi otak yang akhirnya bisa memicu munculnya kematian ,Tekanan intrakranial penting dalam sejarah bedah saraf. naiknya tekanan intrakranial sering terjadi pada pasien cedera kepala. bisa memicu kematian, maka pemakaian alat pantau tekanan intrakranial saat itu sering dilakukan sebelum dilakukan
diagnosa ,Pemasangan alat pemantau melalui lumbar diperkenalkan pertama kali oleh Quincke pada tahun 1897. Pemasangan pada lumbar ini yaitu
pemantauan tekanan intrakranial secara tidak langsung (indirect). Pengembangan alat pantau tekanan intrakranial melalui ventrikel dan tranduser dimulai oleh Guillaume-Janny pada tahun 1951 dan Lundberg
1960 , tahun 1960, Lundberg mengabarkan
pemasangan kateter intraventrikel pada 203 pasien dengan bermacam macam diagnosa bedah saraf yang berbeda ,Tekanan intrakranial yaitu kombinasi dari tekanan di dalam rongga otak yang dihasilkan oleh jaringan otak, volume darah di otak, dan cairan
serebrospinal. Ada beberapa kondisi yang memicu kenaikan tekanan intrakranial, antara lain :
Cedera otak berat, Proses iskemik dan hipoksia pada otak.SOL (Space Occupying Lesion), Hydrocephalus, Subarachnoid Hemorrhage, Infeksi intrakranial,
Gejala dan pemeriksaan klinis dari naiknya tekanan intrakranial yaitu antaralain: :
1. Kejang
naiknya tekanan intrakranial bisa menimbulkan munculnya kejang pada pasien cedera otak.
2. Funduskopi: Papilledema
Papilledema muncul sebab adanya tekanan pada lapisan subarachnoid pada nervus optikus atau obstruksi pada aliran axoplasmic yang memicu filling pada optic cup dan dilatasi vena retina.
3. Nyeri kepala
Nyeri kepala makin meningkat saat bangun pagi dipicu sebab saat tidur terjadi vasodilatasi pembuluh darah oleh sebab retensi CO2 saat tidur. Munculnya rasa nyeri oleh sebab penekanan pembuluh darah dan penekanan duramater (keduanya peka pada nyeri).
4. Mual dan muntah
Mual dan muntah makin memberat saat pagi hari.
5. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran seperti merasa mengantuk dan bahkan tidak sadar yaitu tanda naiknya tekanan intrakranial.
Epidural hematoma (EDH) yaitu akumulasi darah antara tulang kepala dan duramater yang terjadi akibat separasi tulang (tabula interna) dan duramater (lapisan periosteal) sehingga memicu robekan pada pembuluh darah yang berjalan di sekitar duramater dan tulang. Robekan
pembuluh darah itu bisa dipicu oleh separasi tulang-dura atau robeknya pembuluh darah akibat fraktur tulang kepala ,Etiologi dari EDH klasik muncul di area temporoparietal oleh sebab robeknya arteri meningika media , Epidural hematoma juga bisa terjadi sebab perdarahan dari vena pada dura dengan peristiwa sebanyak 10% dan vena diploe (pembuluh darah di dalam tulang) dari tulang dengan peristiwa sebanyak 40% ,
EDH jarang sekali melewati sutura, kecuali sutura sagitalis di area midline (EDH mudah melewati garis tengah dan garis tengah ada sinus sagitalis superior). Perdarahan paling sering berasal dari robeknya pembuluh
darah dura (a.v duramater, terutama a. meningea media) dan jarang terjadi secara spontan tanpa adanya trauma. EDH spontan tanpa trauma bisa terjadi akibat infeksi, sinusitis, anomali vaskuler, dan gagal ginjal kronis. Pada anak-anak, EDH terjadi sebab peregangan atau robeknya arteria meningeal tanpa diperoleh fraktur. EDH jarang terjadi pada anak-anak dan pasien tua sebab
pada anak-anak compliance dari tulang lebih tinggi dan jalur arteri meningika media lebih dangkal dan pada pasien tua, dura, dan tulang melekat kuat
Gejala klinis yang khas pada EDH yaitu adanya lucid interval (riwayat penurunan kesadaran, kembalinya kesadaran sementara, dan penurunan kesadaran kembali) Gejala klasik lucid interval pertama kali ditemukan oleh Jacobson pada tahun 1886 . Lucid interval tidak selalu
ada pada EDH dan lucid interval hanya muncul dengan persentase di bawah 30% . Munculnya kesadaran penuh untuk sementara yaitu tanda bahwa proses cedera
kepala primer tidak memicu kerusakan pada tingkat axon.
Subdural hematoma (SDH) yaitu salah satu jenis lesi massa intrakranial. Subdural hematoma (SDH) didiagnosa pada CT-Scan sebagai lesi ekstraparenkimal, hiperdense petunjuk akumulasi darah berbentuk
bulan sabit antara dura dan parenkim otak , SDH yaitu akumulasi darah pada ruang antara arachnoid dan dura yang terbentuk saat terjadi robekan vena atau arteri yang berada di antara dura dan arachnoid Perdarahan ini berasal dari robeknya bridging veins, terutama yang berdekatan dengan sinus sagital superior, akibat akselerasi deselerasi kepala, dan tidak selalu akibat direct impact, Sesuai dengan Kaye’s Essential Neurosurgery membagi SDH menjadi 3 bagian dan dibagi berdasar waktu kejadian. pembagian
SDH :
Subdural Hematoma Akut: kurang 3 hari;
Subdural Hematoma Subakut: 4 - 21 hari;
Subdural Hematoma Kronis: diatas 21 hari.
arti intracerebral hematoma (ICH) atau perdarahan intraserebral yaitu suatu perdarahan pada parenkim otak dengan ukuran lebih dari 2 cm. sedang yang berukuran kurang dari 2 cm dinamakan kontusio arti lain mengatakan perdarahan intraserebral yaitu perdarahan dengan diameter lebih dari 1 cm , Istilah burst
lobe dipakai untuk lesi perdarahan subdural, kontusio, dan perdarahan intraserebral yang dikelilingi edema vasogenik dan iskemia ,Perdarahan intraserebral dipicu oleh rupturnya pembuluh darah (bisa melibatkan satu pembuluh darah atau lebih) pada saat terjadi trauma.
Cedera ini bisa terjadi pada sisi yang sama dengan sisi benturan (lesi coup), berlawanan (contra coup), atau bisa pula terjadi pada struktur profunda (intermediate coup) sering terjadi pada area yang mana deselerasi
tiba-tiba dari kepala, memicu otak membentur tonjolan tulang (contoh pada area polus temporal, frontal, oksipital), Pasien dengan terapi anti koagulan meningkatkan munculnya perdarahan intraserebral walaupun benturan saat trauma hanya yaitu benturan yang ringan. bahwa pemakaian rekombinan
faktor VIIa bisa mengurangi munculnya pembesaran perdarahan intraserebral ,Perdarahan intraserebral akut dengan pemeriksaan CT-Scan akan tampak area yang hiperdense (putih) dengan area sekitar yang hipodense (hitam). Warna hipodense ini akan kita namakan area edema. Semakin lama waktunya area yang hipodense ini akan semakin membesar pada hari ke 4 dan area yang hiperdense akan berwarna sama dengan parenkim otak.
Bila tampak bentukan cairan dalam perdarahan (fluid level) menandakan sebagai kelainan koagulopati atau pencairan bekuan darah dan keadaan ini memiliki prognosis jelek, Adanya perdarahan intraserebral di area yang tidak diharapkan atau area yang dalam perlu kita curigai sebagai kemungkinan adanya luka tembus penetrasi atau pecahnya pembuluh darah spontan. Pada pasien seperti ini maka diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mengetahui lesi pada pembuluh darah dan untuk segera melalukan terapi agar menghindari perdarahan lebih lanjut atau emboli dari diseksi atau aneurisma.
Penentuan dalam tindakan bedah saraf untuk melakukan konservatif tindakan bedah yang mana keduanya yaitu cara
yang akan dipilih untuk menolong pasien cedera otak
Ada tanda tertentu pada pasien cedera otak agar bisa dilakukan tindakan operasi. masalah ini yang kita lihat yaitu dampak massa yang dipicu oleh perdarahan atau bengkak dari sel otak. Bentuk dari dampak massa yaitu
munculnya pergeseran otak yang kita kenal sebagai midline shift. Untuk perdarahannya maka akan dilihat tebal dari perdarahan itu atau dilihat dari volume perdarahan berdasar atas rumus dari hukum Broderick.
Di negara berkembang masih terkendala dalam hal transportasi. Sistem transportasi untuk melakukan
pengiriman pasien ke rumahsakit yang lebih memadai menentukan mortalitas dan morbiditas dari pasien itu . beberapa macam bentuk transportasi sudah diciptakan untuk mempercepat transfer pasien, namun bentuk transportasi itu dipilih berdasar bentuk geografis dari masing-masing area .
arti instalasi gawat darurat yaitu bagian dari rumah sakit yang menampung dan melayani pasien yang gawat sedang kritis di bidang orthopaedi antaralain: beberapa hal, di antaranya yaitu patah tulang terbuka, kompartemen sindrom akut, cedera neurovaskuler, dislokasi sendi, dan sendi septik.
Patah tulang terbuka yaitu suatu discontinuetas tulang yang terjadi luka terbuka pada kulit yang terhubung dengan dunia luar dan jaringan lunak di bawahnya ada hubungan dengan area patahan dan hematoma-nya
Epidemiologi Kejadian patah tulang selama tahun 2008 sekitar 5055 peristiwa dalam setahun. lokasi tersering munculnya patah tulang terbuka yaitu di tungkai bawah dan kaki, dan diafisis tibia dan distal tibia yaitu area yang paling sering terkena. Patah tulang
terbuka pada jari cukup sering terjadi namun jarang mengalami kerusakan yang parah. Kontras dengan patah tulang terbuka yang terjadi pada paha, tungkai bawah maupun kaki yang memiliki kejadian tinggi munculnya patah tulang terbuka tingkat III ,
Patogenesis Kerusakan jaringan lunak pada patah tulang terbuka memiliki 3 unsur, yaitu: kontaminasi luka dan patah tulang oleh ekspos dari lingkungan eksternal; stripping dan devaskularisasi yang memicu kerusakan
jaringan lunak dan meningkatkan risiko infeksi; dan rusak atau hilangnya jaringan lunak yang menyelimuti tulang sehingga berpengaruh pada proses penyembuhan tulang dan metode stabilisasi tulang
diagnosa Patah tulang terbuka bisa diidentifikasi dari adanya luka di area patahan tulang, bisa dilihat adanya darah yang keluar dari luka berwarna agak kehitaman (darah dari intrameduler) tampak juga adanya fat bubble sign, yaitu cairan dari intrameduler yang mengandung fat globule sehingga berwarna kuning
keemasan seperti minyak. Tanda-tanda di atas yaitu tanda pasti dari adanya patah tulang terbuka,
Patah tulang terbuka digolongkan menjadi 3 tingkat yaitu:
a. Tipe 1 - Luka biasanya kecil kurang dari 1 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang minimal dan konfigurasi patah tulang yang sederhana .
b. Tipe 2 - Luka lebih dari 1 cm dengan kerusakan jaringan lunak sedang dan patah tulang sedikit kominutif.
c. Tipe 3 - Luka yang cukup besar bisa mencapai 10 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang berat dan patah tulang yang kominutif, bisa ditambah dengan cedera neurovaskuler , penggolongan ini untuk mempermudah komunikasi antar tenaga medis dan berkaitan dengan pengobatan dan prognosisnya
Dislokasi yaitu cedera pada sendi yang mana ujung dari tulang pada sendi itu lepas dari posisi normalnya. Sering terjadi pada bahu dan jari, lokasi lain antaralain: siku, lutut maupun pinggul. Dislokasi pada sendi besar
terkait dengan adanya cedera pada jaringan saraf dan pembuluh darah di sekitarnya,
Epidemiologi Dislokasi sendi yang paling sering terjadi yaitu pada bahu yang mana 96% yaitu dislokasi sendi bahu anterior. Gejala klinisnya yaitu terlihat adanya tanda sulkus , yang tampak kosong pada bahu yang
mengalami dislokasi. Dari perabaan di sisi anterior bahu juga diperoleh adanya massa keras, yaitu caput humeri,
Komplikasi neurovaskuler yang sering terjadi pada dislokasi sendi bahu .yaitu lesi pada arteri maupun nervus axillaris, sehingga perlu tindakan yang segera untuk dilakukan reposisi, Dislokasi sendi pada ekstremitas bawah yang cukup sering terjadi yaitu
pada sendi lutut. Menjadi berbahaya sebab sering terjadi lesi pada arteri poplitea yang memberi nutrisi pada tungkai bagian bawah. Selain itu bisa juga terjadi lesi dari nervus peroneus (17 - 43%). Bila dari klinis dicurigai
adanya lesi pada arteri poplitea maka harus segera dilakukan angiogram ,Segera dilakukan reposisi, bila vaskularisasi tidak membaik maka harus dilakukan operasi eksplorasi ,
Hal yang perlu diperhatikan untuk pertolongan pertama pada patah tulang terbuka yaitu kita harus evaluasi survei primer ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure). Identifikasi cedera yang bisa
membahayakan nyawa. sesudah pasien stabil bisa dilakukan pemeriksaan dari kepala sampai kaki untuk menemukan adanya cedera di lokasi lain. Status neurovaskuler juga harus diperiksa dengan teliti ,
Tidak disarankan melakukkan eksplorasi luka di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebab akan makin memperburuk kontaminasi, irigasi dengan normal salin boleh dilakukan di IGD bila operasi debridement akan tertunda ,
Menurut Appley, prinsip dasar mengatasi patah tulang terbuka ada 4, yaitu: antibiotik profilaksis, debridement luka dan fraktur dengan segera di ruang operasi, stabilisasi fraktur, dan penutupan luka segera di ruang
operasi. Untuk antibotik profilaksis seharusnya kita menyesuaikan dengan peta kuman di Rumah Sakit tempat pasien dirawat, namun co-amoxiclav
atau cefuroxime bisa dijadikan sebagai obat pilihan pertama, yang diberikan sesegera mungkin dan ditambahkan gentamycin saat debridement
memakai protap untuk antibiotik pada patah tulang terbuka, yaitu: Cefalosporin generasi 1 selama
3 hari untuk patah tulang terbuka tingkat 1; Cefalosporin dan Aminoglikosida selama 3 hari untuk patah tulang terbuka tingkat 2; Cefalosporin dan Aminoglikosida selama 5 hari untuk patah tulang terbuka tingkat 3.
Infeksi dan sepsis yaitu komplikasi tersering dari patah tulang terbuka. Kemungkinan infeksi sekitar 0-4% untuk patah tulang terbuka tingkat I dan sekitar 15-40% untuk patah tulang terbuka tingkat III. Infeksi akut
memungkinkan munculnya osteomyelitis kronis di kemudian hari. Osteomyelitis kronis bisa menjadi komplikasi lanjutan sekitar 6% dari peristiwa patah tulang
terbuka. Komplikasi lain yang bisa terjadi yaitu Nonunion yang bisa terjadi pada 49% dari peristiwa patah tulang terbuka .
Kompartemen sindrom akut yaitu naiknya tekanan osteofascial kompartemen yang dipicu oleh suatu trauma (perdarahan, edema, inflamasi)
Epidemiologi munculnya kompartemen sindrom akut
yaitu 3 dari 100.000 per tahun. lakilaki mengalami 8 per 100.000 dibandingkan wanita yang hanya 0,4 per 100.000 populasi. Penyakit dasar yang memicu kompartemen sindrom akut paling sering yaitu patah
tulang (80% peristiwa ). Patah tulang yang paling sering memberi komplikasi kompartemen sindrom akut pada pasien dewasa yaitu patah pada diafisis
tibia ,
Patogenesis Patah tulang pada kaki maupun tangan bisa memicu iskemia yang parah walaupun tidak ada lesi pada pembuluh darah besar, perdarahan, edema, dan inflamasi bisa meningkatkan tekanan di dalam kompartemen ossefascia, lalu terjadi penurunan aliran kapiler yang menciptakan suatu iskemia dari otot. Edema terus berkelanjutan sehingga menimbulkan tekanan yang makin tinggi dan iskemia yang lebih parah lagi. kekacauan ini akan berhenti sesudah 12 jam atau kurang, otot dan saraf pada kompartemen itu sudah mengalami nekrosis .
diagnosa Gejala klinis yang dikenal yaitu “5P”, yaitu Pulselessness,Pain, Paraesthesia, Pallor, Paralysis. Gejala yang paling awal yaitu nyeri (Pain) dan Paraesthesia. Nyeri yang dimaksud disini yaitu nyeri saat dilakukan passive stretching ,Gejala kemudian yaitu paraesthesia, bila sudah ditemukan 2 gejala awal ini maka harus waspada dan dilakukan pengawasan ketat. Untuk mengkonfirmasi diagnosa kompartemen sindrom harus memakai alat pengukur tekanan intrakompartmental. Perbedaan tekanan (AP) - perbedaan tekanan antara
tekanan diastolik dan tekanan intrakompartmental‒ yang kurang dari .30 mmHG yaitu suatu tanda pasti untuk dilakukan dekompresi dengan fasciotomi. Namun bila tidak diperoleh alat untuk mengukur tekanan
intrakompartmental maka diagnosa bisa dilakukan dengan klinis saja
mengatasi kompartmen sindrom akut yang paling efektif yaitu dengan fasciotomi, yang bila tertunda maka akan menimbulkan komplikasi yang buruk. Namun sebelum dilakukan fasciotomi semua prosedur pemantauan harus sudah dilakukan, seperti melepaskan semua benda yang antaralain: ekstremitas seperti kasa pembalut ataupun gips, termasuk padding di dalam gips juga harus dilepaskan. Membuka gips bisa menurunkan
tekanan intrakompartmental. Ekstremitas tidak boleh diangkat melebihi ketinggian jantung. Hipotensi harus dikoreksi dan terakhir, oksigen harus diberikan untuk memastikan saturasi oksigen dalam badan tetap bagus
SENDI SEPTIK
Infeksi pada sendi bisa terjadi sebab beberapa hal, di antaranya: adanya penyebaran langsung dari tulang sekitarnya yang mengalami infeksi; penyebaran via aliran darah yang bisa bersumber dari lokasi yang jauh. Bakteri yang sering menjadi pemicu infeksi pada sendi yaitu Staphylococcus aureus, Haemophilius influenzae, yang cukup jarang yaitu Streptococcus, Escherichia coli, dan Proteus , adanya luka tusukan langsung seperti injeksi intraartikuler atau tindakan artroskopi,
Patologi munculnya sendi septik yaitu tahap awal yang mana terjadi synovitis akut ditambah dengan
pembentukan eksudat seropurulen dan naiknya cairan synovial, dengan adanya pus di dalam sendi maka akan terjadi erosi pada tulang rawan sebagian sebab enzim yang diciptakan oleh bakteri, sebagian
lagi dari enzim proteolitik yang dibentuk oleh sel synovial. Bila pada tahap ini pasien tidak memperoleh terapi maka tulang rawan akan hancur semua
dan sendi akan menjadi ankilosing atau menyatu ,
diagnosa pada sendi septik bisa dilakukan dengan
pemeriksaan klinis dan laboratorium . Adanya nyeri sendi dan bengkak dan teraba hangat dan kemerahan yaitu beberapa gejala klinis dari sendi septik. Selain itu biasanya ditambah dengan penurunan range of motion (ROM) dari sendi itu . Untuk pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan pemeriksaan laju endap darah dan hitung leukosit yang biasanya akan terjadi
naiknya dan kultur darah yang positif. Pemeriksaan lain yang akurat untuk melakukan diagnosa yaitu aspirasi cairan sendi, jumlah hitung
sel darah putih di cairan synovial normalnya di bawah 300 per mL, pada sendi septik jumlah hitung sel darah putih bisa mencapai 50.000 per mL
mengatasi pada sendi septik bisa dimulai dari terapi penunjang seperti cairan intravena untuk mencegah dehidrasi pada pasien. Sendi yang terkena dilakukan imobilisasi dengan pemasangan splint, atau bila terjadi
pada sendi pinggul bisa dilakukan traksi. Antibiotik bisa dimasukkan dan bisa dilakukan drainase cairan pus dari dalam sendi dan dilakukan irigasi dengan cairan normal salin
kejadian kritis peristiwa bedah pada neonatus, bayi, dan
anak memang tidak sebanyak kritis medik pada anak. kejadian kritis bedah anak mencapai 5-14% dari peristiwa gawat darurat pada anak , namun
keterlambatan identifikasi dan mengatasi peristiwa kritis bedah pada bayi dan anak meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien sampai di atas 65%, Untuk itu diperlukan tenaga medis yang bertugas di instalasi gawat darurat masing-masing dalam mengenali
dan memberi pengobatan awal peristiwa kritis di bidang bedah anak. Penting memahami cara pengenalan dan deteksi dini peristiwa kritis bedah anak melalui cara penggolongan gejala klinis (symptomand sign) yang khas sesuai kelainan yang diderita, pengobatan awal
pasien yang bisa dilakukan sesuai dengan fasilitas yang ada dan kompetensi yang dimiliki. Dengan meningkatnya pengetahuan dan pemahaman mengenai hal itu , diharapkan bisa mengurangi kejadian komplikasi akibat
keterlambatan mengatasi peristiwa gawat darurat bidang bedah anak.
Ruang lingkup gawat darurat bidang bedah anak dibagi berdasar beberapa kategori. Mengingat bahwa kelainan pada bayi dan anak berkaitan dengan usia, sistem organ, dan etiologi. Tiap kategori itu memiliki petunjuk klinis dan ciri khas tersendiri. Pembagian kategori gawat darurat bidang bedah anak berdasar usia , yaitu :
- neonatus (0 - 1 bulan),
- batita dan balita (young child) (1 - 5 tahun),
- anak-anak (5 - 11 tahun), dan
- remaja (12 - 18 tahun).
Kondisi kritis bidang bedah anak memiliki ciri khas
tersendiri sesuai dengan kategori usia pasien. Pada usia neonatus, sering kelainan yang diperoleh yaitu kelainan bawaan/kongenital, mungkin juga manifestasi kelainan bawaan baru terlihat pada usia balita. Pada peristiwa trauma mungkin ada pada usia remaja, namun jangan dilupakan juga trauma akibat kekerasan
pada anak banyak ditemui pada usia balita dan anak-anak ,Ruang lingkup berdasar sistem organ, terutama yang berkaitan dengan bidang bedah anak kita membaginya antaralain :
-kelainan di dinding perut .
-sistem pencernaan/gastroenterologi dan hepatobilier;
-sistem urogenital/saluran kencing dan alat kelamin;
Kelainan yang dibagi berdasar sistem organ berkaitan
dengan petunjuk gejala klinis dan etiologi yang mendasari, Etiologi dibagi menjadi ,antaralain
1. kritis trauma
2. kritis nontrauma - kelainan bawaan - infeksi
- noninfeksi.
akan dilakukan cara penggolongan itu dari penggabungan gejala klinis, sistem organ, usia, dan etiologi. Untuk itu kita penggolongan kritis bidang
bedah anak yang sering terjadi antaralain :
peristiwa perdarahan saluran cerna, peristiwa benda asing yang tertelan, peristiwa trauma. peristiwa kritis perut , peristiwa akut inguinal/scrotum,
Selain kemampuan mengenali secara klinis peristiwa ktlritis bidang bedah anak secara dini, peran screening kelainan bawaan pada bayi dalam kandungan juga berperan dalam deteksi dini potensial kritis yang mungkin terjadi pada peristiwa bedah anak. Deteksi dini kelainan bawaan pada bayi sejak dalam kandungan
bisa dilakukan dengan metode amniosintesis, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan ultrasonografi (USG) fetomaternal. USG fetomaternal sudah
menjadi program nasional di negara kita . Saat ini kebijakan kesehatan negarakita mewajibkan untuk dilakukannya pemeriksaan USG fetomaternal minimal 1x selama masa kehamilan. Diharapkan jika terdeteksi kelainan bawaan sejak dalam masa kehamilan bisa
dipersiapkan pencegahan mengatasi lanjutan pada bayi dan ibu. Kelainan bawaan yang berkaitan dengan anatomi fetus sudah bisa tampak pada kehamilan trismester ke dua. kelainan bawaan organ gasrointestinal dan defek pada dinding perut dan dada bisa dideteksi pada trimester kedua. Polyhidramnion biasanya ada pada peristiwa atresia saluran cerna. jika terdeteksi atau dicurigai adanya kelainan pada bayi sejak dalam kandungan, maka perlu dilakukan persiapan untuk diagnosa lebih lanjut dan sistem rujukan pada ibu dalam proses persalinannya nanti. Untuk peristiwa kelainan bawaan bidang bedah anak yang sudah terdeteksi sejak dalam kandungan, maka ibu pasien harus diarahkan untuk melahirkan rumah sakit yang sudah memiliki peralatan medis pendukung dan tim dokter spesialis yang bisa merawat dan melakukan tindakan operasi pada neonatus dan bayi (
peristiwa kritis perut pada bayi dan anak dikenali dari
adanya tanda-tanda akut perut . Gejala klinis yang paling banyak ditemui pada akut perut yaitu nyeri perut. Nyeri perut ini sering ditambah keluhan penyerta berwujud flatus,muntah, distensi perut, dan gangguan buang air
besar, Kondisi akut perut pada pasien bayi dan anak-anak ini yaitu manifestasi dari beberapa kondisi patologis intraperut , yang banyak ditemui antara lain
. perforasi/ruptur organ berongga.strangulasi organ intraperut , inflamasi organ intraperut dengan atau tanpa ditambah gejala peritonitis;. obstruksi;
Kumpulan gejala klinis dari akut perut yang ada, maka kita harus bisa memilah mana yang memiliki arti bedah dan gawat darurat bedah. Sehingga meningkatkan kecepatan diagnosa klinis dan mencegah keterlambatan pengobatan pasien bayi dan anak
Nyeri perut akut pada anak sering menimbulkan dilema baik intrepertasi dan diagnosa nya. walau sebagian besar nyeri perut pada anak yaitu kondisi peristiwa nonbedah, keterlambatan diagnosa akut
perut dari gejala nyeri perut akut bisa meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas pasien. masalah ini yang penting bagi dokter yaitu bagaimana mengenali nyeri perut yang penting bedah dan yang memerlukan tindakan segera. Secara klinis, nyeri perut dibagi menjadi tiga kategori, yaitu nyeri visceral (splanchnic), parietal (somatic), dan reffered (nyeri alih). Nyeri visceral biasanya terasa tumpul, sulit dilokalisasi, dan terasa di garis tengah. Kondisi patologis yang menimbulkan nyeri visceral ini ada pada kondisi organ intraperut yang mengalami edema, dilatasi, atau iskemia. Nyeri visceral
bisa ditemui pada peristiwa appendicitis awal, gastroenteritis, konstipasi, trauma perut , dan lainnya ,
Nyeri parietal biasanya terasa tajam, intens, terlokalisir dan bisa diperberat dengan batuk dan pergerakan. Nyeri ini bersumber dari adanya iskemik jaringan, inflamasi atau peregangan dari peritoneum parietal yang ditransmisikan serat aferen ke dorsal root ganglia pada sisi level dermatom yang sama. Kondisi ini bisa terjadi pada kerusakan/inflamasi organ lebih lanjut dan strangulasi contohnya appendisitis akut, volvulus, dan hernian inkarserata , Nyeri alih/referred pain memiliki sifat seperti nyeri parietal namun terasa di area lain yang memiliki dermatom persarafan yang sama dengan organ yang mengalami cedera/inflamasi. Contohnya pada
peristiwa pneumonia yang sering datang dengan keluhan nyeri perut sebab dermatome T9 yaitu jalur yang sama untuk aferen dari paru dan perut .
Nyeri yang khas untuk kelainan bedah yang lain yaitu nyeri kolik. Nyeri kolik dipicu oleh regangan dari organ berongga, biasanya dipicu oleh adanya obstruksi sehingga organ berongga akan dilatasi dan adanya
gerak mendorong dari organ itu untuk melepaskan obstruksi. Nyeri ini memiliki ciri khas yang hilang muncul sesuai gerak peristalsis organ. Rasanya tajam dan intens selama gelombang persitalsis muncul. Contoh dari
nyeri kolikter bisa pada peristiwa intususepsi, batu ureter, dan batu kandung empedu,
pemicu nyeri perut akut pada anak ,antaralain :
1. pemicu Saluran Kencing dan Genital:
Kehamilan ektopik-Torsio ovarium/testis-Endometriosis -Hematocolpos•Infeksi saluran kencing-Batu saluran kencing-Dismenorea Mittelschmerz-Penyakit inflamasi pelvis-Threatened abortion -
2. pemicu saluran cerna:
Ulkus peptikum-Divetikulum Meckel-Inflammatory bowel disease-Intoleransi Laktosa,-Gastroenteritis-Apendisitis-Limfadenitis mesenterika-Konstipasi-Trauma perut -Obstruksi interstinum-Peritonitis-Keracunan makanan-
3. Gangguan hati, limpa dan saluran bilier :
Rupture of the spleen-Pankreatitis-Hepatitis-Kolesistitis-Kolelitiasis-Splenic infarction-
mengartikan nyeri pada bayi dan anak memiliki tingkat kesulitan tersendiri sesuai dengan jenis nyeri dan onset usia pasien. Pada anak sampai usia remaja mereka kurang memiliki kemampuan melokalisir dan
mengetahui onset nyeri yang diderita. Pada bayi tanggap pada nyeri sudah ada, namun manifestasi klinik hanya bisa dilihat dari ekspresi wajah dan
tangisannya
pemicu nyeri perut akut pada anak :
-- Obat dan toksin:
Keracunan Timah-Bisa ular-Eritromisin-Salisilat-
--Gangguan Metabolik:
Insufisiensi Adrenal akut,-Ketoasidosis Diabetikum -Hipoglikemia-Porfiria-
--Gangguan Hematologis:
Sindroma Hemolitik Uremik-Anemia sel sickle-Purpura Henoch-Schönlein-
-- pemicu Paru:
-Diaphragmatic pleurisy-Pneumonia,
--Lain-lain:
Angioneuroticedema-Familial Mediterranean fever,
-Kolik infantil-Nyeri Fungsional-Faringitis-
diagnosa banding nyeri akut perut berdasar usia
Lahir sampai 1 tahunVolvulus - Hernia inkarserata - Penyakit Hirschsprung’s
- Kolik infantil - Gastroenteritis - Konstipasi - Infeksi Saluran Kencing - Intususepsi -
2 sampai 3 tahun:
Trauma - Faringitis - Krisis sel Sickle - Purpura Henoch-Schönlein - Mesenteric lymphadenitis - Gastroenteritis - Apendisitis - Konstipasi - Infeksi Saluran Kencing - Intususepsi - Volvulus -
6 sampai 11 tahun:
Krisis sel Sickle - Purpura Henoch-Schönlein - Limfadenitis Mesenterika - Gastroenteritis - Apendisitis - Konstipasi - Nyeri Fungsional - Infeksi saluran kencing - Trauma - Faringitis - Pneumonia -
diagnosa banding nyeri akut perut berdasar usia
12 sampai 18 tahun :
Penyakit inflamasi Pelvis - Ancaman aborsi - Hamil Ektopik - Torsio ovarium / testis - Apendisitis - Gastroenteritis - Konstipasi - Dismenorea Mittelschmerz -
Kondisi distensi perut terdiri dari beberapa etiologi antara lain massa, cairan (ascites), dilatasi usus sebab obstruksi, perforasi organ berongga, dilatasi akibat paralitik, dan peritonitis. Pada bayi dan anak, petunjuk
klinis obstruksi sering tampak dengan adanya distensi perut yang menyeluruh, namun tidak demikian pada peristiwa obstruksi di neonatus. Pada neonatus, level osbtruksi memiliki petunjuk distensi perut yang berbeda. Pada peristiwa obstruksi usus letak tinggi contoh pada peristiwa atresia duodenum, IHPS (infantile hypertropic pyloric stenosis), atresia jejenum, sering tidak tampak petunjuk distensi perut yang menyeluruh.
sebab konten usus bagian proksimal biasanya sudah dimuntahkan, sehingga bagian usus yang dilatasi (biasanya duodenum dan gaster) akan mengecil
kembali. Pada kondisi yang tidak terdeteksi lebih awal, akan tampak distensi perut bagian atas, di atas umbilicus. Biasanya tampak kontur gaster ditambah petunjuk peristaltik gaster (gastric wave) sedang pada neonatus dengan kondisi obstruksi usus level rendah, petunjuk klinis distensi perut tampak menyeluruh sebab dilatasi
sebagian besar usus sampai ileum terminal dan colon. Untuk diagnosa banding distensi perut sebab pemicu nonobstruksi bisa disingkirkan melalui pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang foto polos
perut dua sisi. Pada neonatus dan bayi sering agak sulit dibedakan apakah distensi perut pada kondisi akut perut yaitu akibat obstruksi atau peritonitis. ini dipicu sebab petunjuk klinis defans muskular pada bayi dan anak sulit diinterpretasikan mengingat otot perut
pada bayi dan neonatus masih tipis dan belum berkembang. ini bisa dibantu dengan pemeriksaan foto polos perut pada pasien itu
arti muntah di bidang bedah yaitu ekspulsi isi lambung secara kuat dan involunter melalui mulut kadang juga melalui hidung akibat adanya gangguan pasase distal dari pintu keluar lambung. Gangguan pasase disini
sebagian besar dipicu sebab adanya obstruksi. Level obstruksi ada pada level saluran cerna bagian atas (gastric outlet sampai dengan jejenum) sampai saluran cerna bagian bawah (ileum terminal sampai dengan anus).
Muntah penting bedah bisa digolongkan sesuai warnanya, waktu/onset muntah sesudah intake dan kualitasnya. Untuk warna bisa digolongkan
sebagai bilious dan nonbilious vomitting. Muntah bilious terjadi bila bile dikeluarkan bersama dengan isi lambung. Muntah nonbilious bisa berwujud isi lambung tanpa bile, darah dan isi ileum konten/feses. Pada neonatus dan
bayi, setiap muntah bilious harus dicurigai sebagai akibat adanya gangguan pasase usus sampai terbukti tidak
Neonatus yang mengalami muntah bilious pada hari-hari pertama kelahirannya dengan atau tanpa pemberian intake yaitu salah satu tanda menonjol adanya obstruksi akibat kelainan kongenital pada usus.
Kecurigaan ini harus ditindaklanjuti dengan mencari gejala penyerta dan melakukan pemeriksaan penunjang. Muntah bilious pada neonatus sering berkaitan dengan peristiwa obstruksi di level duodenum, Hirschsprung’s
disease, maupun atresia jejenoileal. Muntah nonbilious yang sesuai dengan konten lambung pada neonatus dan bayi bisa diakibatkan adanya antral web, atau stenosis dari pylorus. Pada peristiwa itu biasanya ditambah muntah dengan kualitas proyektil. Muntah darah profus juga menjadi perhatian serius terutama berkaitan dengan masalah hemodinamik pasien.
Pada peristiwa itu resusitasi cairan yaitu tindakan pertama pada perdarahan saluran cerna yang ditambah dengan gangguan hemodinamik. Selain hal itu di atas, muntah memiliki arti bedah lebih tinggi bila ditambah gejala klinis akut perut lainnya
Gangguan buang air besar bedah antaralain: onset buang air besar pertama sesudah lahir (meconeum), warna meconeum, dan konsistensi. Meconeum yang terlambat (delayed meconeum) yaitu salah satu gejala penyakit Hirschsprung’s pada neonatus. petunjuk mekoneum yang pucat yaitu gejala dari kondisi atresia pada usus. Feses yang berbau busuk dan
cair sering diperoleh pada pasien dengan enterocolitis. dibawah ini masalah yang harus diperhatikan untuk kemungkinan gangguan saluran cerna ditinjau
dari mekoneum/feses yang keluar pada pasien :
- feses ditambah darah, - warna feses pucat sampai seperti dempul, - konsistensi feses keras, frekuensi jarang, - diare, - konstipasi (kronik/progresif, mendadak).
- meconeum terlambat (neonatus),
- warna meconeum tidak normal (berwarna pucat, kering, berbulir-bulir, berbau busuk) pada neonates,
Gejala klinis akut inguinal dan scrotum memiliki gejala klinis berwujud benjolan pada lipat paha, nyeri, tanda radang, atau dengan atau tanpa ditambah panas badan. Etiologi dari kondisi akut inguinal/scrotum bisa dipicu
sebab proses inflamasi dan strangulasi antara lain hernia incarserata, torsio testis, lymphadenitis acuta, epididymitis, dan abses inguinal .
Bila kita menemukan perdarahan saluran cerna, pertama kali yang harus diperhatikan yaitu , apakah perdarahan ini memicu gangguan hemodinamik pada bayi/anak itu . jika terjadi gangguan hemodinamik/syok pada pasien maka pengobatan awal yaitu resusitasi dan stabilisasi ,
Pada kondisi yang sudah tersusitasi atau stabil, maka bisa dilakukan pengobatan kemudian , yaitu mencari sumber perdarahan. Sumber perdarahan saluran cerna bisa dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan saluran cerna atas dan perdarahan saluran cerna bawah. Untuk membedakannya, dilihat dari warna darah yang bercampur dengan feses yang keluar. Perdarahan saluran
cerna bagian atas ditandai dengan warna feses bercampur darah hitam seperti petis/melena. jika pasien muntah diperoleh muntahan darah berwarna hitam/hematemesis. ini dipicu sebab darah bercampur dengan asam lambung dan terbentuk hematin. sedang untuk perdarahan saluran cerna bagian bawah (mulai ileum terminal sampai dengan rectum) warna darah yang
keluar bersama dengan feses yaitu mulai dari merah segar, merah gelap (maroon) dan merah terang (current jelly stool). Untuk mempermudah diagnosa etiologi peristiwa perdarahan saluran cerna, maka kita harus memperhatikan perkiraan lokasi perdarahan, tipe perdarahan (dilihat dari warna) dan usia pasien. Berikut pembagian etiologi perdarahan saluran cerna berdasar tipe perdarahan dan usia pasien.
Dengan mengetahui asal perdarahan dan kemungkinan etiologinya, maka kita bisa merencanakan tindakan terapi atau rencana diagnosa lebih lanjut. jika kondisi perdarahan pada pasien tidak profus, maka persiapan
rujukan bisa dilakukan secara urgen atau elektif .
peristiwa benda asing yang tertelan cukup banyak ditemui pada anak-anak. kejadian puncaknya pada usia 1- 10 tahun. Sebagian besar kejadiannya tidak disengaja 98% , kecuali pada pasien dengan gangguan syaraf dan
jiwa. Pada pasien anak, 84% benda asing di saluran cerna akan keluar secara alami, dan hanya 10 % yang memerlukan terapi pengambilan dari saluran
cerna secara endoskopi, 1% memerlukan tindakan operasi sebab adanya komplikasi ,Gejala klinis tertelan benda asing bisa simtomatik dan asimtomatik. Pada benda asing sudah melewati sfingter esofagus bagian bawah 40% pasiennya asimtomatik. Gejala klinis yang tampak bisa antaralain: nyeri telan, hematemesis, muntah, batuk, drooling, sesak dan gejala intoksikasi bila barang
yang tertelan yaitu bahan toksik contoh baterai. Gejala klinis yang tampak tergantung pada lokasi dari benda asing dan komplikasi yang dimunculkan . tanda ekstraksi benda asing yang tertelan tergantung pada beberapa
faktor antara lain tipe benda asing, lokasi benda asing yang terjeba di saluran.cerna, kondisi umum pasien, peralatan medis , dan prasana yang tersedia. Untuk lebih
jelas dan ringkasnya bisa dilihat pada tabel berikut ini.
Trauma masih yaitu pemicu pertama kematian pada anak usia 1 - 15 tahun. Pada bayi, berperan sebanyak 6% pada angka kematian. Setiap periode usia memiliki kecenderungan jenis trauma yang berbeda.
Prinsip mengatasi trauma pada anak memakai pedoman ATLS dengan perhatian khusus kondisi anatomi dan fisiologi anak berbeda dengan dewasa Trauma perut pada anak memicu cedera organ liver dan lien, sebab kurang terlindungi oleh tulang rusuk. Perdarahan yang terjadi sering bisa berhenti selama dilakukan resusitasi yang kuat , sehingga pada kondisi internal bleeding pada anak kebanyakan bisa diterapi dengan nonoperative management (NOM). Laparatomi kebanyakan dilakukan pada peristiwa rupture organ berongga dan luka tusuk/tembus , Resusitasi cairan pada peristiwa trauma dengan hemodinamik yang tidak stabil dilakukan dengan pemberian 20cc/kg Ringer Lactate secara bolus dan
segera dilakukan konsultasi dengan dokter bedah. Pemberian cairan ini bisa diulang 1x lagi. jika dalam pengawasan belum membaik, segera disiapkan
pemberian Packed Red Cell sebanyak 10 cc/kg dengan persiapan tim bedah untuk melakukan resusitasi bedah
Trauma pada bayi dan anak juga antaralain: trauma akibat kekerasan. Kematian pada anak tahun pertama sebab trauma biasanya dipicu adanya kekerasan pada anak., kita harus mencurigai dan mengenali adanya faktor kekerasan pada anak setiap kita menemukan peristiwa trauma anak. Kecurigaan adanya kekerasan pada anak antara lain bila ada hal-antaralain :
- pasien tua/pengantar tidak tanggap nasihat pengobatan/tidak terlalu peduli dengan nasihat medis yang diberikan;
- perbedaan keterangan mengenai trauma yang terjadi antara pasien tua dan pengasuh/keluarga lainnya.
- perbedaan antara riwayat/anamnesis trauma pada derajat trauma fisik yang diderita;
- waktu trauma dan waktu berobat/pemeriksaan yang terlalu lama;
- riwayat adanya trauma berulang dan pengobatan di IGD yang berbeda;
Pada pemeriksaan fisik, kecurigaan adanya kekerasan pada anak dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu :
- patah tulang panjang pada anak usia kurang dari 3 tahun; - luka yang tidak wajar, seperti gigitan, luka bakar akibat rokik, bekas tali; - trauma pada area genital atau perianal; - bekas luka/scar multiple dan tanda penyembuhan fraktur pada foto rontgen;
- bekas luka bakar derajat dua dan tiga pada area yang tidak wajar. - multiple subdural hematoma, terutama
tanpa adanya fraktur tulang tengkorak yang baru;
- perdarahan retina; - trauma perioral; - rupture organ internal tanpa adanya tanda trauma tumpul mayor;
jika kita jumpai kecurigaan kekerasan pada anak, tehnik anamnesis sebaiknya tidak mengikutkan orang yang kita curigai sebagai pelaku berada dalam satu ruangan dengan anak yang mengalami kekerasan itu . Pemeriksaan fisik terutama pada korban kekerasan seksual harus mempertimbangkan kondisi psikis pasien sehingga tidak menimbulkan trauma lebih lanjut
kritis bidang bedah anak bisa digolongkan berdasar sistem organ, usia dan etiologi. Penting bagi dokter untuk bisa melaksanakan deteksi dini kondisi kritis pada bayi dan anak sehingga bisa melakukan pengobatan dengan cepat dan melakukan rujukan dengan cepat
jika diperlukan. Pengenalan kondisi kritis itu bisa
dilakukan dengan memahami penggolongan spektrum kritis itu dan dikaitkan dengan petunjuk klinis yang khas/sering ada pada kondisi patologis yang terjadi. kritis pada bayi dan anak bisa antaralain: kritis perut akut scrotum/inguinal, benda asing yang tertelan, perdarahan saluran cerna, trauma dan kekerasan pada anak. Deteksi dini dan pengobatan kritis pada bayi dan anak secara cepat diharapkan bisa menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak.
Kedaruratan di bidang bedah antaralain: banyak segi dan
bisa dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kedaruratan trauma dan nontrauma.
Banyak penyakit yang bisa memicu kedaruratan bedah
nontrauma di area perut , di antaranya yaitu :
saluran cerna, - ruptur aorta, - ikterus obstruktif,
- peritonitis, - obstruksi gastro intestinal, - perdarahan
arti Peritonitis yaitu inflamasi membran serosa yang menyelimuti rongga perut bedan organ-organ di dalamnya. Peritonitis bisa dikategorikan menjadi 3 kelompok berdasar etiologinya , yaitu:
- Peritonitis sekunder, dipicu sebab perforasi organ berongga baik sebab penyakit, trauma, maupun iatrogenik. Contoh peritonitis
sekunder yang sering ditemui yaitu apendisitis perforasi dan perforasi gaster.
- Peritonitis tertier, yaitu peritonitis yang persisten atau rekuren sesudah nterapi atau operasi yang kuat
- Peritonitis primer, yang dipicu sebab penyebaran hematogenous
- biasanya pada pasien immunocompromised - seperti peritonitis tuberkulosis dan spontaneous bacterial peritonitis (SBP). Pada peritonitis primer tidak ada perforasi dari organ berongga.
diagnosa peritonitis dilakukan terutama melalui pemeriksaan klinis, yaitu anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari lebih jauh mengenai kemungkinan etiologi peritonitis. Hal - hal yang mungkin diperoleh dari pemeriksaan klinis peritonitis yaitu ,antaralain :
a. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk membantu melakukan diagnosa peritonitis yaitu :
- Amilase dan lipase pada dugaan pankreatitis.
- Kultur kuman.- Lekosit: normal, lekositosis.
- Liver Function Test, apakah ada abses liver.
b. Radiologi:
- Dekompresi dengan memasang NGT, kateter, needle dekompresi bila diperlukan; - Antibiotik broad spectrum;
- Antipiretik; - Volume resuscitation, hati - hati pada usia tua; - pemantauan cairan dengan memasang kateter;
- Koreksi elektrolit; - Terapi definitif . - Foto polos perut (BOF): ground glass appearance. - BOF erect: air sickle/free air di bawah diafragma - LLD (Left lateral decubitus): free air di atas hepar - USG perut : abses liver, tubo ovarial abscess (TOA), appendisitis. USG tidak bisa mendeteksi cairan kurang dari 100 mL. pengobatan ,
c. Anamnesis
Anamnesis pada peristiwa peritonitis untuk melakukan
diagnosa dan mencari kemungkinan etiologi. Hal - hal yang bisa diketahui dari anamnesis yaitu :
- riwayat operasi. - gaya hidup/kebiasaan: minum jamu, pemakaian imunosupresan. - sifat nyeri: onset, perjalanan nyeri. - gejala penyerta: demam, diare, konstipasi, mual muntah. - riwayat penyakit penyerta: gastritis, inflammatory bowel disease, divertikulitis, typhoid.
d. Pemeriksaan fisik
- perut :-Inspeksi: flat, distended, parut paska operasi.
-Auskultasi: bising usus menurun.-Palpasi: nyeri tekan seluruh perut, defans muscular.-Perkusi: pekak hepar menghilang. - Rectal toucher (RT): nyeri seluruh kuadran.
- Akral: hangat, dingin. - Vital sign: hipertermi, takikardi, hipotensi (shock). - Torakss: mencari penyakit penyerta.
Etiologi dari obstruksi gastrointestinal berbeda antara negara maju dan negara berkembang. pemicu terbanyak di negara maju yaitu volvulus (5%) adhesi (55 - 79%), disusul hernia (11- 22%), keganasan (12 - 25%), Crohn disease (7%), pemicu terbanyak di negara berkembang yaitu hernia (20 - 30%), adhesi (20%), tuberkulosis (14%), keganasan, Crohn disease, volvulus, dan infeksi parasit .
Obstruksi GIT digolongkan berdasar beberapa cara, yaitu: - Simple atau strangulasi. - Partial atau total bowel obstruction,
Obstruksi GIT dibedakan dengan ileus paralitik yang dipicu sebab post gastroenteritis, hipokalemi, pemakaian obat spasmolitik, sepsis, peritonitis,
diagnosa obstruksi gastrointestinal tract (GIT) dilakukan berdasar pemeriksaan klinis dan penunjang ,
a. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda yang bisa diperoleh dari pemeriksaan fisik yaitu :
- Auskultasi: bising usus meningkat atau menurun.
- Palpasi: adakah massa, tegang, nyeri tekan.
- Perkusi: timpani.
- RT: ampula recti kolaps, adakah massa, adakah darah atau feses pada sarung tangan.
- Inspeksi: distended, darm countour, darm steifung, benjolan di inguinal/umbilicus.
b.. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan penunjang untuk melakukan diagnosa , etiologi, maupun komplikasi dari ostruksi GIT yaitu antaralain :
- Radiologi:
-BOF, berwujud petunjuk Herring bone atau coiled spring
-LLD, berwujud petunjuk step ladder/air-fluid level ,
untuk mengetahui level obstruksi pada peristiwa malignansi atau intususepsi pada anak-anak.
-CT-Scan dan magnetic resonance imaging (MRI).
-CT Enteroclysis, bisa dipakai sebagai peralatan medis diagnosa sekaligus terapi pada beberapa peristiwa .
- Laboratorium:
-Imbalance elektrolit sebab muntah atau dehidrasi, mengabaikan kemungkinan ileus paralitik sebab hipokalemi.-Serum kreatinin meningkat sebab dehidrasi.
-Lekosit, bisa normal atau meningkat bila sudah terjadi
enterocolitis atau perforasi.-Anemi sebab perdarahan kronis GIT sering dipicu sebab kanker kolorektal.
c. Anamnesis
Dari anamnesis bisa dibedakan apakah sebab proses akut atau kronis (keganasan). Data yang bisa diperoleh yaitu antaralain :
- Riwayat buang air besar dengan kaliber kecil-kecil atau buang air besar darah menandakan kemungkinan adanya keganasan, terutama bila ditambah dengan penurunan berat badan. - Distensi perut (50%). - Panas dan takikardi, yang yaitu gejala lanjut dan sering berkaitan dengan strangulasi. - Nyeri perut berwujud nyeri kolik yang crampy dan intermittent. Nyeri ini bisa meningkat bila terjadi perforasi maupun iskemi.
- Nausea/vomitting (40 -60%), bisa cepat terjadi terutama bila obstruksi terletak di proksimal.
- Tidak bisa flatus atau buang air besar (75 - 80%).
Faktor risiko:
-Riwayat keganasan kolon atau ovarium.-Inflammatory bowel disease.-Riwayat operasi perut , radioterapi.
pengobatan
Beberapa terapi awal untuk obstruksi di bawah ini bisa dilakukan oleh dokter jaga di IGD dan yaitu kompetensi level 3, yaitu :
- antibiotic broad spectrum untuk gram negatif anerobik;
- steroid, pada obstruksi sebab inflammatory bowel disease atau radiation enteritis yang akut;
- terapi pendukung : analgetik, antiemetik;
- terapi non operasi untuk obstruksi partial atau simple bisa dilakukan maksimal selama 3 hari dengan pengawasan dari dokter bedah;
- operasi oleh dokter bedah. Pada obstruksi yang sudah mengalami strangulasi harus dilakukan operasi cito.
- resusitasi cairan, hati-hati pada usia tua;
- pemantauan cairan dengan memasang kateter;
- dekompresi dengan memasang NGT dan kateter;
Advanced Trauma Life Support (ATLS) dari American College of Surgeon yang mulai ada sejak tahun 1980.
mengalami beberapa perubahan dan saat ini sudah menerbitkan panduan dalam mengatasi trauma dikenal
dengan initial assessment untuk menganalisa kondisi kedaruratan secara cepat. Initial assessment terdiri dari beberapa tahapan ,
Primary survey yaitu langkah awal untuk mengidentifikasi secara cepat masalah yang muncul pada peristiwa trauma. Kelima hal dalam primary
survey diterangkan menurut urutan prioritas namun dalam prakteknya di lapangan dilakukan secara simultan. Primary survey antaralain:
a. Masalah disability atau kesadaran menurun bisa dipicu oleh perdarahan intrakranial atau edem otak. Lucid interval sebab epidural haemorrhage harus diwaspadai dan terus dilakukan re-evaluasi. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi masalah disability
yaitu : - Memeriksa adakah lateralisasi dengan melihat ukuran pupil dan reflek cahaya, - Memeriksa skala kesadaran antara lain dengan metode AVPU (Alert, Verbal, Pain, Untanggap ive) atau GCS (Glasgow Coma Scale).
b. Exposure atau kendalikan lingkungan. Pakaian pasien harus dibuka semua agar bisa dilakukan pemeriksaan
dan evaluasi secara menyeluruh namun harus tetap dijaga agar tidak terjadi hipotermi.Resusitasi
sesudah primary survey, maka dilakukan resusitasi pada permasalahan yang ada ,
c. Breathing, Hal - hal yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi masalah breathing yaitu :
- perkusi: redup, hipersonor;
- suara napas: vesikuler, meningkat atau menurun.
- menghitung frekuensi napas/Respiratory rate (RR);
- melihat gerakan dada simetris atau tidak;
Distres napas antara lain bisa dipicu oleh pneumotorakss, flail chest dengan contusio pulmonum, hematotorakss, atau fraktur costa.
mengatasi masalah breathing dengan cara:
- Pemberian oksigen.
- Needle toraksocintesis pada peristiwa tension pneumotorakss.
- Punksi pleura atau pemasangan chest tube.
d. Circulation with haemorrhage control
Hal - hal yang bisa dilihat untuk mengidentifikasi masalah circulation secara cepat yaitu :
- nadi. - tingkat kesadaran; - warna kulit yang menandakan perfusi jaringan;
- Internal bleeding paling banyak dipicu oleh perdarahan
intraperut , hematotorakss masif, dan fraktur pelvis.
- Eksternal bleeding terutama pada ekstremitas.
Hati - hati pada pasien tua, anak kecil, atlet, dan riwayat pemakaian obat - obatan sebab pasien tidak bereaksi secara normal. Sumber perdarahan bisa berasal dari dalam badan yang tidak terlihat maupun yang terlihat dari luar.mengatasi masalah circulation dengan cara:
- Pemasangan double infus untuk resusitasi cairan. Resusitasi dilakukan dengan pemberian kristaloid (Ringer lactate), koloid maupun darah tergantung dari derajat shock. Hindari pemakaian vasopresor, steroid, atau Nabic. Pemberian cairan atau darah yang masih dingin bisa memicu munculnya hipotermi.
- Pelvic sling untuk kecurigaan fraktur pelvis.
- Bebat tekan untuk menghentikan sementara perdarahan eksternal.
e. Airway with C-spine control, Masalah airway bisa dilihat dengan memeriksa suara napas dengan metode look, listen, and feel. Masalah yang mungkin muncul pada airway yaitu :
- Obstruksi jalan napas sebab benda asing, cairan, ataupun fraktur maksilofasial.
- Fraktur servikal harus selalu dicurigai terutama pada kondisi:,-adanya jejas di atas clavicula, -nyeri leher.-kesadaran menurun,
mengatasi masalah airway bisa dengan cara noninvasif maupun invasif.
- Invasif dengan cricothyroidotomy, endo tracheal tube (ETT). C-spine immobilisation dengan collar brace atau dengan meletakkan bantal pasir yang mengapit leher.
- Non invasif bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu:
-Tanpa alat dengan chin lift dan jaw thrust.
-Dengan alat seperti tube nasofaring, tube orofaring, suction cairan/darah.
Pemakaian tourniquet sebaiknya tidak dilakukan sebab bisa memicu iskemia di bagian distal, kecuali bila sudah terjadi amputasi traumatika.
Pada primary survey bisa dilakukan beberapa tindakan tambahan seperti :
- Kateter urin dan lambung.- pemantau EKG.
Kateter urin tidak boleh dipasang bila ada dugaan ruptur uretra yang ditandai dengan:
-Bloody dischrage.
-Hematom di scrotum atau perineum.
-Pada colok dubur diperoleh prostat melayang.
Katerer lambung tidak boleh dipasang bila ada dugaan fraktur basis cranii (FBC) yang ditandai dengan:
-Bloody rinorhea -Bloody otorhea-Brill hematoma
-Battle sign.
- pemantau hasil resusitasi seperti blodd gas analysis (BGA), pulse oximetry, dan tekanan darah.
- Pemeriksaan penunjang lainnya seperti:
-Radiologi: Foto cervical lateral, torakss AP, dan pelvis AP.
-USG FAST (Focused Assessment with Sonography for Trauma) atau DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage).
sesudah mengatasi awal, dilakukan evaluasi ulang mulai primary survey sampai diperoleh kondisi pasien yang stabil. sesudah kondisi stabil, barulah dilakukan secondary survey. Bila kondisi pasien belum stabil, maka
perlu dilakukan surgical resuscitation , Secondary survey yaitu pemeriksaan komplit dari kepala sampai kaki
(head to toe examination) yang dilakukan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil. Pada pasien dengan trauma yang mengancam nyawa, secondary
survey dilakukan sesudah surgical resuscitation. Anamnesis pada secondary survey antaralain: riwayat Mode of Injury (MOI) dan AMPLE. MOI trauma bisa
terjadi sebab :
- Trauma thermal, baik sebab suhu panas maupun dingin - Bahan berbahaya seperti bahan kimia, toksin, radiasi. - Trauma tajam - Trauma tumpul,
Riwayat AMPLE antaralain: :
A: Alergi M: Medication P: Past illness
L: Last mealnE: Event/environment
Pemeriksaan fisik pada secondary survey dijelaskan berdasar regio maupun sistem organ (B1-B6). Hal - hal yang bisa ditemukan pada pemeriksaan fisik berdasar regio yaitu antaralain :
a. Kepala
- Trauma oculi - Fraktur maksilofacial
b. Vertebra
- RT: tonus sfingter ani yang longgar menandakan ada trauma pada vertebra. - Nyeri di area vertebra
- Paresis pada ekstremitas
c. Torakss
- Kelainan pada mediastinum: ruptur aorta
- Kelainan pada tulang: fraktur costa, clavicula.
- Kelainan pada paru: pneumotorakss, hematotorakss, contusio pulmonum
- Kelainan pada jantung: tamponade jantung
d. perut
- Adanya tanda-tanda internal bleeding termasuk retroperitoneal bleeding sebab fraktur pelvis
- Adanya jejas di area perut
- Adanya tanda-tanda peritonitis
e. Perineum (termasuk genitalia)
- Tes kehamilan pada wanita usia subur
- Tanda-tanda ruptur uretr,
f. Muskuloskeletal/ekstremitas
- Penilaian pulsasi perifer - Kompartemen sindrom.
- Luka dan deformitas. Tanda - tanda fraktur dilakukan dengan adanya nyeri, krepitasi, atau gerakan tidaknormal
- Fraktur pelvis,
g. Neurologis
- Adanya tanda-tanda fraktur basis cranii (FBC), - Pemeriksaan motorik dan sensorik. - Pemeriksaan tingkat kesadaran, - Adanya lateralisasi,
sedang untuk pemeriksaan berdasar sistem organ bisa
ditemukan hal-hal antaralain :
B1. Breathing. Pemeriksaan yang mungkin diperoleh pada B1 yaitu : - RR yang meningkat atau menurun
- Tanda-tanda pneumotorakss, hematotorakss, contusio pulmonum.
B2. Blood. Pemeriksaan yang mungkin diperoleh pada B2 yaitu : - Tanda - tanda perfusi yang tidak kuat - Tanda-tanda tamponade jantung, - Hipotensi - Narrow pulse pressure - Takikardi
B3. Brain. Pemeriksaan yang mungkin diperoleh pada B3 yaitu : - Tanda-tanda FBC. - GCS yang menurun
- Lateralisasi
B4. Bladder. Pemeriksaan yang mungkin diperoleh pada B4 yaitu : - Hematuria - Bloody discharge
- RT: prostat melayang menandakan adanya ruptur uretra.
B5. Bowel. Pemeriksaan yang mungkin diperoleh pada B5 yaitu : - Tanda-tanda peritonitis: nyeri perut, defans musculer - RT: nyeri sirkuler menandakan adanya peritonitis, darah pada sarung
tangan menandakan ada trauma pada GIT.
B6. Bone. Pemeriksaan yang mungkin diperoleh pada B6 yaitu :- Tanda-tanda fraktur pada ekstremitas
- RT: tonus sfingter ani longgar menandakan ada trauma pada vertebra. Adjunct to Secondary Survey
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan pada tahapan secondary .survey yaitu :
- Radiologi: CT-Scan kepala, retrotingkat urethrogram/cystogram, IVP, foto polos perut (BOF, LLD, BOF erect), CT-Scan perut , foto polos ekstremitas.
- USG perut . - Laboratorium: SE, RFT, LFT, GDA, FH, urinalisis, laktat, toksikologi.
Nyeri skrotum berkaitan dengan struktur di dalam
skrotum dan referred pain. Struktur yang berkaitan antara lain: testis, epididemis, funikulus spermatikus, jaringan skrotum. Referred pain bisa berasal dari nyeri kolik pada saluran kencing atas. Misdiagnosa bisa terjadi bila tidak dilakukan pemeriksaan pemicu nyeri skrotum secara baik
Torsio testis yaitu terpluntirnya funikulus spermatikus yang memicu berhentinya aliran darah ke testis. Secara anatomi, bisa dibagi menjadi ekstravaginal dan intravaginal ,. penyebaran usia torsio testis berwujud bimodal, puncak pertama saat neonatus dan puncak
kedua saat pubertas . Torsio testis yaitu kritis
di bidang Urologi dan diderita 4 per 100.000 laki-laki muda usia kurang dari 18 tahun. Kelainan ini menjadi pemicu 13 - 16% acute scrotum pada anak-anak dan memicu orchidectomy 46% pada pasien yang dilakukan
pembedahan ,
Pasien biasanya mengeluh nyeri testis akut dan sering ditambah keluhan terbangun dari tidur oleh sebab nyeri. Nyeri ringan dan meningkat pelan bisa dipicu oleh torsio apendiks testis . Pada pemeriksaan fisik, testis terlihat membengkak sebab obstruksi aliran darah vena. Posisi testis asimetris dengan testis torsio lebih tinggi dibandingkan testis kontralateral (high riding testicle). Palpasi testis menandakan testis normal berada pada posisi vertikal. Funikulus spermatikus testis torsio teraba
membesar dan nyeri. Pemeriksaan refleks kremaster menurun atau negatif pada testis torsio , Tanda dari Prehn terbukti non menonjol dan non diagnosa untuk membedakan torsio testis dan orchitis , Urinalisis membantu identifikasi piuria dan bakteriuria. pemakaian ultrasonografi doppler bisa membantu menganalisa ada
tidaknya aliran darah pada testis .
Terapi bedah identik pada torsio testis intravaginal dan ekstravaginal. Bila testis sudah nekrosis maka dilakukan orchidectomy dan orchidopexy pada sisi testis kontralateral. Bila petunjuk nekrosis meragukan, maka testis bisa diletakkan pada kasa hangat dan dilakukan evaluasi perubahan warna-turgor.
Perubahan warna lebih cerah dan hangat menandakan testis masih viabel. Testis non nekrosis bisa dilakukan fiksasi di tiga tempat dengan benang yang tidak diserap. Beberapa kita menyarankan penempatan testis di
kantong subdartos untuk memfiksasi testis
Torsio testis bisa memicu nekrosis dan pembentukan antibodi antisperma Testis yang mengalami torsio di bawah 6 jam, biasanya masih baik dan bisa diselamatkan. namun , bila torsio terjadi lebih dari 12 jam, maka testis sudah mengalami nekrosis dan perlu
dilakukan orchidectomy. Testis nekrosis yang tidak dilakukan orchidectomy memicu nyeri testis kronis
Intravaginal
Tipe ini terjadi sebab testis dan epididemis dengan mudah bergerak di dalam tunika vaginalis dan terpluntir di funikulus spermatikus. ini bisa terjadi sebab ikatan yang tidak normal funikulus spermatikus dan testis, sehingga testis bisa berputar atau terpluntir dalam skrotum. Faktor
risiko meningkat pada deformitas bell-clapper. Deformitas ini dipicu oleh kegagalan melekatnya testis-epididemis pada dinding skrotum dan ditandai dengan posisi testis yang horizontal. Torsio testis intravaginal biasanya
terjadi pada usia muda, namun bisa terjadi pada anak-anak sampai dewasa .
Ekstravaginal�
Tipe ini bisa diderita oleh janin atau bayi baru lahir (neonatus). Tipe ini terjadi oleh sebab kurangnya fiksasi gubernakulum dan tunika testis pada dinding skrotum, sehingga memungkinkan testis, funikulus spermatikus,
dan tunika vaginalis terpluntir sampai setinggi internal inguinal ring. Faktor risiko meningkat pada penyakit kriptoskismus ,
Epididimitis yaitu suatu proses inflamasi atau keradangan yang mengenai epididimis. Epididimitis akut yaitu inflamasi epididimis yang terjadi mendadak, biasanya mengenai salah satu sisi atau unilateral dan sering terjadi pada usia dewasa muda dengan aktivitas seksual yang aktif
Epidemiologi : Di kanada 1 di antara 100000 laki-laki yang datang berobat ke poli urologi, didiagnosa dengan epididimitis ini yaitu kondisi yang bumum dengan insiden berkisar 3 peristiwa per 100.000 lakilaki dewasa
Patogenesis Epididimitis akut biasanya akibat dari penyebaran infeksi buli-buli, uretra, atau prostat lewat duktus ejakulatorius dan vas deferens menuju epididimis. Pada bayi dan anak kecil, epididimitis sering berkaitan
dengan infeksi saluran kemih (ISK) atau adanya penyakit kelainan anatomi genitourinari yang mendasari pemicu bakteri perlu dicurigai, kebanyakan episode epididimitis pada usia prepubertal yaitu akibat sekunder sebab post infeksi virus . Mumps orchi-epididimitis harus dicurigai bila ada gejala prodromal virus dan
pembesaran kelenjar saliva. Bakteri yang sering menginfeksi pada anak usia prepubertal yaitu Escherichia coli, pada Chlamydia trachomatis bisa dicurigai pada seks aktif , Untuk laki-laki dengan usia di bawah 35 tahun dengan seks aktif dengan wanita, mikroorganisme
yang paling sering memicu epididimitis yaitu N. Gonorrhoeae dan C. trachomatis Pada pasien yang lebih tua, pemicu yang paling sering yaitu BPH, stasis urin, kateterisasi, dan ISK ,
diagnosa
Pada epididimis akut proses inflamasi dan pembengkakan dimulai pada bagian ekor atau tail yang kemudian menyebar keseluruh epididimis dan jaringan testis. Funikulus spermatikus harus dievaluasi untuk
adanya proses inflamasi. Perlu dicurigai pada anak-anak dengan nyeri skrotum akut, onset yang tidak jelas, dan biasanya diikuti dengan gejala berkemih dan
pembengkakan skrotum yang progresif. Berbeda dengan torsio testis, reflex chremasteric biasanya menandakan intak dan prehn’s sign masih positif , Torsio testis yaitu diagnosa banding yang paling
penting untuk disingkirkan Pemeriksaan fisik menandakan edema hemiskrotum eritematosa , nyeri pada area epididimis. Dari banyaknya peristiwa , biasanya testis juga terkena proses inflamasi
dan dinamakan epididymo-orchitis , Pemeriksaan fisik yang dilakukan segera sesudah penderita menjalani pemeriksaan urinalisis, uretritis, dan uretral discharge bisa tidak ditemukan sebab leukosit dan bakteri yang
ada sudah keluar bersamaan dengan pasien miksi.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan yaitu pengecatan Gram pada swab uretra dan spesimen urin tengah. Jika hasil pemeriksaan ditemukan bakteri diplokokus Gram-negatif intraseluler, maka infeksi
disebab kan N. Gonorrhoeae. Jika hasil pemeriksaan ditemukan leukosit tanpa ditambah bakteri, maka 2/3 peristiwa bisa dipicu oleh bakteri C. trachomatis.
Selain itu, pemeriksaan kultur sekaligus tes kepekaan kuman swab uretral dan specimen urin tengah juga perlu untuk dilakukan ,Pada peristiwa penularan penyakit sekual, perlu dilakukan pemeriksaan Nucleic Acid
Amplification Test (NAAT) pada urin tamping pertama , Pada pasien usia bayi dan anak-anak perlu dilakukan
evaluasi lebih lanjut seperi USG perut , voiding cystourethrography, dan bila perlu sistoskopi , USG Doppler harus dilakukan, biasanya menandakan epididimis hiperemi dan membesar, penebalan
dinding skrotum, naiknya atau normalnya aliran menuju testis MRI bisa dipakai sebagai modalitas sekunder ,
pengobatan
Pada pasien yang dicurigai adanya penyakit menular seksual, perlu diinformasikan mengenai risiko dan disarankan untuk tidak berkaitan seks hingga bebas infeksi. pengendalian dari epididimitis akut tergantung dari organisme pemicu nya. Antibiotik dipilih berdasar bukti empiris dimana pada usia muda dan seksual aktif maka organisme yang sering memicu yaitu C. trachomatis. Antibiotik golongan fluoroquinolon seperti ofloxacin dan levofloxacin menjadi pilihan dan bisa diteruskan dengan doxycycline 200 mg/hari selama 2 minggu. Azithromycin bisa diberikan sebagai pengganti
Doxycyclin . Antibiotik golongan makrolid bisa menjadi pilihan lain
pilihan. Pada beberapa peristiwa tidak perlu diberikan antibiotik, namun bila urinalisis ada bakteri, maka harus diberikan antibiotik tanggap klinis terapi harus diperiksa ulang sesudah tiga hari. Tindakan
pendukung berwujud tirah baring, elevasi testis, dan skrotum dengan celana ketat dan pemberian obat-obat anti inflamasi.Algoritma diagnosa dan terapi pada lakilaki dewasa dengan epididimitis akut.
Komplikasi
Abses pada area skrotum yang dipicu sebab epididimo-orkitis memerlukan tindakan pembedahan
Epididimitis
yang berlangsung lama pada usia dewasa muda bisa memicu oklusi total pada duktus epididimis yang kemudian memicu infertilitas. penelitian menemukan komplikasi terganggunya parameter semen
salam epididimitis, namun membaik saat diberikan terapi yang kuat . Epididimitis kronis bisa yaitu sebuah manifestasi klinis dari tuberkulosa urogenital.
Prognosis
Gejala membaik sesudah 1 - 3 hari dengan edukasi yang baik, pemberian antibiotik, NSAID dan elevasi skrotum
Fournier’s gangrene yaitu polimikrobial fascitiis nekrotikan di .area perineum dan genitalia lakilaki . Penyakit ini bisa berkembang menjadi infeksi jaringan lunak yang fulminan yang menyebar secara cepat sepanjang fascia, yang memicu nekrosis kulit, jaringan
lunak subkutan, dan fascia yang dikaitkan dengan sepsis sistemik. Jika penyakit ini tidak didiagnosa dengan cepat dan diterapi yang cepat , maka
akan terjadi morbiditas dengan waktu perawatan yang lama dan bahkan bisa terjadi kematian .Pada tahun 1764, Baurienne mengartikan gangrene yang fulminan
pada perineum lakilaki . walau Jean Alfred Fournier, seorang yang ahli dermatologi dan venereologi yang kemudian terkenal sebab penyakit ini, yang mana pada tahun 1883, beliau menunjukan 5 peristiwa gangrene di area genitalia pada 5 lakilaki muda, yang terjadi tanpa faktor pemicu yang jelas.
Fournier’s gangrene bisa mengenai lakilaki dan wanita dengan angka kejadian pada lakilaki 10 kali lebih banyak dibandingkan pada wanita. Insiden yang rendah pada wanita sebab drainage yang lebih baik dibandingkan regio perineal melalui sekret vagina pada wanita. lakilaki yang berkaitan seks dengan sesama jenis berisiko yang paling tinggi, khususnya infeksi yang dipicu oleh community-associated Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) ,
Alkoholisme kronis, malnutrisi, sirosis hati, hygiene personal yang buruk dan pengabaian diri sering ditemukan pada pasien degan Fournier’s gangrene , Kondisi lain yang memicu penurunan imunitas
yang bisa menjadi predisposisi pada perkembangan Fournier’s gangrene termasuk di antaranya yaitu pemakaian steroid dalam jangka waktu lama,
transplantasi organ, kemoterapi pada keganasan seperti leukemia, juga infeksi HIV , Meningkatnya kejadian HIV seiring dengan naiknya peristiwa Fournier’s gangrene, khususnya di Afrika. petunjuk Fournier’s gangrene mungkin yaitu presentasi pertama pada pasien dengan infeksi HIV ,Faktor risiko termasuk nilai CD4 di bawah 400, kemoterapi pada sarkoma Kaposi, dan akses femoral pada pemakaian obat intravena. Pasien
HIV-positif dengan Fournier’s gangrene tampak pada penderita usia muda dan memiliki spektrum bakteri pemicu infeksi yang lebih luas ,Patogenesis Fournier’s gangrene ditandai adanya infeksi polimikrobial
aerobik dan anaerobik yang diikuti trombosis vaskular dan nekrosis jaringan, diperburuk oleh pertahanan badan yang buruk akibat satu atau lebih gangguan
sistemik yang mendasarinya. Organisme aerobik yang menimbulkan koagulasi intravaskular dengan menurunkan agregasi trombosit dan komplemen
fiksasi, sedang organisme anaerobik menciptakan heparinase. Trombosis vaskular memicu nekrosis jaringan dan menurunkan clearance metabolit
bakterial toksik, yang diikuti dengan proliferasi bakteri anaerob ,Jaringan yang hipoksik memicu terbentuknya oksigen radikal bebas (superoxide anions, hydrogen peroxide, radical hydroxil), yang berperan dalam patogenesis. dampak dari radikal bebas termasuk disrupsi membran sel yang memicu kematian sel, menurunkan produksi ATP yang memicu penurunan penghantaran energi, dan kerusakan DNA yang akan menimbulkan penurunan produksi protein ,
Organisme anaerob mensekresi beberapa enzim dan toksin. Lecithinase, collagenase, dan hyaluronidase memicu dicernanya lapisan fascia,. Enzim-enzim itu menciptakan hidrogen dan nitrogen insoluble (tak larut dalam air), yang memicu terbentuknya gas di dalam
jaringan subkutan, yang secara klinis teraba sebagai krepitasi. Bakteri aerobik menciptakan CO2 yang larut dalam air dan jarang menimbulkan akumulasi
gas subkutan. Endotoksin dilepaskan dari dinding sel bakteri Gram-negatif. Aktivasi makrofag dan aktivasi komplemen kemudian diikuti pelepasan sitokin pro-inflamatory dan menjadi dasar munculnya syok septik
Tergantung pada asal infeksi, jalur penyebaran bisa dijelaskan dengan referensi anatomis dari fascia dan perlekatannya. Infeksi yang berasal dari sebab urogenital, seperti pada pasien dengan striktur uretra dan infeksi
saluran kemih yang memicu muncul nya abses parauretral, akan menyebar dari corpus spongiosum dengan menembus tunica albuginea dan fascia Buck’s dan akan menyebar di bawah fascia Dartos dan fascia Colles menuju ke fascia Scarpa, yang kemudian akan menyebar ke dinding perut anterior. Infeksi yang berasal dari anorektal, contoh abses ischiorektal, akan
menyebar dari jaringan perirektal menuju ke fascia Colles. sebab fascia Colles berfenestra, memicu infeksi menyebar dari area perirektal ke fascia Dartos dari skrotum dan penis, dan dari bagian ini infeksi bisa menyebar ke fascia Scarpa dan dinding perut anterior. sebab fascia Colles berakhir di membrana perineal, maka infeksi dari segitiga anterior perineum yang berisi uretra bulbaris dan skrotum, tidak bisa menyebar ke area perirektal, namun sebab fascia Colles berlubang-lubang, hal yang sebaliknya mungkin terjadi, contoh infeksi segitiga posterior mungkin sering menyebar ke segitiga
anterior dan kemudian menyebar ke dinding perut anterior. Sehingga, penting untuk mencoba melokalisasi asal dari infeksi awal. Infeksi retroperitoneal, seperti abses perinefrik dan abses psoas, bisa menyebar
sepanjang canalis inguinalis dan fascia spermatica, yang berkaitan dengan fascia Colles di sebelah dalam dari otot bulbocavernosa. Infeksi retroperitoneal sebaiknya dipertimbangkan sebagai pemicu Fournier’s gangrene jika sumber infeksi yang tampak jelas tidak ditemukan
Diabetes melitus yaitu penyakit sistemik yang sering dikaitkan dengan penyakit ini, yang diderita oleh dua pertiga pasien dengan Fournier’s gangrene. Pasien dlebih tinggi pada infeksi saluran kemih, akibat sistopati dengan stasis urin Hiperglikemia menurunkan imunitas seluler dengan menurunkan fungsi fagositik, yang memperlambat kemotaksis darilekosit menuju area yang mengalami inflamasi, adhesi neutrofil, dan destruksi
oksidatif intraseluler dari patogen. Penyembuhan luka juga akan terlambat akibat epitelialisasi yang tak sempurna dan deposisi kolagen Sebagian pasien dengan hiperglikemia dan diabetes juga memiliki penyakit mikrovaskular yang berpengaruh secara penting pada patogenesis penyakit ini. walau diabetes melitus meningkatkan risiko perkembangan Fournier’s gangrene, namun tidak meningkatkan angka kematian
Epidemiologi
keadaan ini meningkat seiring waktu, dan tampak
jelas bahwa Fournier’s gangrene terjadi paling sering pada lakilaki usia tua (dengan puncak insiden pada dekade kelima dan keenam) dan sebagian besar peristiwa
memiliki sebab yang tidak teridentifikasi. Pada beberapa literatur lain dinamakan kan puncak usia terbanyak ditemukan pada usia antara 31 - 65 tahun, dan 50 peristiwa pediatrik dengan 69% terjadi pada bayi usia kurang dari 3 bulan ,Untungnya, kondisi ini yaitu hal yang jarang terjadi, dengan insiden yang dikabarkan sebesar 1/19.500 dan hanya antara 1 - 3% dari pasien urologi yang dirawat inap 90 peristiwa per tahun yang dikabarkan sepanjang tahun 1980 - 1999. walau
demikian, insidennya meningkat, sebagian besar tampaknya akibat meningkatnya usia harapan hidup rata-rata pada populasi penduduk, seperti
naiknya jumlah pasien dengan terapi immunosupresif ,
Angka kematian sekitar 5 %. Faktor yang berkaitan
dengan tingginya mortalitas yaitu sumber infeksi anorektal, usia tua, gagal ginjal, disfungsi, hepar,penyakit yang meluas, (menyebar ke dinding perut dan femoral), syok sepsis, Kematian akibat penyakit sistemik seperti kegagalan multi organ ,sepsis, koagulopati, gagal ginjal akut, diabetik ketoasidosis,
Pengetahuan mengenai anatomi area perineum, urogenital, dan perut bagian bawah penting untuk dipahami pemicu dan patogenesisnya dari infeksi fulminan ini. Kemungkinan pemicu Fournier’s gangrene tertera di tabel ,walau Fournier’s gangrene terutama mengenai lakilaki usia tua, namun bisa juga mengenai semua usia , dan hampir sekitar 10% peristiwa terjadi pada wanita . pemicu khusus pada wanita termasuk blok nervus pudendus atau episiotomi pada persalinan pervaginam, aborsi septik, histerektomi, dan abses vulva, dan Bartholin ,faktor pemicu penyakit ini harus dicari secara aktif, sebab ini menentukan pengobatan dan prognosisnya Pada peristiwa yang tampaknya idiopatik, pemicu nya mungkin tertutupi oleh proses nekrosis penyakit ini.Setiap proses yang virulen, infeksi sinergis yang mencapai akses ke jaringan subkutan dari perineum bisa yaitu sumber pemicu infeksi. pemicu infeksi bisa berasal dari urogenital, anorektal, kutaneus
atau retroperitoneal. area urogenital yang paling sering menjadi pemicu , yang mana striktur uretra yaitu pemicu pertama ,
medis bedah 1
Reviewed by bayi
on
Mei 20, 2022
Rating:
About
LINK VIDEO